Anda di halaman 1dari 19

AKHLAQ TERCELA DAN ADAB KEPADA SAUDARA DAN

TEMAN

Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlaq Di Madrasah

Dosen Pengampu : Agus Dwi Santosa, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Putri Salsabela (NIM: 21201143)

M. Bahrul Ulum (NIM: 21201144)

M. Mu’tashim billah (NIM: 21201155)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

TAHUN 2022

1
2
A. AKHLAK TERCELA
1. HASAD
A. Pengertian Hasad
Kata hasad maknanya adalah iri hati atau dengki. Hasad ialah rasa benci dan
tidak suka terhadap kebaikan yang diperoleh oleh orang lain.1 Rik Suhadi mengutip
pendapat al-Nawawi bahwa hasad ialah menginginkan hilangnya nikmat yang
dimiliki oleh orang lain, baik berupa masalah dunia maupun dalam masalah agama.2
Hasad ialah perasaan tidak senang kepada nikmat yang dianugerahkan Allah kepada
orang lain. Hasad bermula terjadi sejak zaman dululu, yaitu saat iblis menolak
perintah Allah untuk bersujud kepada Adam as. Disebabkan oleh kehormatan dan
cinta dunia. Sifat hasad ini bersumber dari hati dan mengakibatkan hati menjadi
binasa karena adanya rasa benci dan adanya rasa ingin dimuliakan.3 Hasad
merupakan perbuatan dosa yang pertama kali terjadi di langit yaitu iblis dengki
kepada nabi Adam dan di bumi yaitu Qabil dengki kepada saudaranya sendiri Habil.
Ketika iblis diperintahkan oleh Allah swt sujud kepada Adam lantas iblis tidak mau
sujud kepada nabi Adam. Dia tidak terima bahwa Adam lebih mulia dan lebih tinggi
derajatnya daripadanya yang hanya tercipta dari tanah sedangkan dirinya tercipta
dari api. Oleh karena itu ia durhaka kepada Allah karena disebabkan dari sifat iri
yang ada dalam dirinya. Begitu juga dengan kisah kedua anak Adam yaitu Qabil dan
Habil. Qabil iri kepada Habil karena Habil menikah kepada saudaranya yang lebih
cantik sedangkan Qabil dinikahkan dengan saudaranya yang tidak secantik dengan
istri Habil. Berdasarkan hal itulah sehingga ada hasad dalam diri Qabil yang
akhirnya membunuh saudaranya sendiri Habil lantaran ia tidak menerima kenyataan
bahwa istri Habil lebih cantik dibanding dengan istrinya.4
Hasad secara singkat juga berarti kebencian terhadap nikmat yang dimiliki
oleh orang lain dan adanya keinginan dalam dirinya agar hilangnya nikmat yang
dimiliki orang tersebut. Nikmat tersebut yaitu baik berupa kekayaan, kecantikan,
kehormatan, kasih sayang orang lain kepadanya6 , pangkat juga ilmu.5
Hasad ialah iri hati terhadap nikmat yang diperoleh oleh orang lain yang

1
Nurul H. Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul (Cet. I; Tangerang Selatan: Alifia Books, 2018), h. 30.
2
Rik Suhadi, Akhlak Madzmumah dan Cara Pencegahannya (Cet. I; Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2020),
h. 83.
3
Khamimudi, Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih Hidup Sehat Secara Kaffah (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2013), h. 118.
4
Ipop S. Purintyas, 28 Akhlak Mulia (Cet. I; Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2020), h. 89.
5
Unik Hanifah Salsabila, dkk., ‚Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk
Pribadi Akhlakul Karimah‛, Bintang 2, no. 3 (2020): h. 380.
3
disertai harapan ingin hilanngnya nikmat itu darinya. iri ini juga terarah kepada
orang yang sebenarnya tidak mempunyai nikmat, tetapi menduga oleh yang iri
memilikinya. Sementara ulama mengartikan hasad itu tidak mencakup kedengkian
mengenai pihak yang lain yang mempunyai atau terduga mempunyai nikmat, namun
juga terhadap yang tidak mempunyai nikmat apa pun, tetapi kedengkiannya
menimbulkan keinginan agar yang bersangkutan senantiasa berada pada kesulitan
dan kedukaan. Hasad juga berarti keinginan mendapat nikmat yang serupa dengan
nikmat yang dimiliki oleh orang lain dengan tidak adanya harapan dalam dirinya
untuk menghilangkan nikmat yang dimiliki orang lain dan hasad ini juga disebut
dengan gibt}a.6
Hasad terbagi menjadi dua jenis yaitu ada hasad yang bersifat negatif dan
ada yang bersifat positif. Hasad yang bersifat negatif adalah adanya perasaan tidak
senang terhadap nikmat yang diraih oleh orang lain, serta mengharapkan hilangnya
nikmat dari orang tersebut. Sedangkan hasad yang bersifat positif ialah tidak
mengharapkan hilangnya nikmat yang dimiliki oleh orang lain, namun
mengharapkan nikmat yang sama dengan orang orang lain dan dengki seperti ini
juga disebut gibt}a. Hasad yang bersifat positif ini dibolehkan, sebab mampu
memotivasi diri.7
Hasad yang positif ialah al-gibt}a yang berarti mengharapkan menjadi
seperti orang yang dihasadnya. Misalnya, ketika mendapati seseorang maju dan
untuk menjadi orang yang maju seperti itu maka mereka juga menanam usaha untuk
maju seperti orang tersebut. Begitu juga ketika mendapati rumah tangga orang lain
tenteram dan bahagia. Maka untuk menjadi rumah tangga yang seperti itu dengan
mencari jalan menjadikan rumah tangga yang tenteram dan bahagia. Ketika melihat
orang lain melakukan berbagai amalan yang mendekatkan dirinya kepada Allah swt,
maka dalam diri seseorang timbul juga perasaan iri dengan mereka, maka dengan
begitu timbullah perasaan dalam dirinya dan berusaha agar bisa seperti orang lain.8
Dengki merupakan sifat yang dilarang, namun ketika sifat dengki ini bertujuan
sebagai motivasi diri agar bersemangat bekerja maka itu tidak menjadi masalah dan
diperbolehkan dalam ajaran Islam.

6
Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Jilid 2 (Cet. IV; Jakarta: Lentera
Hati, 2002), h. 630.
7
Mohd. Fadzilah, Kamsah, dkk., Positif Untuk Berjaya (Shah Alam: PTS Millennia SDN. BHD, 2006), h. 72.
8
Kazim Elies, Cukup Hanya Allah (Cet. VI; Shah Alam: Grub Buku Karangkraf SDN. BHD, 2015), h. 26-27.
4
B. Sebab-sebab Hasad

Secara garis besar yang menimbulkan hasad yaitu disebabkan dari faktor
fisik dan faktor psikis. Sebab-sebab yang mempengaruhi faktor fisik adalah terdapat
gangguan pada kelenjar pangkreas sehingga akan merasakan rasa sakit pada tubuh
dan membuat tubuhnya menjadi kurus dan membuat raut wajah menjadi terlihat
kusam dan tidak bercahaya. Juga memudahkan seseorang terjangkit serangan
jantung. Sebab jiwa orang hasad selalu tersiksa serta tertekan dengan kelebihan atau
kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain.
Faktor di atas merupakan faktor yang disebabkan oleh tindakan diri sendiri.
sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa hasad akan selalu pada hal-
hal yang negatif, ia selalu berprasangka negatif terhadap orang yang dihasadnya.
Maka dari hal itulah yang membuat tubuh akan merasakan kesakitan. Sebab ketika
pikiran telah dikuasai oleh pikiran negatif maka otomatis tubuh juga akan mejadi
terganggu. Seperti ketika seseorang hasad yang selalu memikirkan orang yang
dihasadnya, memikirkan kenikmatan atau kebahagiaan yang diraih oleh orang yang
dihasadnya yang melebihi dari dirinya, yang menyebkan dirinya akan merasakan
sakit dan tidak lagi berpikir logis.
Faktor psikis yang menimbulkan hasad yaitu berkaitan dengan kepribadian
seseorang. Terutama yang menyangkut tentang anggapan seseorang terhadap dirinya
yang dianggap salah. Anggapan yang salah menghasilkan pribadi yang tidak
seimbang dan tidak matang. Karena seseorang akan menilai dirinya berlainan
dengan kenyataan yang ada. Adapun beberapa anggapan yang salah, diantaranya
ialah; rasa tinggi diri, yaitu menilai dirinya lebih tinggi dari orang lain. Dia akan
mudah sekali merasa bangga dan selalu menolak kelebihan orang lain atau orang
yang berada di sekelilingnya. Ketika ia disaingi oleh orang lain maka ia tidak akan
terima serta menginginkan hilangnya nikmat yang dimiliki oleh orang lain.9
Sombong yaitu menilai dirinya sendiri lebih hebat daripada orang lain. Orang yang
sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya dan menginginkan orang lain
dipandang rendah kedudukannya. Jika yang diharapkannya tidak terpenuhi ia akan
merasa hasad. Tidak suka dengan kebaikan dan kebahagiaan orang lain , karena itu
membuatnya ia sakit hati, dan tidak rela apabila orang lain mendapatkan jabatan,

9
2Shamsul Mohd Nor, Tasawuf: Suatu Pengenalan Asas (Cet. I; Selangor: Galeri Ilmu Sdn. Bhd, 2019), h. 167.
5
kehormatan dan lebih populer dari pada dirinya.10
Hasad dapat disebabkan oleh faktor internal dan ekstenal. Faktor internal,
yaitu menyangkut apa yang datang dalam diri manusia sendiri. Suatu perkara ini
muncul dari perkara yang tidak disukai dan yang disukai ini tidak terpenuhi
terhadap diri sendiri sehingga sifat hasad muncul pada dirinya. Sedangkan dari
Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri sendiri, baik dari segi lingkungan
sosialnya. Seperti perkara yang muncul sebab lingkungan yang baik maka
lingkungan yang baik ini akan memberikan dampak yang baik pula terhadap diri
masyarakat setempat itu. Tetapi ketika lingkungannya senantiasa memberikan
dampak buruk maka buruk pula terhadap diri masyarakat dan generasi seterusnya.
Sebagaimana yang dikutip oleh Fathi Yakan dalam kitab Ihya Ulumuddi>n
yang di karang oleh Imam al-Ghazali bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan hasad, yaitu sebagai berikut:
• Perasaan permusuhan dan kebencian: Perasaan ini merupakan sebab yang
paling banyak menimbulkan hasad. Karena siapa saja yang disakiti dengan
sebab tertentu atau ditentang lantaran suatu tujuan tertentu, maka akan
merasakan sakit hati, marah, dan hasad di dalam dirinya. Sifat hasad ini
menuntut pelampiasan dan pembalasan dendam. Singkatnya, perasaan hasad
selalu bergandengan dengan perasaan permusuhan dan kebencian, keduanya
tidak dapat terpisahkan.
• Rasa bangga diri: Perasaan ini adalah ia merasa berat hati ketika ada orang lain
yang lebih unggul darinya. Ketika ada orang lain yang sederajat dengannya
mendapatkan jabatan, ilmu, atau harta, maka ia merasa khawatir ketika orang
tersebut akan bersikap sombong terhadapnya. Apalagi bila ia merasa tidak dapat
mengunggulinya.
• Sombong: Sifat ini menunjukkan bahwa ia merasa dirinya yang paling benar,
meremehkan orang lain dan berharap agar orang lain selalu patuh juga tunduk
kepadanya. Apabila orang lain mendapatkan nikmat atau kesenangan, ia malah
merasa tersaingi dan beranggapan bahwa orang tersebut tidak lagi patuh
kepadanya. Atau bisa jadi ia beranggapan bahwa orang tersebut merasa
menyainginya.

10
Afiq asjad bin Bahari, ‚Terapi Penanganan Sifat Hasad menurut Perspektif Islam‛, Skripsi (Banda Aceh: Fak.
Dakwah dan UIN Ar-Raniry Darussalam, 2018), h. 15.
6
Banyak jalan masuk dan sebab yang menimbulkan hasad sebagaimana yang
disebutkan di atas dan selain itu dalam buku Akram Ridha menerangkan bahwa
hasad disebabkan oleh kikir dalam melakukan kebaikan dan dalam dirinya terdapat
jiwa yang kotor. Keburukan jiwa dan sifat kikirnya dengan kebaikan untuk para
hamba Allah swt. Dari bentuk kesulitan yang dialami baginya jika dihadapannya
disebutkan kebaikan keadaan seorang hamba karena apa-apa yang yang
dianugerahkan kepadanya. Ia merasa senang ketika diceritakan perihal hilangnya
apa yang menjadi keinginan orang lain serta kekacauan hal-hal yang mendukung
kehidupannya. Maka selamanya ia menyukai hal-hal yang bertolak belakang dengan
orang lain dan kikir dengan nikmat Allah swt atas para hambanya. Seakan-akan
mereka mengambil semua itu dari miliknya. Yang demikian ini tidak memiliki
sebab yang jelas, selain kehinaan tabiat dan kebusukan hati. Cara mengatasi hal ini
sangat sulit karena bawaan. Yang terkadang sebagian besar, atau semua sebab itu
bergabung dalam satu orang. Mengakibatkan membesarnya hasad tersebut dan tidak
bisa dikendalikan atau tidak mampu disembunyikan sehingga melahirkan suatu
permusuhan secara terbuka.11
Sifat hasad muncul dalam diri seseorang yang kurangnya bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Perlunya menyadari bahwa setiap
nikmat yang didapatkan oleh setiap orang adalah sudah menjadi ketetapan Allah swt
dan itu juga merupakan hasil dari usahanya. Pentingnya menyadari bahwa sifat
hasad akan menghantarkan kepada hal negatif dan membuat diri tidak berpikir logis
yang berdampak pada kesehatan diri. Seharusnya mereka merasa senang ketika
melihat orang lain mendapatkan nikmat serta kebahagiaan. Justru untuk diri sendiri
seharusnya selalu mengarah kepada hal-hal yang baik, misalnya, ketika ingin
mendapatkan kedudukan seperti orang lain maka perlu lebih giat lagi tanpa hasad
kepada orang lain dengan ingin membuat hilangnya kedudukan yang dijabati oleh
orang tersebut.
C. Upaya Pengendalian Hasad

Upaya yang dapat dilakukan dalam menangani hasad yaitu melalui ilmu
yang membekali diri dengan cara harus mengetahui dan sadar akan dampak yang
ditimbulkan perbuatan hasad. Wajib serta patut baginya untuk senantiasa tanamkan
dalam dirinya rasa syukur dan hendaknya tidak merasa menjadi orang yang kurang
11
Jamaluddin al-Qasimi, Tahdzibu Mau’izhatil Mukiminin Min Ihyai Ulumuddin, terj. Asmuni, Buku Putih
Ihya’ Ulumuddin Imam al-Ghazali (T.c; Bekasi: Darul Falah, 2016), h. 393- 394.
7
diberi rezeki oleh Allah swt. Juga melalui amal yaitu harus bersikap baik dalam
menghadapi suatu kejahatan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Fussilat/41:
34 yang berbunyi:

ٌّ ‫عدَ َاوة ٌ َكاَنَّهٗ َو ِل‬


‫ي َح ِم ْي ٌم‬ ْ ‫سنُ فَ ِاذَا الَّذ‬
َ ٗ‫ِي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَه‬ َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫َو ََل تَ ْستَ ِوى ْال َح‬
َ ‫سنَةُ َو ََل الس َِّيئَةُ ۗاِ ْدفَ ْع ِبالَّتِ ْي ه‬
Terjermahan: Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa
permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.
Ayat di atas menjelaskan tentang menolak kejahatan dengan cara yang baik
agar hubungan terikat dengan baik. Menghadapinya dengan tersenyum dan
menjauhkan diri perasaan perseteruan juga rasa benci. Pentingnya sadar diri bahwa
semua yang terjadi pada setiap manusia merupakan atas kehendak Allah.
Upaya lain yang dapat mengatasi sifat hasad ialah dengan cara menyibukkan
diri dengan melakukan berbagai amal kebaikan. Seperti salat, puasa, zakat dan
amalan lainnya serta meningkatkan amal ibadah sosial. Karena dengan
menyibukkan diri dengan melakukan berbagai amal ibadah tersebut akan sedikit
ruang munculnya dengki dan lambat laung akan terjauhkan dari sifat dengki. Begitu
pula dengan melakukan amalan sosial. Banyak bergaul sehingga dapat mengetahui
dan memahami berbagai karakter dan watak orang lain. Sebab dengan mengetahui
dan memahami karakter dan watak orang lain akan menyadarkan diri bahwa setiap
manusia tidak terlepas dari kesalahan sama sekali. Dengan begitu ia akan lebih
paham bahwa untuk menyempurnakan diri sendiri yaitu dengan bercermin kepada
orang lain. Sehingga rasa iri, angkuh dan rasa kekurangan akan semakin berkurang
dalam hati.
2. Dendam
A. Pengertian Dendam

Dendam adalah kemauan yang keras dari seseorang atau kelompok untuk
membalas kejahatan dari seseorang atau kelompok lain. Allah Swt. sangat
membenci orang yang pendendam, karena sifat pendendam sangat
membahayakan dan merugikan orang lain. Di dalam Al-Qur’an Allah Swt.
menyerukan supaya kita lebih suka memaafkan orang yang menyakiti kita, dan
membiarkanya, karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
‫ّٰللاَ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِيْن‬
‫صفَحْ ۗا َِّن ه‬ َ ْ‫فَاعف‬
ْ ‫عنْ ُه ْم َوا‬
Artinya : "... Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka sesungguhnya
8
Allah menyukaiorang-orang yang berbuat baik " (QS. Al-Maidah [5]:13)
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Islam lebih menganjurkan
penyelesaian masalah dengan jalan damai dan saling memaafkan. Masalah itu
harus diselesaikan secara terbuka sehingga tidak menimbulkan rasa dendam,
yang mana perasaan dendam itu hanya merugikan diri sendri serta
membahayakan bagi diri maupun orang lain.
B. Dalil tentang larangan Dendam
Dendam adalah perilaku/keinginan untuk membalas kejahatan orang lain yang
pernah dilakukan. Dalil naqli dendam terdapat dalam Qs. Ali-Imron ayat 133-134
dan HR. Muslim.

ْ ‫ض أ ُ ِعد‬
َ‫َّت ِل ْل ُمتَّقِينَ الَّذِينَ يُ ْن ِفقُون‬ ْ ‫اواتُ َو‬
ُ ‫األر‬ َ ‫س َم‬
َّ ‫ض َها ال‬ َ ‫عوا إِلَى َم ْغ ِف َرةٍ ِم ْن َربِِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة‬
ُ ‫ع ْر‬ ُ ‫ار‬
ِ ‫س‬َ ‫َو‬

َ‫ّٰللاُ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬ َ َ‫ظ َو ْال َعافِين‬


ِ َّ‫ع ِن الن‬
َّ ‫اس َو‬ َ ‫َاظ ِمينَ ْالغَ ْي‬
ِ ‫اء َو ْالك‬
ِ ‫اء َوالض ََّّر‬
ِ ‫فِي الس ََّّر‬
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Qs. Ali-Imran: 133-134)

َ ‫هللا أَلَدُّ ْال ِخ‬


‫ص ِام‬ ِ ‫الر ُج ِل ِإلَى‬ ُ ‫أَ ْبغ‬
َّ ‫َض‬
Artinya: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang menaruh dendam
kesumat (bertengkar).” (HR. Muslim)

C. Ciri-ciri perilaku dendam

Seseorang yang mempunyai sikap pendendam dalam dirinya memiliki sifat sebagai
berikut:

a. Memiliki emosi yang tinggi dan mudah tersinggung.

b. Susah diajak berbicara dengan baik.

c. Suka mengancam terhadap orang yang menyebabkan kecewa.

d. Tidak mudah memberikan maaf kepada orang yang dianggap salah.

e. Tidak mau menerima nasehat orang lain.

D. Bahaya Perilaku Dendam


9
Semua penyakit pasti mendatangkan bahaya. Sifat Pendendam akan mendatangkan
bahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Adapun bahaya yang ditimbulkan dari
perilaku dendam adalah:

a. Dapat menimbulkan retaknya hubungan persaudaraan.

b. Timbulnya rasa saling curiga diantara kedua belah pihak.

c. Menimbulkan pertikaian akibat kejahatan yang tidak dapat selesai dengan


balasan kejahatan.

d. Semakin menambah rumitnya masalah, sehingga dapat menimbulkan masalah


yang baru.

E. Upaya Menghindari Perilaku Dendam

Sifat pendendam sangat dilarang dalam islam karena bisa memperburuk akhlak
seseorang. Berikut upaya menghindari perilaku dendam
a. Berusaha untuk selalu memiliki sikap sabar dan berjiwa besar dalam
menghadapi masalah.
b. Tidak membalas sesuatu kejahatan dengan kejahatan yang lain.
c. Menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia berpeluang untuk berbuat
kesalahan maupun kejahatan.
d. Menyadari bahwa dirinya sendiri suatu saat mungkin akan berbuat jahat
sebagaimana yang telah dilakukan orang lain.
3. Ghibah
A. Pengertian Ghibah
Ghibah artinya mengumpat atau menggunjing yaitu perbuatan atau
tindakan yang membicarakan aib orang lain tentang sesuatu yang ada padanya
dan orang itu tidak menyukainya bila dibicarakannya, sementara orang yang
dibicarakan itu tidak ada dihadapannya. Sehingga gibah merupakan suatu
tindakan yang bersifat pengecut. Gibah bertujuan untuk menghancurkan orang
lain dengan menodai harga diri, kemuliaan, dan kehormatannya. Mengumpat
adalah menyebut atau memperkatakan seseorang dengan apa yang dibencinya,
ini antara lain disebabkan karena dengki, mencari muka,berolok-olok, mengada-
adakan, dengan maksud ingin mengurangi respect orang yang diumpat.
Mengatakan sesuatu yang tidak kita setujui mengenai kelakuan seseorang,
sebaiknya secara berhadapan muka dengan nasehat dan kata-kata yang
10
baik. Jadi, janganlah mengumpat, mencari-cari keburukan orang lain sebab ini
hanyalah menanam benih permusuhan belaka serta mengurangi relasi yang baik.
Imam nawawi mendefinisikan makna ghibah sebagaimana dikutip oleh ibnu
hajar Artinya: iman Nawawi berkata dalam kitab Al-Adzkar mengikuti
pandangan Al-Ghazali bahwa ghibah adalah menceritakan tentang seseorang
dengan sesuatu yang dibencinya baik badannya, agamanya, dirinya (fisik),
perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, raut
mukanya yang berseri atau masam, atau yang berkaitan dengan penyebutan
seseorang baik dengan lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat. Pada zaman
modern ini, dengan berbagai macam alat informasi yang semakin canggih,
perbuatan ghibah pun dikemas sedemikian manisnya. Sehingga para konsumen
sebagai pengakses informasi itu menjadi tidak terasa kalau dia sudah terlibat
dalam perbuatan ghibah. Islam melarang perbuatan ini untuk dilakukan, karena
kalaupun informasi atau berita yang dilontarkan itu benar tetap akan menyakiti
hati orang lain. Apalagi kalau berita itu salah, bisa menimbulkan fitnah.
ࣖ ‫سب ُْوا فَقَ ِد احْ تَ َملُ ْوا بُ ْهتَانًا َّواِثْ ًما م ِب ْينًا‬ ِ ‫َوالَّ ِذيْنَ يُؤْ ذُ ْونَ ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِم ٰن‬
َ َ‫ت ِبغَي ِْر َما ا ْكت‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin dan mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka itu telah
memikul kebohongan dan yang nyata. (QS. Al-Ahzab[33]:58)
Dari nash Al-Qur’an tersebut di atas, terdapat pelajaran yang bisa diambil
bahwa perbuatan ghibah itu sangat merusak hubungan persahabatan,
persaudaraan dan bahkan bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
B. Hukum Ghibah
Dari sejumlah dalil Qur’an dan hadits, maka ulama mengambil kesimpulan
bahwa hukum ghibah atau gosip itu terbagi tiga yaitu; haram, wajib, dan boleh.
• Haram, hukum asal gosip adalah haram, ketika kita membicarakan aib
sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait dengan bentuk fisik
atau perilaku, agama atau duniawi.
• Wajib, Ghibah atau membicarakan/menyebut aib orang lain adakalanya
wajib. Hal itu terjado dalam situasi di mana ia menyelamatkan seseorang
dari bencana atau potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik. Misalnya;
ada seorang pria atau wanita yang ingin menikah. Dia meminta nasihat
tentang calon pasangannya. Maka si pemberi nasehat wajib memberi tahu
keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang diketahui
11
pemberi nasehat. Atau seperti si A memberitahukan pada si B bahwa si C
berencana untuk mencuri hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan
istrinya.
• Boleh, imam nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip atau
ghibah yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut: pertama, At-
Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang
terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang
memiliki qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan
kezaliman. Kedua, Isti’anah (meminta pertolongan) untuk merubah atau
menghilangkan kemungkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang
diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: “Fulan telah berbuat
begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia”. Ketiga, Al-Istifa’ atau meminta
fatwa dan nasehat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi
fatwa): “saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami”. Keempat, At-
Tahdzir lil Muslimin (memperingatkan orang-orang islam) dari perbuatan
buruk dan memberi nasihat pada mereka. Kelima, orang yang
menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan
diri saat minum miras, narkoba, berpacaran di depan umum
dll. Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang.
C. Sebab-sebab Timbulnya Ghibah
a. Kemegahan diri, seseorang yang ingin dikatakan hebat.
b. Menganggap orang lain lemah, rendah, dan hina.
c. Iri terhadap keberhasilan dan kesuksesan orang lain.
d. Balas dendam atas apa yang cenderung merendahkan orang lain.
e. Amarah tidak terkendali.
4. Fitnah
A. Pengertian Fitnah
Fitnah merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang artinya cobaan, atau
ujian. Berasal dari kata fa-ta-na yang berarti membakar. Dalam kitab alTa’rifat
Abi al-Hasan al-Jarjani mendefinisikan fitnah. sebagai sesuatu yang dapat
menjelaskan pribadi manusia, apakah ia baik atau jahat. Sebagaimana dijelaskan
ketika membakar emas, niscaya akan mengetahui emas itu asli atau palsu.
Firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 191:

12
َ‫شدُّ ِمنَ ْالق‬
َ َ‫َو ْال ِفتْنَةُ ا‬
Artinya: “dan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan.”
Fitnah termasuk perbuatan lisan yang sangat berbahaya, sehingga
dinyatakan dalam firman Allah Swt. di atas bahwa fitnah lebih besar dampaknya
daripada pembunuhan. Sehingga muncul pepatah mengatakan bahwa fitnah
lebih kejam dari pembunuhan. Mengingat bahwa luka karena benda tajam bisa
hilang seiringnya waktu berlalu, namun luka karena tajamnya lisan seseorang
sulit untuk dihapus, akan senantiasa membekas dalamhati orang yang difitnah.
B. Dampak Negatif Fitnah
Ketika sesorang melakukan fitnah maka akan banyak dampak yang ditimbulkan
baik itu untuk orang yang di fitnah maupun untuk dirinya sendiri. Berikut ini
dampak-dampak negatif dari fitnah.
a. Mendapat ancaman akan siska neraka yang sangat pedih.
b. Rusaknya kehidupan masyarakat karena adanya kecurigaan antara yang
satu dengan yang lain.
c. Terpecahnya persatuan masyarakat yang dapat memicu timbulnya beberapa
kelompok yang mendukung dan menentang
d. Dikucilkan orang lain.
e. Sulit mendapat kepercayaan dari orang lain.
C. Upaya Menghindari Perilaku Fitnah
Setiap muslimin dan muslimat wajib menghindari dan meninggalkan
perilaku fitnah mengingat dampak negatifnya yang sangat berbahaya baik bagi
pelaku maupun bagi orang yang difitnah dan bagi masayarakat secara umum.
Adapun upaya ynag bisa dilakukan untuk menghindari perilaku fitnah adalah:
a. Bergaul dengan baik kepada semua orang dan tidak pilih-pilih.
b. Saling mengingatkan apabila pembicaraan sudah mengarah kepada
perbuatan fitnah.
c. Melakukan klarifikasi terlebih dahulu saat mendengar berita yang tidak
jelas sumber kebenarannya.
d. Mau menyampaikan dan menerima kritikan dengan cara langsung dan jelas
kepada yang bersangkutan dan tidak menyebarkannya kepada orang lain
yag tidak ada kaitannya.
e. Waspada terhadap informasi dan mencari kejelasan dan kebenaran
informasi supaya kita tidak salah dalam mengambil sikap dan keputusan.
13
f. Harus berhati-hati karena fitnah itu sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan pertikaian dan kesalahpahaman yang akhirnya
menimbulkan perpecahan.
5. Namimah
A. Pengertian Namimah
Namimah artinya menyampaikan perkataan seseorang atau menceritakan
keadaan seseorang atau mengabarkan pekerjaan seseorang kepada orang lain dengan
maksud mengadu domba antara keduanya atau merusakkan hubungan baik antara
mereka. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya kejahatan antara keluarga dan
sahabat, menceritakan hubungan orang dan sebenarnya hal ini berarti
memperbanyak jumlah lawan.
Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip
suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si
pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan
bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu
yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang
dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang
disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan.
Namimah termasuk akhlak tercela yang dilarang dalam Agama sesuai dengan firman
Allah Swt. sebagai berikut:
‫يم‬
ْ ‫شاءْ بِن َِم‬ ْ ‫﴾ َه َّم‬١٠﴿ ْ‫ل َح ََّّلفْ َم ِهين‬
َّ ‫از َم‬ َْ ‫َو‬
َّْ ‫ل ت ِطعْ ك‬
Artinya “Dan janganlah kamu taat kepada orang-orang yang suka bersumpah
dan hina. Yang suka mencela dan berjalan kian kemari untuk berbuat
namîmah” (Al-Qalam/68: 10-11).”
B. Hukum Namimah
Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As
Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah
kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela,
yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11).
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu
domba).” (HR. Al Bukhari).
Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar
14
pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan
tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”
Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana disebutkan dalam hadist di
atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu kekal di neraka. Maksudnya adalah ia
tidak bisa langsung masuk surga. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk
tidak mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia
tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar semisal
mempraktekkan sihir.
Pelaku namimah juga diancam dengan azab di dalam kubur. Ibnu Abbas
meriwayatkan: “Suatu hari Rasulullah saw melewati dua kuburan lalu bersabda:
“Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang di azab. Dan ked uanya bukanlah
di azab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan, yang pertama, tidak
membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari
menyebarkan namimah.” (HR. Buhkari)
C. Penyebab Timbulnya Sifat Namimah
a. Ada perasaan tidak senang terhadap orang yang diceritakan.
b. Adanya sifat dengki pada diri seseorang yang menyebabkan
ketidaksenangan kepada orang lain yang mendapat kebahagiaan maupun
kesuksesan.
c. Mencari muka agar orang lain bersimpati pada dirinya.
D. Dampak Negatif Namimah.
a. Dapat menyebabkan terputusnya tali silaturahmi dan ukhuwah.
b. Menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.
c. Hilangnya Ridha Allah SWT dan mendapat murka-Nya.
d. Merusak tatanan dan ketentraman masyarakat.
E. Cara Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah.
Janganlah rasa tidak suka atau hasad kita pada seseorang menjadikan kita
berlaku jahat dan tidak adil kepadanya, termasuk dalam hal ini
adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena
timbulnya hasad di hati. Lebih dari itu, hendaknya kita tidak memendam hasad
(kedengkian) kepada saudara kita sesama muslim. Hasad serta namimah adalah
akhlaq tercela yang dibenci Allah karena dapat menimbulkan permusuhan,
sedangkan Islam memerintahkan agar kaum muslimin bersaudara dan bersatu
bagaikan bangunan yang kokoh.
15
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling
mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu menjual
barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan
jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim).
Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya
dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya
saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak
akan berkata kecuali yang baik.

B. ADAB KEPADA SAUDARA DAN TEMAN


Adab bergaul dengan saudara dan teman merupakan hal yang penting bagi
setiap individu. Islam adalah agama yang paling Haq. Allah dalam menciptakan
semua yang ada di dunia ini bukanlah tanpa alasan dan tujuan. Adab juga menjadi
hal yang paling penting di atas apapun. Bahkan seorang ulama mengatakan adab itu
lebih penting daripada ilmu. Meskipun menuntut ilmu adalah kewajiban bagi umat
Muslim.
Perlu Anda ketahui, bahwa sesungguhnya adab adalah merupakan kebaikan
budi pekerti atau kesopanan yang berkaitan erat dengan akhlak. Kebaikan budi
pekerti ini sangat penting yang harus dimiliki seseorang dalam membina hubungan
antara sesama. Apabila setiap manusia mempunyai nilai adab yang baik dalam
membina hubungan baik teman, saudara maupun tetangga, maka akan ada
keberuntungan yang akan Anda dapatkan selama menjalani kehidupan.
Dalil Adab Kepada Teman dan Saudara
Dalam Al-Quran yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia juga sudah
terdapat catatan atau dalil supaya dalam sesama kita selalu mengutamakan adab.
Dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 36:

‫سا ًنا َّو ِبذِى ۡالقُ ۡر ٰبى َو ۡال َي ٰتمٰ ى َو‬ َ ‫ّٰللا َو ََل ت ُ ۡش ِر ُك ۡوا ِب ٖه ش َۡيــًٔـا َّو ِب ۡال َوا ِلدَ ۡي ِن ا ِۡح‬
َ ‫اعبُدُوا ه‬ ۡ ‫َو‬
‫س ِب ۡي ِل َو َما‬ ِ ‫ب ِب ۡال َج ۡۢۡـن‬
َّ ‫ب َو ۡاب ِن ال‬ ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬ َّ ‫ب َوال‬ ِ ‫ـار ۡال ُجـ ُن‬ ِ ‫ـار ذِى ۡالقُ ۡر ٰبى َو ۡال َج‬ ِ ‫ۡال َمسٰ ِك ۡي ِن َو ۡال َج‬
‫ّٰللا ََل ي ُِحب َم ۡن َكانَ ُم ۡخت ًَاَل فَ ُخ ۡو َرا‬ َ ‫َم َلـ َك ۡت ا َ ۡي َمانُ ُك ۡم ا َِّن ه‬

Artinya : “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya


dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-

16
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri, “

Bukan hanya itu saja, akan tetapi Baginda Nabi juga mengajarkan bagaimana adab
bergaul dengan saudara dan teman. Hal tersebut bukanlah sudah jelas, sebagai
Uswatun Hasanah pastinya Rasulullah dalam kehidupannya selalu memuliakan
tetangga, teman, dan tamunya (HR. Tirmidzi).
1. ADAB KEPADA TEMAN
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan teman. Seorang teman
yang baik terkadang bisa melebihi kebaikan saudara sendiri. Hal ini
dimungkinkan sebab hubungan antar teman cenderung setara di mana berlaku
prinsip menghargai antara satu dengan yang lain
adab berteman sebagai berikut:
a. Pertama, menunjukkan rasa gembira ketika bertemu. Hal ini menjadi salah
satu tanda pertemanan yang baik. Orang-orang yang bermusuhan cenderung
saling membenci ketika bertemu sehingga lebih sering menghindar dari
pertemuan.
b. Kedua, mendahului mengucapkan salam. Seorang teman tidak sungkan-
sungkan untuk mendahului beruluk salam meskipun mungkin ia lebih tinggi
kedudukannya secara sosial. Seorang teman cenderung menempatkan diri
setara dengan tidak memandang yang lain lebih rendah dari dirinya.
c. Ketiga, ramah dan lapang dada ketika duduk bersama. Hubungan
pertemanan memang sangat menyenangkan terutama karena tidak ada jarak
di antara mereka.
d. Keempat, ikut melepas saat teman berdiri. Sikap ini menunjukkan
penghargaan atau penghormatan terhadap teman. Dalam konteks
pertemanan, seseorang tidak lazim diperlakukan seperti bawahan
sebagaimana dalam sebuah struktur tertentu, misalnya pabrik.
e. Kelima, memperhatikan saat temana berbicara dan tidak mendebat di saat
sedang berbicara. Sikap ini juga menunjukkan penghargaan atau
penghormatan terhadap teman sebagai wujud dari kesetaraan.
f. Keenam, menceritakan hal-hal yang baik. Salah satu caranya adalah
menceritakan hal-hal yang baik dan bukan menceritakan hal-hal yang bisa
17
menimbulkan rasa malu, tersakiti ataupun menyinggung perasaannya
g. Ketujuh, tidak memotong pembicaraannya dan memanggil dengan nama
yang disenangi.
ADAB KEPADA SAUDARA
Orang yang terdekat setelah ibu bapakmu adalah saudara-saudaramu laki-
laki dan perempuan. maka amalkan adab – adab ini agar engkau hidup bahagia
dan senang serta mendapat ridha ibu bapakmu.
a. Hendaklah engkau menghormati mereka dalam keadaan bagaimana pun dan
mencintai mereka dengan tulus. Engkau dan mereka berasal dari satu keturunan.
Mereka mencintaimu dan mengharapkan kebahagiaanmu. Maka hiduplah dengan
mereka dalam kerukunan dan persatuan. Hindarilah penyebab-penyebab
perselisihan dan pertentangan.
b. Hendaklah engkau mngkhususkan saudaramu yang tua, baik laki-laki ataupun
perempuan dengan lebih banyak penghormatan dan mengangap mereka sebagai
pegganti kedua orang tuamu. Maka hendaklah engkau laksanakan nasehat-nasehat
mereka dan tidak menentang perintah-perintah mereka. Dalam hadits : “hak
saudara yang lebih tua pada yang lebih muda adalah seperti hak ayah pada
anaknya.”
c. Hendaklah engkau menyayangi saudaramu yang lebih muda, baik laki-laki
maupun perempuan dan perlakukan mereka denga baik seperti ayah ibu
memperlakukan engkau. Dalam hadits : “ bukanlah dari golongan kami barang
siapa yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang tua.”
d. Bantulah saudara-saudaramu lak-laki dan perempuan sekuat tenagamu.
Bersabda rasulullah saw : “ perumpamaan dua orang bersaudara adalah sepertti
dua tangan, yang satu mencuci yang lain,” hendaklah engkau selalu bersabar
terhadap mereka. Apabila mereka bersalah, maka ingatkan mereka atas kesalahan
mereka secara halus dan lunak, karena perkataan yang lembut bisa menyadarkan
hati dengan sebaik-baiknya, sedangkan perkataan yang keras menimbulkan
kebencian dan pemutusan hubungan.
e. Saudaramu adalah tangan kananmu, sebagaimana firman allah SWT kepada
sayyidina musa mengenai saudaranya sayyidina harun as : “ kami aka
membantumu dengan saudaramu.” (al-qashash : 35). Ia adalah senjata bagimu
untuk membela dari musuh-musuhmu dalam kancah kehidupan.

18
DAFTAR PUSTAKA
Afiq asjad bin Bahari, ‚Terapi Penanganan Sifat Hasad menurut Perspektif Islam‛, Skripsi
(Banda Aceh: Fak. Dakwah dan UIN Ar-Raniry Darussalam, 2018), h. 15.
Ipop S. Purintyas, 28 Akhlak Mulia (Cet. I; Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2020), h.
89.
Jamaluddin al-Qasimi, Tahdzibu Mau’izhatil Mukiminin Min Ihyai Ulumuddin, terj.
Asmuni, Buku Putih Ihya’ Ulumuddin Imam al-Ghazali (T.c; Bekasi: Darul Falah,
2016), h. 393- 394.
Kazim Elies, Cukup Hanya Allah (Cet. VI; Shah Alam: Grub Buku Karangkraf SDN. BHD,
2015), h. 26-27.
Khamimudi, Fiqh Kesehatan: Inspirasi Meraih Hidup Sehat Secara Kaffah (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), h. 118.
Mohd. Fadzilah, Kamsah, dkk., Positif Untuk Berjaya (Shah Alam: PTS Millennia SDN.
BHD, 2006), h. 72.
Nurul H. Maarif, Menjadi Mukmin Kualitas Unggul (Cet. I; Tangerang Selatan: Alifia
Books, 2018), h. 30.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Jilid 2 (Cet. IV;
Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 630.
Rik Suhadi, Akhlak Madzmumah dan Cara Pencegahannya (Cet. I; Yogyakarta: Deepublish
Publisher, 2020), h. 83.
Shamsul Mohd Nor, Tasawuf: Suatu Pengenalan Asas (Cet. I; Selangor: Galeri Ilmu Sdn.
Bhd, 2019), h. 167.
Unik Hanifah Salsabila, dkk., ‚Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
Membentuk Pribadi Akhlakul Karimah‛, Bintang 2, no. 3 (2020): h. 380.

19

Anda mungkin juga menyukai