Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN AKHIR STASE

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI


DI RUANG BAYI RSUD SULTAN SURIANSYAH
BANJARMASIN

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Nanda Pratama

Putri NIM 11194992210172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI DI


RUANG BAYI RSUD SULTAN SURIANSYAH
BANJARMASIN
NAMA : NANDA PRATAMA PUTRI

NIM : 11194992210172

Banjarmasin, Agustus 2023

Menyetujui,

Ruang Bayi Program Studi Pendidikan


RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan (PP)

Siti Raudaniah, S.Kep., Ns Nita Hestiyana, SST., Bdn., M. Kes


NIP. 19830417 200903 2 009 NIK. 1166062013059

ii
LEMBAR

JUDUL KASUS : ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI DI


RUANG BAYI RSUD SULTAN SURIANSYAH
BANJARMASIN
NAMA : NANDA PRATAMA PUTRI

NIM : 11194992210172

Banjarmasin, Agustus 2023

Menyetujui,

Ruang Bayi Program Studi Pendidikan


RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan (PP)

Siti Raudaniah, S.Kep., Ns Nita Hestiyana, SST., Bdn., M. Kes


NIP. 19830417 200903 2 009 NIK. 1166062013059

Mengetahui,

Penguji Ketua Jurusan Kebidanan


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia

Sarkiah SST., M.Kes Ika Mardiatul Ulfa, S.S.T., M.Kes


NIK. 1166012011039 NIK. 1166122009027

iii
KATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi saya kekuatan dan

petunjuk untuk menyelesaikan tugas penyusunan laporan akhir stase yang

berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Usia 5 Hari Di Ruang Bayi RSUD Sultan

Suriansyah Banjarmasin”. Tanpa pertolongan-Nya saya tidak akan bisa

menyelesaikan laporan ini dengan baik.

Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari

berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan

ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Hj. Aizar Soedarto, BSc., MBA., selaku Ketua Yayasan Indah

Banjarmasin.

2. Dr. RR. Dwi Sogi Sri R, S.KG., M.Pd selaku Rektor Universitas Sari

Mulia.

3. Dr. Dede Mahdiyah, M.Si., selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik dan

Kepegawaian Universitas Sari Mulia.

4. Hariadi Widodo, S.Ked., MPH selaku Wakil Rektor II Bidang Umum dan

Keuangan Universitas Sari Mulia.

5. Dr. Adriana Palimbo, S.Si.T., M.Kes, Wakil Rektor III Bidang

Kemahasiswaan dan Kemitraan Universitas Sari Mulia.

6. apt. Noval, M.Farm., Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Sari

Mulia.

iv
7. Ika Mardiatul Ulfa, S.S.T. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan

Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia.

8. Fitri Yuliana., S.ST, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Profesi Bidan Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia.

9. Nita Hestiyana, SST., Bdn., M. Kes, selaku Preseptor Pendidikan (PP)

yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam laporan ini.

10. Siti Raudaniah, S.Kep., Ns, selaku Preseptor Klinik (PK) Ruang Bayi

RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin yang telah banyak membantu dan

memberikan bimbingan.

11. Sarkiah, SST., M.Kes, selaku dewan penguji yang telah memberikan

arahan dan bimbingan.

12. Kakak-kakak bidan dan rekan-rekan yang telah banyak memberikan

masukan dan bimbingan.

Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan bisa

mengembangkan ilmu pengetahuan kita. Penulis menyadari bahwa laporan ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang sangat membangun.

Banjarmasin, Agustus 2023

Nanda Pratama Putri

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................7

C. Tujuan...........................................................................................................7

D. Manfaat.........................................................................................................7

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................9


A. Bayi Baru Lahir Normal...............................................................................9

B. Demam dan Diare Pada Bayi......................................................................12

C. Etiologi Demam dan Diare.........................................................................13

D. Patofisiologi Demam dan Diare..................................................................14

E. Clinical Pathway.........................................................................................15

F. Klasifikasi...................................................................................................16

G. Manifestasi Klinis.......................................................................................18

H. Komplikasi..................................................................................................19

I. Penatalaksanaan Medis...............................................................................20

J. Penatalaksanaan Kebidanan........................................................................21

K. Terapi Komplementer (ASI Eksklusif).......................................................27

BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................29


vi
A. Data Subjektif.............................................................................................29

B. Data Objektif...............................................................................................33

C. Analisis Data...............................................................................................37

D. Penatalaksanaan..........................................................................................37

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................45
BAB V PENUTUP................................................................................................50
A. Kesimpulan.................................................................................................50

B. Saran............................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan

harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra

uterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37

sampai 42 Minggu dan berat badan lahir 2500 - 4000 gram (Dainty

maternity, dkk. 2018).

Menurut data profil kesehatan Indonesia Angka Lahir Hidup pada

tahun 2019 di Indonesia yaitu 4.778.621 dan menurut profil kesehatan ibu

dan anak pada tahun 2020, persentase ibu yang melahirkan Anak Lahir Hidup

(ALH) yang terakhir dilahirkan di Fasilitas Kesehatan menurut provinsi,

2019-2020 di Jawa Barat yaitu : Tahun 2019 (85,41%), Tahun 2020 (86,88%)

(Profil Kesehatan Ibu Dan Anak. 2020). Anak Lahir Hidup adalah semua

anak yang waktu lahir memeperlihatkan tanda-tanda kehidupan, walaupun

sesaat, seperti adanya detak jantung, bernafas, menangis dan tanda-tanda

kehidupan lainnya.

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017

menunjukkan AKN (angka kematian neonatus) sebesar 15 per 1.000

kelahiran hidup, AKB (angka kematian bayi) 24 per 1.000 kelahiran hidup,

dan AKABA (angka kematian balita) 32 per 1.000 kelahiran hidup.

(Kemenkes RI, 2019).

1
2

Adapun beberapa masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir

seperti demam dan diare. Demam pada bayi, merupakan gejala yang dapat

membuat para orang tua menjadi khawatir. Seorang bayi baru lahir dikatakan

demam ketika suhu tubuhnya mencapai 38 derajat celcius. Penyebab bayi

baru lahir demam dapat berupa infeksi bakteri atau virus. Meski pada

nyatanya, ada pula demam yang timbul bukan akibat infeksi. Demam juga

bisa muncul sebagai reaksi dari vaksinasi, atau pakaian bayi yang terlalu

tertutup sehingga menjadikannya gerah. Bayi yang terlalu lama terpapar terik

matahari juga berisiko tinggi untuk terserang demam. Adapun diare yaitu

buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih perhari, disertai perubahannya

menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi pada bayi dan

anak yang sebelumnya tampak sehat. Penyebabnya karena bayi

terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat dilahirkan,

infeki silang dari petugas kesehatan yang mengalami diare dan hygiene yang

buruk, dot yang tidak disterilkan sebelum digunakan, dan lain-lain.

Penatalaksanaannya dengan cara: untuk pertolongan pertama dirumah,

berikan oaralit karena merupakan pertolongan pertama sebelum di bawa ke

RS/Puskesmas.

Berdasarkan data WHO 2017 kejang demam terjadi pada 2-5% anak

usia 6 bulan sampai 5 tahun di negara maju. 4,5 Di Amerika Serikat dan

Eropa prevalensi demam berkisar 2-5%. Dengan angka kejadian demam

sederhana sekitar 70-75%, kejang kompleks 20-25% dan sekitar 5% demam

simptomatik. Di Asia prevalensi demam meningkat dua kali lipat bila


3

dibandingkan di Eropa dan di Amerika Serikat. Di Jepang angka kejadian

demam berkisar 8,3- 9,9%.9,10 Bahkan di Guam insiden demam mencapai

14%.

Berdasarkan data epidemiologi, angka kejadian infeksi bakteri serius

(IBS) pada bayi usia 0–60 hari yang demam adalah 3,75 per 1000 kelahiran

hidup di Amerika. Penyebab demam yang paling sering ditemukan adalah

infeksi, seperti infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA). Berdasarkan studi yang dipublikasi Aronson PL, et al. di

American Academy of Pediatrics (AAP) melibatkan 35.070 bayi usia 0–90

hari, estimasi persentase demam mencapai 22% neonatus, 43% pada usia 29–

56 hari, dan 35% pada usia 57–89 hari. Persentase IBS pada kelompok ini

adalah 8,4%, dimana usia <28 hari merupakan yang paling banyak menderita

IBS (11%). Penyakit yang paling banyak menyebabkan demam pada bayi

kelompok usia <90 hari adalah ISK sebanyak 5%, diikuti bakteremia atau

sepsis sebanyak 2,4%, kemudian meningitis 0,3%, dan infeksi virus herpes

simpleks (HSV) yaitu 0,06%. Dari seluruh bayi pada studi ini, sebanyak 6

bayi meninggal, dimana 3 di antaranya berusia ≤28 hari dan sisanya berusia

29–56 hari (Aronson PL, et. al. 2014).

Sampai saat ini, belum ada data epidemiologi untuk demam pada bayi

berusia 0–60 hari. Akan tetapi, karena laju mortalitas bayi yang tinggi di

Indonesia (20 per 1.000 kelahiran hidup) bila dibandingkan dengan angka di

Amerika Serikat (5 per 1.000 kelahiran hidup), maka dapat diperkirakan

bahwa kenaikan ini disebabkan karena peningkatan kejadian infeksi pada


4

bayi. Di Indonesia, angka kejadian ISPA sebagai salah satu penyakit yang

sering menyebabkan demam, mencapai estimasi 7,4% dari bayi berusia 0–11

bulan. Sedangkan pneumonia yang juga menjadi salah satu penyebab demam,

ditemukan mencapai estimasi 2% pada bayi <12 bulan (Kemenkes RI, 2018).

Menurut data WHO (2017) menyatakan bahwa terdapat sekitar 1,7

milyar kasus diare pada balita dan menyebabkan kematian sebanyak 525.000

balita setiap tahunnya. Di Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan

masyarakat dengan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data Kemenkes RI

prevalensi diare pada tahun 2018 sebanyak 37,88% atau sekitar 1.516.438

kasus pada balita. Prevalensi tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2019

menjadi 40% atau sekitar 1.591.944 kasus pada balita (Ditjen P2P, Kemenkes

RI, 2020). Selain itu, Riskesdas melaporkan prevalensi diare lebih banyak

terjadi pada kelompok balita yang terdiri dari 11,4 % atau sekitar 47.764

kasus pada laki-laki dan 10,5% atau sekitar 45.855 kasus pada perempuan

(Riskesdas, 2018).

Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018

kasus Diare disertai Demam di Kalimantan Selatan sebanyak 1,7-3,3% kasus

(Kemenkes, 2018). Data Dinas Kesehatan kota Banjarmasin pada tahun 2016

menyebutkan angka kejadian Diare disertai Demam pada anak di semua

puskesmas di Banjarmasin tercatat sekitar 6.017 pada laki-laki (rata-rata 296

kasus) dan pada perempuan sebanyak 5.729 kasus (rata-rata 257 kasus).

Selama melakukan penelitian di Ruang Bayi RSUD Sultan Suriansyah


5

Banjarmasin dari tanggal 24 Juli 2023 – 09 Agustus 2023, peneliti

menemukan 2 kasus bayi yang mengalami masalah demam dan diare.

Asuhan bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi

tersebut selama jam pertama setelah kelahiran, sebagian besar BBL akan

menunjukkan usaha pernapasan spontan dengan sedikit bantuan. Setelah lahir

BBL harus dipindahkan dari keadaan sangat bergantung menjadi fisiologis.

Saat ini bayi harus mendapatkan pernapasannya sendiri lewat sirkulasi baru

mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula yang cukup

(Dainty maternity, dkk. 2018).

Fisiologi neonatus adalah ilmu yang mempelajari fungsi dan proses

vital pada neonatus. Selama dalam uterus janin mendapatkan O2 dari

pertukaran gas melalui plasenta, setelah lahir pertukaran gas harus melalui

paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama adalah

tekanan mekanis dari torak saat melewati jalan lahir. Mengakibatkan

penurunan Pa O2 kenaikan Pa CO2 dan peningkatan pH darah. Kondisi ini

merangsang kemoreseptor yang terletak pada sinus karotis. Stimulasi dingin,

bunyi-bunyian, cahaya dan sensasi lain selama proses kelahiran akan

merangsang permulaan pernapasan dan mengakibatkan timbulnya refleks

Defaring Hering Breur sehingga terjadi pernafasan pertama bayi baru lahir

yang normalnya dalam waktu 30 detik setelah lahir.

Hal-hal yang mungkin terjadi jika tidak dilakukan asuhan pada bayi

baru lahir adalah Hipotermi yang dapat menyebabkan hipoksia atau

hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak (Jamil, 2017).


6

Kurang tepatnya penanganan bayi baru lahir yang sehat juga akan

menyebabkan neonatal dengan komplikasi yaitu neonatal dengan penyakit

dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian,

seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanusneonatorum, infeksi/sepsis,

trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital

maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan

dengan manajemen terpadu bayi muda (MTBM) yang merupakan suatu

pendekatan terpadu dalam tatalaksana bayi umur 1 hari - 2 bulan (Jurnal

KesMaDaSka, 2018).

Perawatan neonatal esensial pada saat lahir sangat penting, karena

pada neonatus hari-hari pertama kehidupannya yang sangat rentan. Banyak

perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di

dalam rahim ke kehidupan di luar rahim, dengan meliputi kewaspadaan

umum, penilaian awal, pencegahan kehilangan panas, pemotongan dan

perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini (IMD), pencegahan perdarahan,

pencegahan infeksi mata, pemberian imunisasi, pemberian identitas,

anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Peran bidan dalam melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk

resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin K1,

Perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari) dan perawatan tali

pusat. Bayi Baru Lahir memerlukan asuhan yang segera yang cepat, tepat,

aman dan bersih. Hal tersebut merupakan bagian esensial bayi baru lahir.

Sebagian besar proses persalinan terfokus pada ibu, tetapi sehubungan dengan
7

proses pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka penatalaksanaan persalinan

baru dikatakan berhasil jika ibu dan bayinya dalam kondisi yang optimal,

sehingga selain ibunya bayi yang dilahirkan juga harus dalam keadaan sehat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Bayi

Usia 5 Hari Di Ruang Bayi RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Usia 5 Hari.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data secara subjektif pada Bayi Usia 5

Hari.

b. Mampu melakukan pengkajian data secara objektif pada Bayi Usia 5

Hari.

c. Mampu melakukan analisis data berdasarkan data subjektif dan

objektif pada Bayi Usia 5 Hari.

d. Mampu melakukan penatalaksanaan dan evaluasi pada Bayi Usia 5

Hari.

D. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai referensi dan informasi tentang asuhan

pada bayi dengan masalah demam, diare dan dehidrasi ringan.


8

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

khususnya dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan pada bayi

dengan masalah demam, diare dan dehidrasi ringan.

3. Bagi Klien dan Keluarga

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat, bagaimana

penatalaksanaan pada bayi dengan masalah demam, diare dan dehidrasi

ringan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Bayi Baru Lahir Normal


1. Definisi

Bayi yang baru lahir normal adalah pada usia kehamilan 37-42

minggu dan berat badan 2500-4000 gram. Menurut Tando (2016) bayi

baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir pada usia kehamilan genap

37-41 minggu, dengan presentasi belakang kepala atau letak sungsang

yang melewati vagina tanpa memakai alat.

Fisiologi Neonatus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan

proses vital neonatus. Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami

proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine

kekehidupan rekstrauterin. Selain itu, neonatus adalah individu yang

sedang bertumbuh (Juliana, 2019).

2. Adaptasi Pada BBL dari Intrauterin ke Ekstrauterin

Adaptasi Fisik

a. Perubahan Sistem Pernafasan

Selama dalam uterus janin mendapat oksigen dari pertukaran gas

melalui plasenta. Setelah lahir pertukaran gasmelalui paru– paru bayi.

b. Rangsangan Untuk Gerak Pernafasan

Menurut Legawati (2018) rangsangan gerakan pertama terjadi karena

beberapa hal berikut:

1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi

mekanik).
9
1

2) Penurunan PaO2 (tekanan parsial oksigen) dan peningkatan PaCo2

(tekanan parsial karbon dioksida) merangsang kemoreseptor yang

terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).

3) Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam

uterus (stimulasi sensorik).

4) Reflek deflasi hering

c. Upaya Pernafasan Bayi Pertama

Upaya nafas pertama bayi berfungsi untuk megeluarkan cairan dalam

paru dan mengembangkan jaringan alveoli paru untuk pertama kali.

Untuk mendapatkan fungsi alveoli harus terdapat surfaktan yang cukup

dan aliran darah melalui paru.Surfaktan megurangi tekanan permukaan

dan membantu menstabilkan dinding alveoli pada akhir persalinan

sehingga tidak kolaps.

d. Perubahan Pada Sistem Kardiovaskuler

Setelah bayi lahir paru akan berkembang menyebabkan tekanan arteriol

dalam paru berkurang. Tekanan dalam paru turun dan tekanan dalam

aorta desenden naik dan karena rangsangan biokimia duktus arterious

berobliterasi ini terjadi pada hari pertama.

e. Perubahan pada Sistem Termoregulasi

Noordiati (2018) menjelaskan ketika bayi baru lahir, bayi berasa pada

suhu lingkungan yang rendah dari suhu di dalam rahim. Perubahan

sistem termoregulasi empat kemungkinan mekanisme yang dapat

menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya yaitu

evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi.


1

f. Perubahan pada Sistem Renal

Ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, kapasitasya kecil hingga

setelah lahir. Urin bayi encer, berwarna kekuningkuningan dan tidak

berbau. Warna cokelat disebabkan oleh lendir bekas membran mukusa

dan udara asam akan hilang setelah bayi banyak minum.

g. Perubahan pada Sistem Gastrointestinal

Kemampuan bayi cukup bulan menerima dan menelan makanan

terbatas, hubungan esofagus bawah dan lambung belum sempurna,

sehingga mudah gumoh terutama bayi baru lahir dan bayi muda.

Kapasitas lambung terbatas kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan.

h. Metabolisme

Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari orang dewasa

sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih besar, sehingga BBL

harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi

diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.

i. Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Tubuh bayi baru lahir relatif mengandung lebih banyak air dan

kadarnatrium relatif lebih besar dari kalium karena ruangan

ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum sempurna karena:

1) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa

2) Tidak seimbang antara luas permukaan glomerulus dan volume

tubulus proksimal

j. Aliran darah ginjal (renal blood flow) pada neonatus relatif kurang bila

dibandingkan dengan orang dewasa.


1

k. Imunoglobulin

Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga

menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi.

Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami

maupun yang didapat.Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan

tubuh yang berfungsi mencegah atau meminimalkan infeksi. (Walyani

dan Purwoastuti, 2015:135).

l. Hati

Fungsi hati janin dalam kandungan dan segera setelah lahir masih

dalam keadaan matur (belum matang), hal ini dibuktikan dengan

ketidak seimbangan hepar untuk menghilangkan bekas penghancuran

dalam peredaran darah (Rahardjo dan Marmi, 2015).

B. Demam dan Diare Pada Bayi

Seorang bayi baru lahir dikatakan demam ketika suhu tubuhnya

mencapai 38 derajat celcius. Penyebab bayi baru lahir demam dapat berupa

infeksi bakteri atau virus. Meski pada nyatanya, ada pula demam yang timbul

bukan akibat infeksi. Demam juga bisa muncul sebagai reaksi dari vaksinasi,

atau pakaian bayi yang terlalu tertutup sehingga menjadikannya gerah.

Adapun diare yaitu buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih perhari,

disertai perubahannya menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang

terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat. Penyebabnya

karena bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat

dilahirkan, infeki silang dari petugas kesehatan yang mengalami diare dan
1

hygiene yang buruk, dot yang tidak disterilkan sebelum digunakan, dan lain-

lain.

C. Etiologi Demam dan Diare

Demam pada bayi usia 0–60 hari yang mengancam nyawa adalah

infeksi bakterial serius. Secara garis besar, etiologi demam pada bayi berusia

0–60 hari dibedakan menjadi infeksi dan non infeksi. Kemudian dapat pula

dibedakan berdasarkan durasi demam dan usia, dimana pada usia ≤7 hari

biasanya terjadi karena infeksi maternal atau saat persalinan. Pada bayi usia

0–7 hari demam dapat berasal dari infeksi saat kehamilan dan persalinan ibu.

Pada usia 8–28 hari demam seringkali disebabkan oleh infeksi. Pada usia 29–

60 hari demam dapat disebabkan karena infeksi dan malignansi, serta

vaksinasi. Berdasarkan durasi demam dibedakan menjadi akut yaitu ≤14 hari

dan kronik, yaitu >14 hari (Barbi E, et. al. 2017).

Diare pada bayi bisa disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya:

1. Gastroenteritis dan infeksi usus akibat virus, bakteri, dan parasite.

2. Keracunan makanan, khususnya pada bayi yang sudah mengonsumsi

MPASI.

3. Terlalu banyak mengonsumsi jus buah.

4. Alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.

5. Intoleransi susu sapi.

Bayi yang sudah mulai mengonsumsi MPASI dan sedang mengalami

diare, disarankan untuk menghindari makanan berminyak, berserat tinggi,

mengandung banyak gula, dan susu sapi. Hal ini karena jenis makanan dan

minuman tersebut dapat memperburuk gejala diare pada bayi.


1

D. Patofisiologi Demam dan Diare

Demam

Demam pada bayi berusia 0–60 hari berhubungan dengan pelepasan

pirogen endogen ke sirkulasi, sehingga terjadi peningkatan set-point

hipotalamus. Suhu tubuh terutama pada bayi usia 0–60 hari bervariasi

37±0,5℃ sepanjang hari.

Variasi suhu inti tubuh merupakan hasil dari banyak proses fisiologis

termasuk siklus tidur/bangun, perubahan metabolisme, variabilitas hormon

dan tingkat aktivitas. Demam pada bayi berusia 0–60 hari dikatakan patologis

ketika suhunya >38,0℃ (Barbi E, et. al. 2017).

Diare

Menurut (Wijaya & Putri, 2014), yang merupakan dampak dari

timbulnya diare adalah:

1. Gangguan osmolitik akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak

diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi

rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang mengeluarkannya

sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin) pada

dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul


1

diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan

bakteri tumbuhberlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula

E. Clinical Pathway

Sumber Pathway Demam : (Anky T, 2018)


1

Sumber Pathway Diare : (Tigriscia, 2019)

F. Klasifikasi

Klasifikasi Demam

Menurut Bustami (2017), klasifikasi demam adalah sebagai berikut :

1. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.

Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang


1

tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam

hektik.

2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai

suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai

dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam

dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali

disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua

serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia

5. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti

oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian

diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam

kadangkadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe

demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam

mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti :

abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama

sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.

Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja
1

dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting

seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak

berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.

Klasifikasi Diare

Menurut Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Kemenkes RI 2019, diare diklasifikasikan atas 3 macam yaitu :

1. Diare dehidrasi berat

Tanda tanda dalam diare dehidrasi berat meliputi latergis atau tidak

sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum, cubitan kulit

perut kembali sangat lambat.

2. Diare dehidrasi ringan / sedang

Tanda tanda dalam diare dehidrasi ringan atau sedang meliputi

gelisah, rewel atau mudah marah, mata cekung, haus, minum dengan

lahap. Cubitan kulit perut kembali lambat

3. Diare tanpa dehidrasi

Tidak cukup tanda tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare

dehidrasi berat atau ringan/sedang

G. Manifestasi Klinis

Demam

Demam pada anak terjadi ketika suhunya naik di atas kisaran normal,

yaitu 36,5–37 derajat Celsius. Bergantung pada apa yang menyebabkan

demam, tanda dan gejala lainnya yang dapat dirasakan anak saat mengalami

gangguan ini, antara lain:

1. Mudah marah, rewel, dan lesu.


1

2. Nafsu makan menurun.

3. Menangis lebih sering.

4. Bernapas dengan cepat.

5. Kebiasan tidur atau makan mengalami perubahan.

6. Mengalami kejang.

7. Merasa lebih panas atau lebih dingin daripada orang lain di ruangan yang

terasa nyaman.

8. Mengalami nyeri tubuh dan sakit kepala.

9. Tidur lebih lama atau mengalami kesulitan tidur.

Diare

Diare pada bayi dapat ditandai dengan beberapa gejala seperti berikut:

1. Muntah-muntah

2. Lesu

3. Tinja berwarna hitam atau putih

4. BAB berdarah atau bernanah

5. Rewel dan tampak kesakitan

6. Demam

7. Tidak mau menyusu dan susah makan

H. Komplikasi

Komplikasi demam pada bayi usia 0–60 hari seringkali terjadi sebagai

komplikasi infeksi seperti sepsis dan syok sepsis, depresi napas, serta

meningitis, maupun proses keganasan dan gangguan imunologi.

Beberapa komplikasi yang diakibatkan diare, antara lain:

1. Dehidrasi ringan hingga berat.


2

2. Sepsis, infeksi berat yang bisa menyebar ke organ lain.

3. Malnutrisi terutama pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun, yang dapat

mengakibatkan menurunnya kekebalan tubuh anak.

4. Ketidakseimbangan elektrolit karena elektrolit ikut terbuang bersama air

yang keluar saat diare, yang dapat ditandai dengan lemas, lumpuh, hingga

kejang.

5. Kulit di sekitar anus mengalami iritasi karena pH tinja yang asam.

I. Penatalaksanaan Medis

Penanganan kasus demam pada bayi usia 0–60 hari berdasarkan usia,

karena usia <29 hari adalah kelompok high risk untuk mengalami infeksi

bakteri invasif (IBI). Pertimbangan lainnya adalah adalah berdasarkan

etiologi dan penilaian adanya keadaan umum (well atau ill appearing), infeksi

bakteri serius (IBS), jaundice, derajat dehidrasi, masalah feeding, infeksi lain

seperti HIV, dan status imunisasi (WHO, 2019).

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi diare.

Misalnya:

1. Konsumsi banyak cairan untuk menggantikan kehilangan cairan, baik

melalui oral maupun melalui intravena.

2. Pemberian obat yang dapat melawan infeksi bakteri.

3. Selain cara di atas, ada juga pengobatan lainnya. Pengobatan untuk diare

biasanya disesuaikan dengan penyebabnya.


2

J. Penatalaksanaan Kebidanan

Demam

Menurut Wulandari, DKK (2021), penanganan terhadap demam dapat

dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan nonfarmakologis maupun

kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk

menangani demam pada anak :

1. Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik

berupa :

a. Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan

pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-

15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan

puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali

dalam waktu 3-4 jam.

Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari

dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC,

sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk

menormalkan suhu namun untuk menurunkan suhu tubuh.

Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan

karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki

fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah

hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu, peningkatan suhu pada

bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi umumnya

diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan. Efek samping


2

parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa

urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena

perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas),

hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus

seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit).

b. Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki

efek antipera dangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam,

bila alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang

dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun

panas dapat dicapai dengan dosis 5 mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja

maksimal dalam waktu 1 jam dan berlangsung 3- 4 jam. Efek penurun

demam lebih cepat dari parasetamol.Ibuprofen memiliki efek samping

yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel,

sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat

menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.

2. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat

dilakukan yaitu :

a. Kompres air hangat (tepid sponging)

Tepid merupakan suatu kompres/sponging dengan air hangat.

Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan

(inguinal) selama 10-15 menit akan membantu menurunkan panas

dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses


2

penguapan. Jika dokter dan orang tua merasa kompres diperlukan

(misalnya suhu tubuh meningkat lebih dari 40 derajat Celsius, yang

tidak respon obat penurun panas, maka penting untuk memberikan obat

penurun panas terlebih dahulu untuk menurunkan pusat pengatur suhu

di susunan saraf otak bagian hipotalamus, kemudian dilanjutkan

kompres air (Karyati, 2014)

b. Kompres dingin

Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi

demam karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu (set point)

hipotalamus, mengakibatkan badan menggigil sehingga terjadi kenaikan

suhu tubuh. Kompres dingin mengakibatkan pembuluh darah mengecil

(vasokonstriksi), yang meningkatkan suhu tubuh. Selain itu, kompres

dingin mengakibatkan anak merasa tidak nyaman.

c. Memberikan ASI 3-5 kali perhari dan minum air putih sebanyak 5 gelas

perhari.

d. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal.

e. Menggunakan pakaian yang tidak tebal atau Menggunakan pakaian

yang dapat menyerap keringat.

f. Memberikan kompres dengan daun dadap serap.

Diare

1. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah

Jelaskan pada Ibu tentang aturan perawatan di rumah:

a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau) jelaskan pada ibu:

1) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
2

2) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang

sebagai tambahan

3) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih

cairan berikut : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air

matang

Anak harus diberikan larutan oralit di rumah, jika:

1) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam

kunjungan ini

2) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah

Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit beri ibu 6 bungkus

oralit untuk diberikan di rumah

Tunjukan kepada ibu berapa banyak harus memberikan oralit/cairan

lain yang harus diberikan setiap käli anak buang air besar:

1) Sampai umur 1 tahun : 50 - 100 ml setiap kali buang air besar

2) Umur 1 sampai 5 tahun : 100 - 200 ml setiap kali buang air besar

Katakan kepada Ibu:

1) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/

cangkir/gelas

2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit.Kemudian berikan lebih lambat

3) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti

b. Beri tablet zinc selama 10 hari (kecuali pada bayi muda)

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali


2

2. Rencana Terapi B: Penanganan Dehidrasi Ringan/Sedang dengan Oralit

Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3

jam.

UMUR ≤ 4 bulan 4 - < 12 bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun


BERAT < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 – 19 kg
BADAN
JUMLAH (ml) 200 – 400 400 – 700 700 - 900 900 – 1400
Sumber : Astuti Tri (2021)

Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama Jumlah oralit yang

diperlukan = berat badan (dalam kg) x 75 ml Digunakan Umur hanya bila

berat badan anak tidak diketahui.

a. Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman di

atas.

b. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan

juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

Tunjukan cara memberikan larutan oralit

a. Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkirimangkuk/gelas

b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih

lambat.

c. Lanjutkan ASI selama anak mau.

d. Bila kelopak mata bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air

masak atau ASI

Berikan tablet zinc selama 10 hari Setelah 3 JAM :

a. Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya

b. Pilih rencana terapi yang sesual untuk melanjutkan pengobatan


2

c. Mulailah memberí makan anak

Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:

a. Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.

b. Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk

menyelesaikan 3 jam pengobatan

c. Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menabahkan 6 bungkus

lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.

d. Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah :

1) Beri cairan tambahan

2) Beri tablet zinc selama 10 hari

3) Lanjutkan pemberian makan

4) Kapan harus kembali

3. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita Diare

a. Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat tablet Zinc sesuai

dosis dan waktu yang telah ditentukan

b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg)

Berikan dosis tunggal selama 10

hari Umur < 6 bulan : ½ tablet/hari

Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet / hari

c. Cara pemberlan tablet Zinc :

1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet

akan larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.


2

2) Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian tablet

Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih

kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh

3) Ingatkan Ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10

hari penuh, meskipun diare sudah berhenti

4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infuse,

tetap berikan tablet zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

K. Terapi Komplementer

Terapi komplementer, bisa juga disebut terapi komplementer-

alternatif yang artinya jenis pengobatan non farmakologis atau pengobatan

penunjang yang dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologis.

Simulasi Oral

Manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi adalah dapat memperkuat

sistem kekebalan tubuh buah hati. ASI memiliki zat antibodi yang berperan

dalam melawan virus dan bakteri penyebab penyakit dalam tubuh bayi. Bayi

yang kesulitan dalam mengisap dan memenal ASI tentu akan sulit juga

mendapatkan nutrisi yang maksimal.

Bayi baru lahir memiliki tiga gerak reflek bayi, yaitu reflek hisap dan

menelan, reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan, dan reflek

graps atau menggenggam. Untuk mengatasi bayi yang kesulitan mendapatkan

ASI maka diupayakan untuk memberi stimulasi oral terhadap reflek hisap,

yaitu melatih oral BBL untuk dapat menghisap secara langsung pada saat

memberikan ASI. Metode stimulasi oral sudah mulai disosialisasikan, dan

lebih disukai karena lebih aman dan murah. Melalui sentuhan dan stimulasi
2

terutama jaringan otot daerah sekitar mulut dapat meningkatkan peredaran

darah, meningkatkan fungsi otot dan merangsang refleks hisap pada bayi

terutama pada bayi BBL serta dapat meningkatkan fungsi organ tubuh

lainnya.

Oral motor atau stimulasi oral didefinisikan sebagai stimulasi sensoris

pada bibir, rahang, lidah, palatum lunak, faring, laring, dan otot yang respirasi

yang berpengaruh didalam mekanisme orofaringeal. Stimulasi sensoris pada

struktur oral ini dapat meningkatkan kemampuan struktur oral dalam proses

menghisap (sucking) dan menelan. Faktor yang mempengaruhi reflek hisap

yaitu masalah pada mulut, gastrointestinal, kardiorespirasi dan proses

menelan. Faktor-faktor tersebut diakibatkan karena kelainan anatomis,

kontrol otot yang kurang baik dan nyeri atau tidak nyaman pada rongga

mulut. Dari faktor- faktor tersebut menyebabkan gangguan reflek hisap bayi

sehingga muncul permasalahan keterlambatan menyusui, berat badan rendah

dan dehidrasi selama seminggu awal pasca kelahiran. Salah satu intervensi

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan reflek hisap adalah oral motor.

Program oral motor perioral (struktur luar mulut) dan intraoral (struktur

dalam mulut) menjadi salah satu intervensi yang digunakan untuk

meningkatkan kemampuan menghisap pada bayi prematur dan BBL.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat pengaruh dari

pemberian stimulasi oral terhadap perkembangan kemampuan menghisap,

peningkatan pencernaan dan berpotensi mengurangi lama waktu perawatan

rumah sakit setelah diberikan stimulasi perioral dan intraoral selama 15 menit

setiap hari.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI USIA 5 HARI


DI RUANG BAYI RSUD SULTAN SURIANSYAH BANJARMASIN

Hari / Tanggal : Selasa, 25 Juli 2023

Jam : 09.30 WITA

Tempat : Ruang Bayi RSUD Sultan Suriansyah

No. RMK 0051874

A. Data Subjektif

1. Identitas

Bayi

Nama : A By. Ny.

Umur : 5 hari

Tanggal/Jam Lahir : 20 Juli 2023/13.15 WITA

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke 2

Ibu Ayah
Nama Ny. A Tn. A
Umur 35 Tahun 34 Tahun
Agama Islam Islam
Suku / Bangsa Banjar/ Indonesia Banjar/ Indonesia
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan IRT Buruh Harian Lepas
Alamat Jl. Tatah Makmur Jl. Tatah Makmur

29
3

2. Keluhan Utama

Ibu datang ke Rumah Sakit Sultan Suriansyah membawa bayinya berusia 4

hari mengatakan bayinya demam sejak pukul 13.00 WITA, dan BAB Cair

sejak kemarin frekuensinya 6 kali.

3. Riwayat perjalanan penyakit

Bayi lahir SC di RSUD Sultan Suriansyah tanggal 20 Juli 2023 pukul

13.15 WITA dari ibu G2P1A0 UK 36 minggu dengan KPD 2 hari. Lahir

tidak segera menangis, tali pusat segar, air ketuban jernih, tonus otot baik,

warna kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan, BBL 2595gr, PB 49 cm,

LK 29 cm, LD 28 cm, LP 29 cm, bayi sempat dirawat di Nicu karena

asfeksia dan dilakukan tindakan resusitasi BBL. Setelah itu bayi pulang

pada tanggal 23 Juli 2023 dan bayi dating kembali ke RSUD Sultan

Suriansyah pada tanggal 24 Juli 2023 dibawa oleh orang tuanya dengan

keluhan Demam sejak pukul 13.00 WITA, dan dilakukan pengukuran suhu

tubuh pada bayi hasilnya 40oC. Kemudian orang tuanya memberi obat

sanmol 1 kali pada bayi, sampai pada pukul 15.00 WITA suhu tubuh bayi

tidak menurun, ibu mengatakan sebelumnya bayi selama 1 hari dirumah

minum susu frekuensi 4 kali dan cara pengolahan susu yang salah. Lalu

orang tua membawa bayinya ke RSUD Sultan Suriansyah. Setelah sampai

di IGD Ponek, dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh bayi dan hasilnya

40,5oC. Dan orang tua mengatakan sebelumnya bayinya BAB Cair sejak

kemarin frekuensi ± 6 kali berampas sedikit warna kuning. Menangis kuat

(+), gerak aktif (+), advis dokter Sp. A, Inpus D 10% 338 cc/24 jam, Kec
3

14 tpm micro, injeksi Cefotaxim 130 mg/12 jam, Pct drop 3x0,3 ml/kp,

cek lab dL (+), KIE orang tua cara pengolahan susu formula yang benar.

4. Riwayat Prenatal

a. Kehamilan ke 2

b. Tempat ANC : Puskesmas

c. Imunisasi TT : 1 Kali pada saat mau menikah

: 1 Kali sesudah suntik TT 1

d. Obat-obatan yang pernah diminum selama hamil : tablet fe, asam folat,

b6

e. Penerimaan Ibu/Keluarga terhadap kehamilan : Baik

f. Masalah/komplikasi yang pernah dialami ibu saat hamil : Tidak ada

5. Riwayat Intranatal

a. Umur kehamilan saat melahirkan : 36 minggu

b. Tempat dan penolong persalinan : RS

c. Masalah saat persalinan : KPD 2 hari

d. Cara persalinan : SC

e. Lama persalinan : Kala I 2 hari, Kala II 2 jam, Kala III

7 menit, Kala IV 2 jam

f. Keadaan bayi saat lahir : Tidak segera menangis

g. Berat badan : 2595 gr

h. Panjang badan : 49 cm

6. Riwayat Kesehatan

a. Bayi : Bayi tidak memiliki riwayat penyakit


3

b. Keluarga : tidak pernah mempunyai penyakit menurun/menular

7. Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Umur pemberian Tempat

HB 0 Sudah diberikan RS
(23/07/2023)
BCG, Polio 1 Belum dilakukan Belum dilakukan

DPT-HB-Hib 1, Polio 2 Belum dilakukan Belum dilakukan

DPT-HB 2-Hib 2, Polio 3 Belum dilakukan Belum dilakukan

DPT-HB-Hib 3, Polio 4 Belum dilakukan Belum dilakukan

Polio Suntik (IPV) Belum dilakukan Belum dilakukan

Campak-Rubella (MR) Belum dilakukan Belum dilakukan

DPT-Hib-HB Lanjutan Belum dilakukan Belum dilakukan

Campak-Rubella (MR) Belum dilakukan Belum dilakukan


Lanjutan

8. Kebutuhan Biologis

a. Kebutuhan Nutrisi

Jenis yang dikonsumsi : ASI dan Sufor

Frekuensi : 2-3 jam

Banyaknya : sesuai kebutuhan

Masalah : Bayi tidak kuat menyusu

b. Kebutuhan Eliminasi

BAB

Frekuensi : 6 kali sehari

Warna : kuning
3

Konsistensi : cair berampas dan berlendir

Masalah : diare

BAK

Frekuensi : 5 kali sehari/tergantung

Warna : kuning jernih

Masalah : tidak ada

c. Kebutuhan Personal Hygiene

Frekuensi mandi : bayi sudah dimandikan

Frekuensi ganti pakaian : sesuai kebutuhan

Penggunaan popok anti tembus : sesuai kebutuhan

Masalah : tidak ada

9. Data Psikososial dan Spiritual

a. Tanggapan keluarga terhadap keadaan anak : Cemas

b. Pengambil keputusan dalam keluarga : Suami

c. Pengetahuan keluarga tentang perawatan anak : Dari bidan dan

sebelumnya sudah sering merawat anak

d. Kebudayaan keluarga dalam perawatan anak : Berdoa

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tanda Vital
3

HR : 140x/menit

RR : 54x/menit

SpO2 : 99%

Suhu : 40ºC

2. Pemeriksaan Antropometri

a. Berat badan : 2595 gr

b. Panjang badan : 48 cm

c. Lingkar kepala : 29 cm

d. Lingkar dada : 28 cm

e. Lingkar perut : 29 cm

3. Pemeriksaan Khusus

Kepala : Tidak tampak caput succadenum atau cepal hematoma,

rambut tipis dan halus, sutura tidak tumpang tindih

Muka : Simetris tidak tampak pucat atau odema

Mata : Simestris, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak kuning

Telinga : Simetris, tampak bersih, tidak ada pengeluaran cairan

Hidung : Bersih, tidak ada peradangan polip, tidak ada secret,

tidak ada pergerakan cuping hidung

Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak ada kelainan seperti

labioskizis atau labiospalatokiziz

Dagu : Ukuran dagu sesuai, tidak terlalu besar (magrognatia)

dan tidak terlalu kecil (mikrognatia)

Leher : Pergerakan bebas dan tidak kaku, tidak ada jala-jala


3

tujuan untuk menyingkirkan dugaan diagnosis

tortikolis

Dada : Tampak simetris, tidak ada retraksi dada

Payudara : Tampak datar dan tidak ada benjolan pada daerah

payudara

Perut : Simetris, tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat,

tidak ada hernia (benjolan) pada daerah tali pusat

Punggung : Garis rambut sesuai dengan tulang punggung, saat di

palpasi tidak ada kelengkungan pada tulang belakang

Pinggul : Pinggul simetris dan terdapat kesamaan antara

panjangnya kedua tungkai

Genetalia : Labia mayora menutupi labia minora

Anus : Berlubang

Ekstermitas

Atas : Simetris, gerakan bebas, tidak ada fraktur (patah

tulang), tidak ada kelainan seperti polidaktili,

sindaktili, klinodaktili, paronikia dan terpasang infus

Bawah : Simetris, gerakan bebas, tidak ada fraktur (patah

tulang), tidak ada kelainan seperti sindaktili dan

polidaktili dan garis telapak kaki bayi sedikit

Kulit : Tidak ada pengelupasan pada kulit dan ada lemak

sedikit dan teraba hangat


3

4. Auskultasi

Penilaiaan Ballard Score

a. Kriteria Maturitas Fisik

Jenis Hasil Pemeriksaan Skor

Kulit Licin, merah muda, vena 1


membayang

Lanugo Banyak 1

Garis Telapak Kaki Beberapa garis di 2/3 anterior 3

Payudara Areola datar (-), penonjolan 1

Mata/Telinga Bentuk lebih baik, lunak, mudak 2


membalik

Genetalia Labia mayora besar dan labia 3


minora kecil

Total 11

b. Kriteria Maturitas Neuromuskuler

Jenis Hasil Pemeriksaan Skor

Postur Kaki dan tangan terlentang 3

Square Window (Writs) Sudut yang didapatkan dari hasil 3

telapak tangan dan lengan bawah

bayi diperkirakan 30º

Arm Recoil Gerakan lengan membalik pada bayi 3

diperkirakan 90º-110º

Popliteal Angle Sudut popliteal dengan manuver 90º 4

Scarf Sign Scarf sign sampai dengan papilla 3


3

mamae ipsilateral

Heel to Ear Dari tumit sampai ke papilla mamae 2

Total 18

Hasil penggabungan kriteria

a. Total Skor : 11 + 18 = 29

b. Gestasi : 36 minggu

5. Pemeriksaan Refleks Primitf

Refleks moro : Tidak dilakukan

Refleks sucking : Tidak dilakukan

Refleks rooting : Tidak dilakukan

Refleks grasphing : Tidak dilakukan

palmar

b. Pemeriksaan Penunjang = GDS : 102 mg/dl

C. Analisis Data
Diagnosa : Bayi baru lahir usia 5 hari

Masalah : Demam, Diare dan Dehidrasi Ringan

Kebutuhan : Observasi dan Kolaborasi dengan dokter

Sp.A

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahukan ibu atau bapak tentang hasil pemeriksaan bayi yaitu

HR: 140x/menit, RR : 54x/menit, Spo2 : 99%, Suhu : 40ºc,


3

pemeriksaan penunjang untuk GDS adalah 102 mg/dl dalam arti kadar

gula nya dalam batas normal. Kadar gula darah normal pada neonatus

adalah 40-150 mg/dl.

“Ibu atau bapak mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan

dan bersedia jika bayinya dilakukan rawat inap”

Rasional: Pasien berhak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan

dengan keadaan penyakit yaitu tentang diagnosis, tindakan medic yang

dilakukan, segala resiko dari tindakan medic tersebut (Valery M.P.

Sringoringo et al, 2017).

2. Memberitahukan ibu penyebab demam pada bayinya. Adapun yang

dapat menyebebkan demam pada bayi seperti infeksi virus atau bakteri,

nyeri tenggorokan, demam pasca imunisasi, atau terlalu lama berada di

luar ruangan yang terik juga dapat menjadi penyebab demam pada bayi.

“ibu memahami penjelasan yang diberikan”

Rasional: Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab

infeksi) atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan

pengeluarannya (Ismoedijanto, 2016).

3. Meberitahukan ibu penyebab diare yang dialami oleh bayinya. Adapun

penyebab paling umum diare pada bayi adalah infeksi virus, infeksi

bakteri, infeksi parasit, alergi, dan imunisasi.

“ibu memahami penjelasan yang diberikan”

Rasional: Diare pada bayi biasanya disebabkan infeksi virus dan bisa

membaik sendiri dalam waktu kurang dari seminggu. Namun, diare


3

juga bisa disebabkan oleh hal-hal lain, misalnya makanan MPASI yang

mungkin kurang cocok untuk bayi.

4. Mengajarkan ibu cara pengolahan susu formula yang benar. Seperti

memamahi takaran susu bayi yang sesuai, memastikan nutrisi pada susu

formula bayi, selalu gunakan air matang yang sudah direbus dan

didiamkan sekitar 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menjaga suhu air

berkisar 70°C untuk membunuh kuman. Dan berikut cara

pembuatannya:

a. Cuci tangan terlebih dulu menggunakan sabun dan air mengalir.

b. Siapkan botol susu dan dot bayi dalam keadaan bersih dan steril.

c. Tuangkan air sesuai dengan jumlah yang tertera pada kemasan.

d. Tuangkan susu sesuai dengan takaran yang tertera pada kemasan.

e. Pasang dot dan tutupnya, lalu kocok hingga air dan susu tercampur.

“ibu memahami penjelasan yang diberikan”

Rasional: Idealnya, bayi mendapatkan ASI ekslusif sejak baru lahir

sampai usianya 6 bulan. Namun, dalam beberapa kondisi tertentu,

pemberian ASI untuk bayi tidak memungkinkan sehingga perlu diganti

dengan susu formula. Sama seperti ASI, penyajian susu formula untuk

bayi tidak boleh sembarangan. Maka itu, penting agar ibu untuk

mengetahui cara membuat atau menyeduh susu formula bayi dengan

cara yang benar, aman, dan higienis.

5. Memberikan ASI/Sufor on demand yaitu setiap bayi haus atau minimal

2 jam sekali.
4

“bayi sudah diberikan ASI/PASI on demand”

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan ASI merupakan

nutrisi paling ideal untuk bayi untuk melindungi bayi dari berbagai

infeksi virus dan bakteri dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi

(Hutagol et al., 2023).

6. Berkolaborasi dengan dokter Sp. A dalam pemberian terapi obat :

a. Inpus D 10% 338 cc/24 jam Kec 14 tpm micro, untuk pengganti cairan

yang hilang karen diare.

“sudah diberikan”

b. Injeksi Cefotaxim 130 mg/12 jam, untuk mengatasi infeksi.

“sudah diberikan”

c. Pct drop 3x0,3 ml/kp, untuk mengatasi demam.

“sudah diberikan”

Rasional: tujuan kolaborasi tim kesehatan sangat lah penting karena

masing-masing tenaga kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan,

kemampuan, keahlian dan pengalaman yang berbeda. Dalam kolaborasi

tim kesehatan, mempunyai tujuan sama yaitu sebuah keselamatan untuk

pasien (Titania, 2019).

7. Terapi komplementer untuk mengatasi bayi kesulitan menghisap dan

mendapatkan ASI dengan terapi simulasi oral yang bertujuan melatih

reflek hisap bayi.

“bayi sudah diberikan terapi simulasi oral”


4

Rasional: Terapi komplementer, bisa juga disebut terapi komplementer-

alternatif yang artinya jenis pengobatan non farmakologis atau pengobatan

penunjang yang dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologis.

8. Melakukan pendokumentasian.

“proses dokumentasi telah dilakukan”

Rasional: Sebagai suatu pertanggungjawaban atas tindakan yang telah

diberikan.
4

CATATAN PERKEMBANGAN

No Hari/Tanggal/Jam Catatan Perkembangan

1 Rabu, 26 Juli 2023 Subjektif: Menangis kuat (+), gerakan aktif (+), BAB
Jam 15.30 WITA (-), BAK (+), ASI (-), PASI (+), BAB warna kuning
berampas 1 kali.

Objektif :

KU : Aktif
HR : 135 x/menit
RR : 48 x/menit
T : 36,6 ºC
Spo2 : 98 %

Analisis Data :
Diagnosa : Bayi baru lahir usia 6 hari
Masalah : Diare
Kebutuhan : Kolaborasi dr. Sp. A

Penatalaksanaan :
1. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital, KU : Aktif, HR : 135 x/menit, RR : 48
x/menit, T : 36,6 ºC, Spo2 : 98 %.
“kondisi bayi aktif dan ttv dalam batas normal”
2. Menjaga kehangatan pada bayi.
“sudah dilakukan”
3. Melanjutkan terapi dokter :
a. IVFD D 10 % Kec 14 cc/jam
“sudah diberikan”
b. Injeksi Cefotaxim 130 mg/2 jam
“sudah diberikan”
4

c. Observasi BAB cair


“sudah dilakukan”
4. Memberikan ASI/Sufor on demand yaitu setiap
bayi haus atau minimal 2 jam sekali.
“bayi sudah diberikan ASI/Sufor on demand”
5. Melakukan pendokumentasian.
“proses dokumentasi sudah dilakukan”

2 Kamis, 27 Juli 2023 Subjektif: Menangis kuat (+), gerakan aktif (+), BAB
Jam 08.30 WITA (+), BAK (+), ASI (-), PASI (+).

Objektif :

KU : Aktif
HR : 140 x/menit
RR : 47 x/menit
T : 36,6 ºC
Spo2 : 98 %
BB : 2725 gr

Analisis Data :
Diagnosa : Bayi baru lahir usia 7 hari
Masalah : tidak ada
Kebutuhan : KIE dan kolaborasi dokter Sp. A

Penatalaksanaan :
1. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital, KU : Aktif, HR : 140 x/menit, RR : 47
x/menit, T : 36,6 ºC, Spo2 : 98 %, BB : 2725 gr.
“kondisi bayi aktif dan ttv dalam batas normal”
2. Menjaga kehangatan pada bayi.
“sudah dilakukan”
3. Menjelaskan cara merawat bayi dirumah.
a. Cara pengolahan sufor.
“sudah dilakukan”
b. Cara menyusui bayi dengan benar.
4

“sudah dilakukan”
c. Cara memandikan bayi dengan benar.
“sudah dilakukan”
d. Cara mengganti popok.
“sudah dilakukan”
4. Menganjurkan ibu untuk imunisasi BCG pada bayi
usia 1 bulan.
“ibu bersedia mengikuti anjuran bidan”
5. Melakukan pendokumentasian.
“proses dokumentasi sudah dilakukan”
BAB IV
PEMBAHASAN

Bayi yang baru lahir normal adalah pada usia kehamilan 37-42 minggu

dan berat badan 2500-4000 gram. Menurut Tando (2016) bayi baru lahir normal

adalah bayi yang baru lahir pada usia kehamilan genap 37-41 minggu, dengan

presentasi belakang kepala atau letak sungsang yang melewati vagina tanpa

memakai alat. Dalam kasus ini ibu mengalami KPD 2 hari, menurut (Sagita,

2017) ketuban pecah dini (KPD) ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air

dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini

terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Dalam persalinan ibu dilakukan

proses SC, sesuai dengan teori (Byonanuwe et al., 2020) Kondisi oligohidramnion

maupun gawat janin hingga infeksi intrauterin pada KPD preterm maupun aterm

mempengaruhi kesejahteraan ibu dan janin jika tidak dikelola dengan baik,

sehingga perlu dilakukan terminasi kehamilan salah satunya dengan tindakan

persalinan sectio caesarea.

Dalam hasil pemeriksaan awal ibu mengeluhkan bahwa bayinya

mengalami Demam, Diare dan Dehidrasi Ringan. Demam, Diare dan Dehidrasi

Ringan pada bayi, merupakan gejala yang dapat membuat para orang tua menjadi

khawatir. Seorang bayi baru lahir dikatakan demam ketika suhu tubuhnya

mencapai 38 derajat celcius. Penyebab bayi baru lahir demam dapat berupa

infeksi bakteri atau virus. Meski pada nyatanya, ada pula demam yang timbul

bukan akibat infeksi. Demam juga bisa muncul sebagai reaksi dari vaksinasi, atau

pakaian bayi yang terlalu tertutup sehingga menjadikannya gerah. Bayi yang

45
4

terlalu lama terpapar terik matahari juga berisiko tinggi untuk terserang demam.

Adapun diare yaitu buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih perhari, disertai

perubahannya menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi pada

bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat. Penyebabnya karena bayi

terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat dilahirkan, infeki

silang dari petugas kesehatan yang mengalami diare dan hygiene yang buruk, dot

yang tidak disterilkan sebelum digunakan, dan lain-lain. Sedangkan dehirasi

ringan yang dialami bayi merupakan efek dari diare tersebut dimana banyak

cairan yang keluar dari tubuh bayi.

Pada tinjauan kasus data subjektif yang didapatkan saat pengkajian tanggal

25 Juli 2023, Bayi lahir SC di RSUD Sultan Suriansyah tanggal 20 Juli 2023

pukul 13.15 WITA dari ibu G2P1A0 UK 36 minggu dengan KPD 2 hari. Lahir

tidak segera menangis, tali pusat segar, air ketuban jernih, tonus otot baik, warna

kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan, BBL 2595gr, PB 49 cm, LK 29 cm,

LD 28 cm, LP 29 cm, bayi sempat dirawat di Nicu karena asfeksia dan dilakukan

tindakan resusitasi BBL. Setelah itu bayi pulang pada tanggal 23 Juli 2023 dan

bayi dating kembali ke RSUD Sultan Suriansyah pada tanggal 24 Juli 2023

dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan Demam sejak pukul 13.00 WITA, dan

dilakukan pengukuran suhu tubuh pada bayi hasilnya 40oC. Kemudian orang

tuanya memberi obat sanmol 1 kali pada bayi, sampai pada pukul 15.00 WITA

suhu tubuh bayi tidak menurun, ibu mengatakan sebelumnya bayi selama 1 hari

dirumah minum susu frekuensi 4 kali dan cara pengolahan susu yang salah. Lalu

orang tua membawa bayinya ke RSUD Sultan Suriansyah. Setelah sampai di IGD
4

Ponek, dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh bayi dan hasilnya 40,5 oC. Dan

orang tua mengatakan sebelumnya bayinya BAB Cair sejak kemarin frekuensi ± 6

kali berampas sedikit warna kuning. Menangis kuat (+), gerak aktif (+), advis

dokter Sp. A, Inpus D 10% 338 cc/24 jam, Kec 14 tpm micro, injeksi Cefotaxim

130 mg/12 jam, Pct drop 3x0,3 ml/kp, cek lab dL (+), KIE orang tua cara

pengolahan susu formula yang benar. Dari hasil ini diketahui Bayi mengalami

diare karena frekuensi BABnya 6 kali dalam sehari. Sesuai dengan teorinya

Menurut World Health Organization (WHO) dalam (Saputri, N. et.al. 2019)

menjelaskan, penyakit diare didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai

dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya yaitu 3 kali atau

lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang

berdarah.

Data objektif yang diperoleh dari hasil observasi melalui pemeriksaan

umum, fisik, dan khusus. Pada kasus ini pengkajian dilakukan sesuai data objektif

dan data subjektif (Varney, 2017). Keadaan bayi secara umum baik, yaitu HR:

140x/menit, RR : 54x/menit, Spo2 : 99%, Suhu : 40ºC, pemeriksaan penunjang

untuk GDS adalah 102 mg/dl. Dari hasil ini suhu bayi mencapai 40ºC dan dapat

dikatakan sudah termasuk kategori demam sesuai dengan teorinya, Demam

merupakan keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu tubuh di atas 38º

Celsius (Ismoedijanto, 2016). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan

infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh

normal (>37,5°C) (Hartini, 2015).


4

Pada umumnya, diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan

tubuhnya yang masih lemah dan berada di fase oral sehingga balita sangat rentan

terhadap penyebaran bakteri penyebab diare (Endang, S 2015). Hingga kini diare

masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia.

Semua kelompok usia dapat terserang diare, baik balita, anak-anak dan orang

dewasa, tetapi penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terjadi pada bayi

dan balita. Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau

oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya.

Demam pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau

PMN membentuk PE (faktor pyrogen endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor

necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan

bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin. Prostaglandin-lah yang

meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan lain, misalnya pada tumor,

penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber

pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak untuk

beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat

tergantung pada umur. Semakin muda umur bayi, semakin kecil kemampuan

untuk merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena

infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam (Ismoedijanto, 2016). Diare

yang dialami bayi membuat bayi mengalami dehidrasi ringan sebabkan oleh

cairan tubuh yang ikut keluar bersamaan fases.


4

Penatalaksanaan

Memberitahukan ibu atau bapak tentang hasil pemeriksaan bayi,

Memberitahukan ibu penyebab demam pada bayinya, Memberitahukan ibu

penyebab diare yang dialami bayinya, Mengajarkan ibu cara pengolahan susu

formula yang benar, Memberikan ASI/Sufor on demand yaitu setiap bayi haus

atau minimal 2 jam sekali, Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp. A untuk

pemberian terapi obat. Pemberian terapi komplementer untuk mengatasi bayi

kesulitan menghisap dan mendapatkan ASI, Dan melakukan pendokumentasian

sebagai pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang dilakukan.

Pemberian terapi komplementer yaitu dengan simulasi oral. Oral motor

atau stimulasi oral didefinisikan sebagai stimulasi sensoris pada bibir, rahang,

lidah, palatum lunak, faring, laring, dan otot yang respirasi yang berpengaruh

didalam mekanisme orofaringeal. Stimulasi sensoris pada struktur oral ini dapat

meningkatkan kemampuan struktur oral dalam proses menghisap (sucking) dan

menelan. Tujuannya adalah untuk pemberian stimulasi oral terhadap

perkembangan kemampuan menghisap bayi agar bisa mendapatkan ASI secara

efektif. ASI mengandung sel kekebalan tubuh dari Ibu yang dapat mencegah

terjadinya reaksi alergi, diare, pneumonia, dan infeksi lainnya dalam tubuh anak.

Asuhan kebidanan yang diberikan pada A By. Ny., di ruang Bayi RSUD

Sultan Suriansyah sudah sesuai dengan teori, sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
A By. Ny. Usia 5 hari dengan persalinan SC dan masalah Demam,

Diare dan Dehidrasi ringan. Bayi lahir SC di RSUD Sultan Suriansyah

tanggal 20 Juli 2023 pukul 13.15 WITA dari ibu G2P1A0 UK 36 minggu

dengan KPD 2 hari. Lahir tidak segera menangis, tali pusat segar, air ketuban

jernih, tonus otot baik, warna kulit kemerahan, jenis kelamin perempuan,

BBL 2595gr, PB 49 cm, LK 29 cm, LD 28 cm, LP 29 cm, bayi sempat

dirawat di Nicu karena asfeksia dan dilakukan tindakan resusitasi BBL.

Setelah itu bayi pulang pada tanggal 23 Juli 2023 dan bayi dating kembali ke

RSUD Sultan Suriansyah pada tanggal 24 Juli 2023 dibawa oleh orang tuanya

dengan keluhan Demam sejak pukul 13.00 WITA, dan dilakukan pengukuran

suhu tubuh pada bayi hasilnya 40oC. Kemudian orang tuanya memberi obat

sanmol 1 kali pada bayi, sampai pada pukul 15.00 WITA suhu tubuh bayi

tidak menurun, ibu mengatakan sebelumnya bayi selama 1 hari dirumah

minum susu frekuensi 4 kali dan cara pengolahan susu yang salah. Lalu orang

tua membawa bayinya ke RSUD Sultan Suriansyah. Setelah sampai di IGD

Ponek, dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh bayi dan hasilnya 40,5oC.

Dan orang tua mengatakan sebelumnya bayinya BAB Cair sejak kemarin

frekuensi ± 6 kali berampas sedikit warna kuning. Menangis kuat (+), gerak

aktif (+), advis dokter Sp. A, Inpus D 10% 338 cc/24 jam, Kec 14 tpm micro,

injeksi Cefotaxim 130 mg/12 jam, Pct drop 3x0,3 ml/kp, cek lab dL (+), KIE

orang tua cara pengolahan susu formula yang benar.

50
5

Dari hasil pemeriksaan secara umum keadaan bayi Baik. Akan tetapi

Bayi mengalami Demam, Diare dan Dehidrasi ringan. Seorang bayi baru lahir

dikatakan demam ketika suhu tubuhnya mencapai 38 derajat celcius.

Penyebab bayi baru lahir demam dapat berupa infeksi bakteri atau virus.

Meski pada nyatanya, ada pula demam yang timbul bukan akibat infeksi.

Adapun diare yaitu buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih perhari,

disertai perubahannya menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang

terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat. Sedangkan

dehidrasi ringan yang dialami bayi merupakan efek dari diare yang

mengakibatkan cairan tubuh yang banyak keluar bersamaan dengan fases.

Dalam penatalaksanaanya bayi diberikan terapi komplementer yaitu

terapi simulasi oral untuk mengatasi kesulitan bayi dalam menghisap dan

mendapatkan ASI. Tujuan pemberian stimulasi oral untuk meningkatkan

kemampuan menghisap bayi agar bisa mendapatkan ASI secara efektif.

B. Saran

1. Bagi Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga diharapkan lebih mengetahui dan memahami tentang

perawatan pada bayi dengan Demam, Diare dan Dehidrasi ringan.

2. Bagi Lahan Praktik

Memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan masalah demam dan

diare yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan serta meningkatkan

pelayanan menjadi lebih baik sesuai SOAP.


5

3. Bagi Institusi Pendidikan

Mengembangkan ilmu kebidanan serta menambah peningkatan kualitas

dan pengembangan mahasiswa melalui studi kasus agar dapat menerapkan

asuhan kebidanan secara komprehensif pada bayi dengan masalah

Demam, Diare dan Dehidrasi ringan.

4. Bagi Mahasiswa

Bagi mahasiswa yaitu agar dapat benar-benar memahami bagaimana

penatalaksanaan asuhan pada bayi dengan masalah Demam, Diare dan

Dehidrasi ringan.
DAFTAR PUSTAKA

Aronson PL, et al. (2014). Variation in care of the febrile young infant <90 days

in US pediatric emergency departments. Pediatrics. 2014 Oct 1;134(4):667–

77.

Barbi E, et. al. (2017). Fever in Children: Pearls and Pitfalls Children. 2017 Sep

1;4(9):81.

Bustami, dkk. (2017). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Padang. CV.

Rumahkayu Pustaka Utama.

Dainty M, et. al. (2018). Asuhan kebidanan neonatus, bayi balita dan anak

prasekolah. Yogyakarta 2018.

Juliana. (2019). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.

Yogyakarta: Deepublish

Jurnal KesMaDaSka. (2018). Peran Tenaga Kesehatan Dalam Usaha

Pencegahan Kesakitan Dan Kematian Bayi Baru Lahir. 2018

Kemenkes RI. (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional.

Balai Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. 2018.

Kemenkes RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar

Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta.

Kemenkes RI. (2018). Kebutuhan Tidur Sesuai Usia. 2018

Kemenkes RI. (2020). Buku Profil Kesehatan Ibu Dan Anak. 2020

53
54

Nordiati. (2018). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Anak dan Pra Sekolah.

Malang: Wineka Media.

Prawihardjo. (2019). Jumlah Kelahiran dan Kematian Kota Bogor. 2019

Prawiroharjo, S. (2018). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

RISKESDAS. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan

Selatan. Depkes. Jakarta

WHO. (2019). Maternal Mortality. Available at:

https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/maternal-mortality

WHO. (2019). Integrated management of childhood illness: management of the

sick young infant aged up to 2 months: IMCI chart booklet. Geneva: World

Health Organization; 2019. 29 p.

https://apps.who.int/iris/handle/10665/326448

Wulandari, E. (2021). Penatalaksanaan Febris Bukan Malaria Pada Balitadi

Polindes Murtiningsih, S.ST Paopale Daya 1 (Studi di Polindes

Murtiningsih, S.ST, Desa Paopale Daya, Kecamatan Ketapang-Sampang).

Program Studi Diploma Iii Kebidanan Stikes Ngudia Husada Madura.

Anda mungkin juga menyukai