Anda di halaman 1dari 112

PANDUAN

PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN DAN


PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN
PADA WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Penyusun :
Andi Chairil Ichsan
Syafrudin Syafii
M. Ridha Hakim
Julmansyah
Lalu Sofian
Lale Dini Ardiantari
Ika Andayani

ISBN 978-623-7652-88-5
PANDUAN
PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN DAN
PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN
PADA WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Penyusun :
Andi Chairil Ichsan
Syafrudin Syafii
M. Ridha Hakim
Julmansyah
Lalu Sofian
Lale Dini Ardiantari
Ika Andayani

ISBN 978-623-7652-88-5
PANDUAN
PENILAIAN KINERJA PEMBANGUNAN DAN
PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN PADA
WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Penyusun:
Andi Chairil Ichsan, Syafrudin Syafii, M. Ridha Hakim,
Julmansyah, Lalu Sofian, Lale Dini Ardiantari, Ika
Andayani

ISBN:
978-623-7652-88-5
Tata Letak/Desain Sampul:
Purnama

Hak Cipta © 2021, pada penulis


Hak publikasi pada
Penerbit Yayasan Sahabat Alam Rafflesia.

Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau


seluruh isi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa
izin tertulis dari penerbit.

Cetakan ke- 01 Tahun 2021

Penerbit:
Yayasan Sahabat Alam Rafflesia
Anggota IKAPI No. 002/Anggota Luar Biasa/BENGKULU/2019
Jl Raya Lempuing Kota Bengkulu
Kontak: +62 852 33833 290
Email: salamrafflesia@gmail.com
KATA PENGANTAR
Secara umum, kesatuan pengelolaan hutan merupakan
areal/wilayah yang didominasi oleh hutan dan mempunyai
batasan yang jelas, yang dikelola untuk memenuhi serangkaian
tujuan yang ditetapkan secara eksplisit sesuai dengan rencana
pengelolaan jangka panjang. Keseluruhan wilayah KPH akan
mempunyai batas yang jelas baik di lapangan maupun di peta.
Secara khusus, kedudukan KPH sebagai suatu unit
pengelolaan hutan di tingkat tapak telah dimandatkan di dalam
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
yaitu pada penjelasan pasal 17: “Yang dimaksud dengan unit
pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara
efisien dan lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan
lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi
(KPHP), kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK),
kesatuan pengelolaan hutan kemasyarakatan (KPHKM),
kesatuan pengelolaan hutan adat (KPHA), dan kesatuan
pengelolaan daerah aliran sungai (KPDAS).”
Semoga hadirnya buku ini dapat menjadi penambah
khazanah keilmuwan berkaitan dengan penilaian kinerja
pembangunan dan pelaksanaan pengelolaan hutan. Saran dan
masukan yang bermanfaat sangat diperlukan untuk kebaikan
berkelanjutan. Terima kasih.

Tim penulis,

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi


DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Konsepsi KPH ...................................................................................... 1
Urgensi Pengukuran Kinerja KPH ...................................... 12
METODE PENGUKURAN KINERJA ...........................................15
Sekilas Terkait Panduan ...........................................................15
Prosedur Kerja ................................................................................. 18
Analisis ..................................................................................................25
MATRIKS KRITERIA ............................................................................... 31
PENUTUP .................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 101

vii
PENDAHULUAN

Konsepsi KPH

Secara umum, kesatuan pengelolaan hutan


merupakan areal/wilayah yang didominasi oleh hutan
dan mempunyai batasan yang jelas, yang dikelola untuk
memenuhi serangkaian tujuan yang ditetapkan secara
eksplisit sesuai dengan rencana pengelolaan jangka
panjang. Keseluruhan wilayah KPH akan mempunyai
batas yang jelas baik di lapangan maupun di peta. Secara
khusus, kedudukan KPH sebagai suatu unit pengelolaan
hutan di tingkat tapak telah dimandatkan di dalam
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, yaitu pada penjelasan pasal 17: “Yang
dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan
pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan
peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan
lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan lindung
(KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP),

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 1


kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK), kesatuan
pengelolaan hutan kemasyarakatan (KPHKM), kesatuan
pengelolaan hutan adat (KPHA), dan kesatuan
pengelolaan daerah aliran sungai (KPDAS).”
Kemudian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6
tahun 2007, Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya
disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola
secara efisien dan lestari. Kemudian menurut Pasal 5 KPH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) meliputi
KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), dan KPH
Produksi (KPHP).
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.6
Tahun 2009, Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi
(KPHK) adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas
wilayah seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan
konservasi, Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayah
seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung,
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) adalah
kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayah seluruhnya
atau didominasi oleh kawasan hutan produksi.

2 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Terdapat 15 KPH di Nusa Tenggara Barat yang
memiliki wilayah administrasi dengan kondisi ekologi,
ekonomi dan sosial yang berbeda. Kondisi Ekologi pada
hutan di KPH NTB terdiri dari berbagai macam jenis
hutan, yaitu hutan tropis yang banyak terdapat di Pulau
Lombok, hutan musim yang banyak terdapat di Pulau
Sumbawa bagian barat, dan hutan sabana yang banyak
terdapat di Pulau Sumbawa bagian timur. Kondisi sosial
pada masyarakat di sekitar kawasan hutan di NTB yaitu
terbantunya masyarakat dengan adanya kolaborasi antara
KPH dan masyarakat. Dalam hal ini KPH sebagai
fasilitator yang memberikan program pembinaan dan
pemberdayaan, sehingga harapannya masyarakat dapat
mandiri pada pengelolaan produk yang dihasilkan baik
dari tahap awal hingga tahap akhir yaitu pemasaran
produk. Disisi lain, kondisi sosial masyarakat sekitar
kawasan hutan tidak terlepas dari permasalahan illegal
logging dan konflik tenurial. Kondisi ekonomi pada
masyarakat di sekitar kawasan hutan di NTB didominasi
oleh pariwisata, produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
dan industrialisasi produk kehutanan. Terdapat beberapa
atraksi wisata yang dapat dinikmati antara lain air terjun,

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 3


bentang alam, pantai dan lain-lain dengan tetap menjaga
kebersihan lingkungan. Selain itu juga harus ada
penanganan dan pengolahan sampah yang dilakukan oleh
daerah setempat, misalnya dengan membuat sampah
menjadi suatu produk seperti pupuk kompos, kerajinan
dan lain-lain, sehingga diharapkan selain lingkungan
menjadi bersih, masyarakat setempat juga dapat menjual
hasil pengolahan sampah tersebut guna meningkatkan
perekonomian masyarakat. HHBK unggulan yang dapat
meningkatkan perekonomian di NTB contohnya madu,
minyak kayu putih, kemiri, rotan dan sebagainya.
Industrialisasi produk kehutanan di NTB sudah mulai di
lakukan misalnya seperti buah dan tanaman obat yang
didapat dari hutan kemudian dikelola dengan sentuhan
industrialiasasi untuk mendapatkan nilai tambah pada
produk tersebut.
Industrialisasi produk kehutanan di NTB tidak
terlepas dari peran KPH yang terus menerus melakukan
pembinaan dan pemberdayaan terhadap masyarakat
sekitar kawasan hutan. Saat ini, proses penambahan nilai
dengan pendalaman struktur industri sudah dilakukan.
Variasi produk tersebut sudah terlihat seperti minyak

4 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


kayu putih dan madu. Begitu pula dengan kawasan hutan
wisata yang terus berbenah. Karena itu, sosialisasi dan apa
yang dilakukan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH), harus
dimaksimalkan agar masyarakat memahami pengelolaan
produk hutan. Beberapa KPH yang sudah menghasilkan
produk industri di antaranya minyak kemiri Sumbawa
dan kayu manis bubuk yang diproduksi KPH Batulanteh,
minyak kayu putih produksi KPH Rinjani Barat,
pengolahan rotan oleh KPH Sejorong dan lainnya yang
dikelola berbasis komunitas masyarakat lingkar hutan.
Hal diatas sejalan dengan misi NTB Asri dan Lestari
dengan program unggulan NTB Hijau dan NTB Zero
Waste.

A. Pembentukan KPH
Prosedur pembentukan wilayah KPH diatur
dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut)
Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan
Wilayah KPH. Berdasarkan peraturan tersebut
pembentukan KPH melalui empat tahap, yaitu: Tahap 1,
Usulan Rancang bangun KPH oleh Dinas Kehutanan
Provinsi; tahap 2, Arahan pencadangan wilayah KPH
oleh Kemenhut; tahap 3, Usulan Penetapan KPH dari

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 5


Dinas Kehutanan Provinsi; dan tahap akhir, Penetapan
wilayah KPH oleh Kemenhut.
Setelah penetapan wilayah KPH maka harus
segera diikuti dengan penetapan organisasi yang akan
mengelola KPH. KPH dikelola oleh sebuah organisasi
pemerintah yang menyelenggarakan fungsi
pengelolaan hutan di tingkat tapak (site level).
Berdasarkan PP No 6/2007 jo PP No 3/2008, organisasi
KPHK dibentuk dan ditetapkan oleh Kemenhut,
sementara berdasarkan Permendagri No. 61/2010
organisasi pengelola KPHL dan KPHP dibentuk dan
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pembentukan
organisasi KPHL dan KPHP yang wilayah kerjanya
lintas Kabupaten/Kota dalam satu provinsi ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Provinsi. Pembentukan
organisasi KPHL dan KPHP yang wilayah kerjanya
dalam satu Kabupaten/Kota ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Menurut PP Nomor 6 Tahun 2007 Pasal 6 (1) KPH
ditetapkan dalam satu atau lebih fungsi pokok hutan
dan satu wilayah administrasi atau lintas wilayah
administrasi pemerintahan; (2) Dalam hal satu KPH,

6 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan, dan
penetapan KPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan fungsi yang luasnya dominan. Menurut
Pasal 7 (1) Menteri menetapkan luas wilayah KPH
dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan hutan dalam satu wilayah daerah aliran
sungai (DAS) atau satu kesatuan wilayah ekosistem; (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
luas satu KPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan Menteri; (3) Ketentuan
mengenai pembentukan dan tata cara penetapan KPH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kriteria dan indikator pembentukan KPH
menurut Permenhut Nomor P.6 Tahun 2009 Pasal 5 (1)
Pembentukan wilayah KPH mempertimbangkan:
Karakteristik lahan, Tipe hutan, Fungsi hutan, Kondisi
daerah aliran sungai, Kondisi sosial, budaya, ekonomi
masyarakat, Kelembagaan masyarakat setempat
termasuk masyarakat hukum adat, Batas administrasi
pemerintahan, Hamparan yang secara geografis

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 7


merupakan satu kesatuan, Batas alam atau buatan yang
bersifat permanen, dan Penguasaan lahan. Bunyi ayat
(2) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kriteria pembentukan wilayah KPH
adalah sebagai berikut: Kepastian wilayah kelola,
Kelayakan ekokayu bulat, Kelayakan pengembangan
kelembagaan pengelolaan hutan; dan Kelayakan
pengembangan pemanfaatan hutan. Menurut Pasal 7
pembentukan wilayah KPH melalui tahapan: Rancang
bangun KPH, Arahan pencadangan KPH, Usulan
Penetapan KPH, dan Penetapan wilayah KPH.

B. Organisasi dan Tupoksi Organisasi KPH


Setiap wilayah KPH akan dikelola oleh organisasi
pengelola KPH yang merupakan organisasi di tingkat
tapak. Organisasi KPHK merupakan organisasi
perangkat pusat, organisasi KPHL dan KPHP
merupakan organisasi perangkat daerah. Menurut PP
Nomor 6 Tahun 2007 Pasal 8 (1) Pemerintah dan/atau
pemerintah provinsi dan/atau pemerintah
kabupaten/kota, sesuai kewenangannya menetapkan
organisasi KPH. (2) Organisasi KPH yang ditetapkan
oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

8 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


meliputi organisasi KPHK atau KPHL dan KPHP yang
wilayah kerjanya lintas provinsi. (3) Organisasi KPH
yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi organisasi KPHL dan
KPHP lintas kabupaten/kota. (4) Organisasi KPH yang
ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
organisasi KPHL dan KPHP dalam wilayah
kabupaten/kota. (5) Pembentukan organisasi KPH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) didasarkan pada pedoman, kriteria dan standar. (6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, kriteria dan
standar pembentukan organisasi KPH sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan peraturan
Menteri.

C. Tugas pokok dan fungsi organisasi KPH


Dalam PP Nomor 6 Tahun 2007 Pasal 9 (1)
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi : (a)
Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi:
tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan;
rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan perlindungan

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 9


hutan dan konservasi alam. (b) Menjabarkan kebijakan
kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota
bidang kehutanan untuk diimplementasikan. (c)
Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di
wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian. (d)
Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas
pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di
wilayahnya. (e) Membuka peluang investasi guna
mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan
fungsi organisasi KPH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 diatur dengan
peraturan Menteri berdasarkan peraturan pemerintah
ini. Dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas
dan fungsi organisasi KPH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 3, angka 4, dan angka 5
diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah yang
lain. Berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 2007 organisasi
KPH menyelenggarakan fungsi management atau
pengelolaan, sedangkan Instansi Pemerintah (Dephut,

10 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Dinas Provinsi menyelenggarakan fungsi administrasi
atau pengurusan hutan.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut,
KPH telah menjadi prasyarat terselenggaranya
pengelolaan hutan lestari karena KPH merupakan
wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan
peruntukannya serta secara operasional harus
memenuhi 3 komponen kegiatan, yaitu:
1) Pembentukan unit-unit wilayah KPH pada seluruh
kawasan hutan sehingga ada kepastian wilayah
kelola;
2) Pembentukan institusi pengelola pada setiap unit
KPH, sehingga ada kepastian penanggung jawab
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen di tingkat
tapak;
3) Penyusunan rencana pengelolaan hutan di tingkat
KPH sebagai penjabaran operasional pencapaian
target-target rencana kehutanan tingkat
kabupaten/ kota, provinsi dan nasional.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 11


Urgensi Pengukuran Kinerja KPH

Sebagai identitas pengelolaan hutan ditingkat


tapak, KPH hadir sebagai institusi pengelolaan hutan yang
diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan hutan yang
lestari. Untuk mengukur kinerja KPH, dibutuhkan
instrumen sebagai alat evaluasi pencapaian pengelolaan
hutan di tingkat tapak, baik pada Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi (KPHP) maupun Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL). Untuk meningkatkan
akuntabilitas pemerintah, sistem pengukuran kinerja
merupakan suatu hal yang penting dalam pelaksanaan
good governance. Untuk mengukur tingkat
keberhasilannya, dibutuhkan indikator yang jelas, baik
dalam ukuran kuantitatiif dan atau kualitatif dengan
memperhitungkan indicator masukan (input), keluaran
(output), hasil (outcomes), manfaat (benefits) dan dampak
(impact) oleh stakebolders. Ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai dalam pengukuran kinerja organisasi, seperti KPH
yaitu:
1) Untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan
organisasi.

12 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


2) Memudahkan Pemerintah daerah/Kementerian
dalam merumuskan strategi perbaikan kebijakan.
3) Memperbaiki kinerja pada periode berikutnya.
4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam
pembuatan keputusan reward dan punishment
5) Menyediakan sarana pembelajaran dan
memotivasi pegawai

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 13


14 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
METODE PENGUKURAN KINERJA

Sekilas Terkait Panduan

Konsep penilaian kinerja pembangunan dan


pengelolaan hutan berbasis KPH di wilayah NTB,
diadaptasi dari ruanglingkup Peraturan Daerah NTB No
14 tahun 2019 tentang pengelolaan hutan yang secara
spesifik mengatur terkait dengan tugas dan fungsi pokok
pelaksanaan pengelolaan hutan di NTB dengan rincian
ruang lingkup sebagai berikut:
1. Kelembagaan Pengelola Hutan;
2. Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan;
3. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan;
4. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
5. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;
6. Pemberdayaan Masyarakat;

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 15


7. Peran Serta Masyarakat;
8. Koordinasi ;
9. Monitoring dan Evaluasi;
10. Sistem Informasi Kehutanan;
11. Pembinaan dan Pengawasan;
12. Pembiayaan;
13. Penyidikan;
14. Ketentuan Pidana;
15. Ketentuan Peralihan; dan
16. Ketentuan Penutup.

Berdasarkan arahan dalam ruang lingkup tersebut,


disusun seperangkat kriteria dan indikator yang
dituangkan dalam komponen penilaian untuk
menjabarkan secara detail terkait dengan materi muatan
yang tertuang di dalam peraturan daerah tersebut. Secara
hirarkis, komponen penilaian dalam Panduan Penilaian
Kinerja KPH ini, terdiri dari Kriteria, Indikator, dan
Elemen Kualitas. Penjelasan masing-masing komponen
tersebut sebagai berikut:
a. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar
penilaian atau penetapan sesuatu. Sebuah kriteria
dapat diturunkan menjadi satu atau lebih indikator

16 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


yang mempunyai hubungan dan kaitan langsung
yang kuat.
b. Indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan
atau menjadi petunjuk atau keterangan tertentu.
Agar dapat diamati, diverifikasi, dan dinilai secara
obyektif maka setiap indikator dapat diturunkan
menjadi elemen-elemen kualitas penyusunnya.
c. Elemen Kualitas adalah suatu tolok ukur dari
indikator yang akan menilai kualitas dari indikator.
Masing-masing elemen kualitas dapat diberikan
skor atau nilai tersendiri.

Skor atau nilai setiap elemen kualitas pada sebuah


indikator secara bersama-sama akan menyumbangkan
nilai indikator yang dicapai. Selanjutnya nilai-nilai
indikator pada sebuah kriteria terkait, akan
menyumbangkan nilai kriteria yang dicapai. Secara
keseeluruhan maka akan dapat dihitung nilai kinerja
pengelolaan hutan oleh KPH.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 17


Prosedur Kerja

Pada prinsipnya, penilaian dilakukan karena adanya


kebutuhan untuk mengetahui dengan pasti tentang
kondisi ataupun realitas dari objek yang akan dinilai.
Orientasi penilaian bisa diarahkan pada proses
pengelolaan yang sedang dijalankan dengan tujuan untuk
menemukan gap antara perencana dan dan realisasinya di
lapangan. Dapat puladiarahkan untuk mendiagnosis akar
masalah yang terjadi dalam proses pengelolaan yang
dinilai cukup menghambat proses pengelolaan tersebut.
Berikut ini adalah alur proses yang dapat dipergunakan
dalam penilaian:

Gambar 1. Alur Proses Penilaian Kinerja Pembangunan


KPH

18 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Proses pelaksanaan pemanatauan ini secara umum dibagi
kedalam tiga tahap kegiatan, yaitu:

A. Tahap I – Persiapan
Tahap ini merupakan langkah awal yang harus
dilakukan sebelum proses penilaian dilaksanakan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum
melaksanakan penilaian meliputi:
1. Setiap penilai harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang obyek yang akan
dinilai (KPH) serta teknik penggunaan
instrumen penilaian ini. Untuk itu, pelaksanaan
pembekalan bagi peniai merupakan hal
mendasar yang harus dilakukan sebelum proses
penilaian dilaksanakan.
2. Persiapan logistik diperlukan untuk menjamin
kebutuhan pelaksanaan penilaian dapat
terpenuhi dengan baik. Persiapan ini meliputi
kelengkapan penilaian diantaranya:
ketersediaan perlengkapan (kertas kerja,
kamera, alat perekam (recorder), kit, panduan
dll), transportasi dan akomodasi yang
dibutuhkan selama proses penilaian.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 19


3. Persiapan administrasi untuk menjamin
kelancaran proses penilaian. Kebutuhan
administrasi yang diperlukan antara lain: surat
pemberitahuan kepada instansi terkait, surat
permohonan data , surat tugas dan sebagainya.

Untuk keperluan pengumpulan data pelaksanaan


penilaian kinerja KPH, berikut beberapa daftar
kebutuhan data yang perlu dipersiapkan sebelumnya
sebagai bahan dasar untuk pengisian form kertas kerja.

Tabel 1. Daftar Kebeutuhan data pelaksanaan penilaian


No Jenis Data Keterangan
1. Dokumen RPHJP KPH Terbaru
2. Dokumen Rencana Jangka 3 Tahun terakhir
Pendek KPH
3. Dokumen Rencana Bisnis Terbaru
KPH
4. Laporan Realisasi 3 Tahun terekahir
Anggaran KPH
5. Dokumen RKA KPH 3 Tahun terekahir
6. Dokumen SOP KPH 1 Tahun terekahir
(ADM, Pengamanan, RHL,
dll)
7. Dokumen Inventarisasi 1 Tahun terekahir
Barang KPH /Dokumen
Aset

20 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


8. Peta Tutupan lahan KPH 3 Tahun terakhir
9. Laporan akuntabilitas 3 Tahun terekahir
kinerja DLHK Provinsi NTB
10. Dokumen Renstra DLHK 5 Tahun terekahir
Provinsi NTB
11. Dokumen RKA DLHK 3 Tahun terakhir
Provinsi NTB
12. Laporan Kegiatan 1 Tahun terekahir
Pemanfaatan Hutan KPH
13. Laporan Kegiatan 1 Tahun terekahir
perlindungan Hutan KPH
14. Laporan Kegiatan RHL 1 Tahun terekahir
KPH
15. Laporan Kegiatan 1 Tahun terekahir
Kerjasama Kehutanan KPH
16. SK Tenaga PAMHUT 1 Tahun terekahir
17. Data Kepegawaian 1 Tahun terekahir
18. Dokumen Pelaksanaan Tata 1 Tahun terekahir
Batas; Peta Tata Batas Petak
Dan Blok
19. Dokumen Konsultasi Publik 1 Tahun terekahir
Penyusunan RPHJP dan
RPHJPd
20. Dokumen RKU/RKT 1 Tahun terekahir
Pemegang Ijin
21. Laporan monitoring 1 Tahun terekahir
Evaluasi Ijin
22. Dokumen Bukti setor PAD/ 1 Tahun terekahir
PNBP; Dokumen NKK;
Dokumen RKU/RKT
23. Laporan Pelaksanaan 1 Tahun terekahir
Kegiatan SK Hibah Bantuan
Usaha

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 21


24. Laporan Patroli Bersama 1 Tahun terekahir
Masyrakat
25. Laporan periodik jumlah 1 Tahun terekahir
keompok yang sudah
dibina
26. Laporan Pelaksanaan 1 Tahun terekahir
Kegiatan Peningkatan
Kapasitas Masyarakat dan
SK Pembentukan KTH
27. Laporan Pelaksanaan 1 Tahun terekahir
Kegiatan MONEV dan
Berita Acara MONEV

B. Tahap II – Pelaksanaan Penilaian


Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan
mengikuti instrumen yang sudah disiapkan. Dalam
tahap ini, harus dipastikan bahwa seluruh tahapan dan
konten yang terdapat dalam instrumen dilakukan
dengan baik, mengingat tahap ini merupakan inti dari
keseluruhan proses yang dilakukan. Tahap ini
merupakan proses pengumpulan informasi di lapangan
sebagai bahan penilaian kinerja pengelolaan hutan oleh
KPH. Hasil akhir dari tahap ini akan mempengaruhi
sistem penilaian dalam tahap selanjutnya
(pembobotan).

22 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Metode pengumpulan informasi yang akan
dilakukan sebagai berikut:
1. Studi Dokumen
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data
dan informasi berupa dokumen perencanaan,
laporan kegiatan, data organisasi, dokumen hasil
rapat atau pertemuan, serta dokumen-dokumen
terkait lainnya.
2. Observasi Lapangan
Pengumpulan data melalui kegiatan observasi
dilakukan dengan pengamatan langsung ke
lapangan (lokasi) terhadap obyek-objek yang
menjadi fokus penilaian. Hasil pengamatan ini,
selain dapat digunakan sebagai bahan dalam
penilaian, juga dapatmenjadi dasar bagi proses
penelusuran data lebih lanjut.
3. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam (indepth interview) adalah
metode penggalian data dan informasi secara
mendalam yang dilakukan kepada sejumlah key
informan (informan kunci) terpilih. Key informan
adalah orang-orang yang dianggap memiliki

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 23


informasi dan pengetahuan memadai mengenai
informasi yang dibutuhkan.
C. Tahap III – Penilaian dan Pelaporan
Tahap ini merupakan rangkaian akhir dari
seluruh proses penilaian yang dapat memberikan
gambaran tentang kondisi dan kinerja dari objek yang
dipantau. Hal yang harus diperhatikan, bahwa proses
penilaian ini tidak dimaksudkan untuk memberi
justifikasi “baik atau buruk” terhadap objek yang
dinilai, melainkan memotret realitas situasi dan kondisi
dari obyek yang dinilai. Setiap informasi yang
diperoleh dan disajikan dalam laporan penilaian ini
harus didukung dengan alat bukti yang kuat dan harus
bisa diverifikasi.
Laporan penilaian berisi narasi dan skoring
tentang praktek-praktek pengelolaan yang dilakukan
oleh KPH berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Laporan tersebut dilengkapi dengan fakta-fakta terkait
(seperti misalnya: foto-foto, rekaman video, dokumen,
dan peta-peta lokasi yang sudah diidentifikasi).

24 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Analisis

Metode dalam penilaian ini menggunakan metode


deskriptif, yaitu metode yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang ada pada saat sekarang,
menganalisisnya dan menginterpretasikan fakta atau
informasi yang ditemukan (Narbuko, 2002). Hasil akhir
dari penilaian ini disajikan dalam bentuk indeks. Indeks
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
mean, yaitu menghitung jumlah nilai seluruh unit data
kemudian dibagi banyaknya unit data (FWI 2014). Indeks
penilaian Kinerja Pembangunan KPH dapat dikategorikan
menjadi tiga kelas yaitu Tinggi, Sedang, dan Rendah
dengan penjelasan sebagai berikut:
Tabel 2. Kategorisasi Indeks Penilaian Kinerja
Pembangunan KPH
Nilai
Kategori Uraian
Indeks
2,34 – 3,00 Tinggi Merupakan nilai rata-rata ideal
yang diperoleh dari setiap
elemen kualitas, indikator
maupun kriteria.
1,67 - 2,33 Sedang Merupakan nilai rata-rata
kategori sedang yang
diperoleh dari setiap elemen

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 25


kualitas, indikator maupun
kriteria.

1,00 -1,66 Rendah Merupakan nilai rata-rata


rendah yang diperoleh dari
setiap elemen kualitas,
indikator maupun kriteria.

Indeks di atas diolah dari skor setiap elemen kualitas


yang mempunyai gradasi darinilaitertinggi sampai
terendah, dengan pertimbangan bahwa setiap bobot
dalam elemen kualitas dan indikator adalah setara.

Tabel 3. Kategorisasi Bobot Penilaian Kinerja


Pembangunan KPH
Uraian Skor
Bila data lapangan memenuhi seluruh 3
unsur yang tertuang dalam elemen
kualiitas
Bila data lapangan hanya memenuhi 2
sebagian unsur yang tertuang dalam
elemen kualiitas
Bila data lapangan tidak memenuhi 1
seluruh unsur yang tertuang dalam
elemen kualiitas
Catatan: Skor penilaian merupakan pilihan keputusan yang
didasarkan pada hasil temuan yang telah dianalisis dan diverifikasi.

26 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Tahapan pengelolahan data terdiri dari tabulasi data
dan analisis data berdasarkan temuan lapangan. Dalam
konteks penilaian ini, proses analisa data meggunakan
penentuan rata-rata yang diadopsi dari kerangka kerja
FWI 2014, dimana dalam kerangka kerja tersebut proses
penilaian di bagi kedalam tiga tahap sebagai berikut:
Tahap 1:
Menentukan rata-rata dalam satu indikator dapat dihitung
dengan menjumlah nilai/skor hasil penilaian dalam setiap
elemen kualitas yang berada dalam satu indicator
kemudian dibagi dengan jumlah seluruh elemen kualitas
yang terdapat dalam satu indikator
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
Jumlah seluruh elemen kualitas pada satu indikator
Contoh:
Terdapat 6 elemen kualitas dalam satu indikator dengan
masing-masing elemen kualitas memperoleh nilai sebagai
berikut:
3+2+1+2+1+3 12
= =2
(∑ elemen kualitas 1 Indikator) 6
Jadi 2 merupakan nilai/skor rata-rata dari satu indikator
yang memiliki lima elemen kualitas.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 27


Tahap 2:
Menentukan rata-rata dalam satu kriteria dapat dihitung
dengan menghitung jumlah nilai/skor rata-rata hasil
penilaian dalam setiap indikator yang berada dalam satu
kriteria dibagi dengan jumlah seluruh indikator yang
terdapat dalam satu kriteria:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
Jumlah seluruh indikator pada satu kriiteria
Contoh:
Terdapat 2 indikator dalam satu kriteria dengan masing-
masing indikator memperoleh nilai sebagai berikut:
2,2 + 1,2 3,4
= = 1,7
(∑ indikator dalam 1 kriteria) 2
Jadi 1,7 merupakan nilai/skor rata-rata dari satu kriteria
yang memiliki tiga indikator.

Tahap 3 :
Menentukan hasil akhir penilaian dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah nilai/skor rata-rata hasil
penilaiandalam setiap kriteria dibagi dengan jumlah
seluruh kriteria yang digunakan dalam proses penilaian:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎
Jumlah seluruh kriteria yang digunakan

28 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Contoh :
Terdapat 10 kriteria yang digunakan dalam satu
kegiatan penilaian dengan masing-masing kriteria
memperoleh nilai sebagai berikut :
2,2 + 1,2 + 2,0 + 2,1 + 2,2 + 3,0 + 1,5 + 2,3 + 1,0 + 3,0 20,5
= = 2,05
(∑ kriteria yang digunakan u/ penilaian) 10

Jadi nilai 2,05 merupakan akhir yang memberikan


gambaran terkait hasil temuan dari seluruh rangkaian
proses penilaian.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 29


30 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
MATRIKS KRITERIA

Komponen Kriteria dan Indikator dalam penilaian ini


didasarkan pada kerangka matriks kriteria dan indikator
yang disusun berdasarkan ruang lingkup PERDA 14 2019
tentang pengelolaan hutan. Matiks ini disusun atas
kerjasama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Provinsi NTB dengan Tim Riset Kanoppi Indonesia.
Matriks penilaian ini terdiri dari 13 kriteria, 44 indikator
dan 86 elemen kualitas dengan rincian sebagaimana
tertuang pada tabel 4.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 31


Tabel 4. Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja Pembanguinan
KPH

32 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 33
34 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 35
36 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 37
38 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 39
40 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 41
42 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 43
44 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 45
46 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 47
48 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 49
50 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 51
52 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 53
54 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 55
56 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 57
58 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 59
60 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 61
62 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 63
64 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 65
66 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 67
68 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 69
70 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 71
72 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 73
74 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 75
76 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 77
78 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 79
80 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 81
82 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 83
84 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 85
86 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 87
88 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 89
90 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 91
92 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 93
94 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 95
96 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 97
98 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan
PENUTUP

Ukuran kinerja dalam konteks pengelolaan hutan di


tingkat tapak dapat dilihat dari adanya perwujudan 3
pilar utama pembangunan kehutanan ditingkat tapak
yang meliputi adanya kepastian wiayah pengelolaan
yang terkodifikasi dalam satu sistem informasi dan
manajemen, adanya kelembagaan yang mampu
mengakomdir kebutuhan operasional dan kebutuhan
strategis dari satu unit pengelolaan, serta adanya sistem
perencanaan yan matang dan terkoneksi dengan sistem
perencanaan didalam lingkup pengelolaan wilayahnya
seperti RTRW dan RPJMD. Dalam konteks penilaian
kinerja ini, seluruh parameter tersebut telah dituangkan
secara komprehensif dalam materimuatan PERDA 14
2019 tentang pengeloaan hutan. Sebagaimana yang telah
dijabarkan dalam 13 kriteria dan 44 indikator ukuran
kinerja yang tertuang dalam penilaian ini.
Panduan ini diharapkan dapat menjadi pedoman
bagi Pemerintah provinsi NTB dalam melaksanakan

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 99


penilaian kinerja pembangunan dan pelaksanaan
pengelolaan hutan oleh KPH, serta dapat dijadikan
sebagai acuan dasar dalam kerangka mengembangkan
sistem standar penilaian bagi unit unit pengelolaan
hutan ditingkat tapak. Dengan demikan, tersedia ruang
yan memadai bagi pemerintah untuk terus melakukan
upaya peningkatan kapasitas pengelolaan dalam rangka
mendorong terwujudnya pegelolaan hutan yang
profesional, adil, dan lestari.

###

100 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan


DAFTAR PUSTAKA
Forest Watch Indonesia [FWI]. 2014. Panduan penilaian
kinerja pembangunan KPH dengan
Menggunakan Kriteria dan Indikator FWI 1.0.
Bogor: Forest Watch Indonesia.
Ichsan, A. C., & Febryano, I. G. (2015). Penilaian kinerja
pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung Rinjani Barat, Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Jurnal Hutan Tropika, 3(2), 192-198.
Ichsan, A. C., Aji, I. M. L., Webliana, K., & Sari, D. P. (2019,
May). The Analysis of Institutional Performance of
The Village Conservation Model in Gunung Rinjani
National Park. In IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science (Vol. 270, No. 1, p. 012019). IOP
Publishing.
Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. 2011.
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH): Konsep, Peraturan Perundangan dan
Implementasi.Jakarta: Kementerian Kehutanan
RI.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang
Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 167.
Jakarta

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat | 101


Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat No 14 Tahun 2019.
Tentang Pengelolaan Hutan. Mataram
Peraturan menteri Kehutanan No 42 tahun 2011. Tentang
Standar kompetensi bidang teknis kehutanan
pada kesatuan pengelolaan hutan lindung dan kesatuan
pengelolaan hutan produksi. Jakarta
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta

102 | Panduan Penilaian Kinerja Pembangunan dan Pelaksanaan Pengelolaan Hutan

Anda mungkin juga menyukai