Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Sedangkan Pancasila Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta
yang memiliki arti Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, alas/dasar Syiila artinya
peraturan tingkah laku yang baik Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia
yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7
tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Jadi pendidikan pancasila sendiri merupakan sekumpulan materi didikan dan
pengenalan akan pancasila sebagai dasar negara, dan untuk menanamkan ideologi pancasila
itu sendiri kepada anak didik.

LATAR BELAKANG
URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI
Latar Belakang
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari yang
sepele samapi ke persoalan yang vital. Salah satunya adalah masalah pendidikan
dan substansidalam pendidikan tersebut. Sudah jelas bagi kita bahwa
pendidikan yang murah masih sulit
didapatkan bagi masyarakat yang dalam taraf kesejahteraan yang masih “sulit”.
Yang
keduaadalah materi pendidikan yang belum memenuhi kebutuhan dunia global.
Selain belum sesuaidengan kebutuhan globalisasi juga belum siap menghadapi
globalisasi. Pada dasarnya materiatau kurikulum yang masih sering berubah-
ubah di tiap jenjang pendidikan menyebabkantidak stabilnya sistem pendidikan.
Permasalahannya belum sempat kurikulum dilaksanakansecara menyeluruh di
seluruh Indonesia namun sudah dirubah ke kurikulum yang baru.Belum lagi isi
materi yang diajarkan berbeda-beda tiap daerah. Sehinga
memunculkanketidakmerataan pendidikan bukan hanya dari segi akses namun
juga dari segi pemerataankurikulum. Ada satu lagi yang cukup menjadi
perhatian saat ini adalah materi pendidikankewarganegaraan khususnya
Pancasila. Muncul sebuah fenomena yang saat ini kita rasamenjadi umum yaitu
Pancasila yanga hanya menjadi materi hafalan saja di kalangan parapelajar.
Seperti diketahui bahwa memang pendidikan kewarganegaraan sudah diberikan
sejak siswa memasuki tingkat sekolah dasar. Namun di beberapa daerah tahap
pendidikanPancasila berhenti hanya sampai tingkat sekolah menengah, jarang
ada yang perguruan tinggiyang memberikan mata kuliah Pancasila secara
mendalam sesuai dengan kapasitas tingkatpemikiran dan kegiatan pembelajaran
di perkuliahan. Belum lama ini Dirjen Diktimengeluarkan Keputusan No.
356/Dikti/ Kep/1995 tentang Kurikulum Inti Mata KuliahUmum Pendidikan
Pancasila pada Perguruan Tinggi di Indonesia.Terhadap Keputusan DirjenDikti
itu, beberapa perguruan tinggi mempertanyakan kedudukan Matakuliah
FilsafatPancasila yang ti-dak lagi bersifat wajib bagi setiap program studi. Ada
perguruan tinggi.

LANDASAN
1.Landasan Historis Pendidikan Pancasila
Suatu bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup sendiri yang diambil
dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah
serta menguasai bangsa Indonesia. Setelah melalui proses yang cukup panjang
dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang oleh
para pendiri Negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan, yang meliputi lima
prinsip yang kemudian diberi nama Pancasila.
Bangsa Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar
tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Bangsa
Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini
dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan
suatu kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Oleh karena itu secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara
Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
Makanya asal mula nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa
Indonesia sendiri. Oleh karena itu berdasarkan fakta obyektif secara historic
kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.
Setelah itu melalui proses sejarah yang cukup panjang, nilai-nilai Pancasila itu
telah melalui pematangan, sehingga tokoh-tokoh bangsa Indonesia saat akan
mendirikan Negara Republik Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar
Negara.
Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia telah terjadi perubahan dan
pergantian Undang-Undang Dasar, seperti UUD’45 digantikan kedudukannya oleh
Konstitusi RIS, kemudian berubah menjadi UUD Sementara tahun 1950 dan
kembali lagi menjadi UUD 1945. Dalam pembukaan ketiga Undang-Undang Dasar
itu tetap tercantum nilai-nilai Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila
telah disepakati sebagai nilai yang dianggap paling tinggi keberadaannya. Oleh
sebab itu secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan
dengan nilai-nilai Pancasila.

2.Landasan Kultural
Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
senantiasa memiliki suatu pandangan hidup, filsafat hidup serta pegangan hidup
agar tidak terombang-ambing dalam kancah pergaulan masyarakat internasional.
Pandangan hidup bagi suatu bangsa adalah bangsa yang tidak memiliki
kepribadian dan jati diri, sehingga bangsa itu mudah terombang-ambing dari
pergaulan, dari pengaruh yang berkembang di luar.
Kemudian Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia
merupakan pencerminan nilai-nilai yang telah lama tumbuh dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Sebagai hasil pemikiran dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia
4

yang digali dari budaya bangsa sendiri, Pancasila tidak mengandung nilai-nilai
yang kaku dan tertutup. Pancasila mengandung nilai-nilai yang terbuka bagi
masuknya nilai-nilai baru yang positif. Dengan demikian generasi penerus bangsa
dapat memperkaya nilai-nilai pancasila dengan perkembangan zaman. Sehingga
dari pemikiran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila memiliki landasan
cultural yang kuat bagi bangsa Indonesia.
3.Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan Pancasila dapat dideskripsikan sebagai berikut:
 Dalam peraturan pemerintah No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan tinggi pasal 13
(ayat 2) ditetapkan bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Perkuliahan Pendidikan Pancasila diatur
dalam Surat Keputusan Dirjen Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Nasional
No. 467/DIKTI/1999, yang merupakan penyempurnaan Keputusan Dirjen Dikti
No. 356/DIKTI/1995.
 Dalam SK Dirjen Dikti No. 467/DIKTI/1999 dijelaskan antara lain, (pasal 3)
bahwa Pendidikan Pancasila dirancang untuk memberikan pengertian kepada
mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat/tata nilai bangsa, sebagai Dasar
Negara dan Ideologi Nasional dengan segala implikasinya. Sebelum dikeluarkan
PP No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30
tahun 1990 menetapkan status Pendidikan Pancasila dalam kurikulum Pendidikan
Tinggi, sebagai mana kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat
nasional. Silabus Pendidikan Pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999,
banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
berlaku dalam masyarakat, bangsa dan Negara yang berlangsung serta sangat pesat
disertai dengan pola kehidupan masyarakat.
 Selanjutnya Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, didasarkan pada SK
Dirjen Dikti Depdiknas No. 265/DIKTI/KEP/2000 tentang penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila
pada Perguruan Tinggi di Indonesia, yang kemudian diganti oleh SK Dirjen Dikti
Depdiknas No. 38/DIKTI/KEP/2002 tanggal 18 Juli 2002 tentang rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, yang
merupakan penjabaran dari SK Mendiknas No. 232 N/2000 dan ditopang oleh SK
Mendiknas No. 045 N/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi.
4.Landasan Filosofis
Notonagaro menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai
kebenaran ilmiah, filosofis dan religious.Kebenaran Pancasila secara filosofis
karena nilai-nilai Pancasila bersumber dari kodrat manusia. Nilai ketuhanan
bersumber dari kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan dan makhluk
pribadi. Sedangkan nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, (demokrasi) dan
keadilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia.
Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan filosofis
bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk
secara konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
yang harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Dalam menghadapi tantangan
kehidupan bangsa memasuki globalisasi, bangsa Indonesia harus tetap memiliki
nilai-nilai yaitu Pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan
yang menjiwai pembangunan nasional. Kurangnya keteladanan dari penyelenggara
negara dalam bidang moral, juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
pendidikan kurang berhasil membentuk generasi muda menjadi pribadi yang
mulia.
Secara filosofis dan objektif, nilai-nilai yang dituang dalam sila-sila
Pancasila merupakan filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara
Republik Indonesia. Menurut pendirinya negara Indonesia, dimana bangsa
Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, bangsa berkemanusiaan yang adil dan
beradab, dan bangsa yang selalu berusaha mempertahankan persatuan bagi seluruh
rakyat untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu sudah merupakan kewajiban
moral untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam segala bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara.

TUJUAN
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Melalui forum sidang BPUPKI dan PKI tahun 1945, oleh para pendiri negara (The
Founding Fathers) RI, diinginkan agar pancasila dapat menjadi “dasar yang kekal dan abadi”,
filosofisehe, gronslog, pengatur, pengisi, dan pengaruh hubungan hidup kita terhadap pribadi
sendiri, terhadap sesama bangsa,terhadap pemilikan materil, terhadap alam semesta dan
akhirnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun era reformasi sekarang ini, gugatan
terhadap Pancasila sedang ramai diperdebatkan dan dalam sidang istimewa tanggal 13
Desember 1998, MPR telah mengeluarkan TAP MPR/NO. II/MPR/1978 tentang P-4, namun
kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara dan ideologi negara disepakati oleh anak bangsa
untuk tetap dipertahankan, malahan mengusulkan agar reformasi itu diorintasikan pada upaya
pengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.
Sebagai konsekwensi lebih jauh ialah “Pendidikan Pancasila” di Perguruan Tinggi di
Indonesia masih terus dilaksanakan, namun sangat perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan
baik metode maupun substansinya. Salah satu metode pengajaran Pancasila di Perguruan
tinggi ialah “metode saintifik” atau “metode filosofis”, yang menempatkan kebebasan
berfikir sebagai dasar utama bagi setiap dosen atau mahasiswa yang hendak memahami
Pancasila. Metode saintifik itu tentu harus mengutanakan nilai objektif, sistematik,
metodologis, rasional, empirik, dan terbuka.
Sehubungan dengan itu maka tujuan dari pengajaran Pancasila di kelas adalah untuk
membangkitkan “daya kritis” mahasiswa atau dosen dalam rangka untuk mencapai kebenaran
dan kebaikan yang terdalam. Maksudnya disini adalah pengajaran tidak boleh melakukan
manipulasi terhadap nilai kebaikan. Tafsir-tafsir terhadap Pancasila dan UU 1945 harus
bersifat argumentative , yang mengutamakan logika murni dan dasar-dasar verifikasi.
Pengajaran Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi hendaknya dibawa menjadi
“pendidikan dan pengajaran Pancasila konsteksual”, yaitu menjadikan Pancasila berada
dalam kondisi riil dan fenomena faktual dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum dan sosial
budaya. Artinya Pendidikan Pancasila dikaitkan/dihubungkan dengan masalah-masalah yang
aktual di masyarakat, negara, dan bangsa, lalu dikaji/dianalisis melalui analisis mahasiswa itu
sendiri. Dengan demikian dapat membangkitkan daya kritis mahasiswa dalam rangka
mencapai kebenaran dan kebaikan yang terdalam Pancasila haruslah menjadi “lembaga
kritis” terhadap segala kehidupan negara dan bangsa ini secara emansipatoris.
Pendidikan Pancasila di era reformasi sekarang ini memang memerlukan penyesuaian
atau penyempurnaan yang mendasar, agar nilai dan substansi pendidikan Pancasila, sesuai
dengan tujuan reformasi total. Di era reformasi ini sebaiknya segala sesuatu yang bertalian
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah dikembalikan ke kawasan “kedaulatan
rakyat”.
Reformasi moral dan akhlak harus di tempatkan di depan, dalam masyarakat
Indonesia. Pemahaman moral dan akhlak sebagai dasar sistem politik, ekomoni, hukum dan
sosial budaya hendaknya dilandasi oleh pemahaman tentang pendekatan filsafat (ontology,
pistemologi, dan aksiologi). Haruslah dikembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan. Tanpa adanya tumpuan moral dan
akhlak yang baik takkan dapat dibangun masyarakat madani yang religius dan yang disiplin.

Anda mungkin juga menyukai