Anda di halaman 1dari 2

CANDI BRAHU

Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di kawasan situs arkeologi
Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Candi Brahu berada di Dukuh Jambu Mente, Desa
Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer
ke arah utara dari jalan raya Mojokerto—Jombang.

Candi Brahu menarik perhatian karena beberapa kalangan meyakini bahwa candi ini
lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan, bahkan lebih kuno daripada Kerajaan
Majapahit.Nama ‘Brahu’ yang disematkan pada candi tersebut diduga berasal dari kata ‘wanaru’
atau ‘warahu’, sebutan bangunan suci dalam Prasasti Alasantan yang juga ditemukan tak jauh
dari Candi Brahu. Oleh karena itu, ‘Brahu’ dapat diartikan sebagai bangunan suci. Candi Brahu
diyakini juga pernah digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-raja pada masa
Mataram Kuno, terutama di bagian tengah candi yang berlubang.

Namun, cerita rakyat lain mengatakan sebaliknya. Jenazah raja tidak dibakar di Candi
Brahu, melainkan di tempat lain. Setelah dibakar, abu jenazah kemudian dibawa ke Candi Brahu
untuk disucikan sebelum akhirnya dilarung.Sayangnya, setelah diteliti ulang, tidak ditemukan
bukti autentik bahwa Candi Brahu pernah digunakan sebagai tempat pembakaran mayat. Cerita
yang menguatkan asumsi tersebut sebenarnya berhubungan dengan nama tempat tersebut.

Candi Brahu dianggap berasal dari kata ‘bra’ yang berarti brawijaya atau raja, dan ‘hu’
yang berarti abu. Jadi, Brahu diartikan sebagai ‘abu raja’. Namun, ada kisah lain yang
menyebutkan bahwa nama Brahu muncul saat candi ditemukan bersamaan dengan penemuan
prasasti tembaga ‘Alasantan’ yang dibuat pada 861 Saka atau sekitar 9 September 939 M oleh
Raja Mpu Sindok dari Kahuripan. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa nama tempat tersebut
adalah ‘warahu’, yang berarti tempat suci. Sehingga, dari sinilah kemudian muncul nama Brahu.
Terlebih lagi, candi ini merupakan candi Buddha yang didukung oleh penemuan arca-arca
Buddha saat pertama kali digali.

Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di kawasan situs arkeologi
Trowulan, bekas ibu kota Majapahit.Candi Brahu menarik perhatian karena beberapa kalangan
meyakini bahwa candi ini lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan, bahkan lebih
kuno daripada Kerajaan Majapahit.Nama ‘Brahu’ yang disematkan pada candi tersebut diduga
berasal dari kata ‘wanaru’ atau ‘warahu’, sebutan bangunan suci dalam Prasasti Alasantan yang
juga ditemukan tak jauh dari Candi Brahu. Oleh karena itu, ‘Brahu’ dapat diartikan sebagai
bangunan suci.
Candi Brahu diyakini juga pernah digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah raja-
raja pada masa Mataram Kuno, terutama di bagian tengah candi yang berlubang.Namun, cerita
rakyat lain mengatakan sebaliknya. Jenazah raja tidak dibakar di Candi Brahu, melainkan di
tempat lain. Setelah dibakar, abu jenazah kemudian dibawa ke Candi Brahu untuk disucikan
sebelum akhirnya dilarung..

Candi Brahu dianggap berasal dari kata ‘bra’ yang berarti brawijaya atau raja, dan ‘hu’
yang berarti abu. Jadi, Brahu diartikan sebagai ‘abu raja’. Namun, ada kisah lain yang
menyebutkan bahwa nama Brahu muncul saat candi ditemukan bersamaan dengan penemuan
prasasti tembaga ‘Alasantan’ yang dibuat pada 861 Saka atau sekitar 9 September 939 M oleh
Raja Mpu Sindok dari Kahuripan.Dalam prasasti itu disebutkan bahwa nama tempat tersebut
adalah ‘warahu’, yang berarti tempat suci. Sehingga, dari sinilah kemudian muncul nama Brahu.
Terlebih lagi, candi ini merupakan candi Buddha yang didukung oleh penemuan arca-arca
Buddha saat pertama kali digali.

Anda mungkin juga menyukai