Anda di halaman 1dari 2

A.

Metode Bimbingan Konseling


Kata metode berasal dari dari kata meta yang berarti melalui dan hodos yang
berarti jalan, jadi metode secara harfiah adalah “jalan yang harus dilalui” untuk
mencapai suatu tujuan. Pengertian sesungguhnya dari metode adalah segala sarana
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana berupa
fisik seperti alat peraga, administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan
bimbingan dan konseling berlangsung dan bahkan pelaksanaan metode seperti
pembimbing sendiri termasuk metode juga dan sarana non-fisik seperti kurikulum,
contoh, teladan, sikap, dan pandangan pelaksana metode, lingkungan yang
menunjang suksesnya bimbingan dengan melalui seperti wawancara, angket, tes
psikologi, sosiometri.
Adapun macam-macam metode dalam bimbingan dan konseling yaitu:
a. Bimbingan Individual
Dalam konseling individual, konselor dituntut untuk mampu bersikap penuh
simpati dan empati. Simpati ditunjukan oleh konselor melalui sikap turut
merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien. Sedangkan empati adalah
usaha konselor menempatakan diri dalam situasi diri klien dengan segala
masalah-masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konselor bersimpati dan
berempati akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor.
Keberhasilan bersimpati dan berempati dari konselor juga akan sangat
membantu keberhasilan proses konseling.
b. Bimbingan Kelompok
Cara ini dilakukan untuk membantu siswa (klien) memecahkan masalah
melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dipecahkan bersifat kelompok,
yaitu yang disarankan bersama oleh kelompok (beberapa orang siswa) atau
bersifat individual atau perorangan, yaitu masalah yang disarankan oleh
individu sebagai anggota kelompok.
1. Metode Supervisi
Terdapat dua metode penelitian dalam supervisi yang dapat dilakukan kepala
sekolah. Metode tersebut dibedakan antara yang bersifat individual dan
kelompok yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan.
a. Metode supervisi individual; adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan
kepada konselor tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat
peronrangan. Supervisor disini hanya berhadapan dengan seorang konselor
yang dipandang memiliki persoalan tertentu.
b. Metode supervisi kelompok; adalah satu cara melaksanakan program
supervisi yang ditujukan kepada dua orang atau lebih. Konselor-konselor yang
diduga, sesuai dengan analisi kebutuhan, memiliki masalah kebutuhan atau
kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi
satu atau bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan
supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
B. Teknik Tidak Langsung
Metode tidak langsung ialah suatu cara dimana seorang supervisor baik secara
pribadi maupun dinas menggunakan berbagai media komunikasi dalam
berhubungan dengan orang yang akan disupervisi baik secara individu maupun
kelompok. Contoh Metode tidak langsung antara lain adalah: radio, televise, surat,
dan papan pengumuman.
Ketiga pendekatan di atas dijabarkan kembali seperti berikut ini:
1. Pendekatan langsung (direktif), yaitu cara pendekatan terhadap masalah yang
bersifat langsung. Kepala sekolah memberikan arahan langsung kepada pendidik.
Sudah tentu pengaruh perilaku kepala sekolah lebih dominan.
2. Pendekatan tidak langsung (non-direktif), yaitu cara pendekatan terhadap
permasalahan yang menggunakan media perantara. Perilaku kepala sekolah dalam
pendekatan non-direktif adalah: mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan,
menyajikan, dan memecahkan masalah.
3. Satu pendekatan supervisi akademik lainnya adalah pendekatan kolaboratif,
yaitu pendekatan supervisi yang dilakukan oleh sesama guru (Abanil, 2014).
Selain ke-3 pendekatan supervisi akademik tersebut, terdapat 3 pendekatan lain
dalam supervisi akademik menurut Achecon, Keith A, at al, 1997 seperti dikutip
dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014: 78 adalah:
1. Scientific,
2. Artistic,
b. Melakukan pengamatan terhadap guru dengan cermat, teliti, utuh, menyeluruh
serta berulang-ulang.
c. Memberikan interpretasi atas hasil pengamatan secara formal, setelah
pengajaran selesai.
d. Menyusun hasil interpretasi dalam bentuk narasi.
e. Menyampaikan hasil interpretasi yang sudah dinarasikan kepada guru.
f. Menerima umpan balik dari guru terhadap pengamatan yang telah dilakukan.
3. Clinic, didasarkan atas diagnosis kekurangan (kelemahan/penyakit) untuk
langkah perbaikan selanjutnya (Kemdikbud, 2014).

Anda mungkin juga menyukai