Anda di halaman 1dari 36

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336736920

Profil Kawasan Konservasi Provinsi Sulawesi Utara

Book · January 2015

CITATIONS READS

0 3,711

3 authors:

Hendrawan Syafrie Suci Nurhadini Handayani


UNTIRTA Bogor Agricultural University
19 PUBLICATIONS 9 CITATIONS 12 PUBLICATIONS 8 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Ervien Juliyanto
Bogor Agricultural University
7 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Suci Nurhadini Handayani on 23 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROFIL
KAWASAN KONSERVASI
PROVINSI SULAWESI UTARA
PROFIL KAWASAN KONSERVASI PROVINSI SULAWESI UTARA

PENGARAH:
1. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecill
2. Agus Dermawan – Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

PENANGGUNG JAWAB:
1. Syamsul Bahri Lubis

PENYUSUN:
1. Suraji
2. Nilfa Rasyid
3. Asri S. Kenyo H
4. Antung R. Jannah
5. Dyah Retno Wulandari
6. M. Saefudin
7. Muschan Ashari
8. Ririn Widiastutik
9. Tendy Kuhaja
10. Ervien Juliyanto
11. Yusuf Arief Afandi
12. Budi Wiyono
13. Hendrawan Syafrie
14. Suci Nurhadini Handayani

Dipersilahkan mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan mencantumkan
sumber sitasi.

©2015
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan

Gedung Mina bahari III Lantai 10


Jalan Medan Merdeka Timur No 16 Jakarta Pusat 10110
Telp./Fax: (021) 3522045, Surel: subditkk@ymail.com
Situs resmi: http://kkji.kp3k.kkp.go.id

PROFIL KAWASAN KONSERVASI ii PROVINSI SULAWESI UTARA


KATA PENGANTAR

Profil Kawasan Konservasi merupakan langkah tindak lanjut dalam pengenalan,


pembentukan, dan publikasi dari sebuah kawasan konservasi. Oleh karena itu,
tahapan ini sangat penting untuk menentukan perkembangan, pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan konservasi itu sendiri.
Profil Kawasan Konservasi ini diharapkan diharapkan dapat memberikan
gambaran terkini dari masing-masing kawasan, baik kondisi biofisik, sosial, ekonomi
dan budaya setelah wilayah tersebut dikelola dengan baik. Kawasan-kawasan ini
tiap tahunnya akan dilakukan evaluasi melalui system evaluasi efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (E-KKP3K),
sehingga dalam melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan bisa tepat guna, tepat
ekonomi, tepat kearifan lokal, dan tepat konservasi.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada para pihak yang telah berkontribusi
dalam proses penyusunan buku ini terutama kepada Balai Pengelola Taman
Nasional Bunaken, Taman Nasional Wakatobi, Taman Nasional Taka Bonerate,
Taman Nasional Kepulauan Togean, Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Taman
Nasional Karimunjawa, dan Taman Nasional Kepulauan Seribu serta seluruh SKPD
pengelola KKPD di daerah.

Jakarta, 2015
Tim Penyusun

PROFIL KAWASAN KONSERVASI iii PROVINSI SULAWESI UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii


DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
II. Propinsi Sulawesi Utara ........................................................................................... 3
2.1 Taman Nasional Laut Bunaken .............................................................. 3
2.2 Kawasan konservasi Kabupaten Minahasa Utara .................................. 11
2.3 Kawasan Konservasi Kabupaten Minahasa Selatan .............................. 17
2.4 Kawasan Konservasi Kota Bitung .......................................................... 25

III. PENUTUP....................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 31

PROFIL KAWASAN KONSERVASI iv PROVINSI SULAWESI UTARA


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan
pemenfaatan sumber daya secara berkelanjutan. Kepentingan konservasi di
Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak tahun 1970 an melalui
mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap jenis-
jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
beserta perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa
pemerintah dan seluruh stakeholder pembangunan kelautan dan perikanan
lainnya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan. PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya
Ikan menjabarkan arahan kedua undang-undang tersebut dengan
mengamanahkan pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
untuk melaksanakan konservasi sumber daya ikan, dan salah satunya adalah
melalui penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan.
Selanjutnya, selaras dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang
diamanahkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,
tanggung jawab pengelolaan kawasan konservasi perairan, termasuk kawasan
konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K), dibagi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hingga kini, pemerintah pusat dan
daerah telah melahirkan tidak kurang dari 16 juta hektar luasan kawasan
konservasi perairan dan akan menggenapkan luasan kawasan konservasi
perairan tersebut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.
Sejarah konservasi menegaskan, titik krusial keberhasilan pencapaian
tujuan dan sasaran konservasi terletak pada efektivitas pengelolaan yang
dilakukan terhadap sebuah kawasan konservasi. Untuk mencapai hal tersebut,
ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan Nomor 30 Tahun 2010 tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Lebih lanjut, pada tahun

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 1 PROVINSI SULAWESI UTARA


2011 Dit.KKJI juga telah menyusun Pedoman Evaluasi Efektivitas Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K).
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk membangun kawasan konservasi
perairan seluas 20 juta hektar pada Tahun 2020. Capaian target tersebut pada
tahun 2014 sudah mencapai 16.451.076, 96 ha. Sebesar 4.694.947,55 ha
dengan 32 kawasan dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dan sebesar 11.756.129,41 dengan 113 kawasan dikelola oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (Direktorat KKJI, 2015). Komitmen tersebut tentunya
harus diikuti dengan pengelolaan yang efektif agar kawasan-kawasan tersebut
mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi para pemangku-
kepentingan, khususnya masyarakat setempat, maupun bagi sumberdaya
keanekagaman-hayati yang dilindungi dan dilestarikan. Pengelolaan agar lebih
memberikan manfaat kepada masyarakat maka diperlukan profil status kawasan
konservasi, dimana dalam penyusunan profil tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran terkini dari masing-masing kawasan, baik kondisi
biofisik, sosial, ekonomi dan budaya setelah wilayah tersebut dikelola dengan
baik. Kawasan-kawasan ini tiap tahunnya akan dilakukan evaluasi melalui
sistem evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir
dan pulau- pulau kecil (E-KKP3K), sehingga diperlukan profil detail dan data dan
informasi dari masing-masing kawasan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Penyusunan profil status kawasan konservasi memiliki maksud dan tujuan
untuk memberikan gambaran terkini dari masing-masing kawasan di Provinsi
Sulawesi Utara, baik kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 2 PROVINSI SULAWESI UTARA


PROFIL KAWASAN KONSERVASI PROVINSI SULAWESI
UTARA

2.1 Taman Nasional Laut Bunaken

1) Nama Kawasan : Taman Nasional Laut Bunaken


2) Dasar Hukum :
• Pencadangan : SK. Menhut Nomor 730/Kpts-II/1991 ;
Tanggal 15-10-1991
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK13/IV-KK/2008 tentang
Zonasi Taman Nasional Bunaken
• Unit Organisasi Pengelola : Balai Taman Nasional Bunaken
• Penetapan :-
3) Luas Kawasan : 89.065,00 ha
4) Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan
Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 1°35’ - 1°49’ LU,
124°39’ - 124°35’ BT. Pada bagian Utara terdiri dari pulau Bunaken, pulau
Manado Tua, pulau Montehage, pulau Siladen, pulau Nain, pulau Nain Kecil,
dan sebagian wilayah pesisir Tanjung Pisok. Sedangkan pada bagian Selatan
meliputi sebagian pesisir Tanjung Kelapa.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 3 PROVINSI SULAWESI UTARA


5) Status Kawasan
Hasil penilaian efektivitas pengelolaan
dengan menggunakan perangkat E-
KKP3K menunjukkan bahwa upaya
pengelolaan secara umum telah berjalan
cukup baik dengan mulai terlihatnya
pengelolaan sumberdaya kawasan/sosial
ekonomi di level biru. Meski demikian,
perlu dilakukan
percepatan/pengembangan upaya
pengelolaan pada level-level sebelumnya
untuk melengkapi building-block yang
belum 100%. Hasil penilaian ini boleh jadi
belum secara tepat dan utuh
menggambarkan efektivitas pengelolaan di
kawasan konservasi tersebut karena
penggunaan sudut pandang/perspektif pengelolaan yang tidak sama.
Hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K yaitu
• Lakukan pemeriksaan untuk memastikan dokumen rencana pengelolaan
sudah memuat informasi sumnerdaya sosekbud yang dapat dijadikan
sebagai data garis dasar (t0)
• mengusulkan pembiayaan pengelolaan
5) Kondisi Umum
Taman Nasional Bunaken merupakan perwakilan ekosistem perairan
tropis Indonesia yang terdiri dari ekosistem hutan bakau, padang lamun,
terumbu karang, dan ekosistem daratan/pesisir.
keadaan iklim di sekitar Taman Nasional Laut Bunaken adalah sebagai
berikut 1 :
• Temperatur udara 26° - 31° C
• Curah hujan 2.500 – 3.500 mm/tahun
• Ketinggian tempat 0 – 800 meter dpl
6) Target Konservasi
Sebagai kawasan konservasi, Taman Nasional Bunaken memiliki 3
(tiga) fungsi konservasi yakni perlindungan sistem penyangga kehidupan,

1
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/ tn_bunaken.htm

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 4 PROVINSI SULAWESI UTARA


pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam yahati dan ekosistemnya 2.
Analisis zonasi tahun 2014 disusun dengan mempertimbangkan kondisi
lapangan yang dinamis sebagai akibat adanya perubahan kondisi fisik, biotis
maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Hasil zonasi berupa luasan untuk
masing-masing zona meliputi 3 :
• Zona Inti seluas 1.077,60 ha
• Zona Rimba seluas 1.528,32 ha
• Zona Pemanfaatan seluas 73.541,41 ha, yang terbagi atas:
o Zona Pemanfaatan Khusus seluas 28,21 ha
o Zona Pemanfaatan Pariwisata seluas 1.233,43 ha
o Zona Pemanfaatan Umum seluas 72.279,77 ha
• Zona Tradisional seluas 10.460,69 ha
• Zona Rehabilitasi seluas 142,90 ha, dan
• Zona Khusus seluas 2.314,08 ha
7) Kondisi Ekologis - KeanekaragamanHayati
• Ekologis4
o Salinitas 33 - 35 °/OO
o Kecerahan 10 - 30 m
o Pasang surut 2,5 meter
o Musim Barat November s/d Februari
o Musim Timur Maret s/d Oktober
• Keanekaragaman Hayati
Terumbu Karang : Tercatat 13 genera karang hidup di perairan
Taman Nasional Bunaken yang didominasi oleh jenis terumbu karang tepi
dan terumbu karang penghalang. Yang paling menarik adalah tebing
karang vertikal sampai sejauh 25-50 meter.
Hasil Survei yang dilakukan pada bulan Agustus 2015, lokasi
penyelaman berada di zona inti Taman Naional (Laut) Bunaken dengan
titik koordinat 1o35’45,3” LU dan 124o46’48”BT. Tepatnya terletak di
sebelah timur Pulau Bunaken. Hasil survei ekosostem terumbu karang
disajikan pada gambar berikut :

2
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/ basisdata-kawasan-konservasi/details/1/8
3
Usulan Revisi Zonasi : Balai Taman Nasional Bunaken, 2014
4
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tnbunaken.htm0

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 5 PROVINSI SULAWESI UTARA


Persentase Penutupan Terumbu Karang
Zona Inti TN Laut BunakenOther
Biota;
Algae; 1,33%
29,67%
Hard
Coral;
59,67%

Death
Soft Coral;
Coral;
0,67%
8 67%

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.


04/MENLH/02/2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
Kategori kondisi terumbu karang, kondisi terumbu karang di Zona inti
Taman Nasional (Laut) Bunaken adalah 59,67% yang berarti ekosistem
terumbu karang di sekitar perairan tersebut masih tergolong baik.
Persentase penutupan soft coral, algae, death coral, dan biota laut lainnya
(other biota) disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Pesentase penutupan terumbu karang zona inti TNL Bunaken, Agustus
2015

Jenis Coral Luas Tutupan


Hard Coral 59,67%
Acropora 38,33%
Non Acropora 21,33%
Soft Coral 0,67%
Death Coral 8,67%
Algae 29,67%
Other Biota 1,33%
Sponge 1,33%
Total penutupan (%) 100,00%
H' Index 3,58
H' Max 3,58
Similarity Index (E) 1,00
Dominancy Index (C) 0,27

• Ikan Karang : Sekitar 91 jenis ikan terdapat di perairan Taman Nasional


Bunaken, diantaranya ikan kuda gusumi (Hippocampus kuda), oci putih
(Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa
(Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila gasi
(Scolopsis bilineatus), dan lain-lain. Berdasarkan hasil pengamatan
yang terpantau pada bulan Agustus 2015 dalam tiga lokasi pengamatan

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 6 PROVINSI SULAWESI UTARA


dengan luas daerah pengamatan yaitu 750 m2 per stasiun pengamatan.
Mayoritas jenis ikan yang ditemukan pada semua titik pengamatan
adalah dari famili Pomacentridae dan Labridae. Hal ini dikarenakan
kedua famili ini memiliki jumlah jenis yang tinggi untuk kelompok ikan
karang dan menempati hampir semua habitat di terumbu karang. Kedua
jenis famili termasuk kedalam ikan pemakan plankton, Invetebrata, alga,
moluska, bulu babi, dan udang kecil yang berada dalam habitat
terumbu karang.
Kelompok ikan target yang ditemukan pada stasiun pengamatan
ini mayoritas merupakan anggota dari famili Acanthuridae, Balistidae,
Caesionidae, Haemulidae, dan Holocentridae.

Gambar 1. Kondisi Perairan ekosisten terumbu karang zona inti TN Laut Bunaken

• Mangrove : Jenis tumbuhan di hutan bakau Taman Nasional Bunaken


yaitu Rhizophora sp., Sonneratia sp., Lumnitzera sp., dan Bruguiera sp.
Hutan ini kaya dengan berbagai jenis kepiting, udang, moluska dan
berbagai jenis burung laut seperti camar, bangau, dara laut, dan cangak
laut.
• Padang Lamun : Jenis ganggang yang terdapat di taman nasional ini
meliputi jenis Caulerpa sp., Halimeda sp., dan Padina sp. Padang lamun
yang mendominasi terutama di pulau Montehage, dan pulau Nain yaitu

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 7 PROVINSI SULAWESI UTARA


Thalassia hemprichii, Enhallus acoroides, dan Thalassodendron
ciliatum.
• Moluska : Jenis moluska seperti kima raksasa (Tridacna gigas), kepala
kambing (Cassis cornuta), nautilus berongga (Nautilus pompillius), dan
tunikates/ascidian 5.
8) Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Masyarakat yang telah bermukim di dalam Kawasan TNB diyakini sejak
lebih dari 5 generasi. Penyebaran pertumbuhan penduduk meliputi kelima
pulau dan beberapa daerah di daratan utama pulau Sulawesi. Kepadatan
penduduknya cukup bervariasi serta kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat sangat beragam. Pemukiman umumnya terletak diwilayah pesisir,
namun perikanan ternyata bukan sumber nafkah yang dominan bagi sebagian
besar masyarakat setempat. Berdasarkan hasil survai potensi desa Balai TN.
Bunaken yang didalamnya juga mencakup kependudukan pada bulan
Agustus 2009, jumlah penduduk yang bermukim dalam kawasan TN.
Bunaken hampir mencapai jumlah 28.000 jiwa (pemerkaran desa Tampi di P.
Nain yang data kependudukannya belum tersedia). Sekitar 10.292 jiwa
bermukim dalam pulau-pulau. (Sumber : usulan Revisi Zonasi : Balai Taman
Nasional Bunaken, 2014)
Di wilayah ini, terdapat 22 desa dengan jumlah penduduk sekitar 35.000
jiwa. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan atau petani kelapa,
ubi jalar, pisang dan rumput laut untuk diekspor, sementara sebagian lainnya
bekerja sebagai pemandu, pekerja di cottage dan nahkoda kapal.
9) Potensi Perikanan
Hasil laut dari kegiatan perikanan tradisional meliputi ikan-ikan karang.
Pada musim tertentu, tangkapan utama bisa berupa ikan-ikan pelagis seperti
kembung (deho), cakalang dan ikan terbang. Secara umum teknik
penangkapan ikan meliputi jarring (soma darape, landra dan pajeko), pancing
(noru, funae, tonda dan palinggir), perangkap ikan (sero dan bubu). Pana
(jubi) dan pengumpulan moluska di gosong karang (nyare). (Sumber : usulan
Revisi Zonasi: Balai Taman Nasional Bunaken, 2014)
10) Potensi Pariwisata
Antara tahun 2003 hingga 2006, jumlah pengunjung di Taman Nasional
Bunaken mencapai 32.000 hingga 39.000 jiwa, dengan 8-10.000 diantaranya
merupakan turis asing. Prasarana penunjang pariwisata yang terdapat di TN.
Bunaken antara lain gazebo tempat berjualan cenderamata di Pulau
Bunaken, penerangan berupa aliran listrik, jalan, dermaga, air bersih,
telekomunikasi, sarana transportasi, dan sarana kesehatan (puskesmas).

5
Sumber(http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_bunaken.htm0)

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 8 PROVINSI SULAWESI UTARA


Adapun untuk infratruktur yang terdapat di TN. Bunaken adalah jaringan
listrik, angkutan umum, sistem keamanan, air bersih, sistem komunikasi, dan
penanganan sampah.
11) Aksesibilitas
Taman Nasional Bunaken dapat dicapai melalui Pelabuhan Manado,
Marina Nusantara Diving Centre (NDC) di Kecamatan Molas dan Marina Blue
Banter. Dari Pelabuhan Manado dengan menggunakan perahu motor menuju
pulau Siladen dapat ditempuh + 20 menit, pulau Bunaken + 30 menit, pulau
Montehage + 50 menit dan pulau Nain +60 menit. Dari Blue Banter Marina
dengan menggunakan kapal pesiar yang tersedia menuju daerah wisata di
pulau Bunaken dapat ditempuh dalam waktu 10-15 menit, sedangkan dari
pelabuhan NDC menuju lokasi penyelaman di pulau Bunaken dengan
menggunakan speed boat ditempuh dalam waktu + 20 menit 6.
12) Upaya Pengelolaan Kawasan
Pengelolaan kawasan selama ini dilakukan oleh Kementerian Kehutanan
melalui Balai Taman Nasional Bunaken. Pada tahun 2015, sebagai bentuk
dukungan pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah
melaksanakan kegiatan antara lain pemberian bantuan perahu nelayan dan
transplantasi terumbu karang.

6
http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_bunaken.htm0

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 9 PROVINSI SULAWESI UTARA


13) Peta Lokasi

Gambar 2. Peta Usulan Revisi Zonasi TN Bunaken Tahun 2014(Sumber : usulan Revisi
Zonasi : Balai Taman Nasional Bunaken, 2014)

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 10 PROVINSI SULAWESI UTARA


2.2 Kawasan Konservasi Kabupaten Minahasa Utara
1) Nama Kawasan : Taman Wisata Perairan Kabupaten Minahasa Utara
2) Dasar Hukum :
• Pencadangan : Keputusan Bupati Minahasa Utara
Nomor 180 Tahun 2014 (25 Juli 2014)
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : -
• Unit Organisasi Pengelola : Di bawah Dinas Kelautan dan
Perikanan
• Penetapan : Belum diusulkan penetapan
3) Luas Kawasan : 32.217 ha
4) Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan
Kabupaten Minahasa Utaraterletak antara 1°17’51,93” -1°56’41,03” LU
dan124°40’38,39” - 125°15’15,53”BT, berbatasan dengankepulauan Sitaro di
sebelahUtara, dengan kabupatenMinahasa di Selatan, denganKota Bitung di
sebelah Timur,dan dengan Kota Manado disebelah Barat. Minahasa
Utaradibentuk pada tahun 2004 yang merupakan hasil pemekaran
dariKabupaten Minahasa. (BPS MINUT, 2014)
5) Status Kawasan
Secara umum, hasil penilaian efektivitas pengelolaan dengan menggunakan
perangkat E-KKP3K menunjukkan bahwa inisiasi upaya pengelolaan sudah
mulai terlihat di level merah. Dibutuhkan upaya percepatan pengelolaan lebih
lanjut terhadap kawasan konservasi ini. Hasil rekomendasi dari evaluasi E-
KKP3K yaitu:
• Tempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi.
• Tempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi
pengelola.
• Lakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola
memadai untuk menjalankan organisasi
6) Kondisi Umum
Kabupaten Minahasa Utara merupakan bagian integral dari Provinsi
Sulawesi Utaradengan ibukota Airmadidi danberjarak sekitar 35 Km
dariibukota Provinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah Kabupaten Minahasa Utara
adalah sebesar 1.059,24 km2 yang terbagi menjadi 10 kecamatan. Likupang
Timur adalah kecamatan terluas dengan wilayah 290,84 km2 (sekitar 27,46
persen dari total luas wilayah Kabupaten Minahasa Utara) dan Likupang
Selatan menjadi kecamatan dengan luas wilayah terkecil, yaitu hanya 11,82
km2 (atau 1,12 persen dari luas wilayah Minahasa Utara). Sebagai
Kabupaten yang terletak di wilayah pesisir, ada tiga kecamatan yang

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 11 PROVINSI SULAWESI UTARA


sebagian wilayahnya terpisah dari pulau Sulawesi, yaitu kecamatan Wori
(Mantehage dan Nain), Kecamatan Likupang Timur (Bangka), dan Kecamatan
Likupang Barat (Gangga, Talise,Kinabuhutan). (BPS MINUT, 2014)
Tipe iklim diwilayah ini yaitu iklim tropis yang cenderung basah dimana
pada bulan Mei – Oktober yaitu musim kemarau dan bulan November – April
merupakan musim penghujan. Rata-rata temperatur atau suhu udara di
daerah pantai adalah berkisar pada 28-31° C, dan di daerah dataran
pemukiman sekitar 27 – 30° C. Kondisi iklim dan topografi ini sekaligus dapat
menggambarkan keadaan wilayah Kabupaten Minahasa Utara sebagai
daerah yang subur dan berpotensi besar di masa mendatang untuk
pengembangan sentra-sentra produksi pertanian tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan dan kehutanan serta ditunjang oleh ketersediaan
sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat berlimpah disamping juga
memiliki basis-basis kawasan industri, jasa dan perdagangan serta potensi
pertambangan yang tentunya semua itu sangat mendukung bagi nilai-nilai
investasi guna perkembangan kemajuan daerah kedepan 7.
7) Target Konservasi
Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM)
sudah dimulai di Provinsi Sulawesi Utara sejak tahun 1997. Saat ini DPL-BM
yang masih bertahan hanya tersisa 6 DPL-BM dari total 19 DPL-BM yang
terdapat di Kabupaten Minahasa Utara, yaitu Desa Bahoi, Talise, Tambun,
Gangga1, Kalinaun dan Lihunu (WCS, 2011). Permasalahan utama yang
dihadapi DPL-BM di Kabupaten Minahasa Utra yaitu kurang optimalnya
dukungan pemerintah daerah terhadap keberadaan DPL BM. Pengelolaan
DPL-BM saat ini masih dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa dengan
segala keterbatasan dan kemampuan mereka (Naskah Akademik MINUT,
2013). Saat ini di Kabupaten Minahasa Utara mempunyai perencanaan DPL-
BM sampai 25 tahun ke depan. DPL-BM ini telah direkomendasikan untu
peningkatan status menjadi KKPD dengan dorongan pemberdayaan
masyarakat, perda pngelolaan pesisir, sosialisasi KKPD di tiingkat desa,
kapasitas kelembagaan, dan revisi Perda Pengelolaan Pesisir di Sulawesi
Utara. Batas daerah pencadangan KKPD Kabupaten Minahasa Utara yang
diajukan pada Naskah Akademik Minahasa Utara tahun 2013 dengan luas
indikatif 32.252,29 ha dan meliputi 30 desa pesisir. Gambar peta
pencadangan KKPD Minahasa Utara disajikan pada gambar peta lokasi.

7
http://www.minutkab.go.id/profil/iklim-dan-geografis/

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 12 PROVINSI SULAWESI UTARA


8) Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati
• Terumbu Karang : Kabupaten Minahasa Utara memiliki luas area terumbu
karang sebesar 3,578,8 ha. Kualitas persentase tutupan karang yang
tertinggi di Kecamatan Likupang (Timur dan Barat) terdapat di Desa Bahoi
(90%) dan Kalinaun (62%). Dementara itu desa lainnya memiliki
persentase tutupan karang berkisar 30 – 50 %. Total Karang Keras di
Kecamatan Likupang Timur dan barat ditemukan sebanyak 32 genera
(WCS, 2011). Luasan Indikatif ekosistem terumbu karang dari
pencadangan KKPD Kabupaten Minahasa Utara adalah 1.941,42 ha.
• Ikan Karang : Biomasa ikan karang yang tertinggi ditemukan di desa Bahoi
sebesar 944,9 kg/ha. Rata-rata kelimpahan ikan karang di Minahasa Utara
relatif cukup tinggi, dimana yang tertinggi ditemukan di Desa Bahoi yaitu
sebesar 32826 Ind/Ha.
• Mangrove : Luas total mangrove di Kabupaten Minahasa Utara adalah
4630 ha. Luasan Indikatif ekosistem mangrove dari pencadangan KKPD
Kabupaten Minahasa Utara adalah 2.330,43 ha. Jenis genera yang tercatat
adalah Avicennia, Rhizopora, Sonneratia, Bruguieria dan Ceriops. Wilayah
Tarabitan dan Kahuku memiliki rata-rata presentasi tutupan kanopi sebesar
81%, Desa Lihunu 74%, Desa Serawet dan Palaes masing-masing
sebesar 66%, Desa Malimbao dan Seray sebesar 64% dan Libas,
Nitbanua, Tarabitan, Tanah Putih, Paputungan dan Jaya Karsa (61%).
• Padang Lamun : Luas ekosistem padang lamun ± 5962 ha. Luasan
Indikatif ekosistem padang lamun dari pencadangan KKPD Kabupaten
Minahasa Utara adalah 1215,08 ha. Jumlah spesies yang ditemukan
adalah 10 spesies yang terdiri dari Enhalus acroides,halophila ovalis, H.
Minor, Thalassia hemprichi, Cymodacea rotundata, C. Serrulata, Halodule
uninervis, H. Pinifolia, Syringodium isoetifolium dan Thalasodendron
ciliatum.
9) Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Penduduk Kabupaten Minahasa Utara sebagian besar adalah etnis
Minahasa [Tonsea]. Masyarakat Sulawesi Utara didominasi oleh Suku
Minahasa (33,2%), diikuti Suku Sangir (19,8%), Suku Bolaang Mangondow
(11,3%), Suku Gorontalo (7,4%) lalu Suku Totemboan (6,8%) 8.
Jumlah penduduk Kabupaten Minahasa Utara pada Tahun 2012 adalah
223.604 jiwa, jumlah KK 54.844. pertumbuhan penduduk tahun 2012 sebesar
1,01%. Penduduk Kabupaten Minahasa Utara terdiri dari laki-laki 114.839
jiwa dan perempuan 108.765 jiwa. Jumlah penduduk ini tersebar di 10

8
http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-sulawesi-utara/sosial-budaya

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 13 PROVINSI SULAWESI UTARA


wilayah kecamatan. Terdapat sekolah berstandar internasional, yaitu Manado
International School (MIS) di kecamatan Kalawat, juga Universitas Klabat di
kecamatan Airmadidi.
Penduduk Kabupaten Minahasa Utara menurut jenis pekerjaan terdiri
dari petani, nelayan, buruh, pegawai pemerintah/TNI/POLRI, pegawai swasta,
pelajar, sopir angkutan dan pekerjaan lain-lain. kelompok yang Belum/tidak
bekerja masih mendominasi dengan 57.283 orang atau sebesar 25,62%
diikuti kelompok Mengurus rumah tangga dengan 47.800 orang atau sebesar
21,38%, sedangkan untuk kelompok Pelajar dan Mahasiswa sebanyak 32.655
orang atau sebesar 14,60% berada pada peringkat ke-3 9.
10) Potensi Perikanan
Produksi perikanan tangkap di Minahasa Utara pada tahun 2012
mencapai 19.233 ton. Jumlah nelayan di Kecamatan Likupng Barat dan Timur
sebanyak 6088 jiwa dengan menggunakan tipe perahu yang didominas oleh
perahu pelang besar. Untuk alat tangkap yang digunakan menggunakan tipe
pancing dan jaring (DKP Minahasa Utara,2013). Jenis-jenis ikan karang yang
menjadi komoditi utama adalah : kerapu, ikan kakap, ikan kakak tua, ikan ekor
kuning/lolosi dan ikan bobara. Jenis ikan pelagis yang menjadi komoditi
utama di Kabupaten Minahasa Utara adalah ikan cakalang, tude, oci dan roa.
Selain menjadi komoditi utama, beberapa jenis ikan pelagis tersebut telah
menjadi komoditi ekspor ke mancanegara (WCS, 2011). Selain ikan pelagis
Dinas Kelautan Perikanan Minahasa Utara telah mengembangkan kegiatan-
kegiatan budidaya kerapu, budidaya rumput laut, mutiara dan perikanan
perairan umum daratan yang sudah berhasil diekspor sampai ke Hongkong
dan Singapura. Potensi perikanan lain yang dikembangkan oleh DKP adalah
udang windu vaname, bandeng, nila, gurame dan mas.

9
http://www.minutkab.go.id/profil/demografi/.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 14 PROVINSI SULAWESI UTARA


11) Potensi Pariwisata
Kabupaten Minahasa Utara memiliki 32 objek wisata yang terdiri dari
wisata alam (16), wisata budaya (11) dan lainnya (5). Sementara itu , jumlah
hotel/penginapan sekitar 14 buah dengan jumlah kamar 181 dan tempat tidur
181, rumah makan (28), travel 94) jasa boga (3) (BPS 2010 dalam Naskah
Akademik Minut 2013).
Beberapa potensi wisata di Kabupaten Minahsa Utara seperti lokasi
penyelaman di Pulau Bangka, Gangga, Lihaga, Talise, Pulisan dan Bahoi.
Berbagai jenis ikan purba Choleacant, Napoleon, hiu, Lumba-lumba, Paus,
Dugong, Penyu; goa bawah laut; bakau yang masih bagus dan pasir putih.
Untuk infrastruktur penunjang wisata adalah mercusuar, rumah peningapan,
tansportasi laut yang baik dan pelabuhan (Lagarense et al, 2005). Beberapa
daerah wisata yang disebutkan dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_
Minahasa_Utara adalah sebagai berikut:
• Wisata Budaya, yaitu cagar budaya Waruga atau kuburan batu moyang
Minahasa, Batu bertumbuh di desa SAWANGAN KECAMATAN
AIRMADIDI dan Karapan Sapi.
• Wisata Laut, yaitu Taman Laut di pulau Gangga, pulau Lihaga, pulau Nain
dan pulau Talise.
• Makam pahlawan nasional Ibu Maria Walanda Maramis.
• Gunung tertinggi di Sulawesi Utara, yaitu Gunung Klabat atau Tamporok.
• Pasar tradisional di Airmadidi yang menjual berbagai makanan khas
Tonsea.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 15 PROVINSI SULAWESI UTARA


• Serta obyek wisata yang baru dibangun oleh pemerintah daerah, yaitu
obyek Wisata Religius Kaki Dian dan Hutan Kenangan yang keduanya
berlokasi di kaki gunung Klabat
12) Aksesibilitas
Kabupaten ini memiliki lokasi yang strategis karena berada di antara
dua kota, yaitu Manado dan kota pelabuhan Bitung. Dengan jarak dari pusat
kota Manado ke Airmadidi sekitar 12 km yang dapat ditempuh dalam waktu
30 menit. Sebagian dari kawasan Bandar Udara Sam Ratulangi terletak di
wilayah Minahasa Utara.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Minahasa_Utara)
13) Peta Lokasi

Gambar 3. Peta pencadangan KKPD Kabupaten Minahasa Utara (Naskah Akademik


Minahasa Utara, 2013)

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 16 PROVINSI SULAWESI UTARA


2.3 Kawasan Konservasi Kabupaten Daerah Minahasa Selatan
1) Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Laut Daerah Minahasa Selatan
2) Dasar Hukum :
• Pencadangan : Keputusan Bupati Minahasa Selatan
No. 130 Tahun 2007 (Tanggal 25 Mei
2007)
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : -
• Unit Organisasi Pengelola : Di bawah Dinas Kelautan dan
Perikanan
• Penetapan : Belum diusulkan penetapan
3) Luas Kawasan : 26.000 ha
4) Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan
Secara geografis Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 124o 18’
– 124o 45’ BT dan 0o 47’ – 1o 24’ LU, dengan luas wilayah administratif
1409,97 km2 dan luas perairan 4 mil adalah 56.000 ha. (DKP Kab. Minahasa
Selatan, 2009)
Wilayah pesisir Minahasa Selatan yang membentang sepanjang selatan
ke utara Tatapaan, Tumpaan, Amurang Timur, Amurang, Amurang Barat,
Tenga, Sinosayang. Kawasan Konservasi Laut Daerah Minahasa Selatan
terdapat di Kecamatan tenga dan Sinosayang dengan batas wilayah sebagai
berikut :
• Utara : Laut Sulawesi
• Selatan : Kabupaten Minahasa Tenggara
• Timur : Amurang Barat
• Barat : Bolaang Mongondow
5) Status Kawasan
Hasil rekomendasi dari evaluasi E-KKP3K yaitu:
• Tempatkan petugas pengelola pada kawasan konservasi
• Tempatkan SDM yang ditetapkan dengan SK pada unit organisasi pengelola
• Lakukan kajian untuk memastikan jumlah SDM di unit organisasi pengelola
memadai untuk menjalakan organisasi.
6) Kondisi Umum
Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara merupakan hasil
pemekaran dari Kabupaten Minahasa. Kabupaten ini memiliki beberapa
Kecamatan Pesisir dengan 33 Desa/Kelurahan pesisir. Garis pantainya
168,22 km memiliki ekosistem yang menarik dan berpotensi untuk ekowisata
bahari, sebagian daerahnya merupakan habitat dari dugong dan berbagai
jenis orgnisme laut yang eksotis. Wilayah pesisir dan lautnya merupakan

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 17 PROVINSI SULAWESI UTARA


ekosistem yang cukup lengkap dengan memiliki ekosistem mangrove, padang
lamun, terumbu karang dan estuari. (DKP Kab. Minahasa Selatan, 2009).
Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa
perbukitan/ pegunungan dan sebagiankecil adalah daratan rendah
bergelombang dan memiliki sungai-sungai besar. Wilayah Kabupaten
MinahasaSelatan memiliki luas 1.496,63 km2, yang terdiri dari 17 (tujuh
belas) kecamatan, 170 desa/kelurahan denganjumlah penduduk 256.815 jiwa,
jumlah rumah tangga 78.682 dan kepadatan penduduk 171 jiwa/km2.
Wilayah ini beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson. Pada
bulan November – April bertiup angin barat yang menurunkan hujan.
Sebaliknya angin tenggara yang bertiup dari bulan Mei – Oktober
mendatangkan musim kemarau. Curah hujan yang terjadi tidak merata di
antara kecamatan, dengan rata-rata curah hujan pada 10 tahun terakhir
adalah 3.138,6 mm/tahun dan jumlah hari hujan berkisar antara 90 – 120 hari.
Suhu udara rata-rata adalah 21o C, dengan suhu udara tertinggi rata-rata
adalah 30,4oC dan suhu udara minimum rata-rata 21o C. Kelambaban udara
tercatat 86,8%. Penyinaran matahari 59,6%. Kendati demikian suhu atau
temperatur dipengaruhi oleh ketinggian tempat di atas pemukaan laut. (DKP
Kab. Minahasa Selatan, 2009).
Pada waktu angin barat (oktober-januari) dan angin utara dantimur
(januari-februari), kecepatan angin bertiup cukup tinggi yang menyebabkan
laut berombak dan bergelombang sehingga menyulitkan nelayan untuk
mengoperasikan alat tangkapnya khususnya di perairan Sulawesi, sementara
di perairan pantai selatan merupakan saat yang baik untuk kegiatan
penangkapan ikan karena terlindung dari angin barat. Sebaliknya terjadi pada
musim angin selatan.Pada bulan Maret sampai September saat angin bertiup
normal, nelayan dapat mengoperasikan alat tangkapnya dan merupakan
musim penangkpan ikan. Puncak musi ikan adalah bulan Mei sampai
September.
7) Target Konservasi
Berdasarkan Keputusan Bupati Minahasa Selatan No.130 Tahun 2007
tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten
Minahasa Selatan, bahwa Batas kawasan, potensi dan tipe kawasan KKLD di
Minahasa Selatan adalah sebagai berikut :

Letak Jarak Luas Tutupan


Nama
Batas administrasi pantai Koordinat bentang Karang hidup
KKLD
jarak 4 mil laut pantai
o
Desa Barat : Laut Sulawesi 01 04’ 30” LU, ± 6 km ke 2 ha
o
Ongkaw I Timur : Kebun Kelapa/Desa 124 18’ 20” BT arah
Tondey selatan
Selatan : Desa Tanamon
Utara : Desa Ongkaw II
o
Desa Bajo Barat : Desa Popareng 01 16’ 50” LU, ± 4 km ke 1,5 ha
o
Timur : Desa Paslaten 124 33’ 00” BT arah barat
Selatan : Teluk Amurang
Utara : Desa Wawona

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 18 PROVINSI SULAWESI UTARA


o
Desa Barat : Laut Sulawesi 01 02’ 00” LU, ± 6 km ke 2 ha
o
Tanamon Timur : Kec. Kumelembuai 124 18’ 30” BT arah barat
Selatan : Desa Poigar
Utara : Desa Aergale

• Jenis Flora yang dilindungi : Cemara Laut, Ketapang Laut, Api-api


/Avicenia sp., Bakau/Rhisopora
• Jenis Fauna yang dilindungi : napoleon (muming)/Cheilinus undulates,
Scorpion fish, Ikan Duyung (dugong), Terumbu karang, Burung Libis,
Burung Bangau, Penyu Hijau, Penyu Belimbing, Tarsius, Burung Cekakak
Pipi ungu, Kuskus, Burung Raja Perling Sulawesi, Burung Kering-kering
Dada Kuning, Burung Rangkong, Tembung.

Gambar 4. Peta DPL dan Kawasan Konservasi Kabupaten Minahasa Selatan (KepBup
MINSEL, 2007
Terdapat Daerah Perlindungan Laut (DPL) Desa Blongko yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Pemerintah Desa Blongko Nomor. : 04/2004A/KD-
DB/XI/99 tentang Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Daerah
Perlindungan Laut Dan Pembangunan Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa
Blongko.

Sumber (Pemerintah Desa Blongko, 1999)

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 19 PROVINSI SULAWESI UTARA


8) Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati
• Ekologis
o Arus dan Musim : Pada bulan Juni – Agustus, Arlindo (Arus lalu lintas
Indonesia) mencapai puncaknya yaitu bertepatan dengan Muson Timur
yang dikenal dengan musim selatan. Pada bulan Desember smpai
dengan Februri, Arlindo berada pada tingkat yang rendah (Muson
Barat). Secara lokal, arus perairan semenanjung Minahasa Selatan
dipengaruhi oleh bentuk topografi pesisir pntai dan pasang surut.
o Pasang Surut :perairan semenanjung Minahasa Selatn mempunyai tipe
pasang-surut campuran diurnal. Tinggi air pasang-surut rata-rata pada
saat bulan purnama dan bulan mati adalah 180 cm (DKP Kab.
Minahasa Selatan, 2009).
o Gelombang : Intensitas (kecepatan dan lamanya) angin bertiup akan
memnentukan lemah kuatnya gelombang. Pada musim barat
(Northwest Moonson), perairanbagian barat pesisir semenanjung
Minahasa Selatan bergelombang cukup besar, pada musim timur
(Southeast Moonson) gelombang pada perairan bagian timur cukup
signifikan.
o Suhu – Salinitas : Suhu rata-rata pada bagian permukaan reltif stabil
sepanjang tahun berkisar antara 28 – 31,1oC. Salinitas perairan
bervariasi menurut musim, berkisar antara 29,2 – 31,8 ppm. Pada
perairan Teluk seperti di Amurang, salinitasnya lebuh rendah karena
banyak sungai yang masuk.
• Keanekaragaman Hayati
o Terumbu Karang : Data hasil pemantauan terumbu karang di Kawasan
Konservasi Laut Daerah (tanamon, Ongkaw dan Bajo) memperlihatkan
bahwa persentasi tutupan (Hard dan soft coral) sebesar 1 – 35 % dan
komponen abiotik sebesar 10 – 50 % (mati : 11,43% - 42,5%; lainnya
10 – 50%). Kondisi terumbu Kawasan Konservasi Daerah berada pada
kategori sedang. Hasil tersebut menunjukkan bhwa ekosistem terumbu
di daerah ini sedang menuju kondisi yang mengkhawatirkan (DKP Kab.
Minahasa Selatan, 2009), hal ini ditunjang dengan persentase tutupan
komponen abiotik yang lebih besar dibandingkan komponen biotiknya.
o Padang Lamun : Padang lamun yang subu terdapat di terumbu karang
Rap-rap, Wawontulap, dengan luas padang lamun ± 1300 ha. Padang
lamun di daerah ini didominasi oleh jenis yang khas (Thalassodendron
cilliatum), karena perairan ini lebih terbuka terhadap ombak. Ekosistem
padang lamun ini sudah banyak menglami gangguan sehingga tidak
utuh lagi. Kerusakan ini diduga akibat adanya pengembangan sarana
pariwisata seperti jalan air bagi perahu-perahu pembawa wisatawan
maupun nelayan setempat.
o Hutan Bakau : Hutan bakau/mangrove dapat ditemukan hampir di
sepanjang pantai Kabupaten Minahasa Selatan. Dari 26.000ha luas

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 20 PROVINSI SULAWESI UTARA


KKLD, terdapat Daerah perlindungan mangrove yang berada di
kecamatan Tetapaan dengan luas 933 ha.
o Echinodermata, Moluska dan Crustacea : Jenis Echinodermata yang
banyak di temukan di perairan Minahasa Selatan adalah Teripang
(Holocthuroidea), Bintang Laut (Asteroidea), Bintang Ular
(Ophiuroidea), Bulu Babi (Echinoidea) dan Lili Laut (Crinoidea).
Moluska langka yang masih dapat ditemukan adalah jenis Pelecypoda
yaitu Kima Raksasa (Tridacna gigas), Kima Bersisik (Tridacna
scumosa) dan Akar bahar (Gorgonian sp.). Jenis crustacea yang
terdapat di kawasan ini adalah Rajungan (Portunus pelagicus), kepiting
(Scylla serata) dan udang golongan peneid serta udang karang
(lobster).
9) Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Kondisi sosial masyarakat di dalam Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) Minahasa Selatan merupakan pencampuran etnik bantik, borgo,
sangir – talaud dan minahasa. Keberadaaan etnik ini di wilyah pesisir
Minahasa Selatan oleh adanya budaya kemaritiman yang sudah mendarah
daging bagi kebanyakan nelayan yakni memiliki kemampuan dan keberanian
dalam mengarungi samudera bermil-mil jauhnya dari tempat asal mereka.
Budaya yang berkembang dalam kawasan ini merupakan pembauran antar
etnik, antara lain :
• Kumawus (Minahasa); Gotongroyong ketika terjadi peristiwa
duka/kematian
• Masamper (Sanger Talaud); tarian yang biasanya digelr ketika selesai
melaut
• Mapalus/gotong royong (minahasa); mengerjakan lahan pertanian
bersama-sama secara bergiliran.
Selain penduduk asli Minahasa, terdapat juga berbagai kelompok etnik
sebagai penduduk pendatang, antara lain Bolaang Mongondow, Gorontalo
dan Sangir Talaud. Disamping itu terdapat jug kelompok-kelompok etnik
pendatang lainnya meliputi etnik Ternate, Bajo, Buton, Bugis, Makassar,
Ambon, Jawa, Padang, Luwuk Banggai, Papua dan Buol. Termasuk di
dalamnya adalah keturunan Tionghoa, Eropa dan Arab dan lainnya. Dengan
demikian dapat dikatakan kawasan pesisir ini mempunyai ragam dan
heterogenitas yang tinggi. Di Minahasa Selatan terdapat institusi formal
pendidikan dari tingkat TK, SD, SMP dan SMK sebanyak 520 buah institusi
dengan jumlah murid sebanyak 48.670. Sementara ini melalui Pemerintah
Pusat sedang dibangun Sekolah Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu
Pelayaran (BP2IP) Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
Pada umumnya komunitas pesisir di ketiga daerah ini bermata
pencaharian sebagai nelayan seperti di Kelurahan Kawangkoaan bawah,
Kecamatan Amurang Barat. Perolehan pendapatan dari hasil pekerjaan
mereka sebagai nelayan sebagian dikonsumsi dan sebagian dapat dijual ke
pasar. Berkenaan pendapatan ini, menunjukkan bahwa masyarakat pesisir ini
digolongkan pada masyarakat miskin, dimana secara langsung

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 21 PROVINSI SULAWESI UTARA


mempengaruhi tingkat pendidikannya. Disamping itu, keterbatasan sarana
dan mahalnya biaya transportasi dari desa ke lokasi sekolah.
10) Potensi Perikanan
Kabupaten Minahasa Selatan memiliki potensi sumberdaya perikanan
dan kelautan yang dapat dikembangkan serta meningkatkan pendapatan
ekonomi masyarakat. Dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Minahasa
Selatan, 7 Kecamatan diantaranya memiliki garis pantai yaitu: Kecamatan
Tatapaan, Tumpaan, Amurang Timur, Amurang, Amurang Barat, Tenga dan
Sinonsayang dengan panjang pantai ± 148 Km, memiliki wilayah pesisir dan
laut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut serta penangkapan ikan.
Sedangkan untuk budidaya perikanan darat, yaitu dengan tersedianya
lahan/areal tambak, kolam dan karamba yang umumnya pada wilayah-
wilayah yang memiliki areal sawah, di samping sungai dan danau.

Tabel 2. Data Base Perikanan Tangkap


Produksi 2013
No Nama Ikan Total
TW I TW II TW III TW IV
1 Selar 14,9 12,6 6,2 10,9 44,6
2 Layang 21,7 17,4 12,4 14,2 65,7
3 Teri 32,2 45 125,7 119,7 322,6
4 Kakap Merah 7,1 13,6 41,3 42,3 104,3
5 Tuna 52,3 95,6 87 92,5 327,4
6 Tongkol Krai 422,1 684 479,6 567,2 2152,9
7 Cakalang 681,4 1445 1326,7 1246,8 4699,9
8 Kembung 53,3 42,8 21,3 17,7 135,1
9 Madidihang 351,6 785 731,6 871,8 2740
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan/Des 2013

Tabel 3. Data Base Perikanan Budidaya


Luas Areal (Ha) Produksi
No Komoditas
Potensi Realisasi (Ton)
1 Rumput Laut 1.800 0,3 34
2 Kerapu 50 4
3 Kuwe 280 4 173,8
4 Sidat 12 - -
5 Mas 190 145 772,6
6 Nila 237,5 164 1.476,3
7 Mujair 47,5 75,6 231
Total 2.671 392,9 2.687,7
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan/Des 2013

11) Potensi Pariwisata


Objek Wisata pada KKLD Minahasa Selatan berdasarkan Keputusan
Bupati Minahasa Selatan No.130 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
• Desa Ongkaw I : Pantai berpasir dan berbatu, terdapat banyak tumbuhan
ketapang laut yang asri

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 22 PROVINSI SULAWESI UTARA


• Desa Bajo : Kawasan hutan bakau yang masih alami dan asri, kuburan
kuno (waruga) dan Kapal Perang yang karam
• Desa Tanamon : Kawasan pantai yang berpasir dan berbatu, serta
hamparan hutan Avicenia sp. Yang alami dan masih asri.
Selain itu Untuk menunjang potensi pariwisata di Minahasa Selatan,
terdapat 6 buah hotel dan penginapan yang menyediakan 78 buah kamar.
Saat ini juga sementara dibangun sebuah hotel bintang 4 yang menyediakan
layanan kelas internasional. Selain itu hampir disemua tempat terdapat
rumah-rumah makan dan kedai kopi yang menyediakan bermacam-macam
hidangan, baik tradisional maupun nasional. Di Kabupaten Minahasa Selatan
terdapat sejumlah benda cagar budaya yang mempunyai nilai sejarah, baik
peninggalan sejarah maupun purbakala, seperti Benteng Portugis, Kuburan
Belanda, Waruga dan Batu-batuan. Bentang alam wilayah Kabupaten
Minahasa Selatan, dari pesisir pantai yang indah nan eksotis,sungai-sungai
yang indah dan menantang untuk olahraga arum jeram, sampai pada daerah
berbukit/pegunungan yang mempunyai panorama yang indah dan
mempesona.(Potensi MINSEL, 2014).
12) Aksesibilitas
Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Kota Amurang yang
berjarak ± 64 km dari Kota Manado. Jalan merupakan sarana yang strategis
dan penting dalam menunjang perekonomian dan pertumbuhan investasi
suatu daerah. Semua ruas jalan yang menghubungkan antar kecamatan di
Kabupaten Minahasa Selatan sebagian besar telah disentuh dengan aspal,
dan terdapat 75 buah jembatan, baik ukuran kecil maupun besar dengan
panjang keseluruhan 670 m. Minahasa Selatan memiliki beberapa buah
palabuhan seperti Pelabuhan Penyeberangan, Pelabuhan Laut, Dermaga
Perikanan Amurang dan Pelabuhan Khusus PT. Cargill yang berlokasi di
Mobongo Kelurahan Kawangkoan Bawah. Selain itu juga terdapat pelabuhan
khusus untuk PLTU yang berlokasi di Moinit Desa Tawaang Timur. Untuk
kedepan diharapkan bisa menjadi pelabuhan samudra yang melayani kapal-
kapal besar, sehingga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi di Minahasa
Selatan. (Potensi MINSEL, 2014).

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 23 PROVINSI SULAWESI UTARA


13) Peta Lokasi

Sumber (Pemerintah Desa Blongko, 1999)

Gambar 5. Peta Lokasi Daerah Perlindungan Laut Desa Blongko

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 24 PROVINSI SULAWESI UTARA


2.4 Kawasan Konservasi Kota Bitung

1) Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil Kota Bitung
2) Dasar Hukum :
• Pencadangan : SK Walikota
No.188,45/HKM/SK/121/2014
• Rencana Pengelolaan dan Zonasi : -
• Unit Organisasi Pengelola : Di bawah Dinas Kelautan dan
Perikanan
• Penetapan : Belum diusulkan penetapan
3) Luas Kawasan : 9,647.00 ha
4) Letak, Lokasi dan Batas-batas Kawasan
Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 1°23’23” - 1°35’39”
LU, 125°1’43” - 125°18’13” BT. Pada bagian Utara dan Barat berbatasan
dengan Kabupaten Minahasa Utara. Sedangkan pada bagian Selatan dan
Timur berbatasan dengan Laut Maluku
5) Status Kawasan
Hasil rekomendasi dari
evaluasi E-KKP3K yaitu:
• Serahkan usulan inisiatif
pendirian kawasan konservasi
kepada pemerintah pusat atau
pemerintah daerah
• Laksanakan survei dan penilaian
potensi calon kawasan
konservasi sesuai arahan
PerMen KP02/2009 dan/atau
PerMen KP 17/2008
• Laksanakan sosialisasi calon
kawasan konservasi sesuai
arahan PerMen KP02/2009
dan/atau PerMen KP 17/2008
6) Kondisi Umum
Taman Pesisir, atau Taman
Pulau-Pulau Kecil Bitung merupakan
perwakilan ekosistem perairan tropis
Indonesia yang terdiri dari ekosistem hutan bakau, padang lamun, terumbu
karang, dan ekosistem daratan/pesisir. Panjang garis pantai 143,2 km,
dengan luas wilayah darat 31.350,35 ha dan luas wilayah laut 714 km2 terdiri

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 25 PROVINSI SULAWESI UTARA


dari 13 pulau besar dan kecil (http://ccdp-bitung.com/index.php?option=com_
content&view=article&id=26&Itemid=45).
Dari aspek topografis, sebagian besar daratan Kota Bitung berombak
berbukit 45,06%, bergunung 32,73%, daratan landai 4,18% dan berombak
18,03%. Di bagian timur mulai dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan
Tanjung Merah di bagian barat, merupakan daratan yang relatif cukup datar
dengan kemiringan 0-150, sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai
wilayah perkotaan, industri, perdagangan dan jasa. Di bagian utara keadaan
topografi semakin bergelombang dan berbukit-bukit yang merupakan
kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, taman margasatwa dan cagar
alam. Di bagian selatan terdapat Pulau Lembeh yang keadaan tanahnya pada
umumnya kasar ditutupi oleh tanaman kelapa, hortikultura dan palawija.
Disamping itu memiliki pesisir pantai yang indah sebagai potensi yang dapat
dikembangkan menjadi daerah wisata bahari 10.
Pada bulan Oktober s/d April biasanya terjadi hujan, hal ini disebabkan
karena angin bertiup dari arah barat / barat laut yang banyak mengandung
uap air. Sedangkan pada bulan Juni s/d September biasanya terjadinya
musim kemarau karena dipengaruhi oleh arus angin dari arah timur yang tidak
banyak mengandung uap air.Temperatur Udara : 27,10 C - 28,70 C ,
kelembaban udara : 78 – 83 %, Curah Hujan : 23,4 - 359,5 mm 11.
7) Target Konservasi
Kelompok PSDP (Pengelola Sumber Daya Pesisir) berhasil memberikan
prestasi dengan mengatur Daerah PerlindunganLaut di 6 (enam) DPL
(Daerah Perlindungan Laut) di 6 (enam ) kelurahan yaitu Posokan,Motto,
Dorbolaang, Pancuran, Pasirpanjang dan Paudean. Setiap kelurahan memiliki
SuratKeputusan Bersama yang mengikat masyarakat lokal dan diluar
kelurahan dalam pengawasanDPL. SK walikota tentang kawasan konservasi
pesisir dan pulau-pulau kecil ini telah terbityaitu SK Walikota Bitung No.
188.45/HKM/SK/121/2014. Khusus untuk DPL telah dicadangkan kawasan
konservasi laut daerah oleh walikota Bitung pada saat World Coral Reef
Conference pada tanggal 16 Mei 2014 di Manado (Coastal Community
Development Project – IFAD (CCDP-IFAD, 2014).
8) Kondisi Ekologis – Keanekaragaman Hayati
Musim Barat Oktober sampai dengan April, musim Timur Juni ssampai
dengan September 12.
9) Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Sebagian besar penduduk Kota Bitung berasal dari suku Minahasa dan
suku Sangihe. Terdapat juga komunitas etnis Tionghoa yang besar di Bitung.
Kebudayaan yang ada di Kota Bitung banyak dipengaruhi oleh budaya
Sangihe dan Talaud, karena banyaknya penduduk yang berasal dari etnis
Sangir.Para pendatang yang berasal dari suku Jawa dan suku Gorontalo,
10
www.bitung.go.id/download.php?file=profil_bitung.pdf
11
(http://www.dephut. go.id/INFORMASI/INFPROP/sulut/lahankritis_sulut/bitung/Bab_II.pdf)
12
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INFPROP/sulut/lahankritis_sulut/bitung/Bab_II.pdf

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 26 PROVINSI SULAWESI UTARA


Suku Minangkabau, Suku Aceh juga banyak ditemui di Bitung, dimana
sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Ada juga
pendatang dari tanah Maluku yang mengungsi dikota Bitung akibat
bergolaknya kerusuhan di Halmahera.
Sebagian besar penduduk Kota Bitung memeluk agama Kristen
Protestan. Sebagian besar penduduk Kota Bitung yang berasal dari etnis
Jawa dan Gorontalo memeluk agama Islam. Agama Katolik juga banyak
dianut oleh penduduk Kota Bitung, sementara agama Konghucu dan Buddha
banyak dianut oleh penduduk yang berasal dari etnis Tionghoa.
Perekonomian Kota Bitung di dominasi oleh sektor pertanian dan
perkebunan. Namun dalam perkembangannya sektor industri ternyata
berkembang cukup pesat dan mencapai nilai tertinggi. Bertumbuhnya sektor
industri sangat membantu perekonomian terutama dengan meluasnya
kesempatan kerja. Bertambahnya perusahaan industri juga meningkatkan
kesejahteraan penduduk terutama dengan terserapnya tenaga kerja
sebanyak 21.755 orang, meningkat dari tahun sebelumnya yang daya
serapnya mencapai 21.290 tenaga kerja. Begitu juga dari sisi kapital dimana
peningkatan jumlah perusahaan ini diikuti pula dengan peningkatan nilai
investasi menjadi 541,67 miliar rupiah atau meningkat 23,47 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah penduduk Kota Bitung pada tahun 2013 adalah 198.257 jiwa
yang terdiri dari 101.222 laki-laki dan 97.035 perempuan dengan angka
kepadatan penduduk 564 jiwa/km2 (Kota Bitung Dlam Angka, 2014). Dilihat
dari sebaran penduduk per kecamatan, sebagian besar penduduk Bitung atau
33,29 % terkonsentrasi di Kecamatan Bitung Timur . Hal ini dimungkinkan
karena Bitung Timur merupakan pusat aktifitas ekonomi dan sosial.
Selebihnya tersebar bervariasi di Kecamatan Bitung Tengah 25,72 %, Bitung
Barat 21,64 %, Kecamatan Bitung Selatan10,65% dan di Kecamatan Bitung
Utara sebesar 8,70 %.
Transformasi struktur ekonomi perkotaan yang dicirikan dari pergeseran
peranan sektor primer ke sektor tertier, juga dapat dicirikan dari pergeseran
penyerapan tenaga kerja sektor primer ke sektor tertier. Berbagai aktifitas
masyarakat perkotaan yang cenderung membutuhkan pelayanan jasa,
perdagangan, perbankan serta jasa perusahaan telah menjadikan sektor
tertier sebagai lapangan usaha yang dipilih dalam menciptakan nilai tambah.
Namun demikian lapangan usaha pertanian, peternakan, dan perikanan tetap
menjadi titik berat pemerintah setempat 13.
10) Potensi Perikanan
Perkembangan sektor industri ternyata berkembang cukup pesat dan
mencapai nilai tertinggi. Industri di Kota Bitung didominasi oleh industri
perikanan, diikuti industri galangan kapal, dan industri minyak kelapa. Di
samping itu ada juga industri transportasi laut, makanan, baja, industri
menengah dan kecil. Berikut ini adalah data industri perikanan yang terdapat

13
(www.bitung.go.id/download.php?file=profil_bitung.pdf).

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 27 PROVINSI SULAWESI UTARA


di kota Bitung, dan sebagian besar terletak di kawasan Selat Lembeh.
Perikanan utamanya perikanan laut produksinya sangat fluktuatif, pada tahun
2013 produksinya 159.319,4 ton yang mengalami penurunan sebesar 16,35%
dibanding tahun 2012. Sedangkan banyaknya perahu kapal dan alat tangkap
yang digunakan mengalami peningkatan. Seiring dengan kenaikan
produksinya, nilai produksi perikanan laut pada tahun Profil Kota Bitung 2013
Wilayah Pengelolaan Perikanan untuk Bitung berada pada WPP 715
dan WPP 716. Jika dibandingkan prakiraan potensi perikanan laut Sulawesi
Utara baik di perairan 12 mil maupun ZEEI sebesar 322.800 ton/tahun
dengan rata-rata produksi perikanan Bitung tahun 2007 hingga 2010 sebesar
± 140.5000 ton/tahun, maka tingkat pemanfaatan potensi tersebut untuk
Bitung sebesar 43,53%. Usaha penangkapan ikan di perairan Sulawesi Utara
masih terbuka peluang pengembangannya 14.
11) Potensi Pariwisata
Kegiatan ekonomi di Kota Bitung lainnya adalah pariwisata. Kota Bitung
memiliki 16 obyek wisata, baik wisata pantai, wisata hutan maupun wisata
sejarah. Beberapa obyek wisata yang terkenal seperti pantai Tanjung Merah,
hutan Danowudu, teluk Kungkungan dan taman Laut Batu Kapal. Kegiatan
wisata diving di lokasi Selat Lembeh diketahui beberapa hal, diantaranya
yang menyangkut biaya/ harga yang harus dibayar oleh wisatawan bila ingin
melakukan aktivitas diving. Wisatawan asing biasanya menetap selama 5 –
10 hari, dengan biaya keseluruhan berkisar antara $ 800 - $ 1.250/orang
selama tinggal di sana, biasanya aktivitas diving dominan.

14
http://ccdp-bitung.com/index.php?option=com_content&view=article&id=26&Itemid=45

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 28 PROVINSI SULAWESI UTARA


12) Peta Lokasi

Gambar 6. Peta Taman Pesisir (SK Walikota No.188,45/HKM/SK/121/2014)

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 29 PROVINSI SULAWESI UTARA


PENUTUP

Buku profil status kawasan konservasi ini merupakan salah satu upaya
pengelolaan kawasan konservasi laut/perairan yang berkelanjutan dalam upaya
mencapai target. Buku ini berisi informasi-informasi sebagai bagian penyampaian/
kampanye konservasi laut/perairan di Indonesia agar supaya diketahui kalayak
umum dan bisa menjadi panduan/acuan tentang konservasi laut/perairan. Kami
ucapkan banyak terimakasih kepada seluruh Balai Taman Laut Nasional,
Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang telah banyak membantu untuk
tercapainya buku ini tersusun dengan baik.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 30 PROVINSI SULAWESI UTARA


DAFTAR PUSTAKA
------. 2014. Kota Manado Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kota
Manado
------. 2014. Kota Bitung Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kota Bitung
------. 2014. Minahasa Utara Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Minahasa Utara
------. 2014. Minahasa Selatan Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Minahasa Selatan
------. 2014. Bolaang Mongondauw Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bolaang mongondauw
------. 2014. Zonasi Taman Nasional Bunaken. Balai Taman Nasional Bunaken
------. 2013. Pedoman Teknis Penyusunan RZWP3K Kabupaten/Kota,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautasn,
Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir, dan
Pulau-pulau-Kecil
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.16/Men/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan Dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 Tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan.
Siregar V at all. 2010. Informasi Spasial Habitat Perairan Dangkal dan
Prndugaan Stok Ikan Terumbu Karang Menggunakan Citra satelit.
SEAMEO BIOTROP dan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

PROFIL KAWASAN KONSERVASI 31 PROVINSI SULAWESI UTARA

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai