Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS


PADA NY.H UMUR 32 TAHUN P3A0 POSTPARTUM 6 JAM
DENGAN HEMORRHAGIC POSTPARTUM PRIMER DI RUANG NIFAS
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH

DISUSUN OLEH :
MEILINDA KRISTIAWATI
11194992110015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Asuhan Kebidanan Patologis Pada Ny.H


Umur 32 Tahun P3A0 Postpartum 6 Jam
Dengan Hemorrhagic Postpartum Primer Di
Ruang Nifas RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh

NAMA MAHASISWA : MEILINDA KRISTIAWATI


NIM : 11194992110015

Banjarmasin, 11 Juni 2021

Menyetujui,

RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Program Studi Pendidikan


Profesi Bidan
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan(PP)

Hj. Endang Martini, SST Fitri Yuliana, SST., M.Kes


NIP. 19730615 199303 2 009 NIK. 1966012011036
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS PADA NY.H


UMUR 32 TAHUN P3A0 POSTPARTUM 6 JAM
DENGAN HEMORRHAGIC POSTPARTUM
PRIMER DI RUANG NIFAS RSUD DR. H. MOCH.
ANSARI SALEH

NAMA MAHASISWA : MEILINDA KRISTIAWATI


NIM : 11194992110015

Banjarmasin, 09 Juni 2021

Menyetujui,

RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Program Studi Pendidikan


Profesi Bidan Fakultas
Kesehatan Universitas Sari
Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Pendidikan(PP)

Hj. Endang Martini, SST Fitri Yuliana, SST., M.Kes


NIP. 19730615 199303 2 009 NIK. 1966012011036

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kebidanan
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia

Ika Mardiatul Ulfa, SST., M.Kes


NIK. 1166122009027
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada tuhan Yang Maha Esa yang
telah mencurahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “ Asuhan Kebidanan
Patologis Pada Ny.H Umur 32 Tahun P3A0 Postpartum 6 Jam Dengan
Hemorrhagic Postpartum Di Ruang Nifas Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh
“ dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Laporan Kasus ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

menyelesaikan program pendidikan di Program Studi Profesi Kebidanan

Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia Banjarmasin. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang dalam dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. RR. Hj. Dwi Sogi Sri Redjeki S.KG., M.Pd selaku Ketua Yayasan

Indah Banjarmasin.

2. Anggrita Sari, M.Pd., M.Kes selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik

dan Kemahasiswaan Universitas Sari Mulia Banjarmasin.

3. Hariadi Widodo, S.Ked., MPH Wakil Rektor II Bidang Sistem Informasi

dan Keuangan Universitas Sari Mulia Banjarmasin.

4. Dr. Ir. Agustinus Hermino Superma Putra, M.Pd Wakil Rektor III

Bidang Sumber Daya dan Kemitraan Universitas Sari Mulia

Banjarmasin.

5. Dini Rahmayani, S.Kep, Ns., MPH selaku Ketua Lembaga Penelitian

dan Pengabdian Kepada Masyarakat.

6. H.Ali Rakhman Hakim, M.Far., Apt selaku Dekan Fakultas Kebidanan

Universitas Sari Mulia Banjarmasin.


7. Ika Mardiatul Ulfa, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan

Universitas Sari Mulia Banjarmasin.

8. Direktur RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

9. Hj. Endang Martini, SST Selaku Kepala Ruang Nifas RSUD dr. H.

Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

10. Fitri Yuliana, SST., M.Kes selaku Preseptor Pendidikan

11. Seluruh bidan dan petugas kesehatan di RSUD dr. H. Moch. Ansari

Saleh Banjarmasin.

12. Ny. H selaku pasien yang bersedia diberikan Asuhan Kebidanan dalam

Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam Laporan

Kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari segenap

pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Laporan Kasus ini.

Semoga dari hasil Laporan Kasus ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan serta memberikan manfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL....................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................iii
KATA PENGANTAR...................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1
A. Latar Belakang .........................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................3
D. Manfaat.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................6
A. Konsep Dasar Nifas .................................................................6
B. Konsep dasar HPP.................................................................22
C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan......................29
BAB III ASUHAN KEBIDANAN.................................................................38
A. Data Subjektif.........................................................................38
B. Data Objektif...........................................................................42
C. Assesment..............................................................................43
D. Penatalaksaan........................................................................44
E. Catatan Perkembangan..........................................................45
BAB IV Pembahasan.................................................................................46
BAB V Penutup..........................................................................................53
A. Simpulan................................................................................53
B. Saran......................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................55
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah


plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil), berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009).
Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi
mengingat target SDGs (Sustainable Development Goals) pada
tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70
per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan
berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas 2 Menengah) 2015-2019, target
angka kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000
kelahiran hidup (BAPPENAS, 2014).
Perdarahan postpartum merupakan penyebab tersering dari
keseluruhan kematian akibat perdarahan obstetrik. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir pada persalinan per vaginam dan melebihi 1000 ml pada
seksio sesarea (Chunningham, 2012), atau perdarahan yang lebih
dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, seperti
kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak
napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit (Karkata,
2010).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perdarahan
postpartum yaitu umur, jumlah paritas, jarak antar kelahiran,
riwayat persalinan sebelumnya, lama partus, lama lepasnya
plasenta, anemia, pengetahuan dan faktor fasilitas pelayanan
kesehatan (Pardosi, 2006). Faktor lain yang berhubungan dengan
perdarahan postpartum yaitu pada keadaan preeklamsia berat
dimana bisa ditemukan defek koagulasi dan volume darah ibu yang
kecil yang akan memperberat penyebab perdarahan postpartum
(Chunningham, 2012).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang
normal. Ibu bersalin merupakan seorang yang sedang berjuang,
bila karena suatu hal tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa
meninggal selama proses persalinan berlangsung. Lebih dari
separuh jumlah kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan
darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari
kematian ibu di seluruh dunia. Walaupun seorang perempuan
dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan postpartum,
namun akan menderita akibat kekurangan darah yang berat
(anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan. Perdarahan postpartum primer adalah perdarahan
yang terjadi 24 jam pertama, penyebab utama perdarahan post
partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
dan robekan jalan lahir terbanyak dalam 2 jam post partum. Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan
jumlah perdarahan primer yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan
darah sistolik 100x/menit, kadar Hb <8mg/dl (Sarwono, 2011).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini yaitu “Bagaimana Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Postpartum 6 Jam Dengan Hemorrhagic
Postpartum Di Ruang Nifas Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh” ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu postpartum
dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin dengan pendekatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian data subjektif asuhan kebidanan pada ibu
post pre eklamsia beratpartum dengan HPP di ruang nifas RSUD
dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.
b. Memengetahui pengkajian data objektif asuhan kebidanan pada
ibu postpartum dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin.
c. Mengidentifikasi diagnosa/masalah asuhan kebidanan pada ibu
postpartum dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin.
d. Mengetahui penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu
postpartum dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin.
D. Manfaat
1. Secara Teori
Hasil penulisan dapat digunakan untuk mengidentifikasi kasus
postpartum dengan HPP
2. Secara Praktik
a. Bagi penulis
Agar mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang nyata pada asuhan kebidanan pada kasus
ibu postpartum dengan HPP
b. Bagi Profesi
Agar dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan
sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran asuhan
kebidanan serta meningkatkan keterampilan dalam
memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu
postpartum dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin.
c. Bagi Rumah Sakit
Agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu postpartum
dengan HPP di ruang nifas RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat dijadikan sebagai referensi untuk memberikan
pendidikan mata kuliah kegawatdarutan maternal tentang
asuhan kebidanan pada ibu postpartum dengan HPP di
ruang nifas RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil (Cunningham et al, 2013). Masa nifas (puerperium)
adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sulistyawati, 2009) 
Setelah kelahiran bayi dan keluarnya plasenta, ibu memasuki
masa penyembuhan fisik dan psikologis. Dari sudut pandang medis
dan fisiologis, masa ini disebut dengan nifas, yang dimulai sesaat
setelah keluarnya plasenta dan selaput janin serta berlanjut hingga
6 minggu (Fraser, 2009). 
a. Tahapan masa nifas 

Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas dibagi menjadi 3


tahap yaitu: 
1) Puerperium dini 
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang
dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari. 
2) Puerperium intermedial 
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8
minggu. 
3) Remote puerperium 
Remote puerperium merupakan masa yang
diperlukan untuk pulih dan sehat yang sempurna, terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat
berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan. 
b. Perubahan pada masa nifas 

1) Perubahan fisiologis dan struktural masa nifas 


a) Involusi uterus 
Involusi merupakan suatu proses kembalinya
uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi
uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati)
(Sulistyawati, 2009). 
Masa nifas berawal segera setelah plasenta dan
selaput ketuban keluar dari uterus. Oksitosin yang
dibebaskan dari kelenjar hipofisis anterior menginduksi
kontraksi miometrium yang intermiten dan kuat, dan
karena rongga uterus sudah kosong maka keseluruhan
uterus berkontraksi penuh ke arah bawah dan dinding
uterus kembali menyatu berhadapan satu sama lain. 
Setelah satu jam paska salin, miometrium sedikit
melemas, tetapi perdarahan aktif dihambat oleh
pengaktifan mekanisme pembekuan darah, yang
selama kehamilan mengalami perubahan besar, untuk
menghasilkan respons pembekuan yang cepat
(Cunningham et al, 2013).
Hemostasis dicapai melalui tiga cara yaitu (1)
iskemi, (2) tekanan aposisi dinding-dinding uterus
menghasilkan rogga berbentuk T, (3) mekanisme
pembekuan darah. 
Segera setelah lahir, uterus memiliki berat sekitar
900-1000g dan fundus teraba sekitar 11-12cm di atas
simfisis pubis (Depkes RI, 2008). Tempat perlekatan
plasenta tampak kemerahan dan terpajan. Uterus
bersambungan dengan vagina dan serviks melingkupi
korpus uterus. Involusi uterus berlangsung sedemikian
cepat sehingga 50% dari massa total jaringan lenyap
dalam 1 minggu. Terjadi perubahan yang mencolok
dalam kandungan kolagen dan elastin, sementara air
dan protein lenyap. 
Involusi terjadi karena hormon plasenta dan
diperkirakan diperantarai oleh enzim hidrolik dan
proteolitik yang dibebaskan dari sel miometrium, sel
endotel pembuluh darah dan magrofag. 
Inisiasi menyusui dan pengisapan puting payudara
oleh bayi pada awal kelahiran memperkuat
pengeluaran oksitosin, oksitosin merangsang
miometrium dan juga membantu pengosongan rongga
uterus. 
b) Kerusakan dan perbaikan jaringan lunak 
Selama persalinan tidak jarang terjadi kerusakan
pada jaringan lunak, yaitu kerusakan pada perineum.
Trauma pada perineum dijelaskan sebagai berikut: 
 Superficial 
Hal ini biasanya berupa lecet pada kulit tempat
epidermis terpisah akibat tekanan peregangan. Luka
ini tidak memerlukan pengobatan, namun kelainan
ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman karena
terganggunya banyak ujung syaraf yang terletak di
lapisan superficial jaringan. 
 Derajat satu 
Derajat satu adalah robekan kulit dan jaringan
superficial di bawahnya (tidak termasuk otot). Luka
sering sembuh sendiri karena tepi luka biasanya
berhadapan langsung. 
 Derajat dua 
Derajat dua apabila robekan menyebabkan
kerusakan otot perineum. Luka ini biasanya dijahit
untuk membantu penyembuhan 
 Derajat tiga 
Derajat tiga yaitu otot sfingter anus terkena.
Harus dilakukan perbaikan obstetric sehingga
penyulit inkontinensia feses dapat dihindari. 
 Derajat empat 
Derajat empat apabila robekannya sangat luas,
sfingter anus dapat terputus dan robekan mencapai
mukosa rectum. Diperlukan perbaikan bedah
spesialis agar fungsi anus kembali normal. 
 Episiotomi adalah insisi bedah untuk memperbesar
introitus vagina agar bayi mudah keluar. Episiotomi
yang perbaikannya merupakan kewenangan bidan
termasuk dalam kategori robekan derajat dua. 

c) Lochea 
Lochea adalah keluaran dari uterus setelah
melahirkan. Cairan yang pertama kali keluar dari vagina
disebut dengan lochea rubra dan terdiri atas darah
yang terkumpul di dalam saluran reproduksi dan produk
autolitik desidua yang nekrotik dari tempat perlekatan
plasenta. 
Lokea pertama kemerahan dan mungkin
mengandung bekuan. Jumlah dan karakternya berubah
dari hari ke hari. Pada awalnya jumlah lochea sangat
banyak, kemudian sedang, dan biasanya berhenti
dalam 2 minggu. Warna digambarkan dengan bahasa
Latin, rubra untuk merah segar, serosa untuk serum
kecoklatan dan alba untuk kuning keputihan. Keluaran
keseluruhan setelah melahirkan adalah 400 sampai
1200 ml. Normalnya lochea memiliki bau apak. Bau
yang amis atau busuk menandakan terjadinya infeksi
(Depkes RI, 2008).
Macam – macam lochea: 
 Lochea rubra (cruenta); 1 – 2 hari berwarna merah
dan hitam, terdi dari sel – sel desidua, verniks
kaseosa, rambut lanugo, dan sisa mekonium serta
sisa darah. 
 Lochea sanguinolenta; 3 – 7 hari, berwarna putih
merah kekuningan berisi darah dan lendir. 
 Lochea serosa; 7- 14 hari, berwarna kekuningan. 
 Lochea alba; cairan putih setelah 2 minggu. 
 Lochea purulenta; terjadi infeksi, keluar cairan
seperti nanah berbau busuk. 
 Lochiostatic; lochea tidak lancar keluarnya. 
Pengeluaran lochea yang menunjukkan keadaan
abnormal, seperti: 
 Perdarahan berkepanjangan. 
 Pengeluaran lochea bertahan (lochiostatika). 
 Rasa nyeri berlebihan. 
 Terdapat infeksi intrauterine. 
 Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber
perdarahan (Kemenkes RI 2013). 
d) Pengeluaran darah 
Pengeluaran darah yang berlebihan (>500ml) dan
dalam 24 jam persalinan disebut perdarahan
pascapartum. Perdarahan ini disebabkan oleh
kegagalan miometrium berkontraksi secara sempurna,
atau kegagalan mekanisme pembekuan darah. 
Risiko perdarahan primer lebih rendah setelah
persalinan, tetapi sebelum involusi uterus selesai tetap
ada risiko perdarahan sekunder apabila terjadi infeksi di
dalam rongga uterus. Perdarahan biasanya disebabkan
oleh efek fibrinolitik bakteri, bakteri yang bersifat
anaerob yang mampu tumbuh subur tanpa oksigen
sehingga mungkin diperlukan antibiotik khusus. 
e) Perubahan hormon 
Pada akhir kehamilan sebagian besar hormon
steroid berasal dari plasenta walaupun korpus luteum
dan ovarium terus menghasilkan sebagian. Kadar
esprogen dan progesteron turun ketingkat sebelum
hamil dalam 72 jam setelah persalinan. Hormon protein
plasenta memiliki waktu paruh yang lebih lama
sehingga kadar plasenta turun lebih lambat. Selama
kehamilan, pembentukan gonadotropin tertekan. Kadar
FSH pulih ke konsentrasi prahamil dalam 3 minggu
setelah persalinan, tetapi pemulihan sekresi LH
memerlukan waktu lebih lama, bergantung pada lama
laktasi. Kadar oksitosin dan prolaktin juga bergantung
pada kinerja laktasi. 
2) Perubahan pada sistem hematologis dan kardiovaskular 
a) Sistem pernafasan 
Penurunan konsentrasi progesteron setelah
pengeluaran plasenta memulihkan sensitivitas tubuh
terhadap karbon dioksida sehingga tekanan parsial
karbon dioksida kembali ke kadar sebelum hamil.
Diagfragma dapat meningkatkan jarak gerakkannya
setelah uterus tidak lagi menekannya sehingga ventilasi
lobus-lobus basal paru dapat berlangsung penuh.
Compliance dinding dada, volume alun nafas, dan
kecepatan pernafasan kembali ke normal dalam 1-3
minggu. 
b) Sistem perkemihan 
Pada masa nifas terjadi diuresis untuk
mengembalikan peningkatan air ekstrasel. Diuresis
biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima pasca
persalinan. Distensi pada kandung kemih juga
berpengaruh terhadap kontraksi uterus sehingga dapat
menyebabkan perdarahan. Kebanyakan pasien dapat
berkemih secara spontan dalam 8 jam setelah
melahirkan. 
Aliran plasma ginjal, laju filtrasi glomelurus, dan
keratinin plasma, kembali ke kadar normal prahamil
pada pemeriksaan minggu ke-6. Ekskresi vitamin dan
mineral melalui urine normal dalam minggu pertama
setelah persalinan. Kadar renin dan angiotensin plasma
menyesuaikan diri dengan hilangnya hormon janin yang
mempengaruhi pengendalian keduanya sehingga kadar
turun dan meningkat sebelum kembali ke normal. 
c) Sistem pencernaan dan defekasi 
Selama persalinan motilitas lambung berkurang,
penurunan tonus sfingter esofagus bawah, penurunan
motilitas lambung dan peningkatan keasaman lambung
menyebabkan perlambatan pengosongan lambung.
Tonus dan tekanan sfingter esofagus bawah akan
kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan.
Pada nifas dini, penurunan tonus otot dan motilitas
saluran cerna dapat menyebabkan relaksasi abdomen,
peningkatan distensi gas dan konstipasi setelah
melahirkan. 
3) Perubahan berat badan 
Perubahan berat badan disebabkan oleh kombinasi
peningkatan ACTH, ADH, dan stress, yang semuanya
meningkatkan retensi natrium dan air. Berat biasanya turun
sejak hari ke-4 setelah persalinan karena deurisis
meningkat. Penurunan berat badan cenderung lebih besar
pada wanita dengan paritas rendah, usia yang lebih muda,
dan berat badan prahamil yang lebih rendah. 
4) Perubahan struktur lain 
Segera setelah melahirkan, vagina tampak halus,
lunak, dan edema. Elastisitas jaringan kembali dalam
beberapa hari. Karena vagina memiliki vaskularisasi
ekstensif, episiotomi dan robekan biasanya cepat sembuh.
Rugae vagina kembali terbentuk, tetapi kurang menonjol
dibandingkan sebelum hamil. Labia mengalami mengalami
regresi ke keadaan yang kurang menonjol dibandingkan
dengan wanita nulipara. Penurunan estrogen pada
persalinan menyebabkan epitel vagina menjadi lebih tipis
dan banyak wanita mengalami masalah dengan lubrikasi
vagina segera setelah melahirkan. 
Kekuatan otot dasar panggul dan pengendalian
neuromuskulusnya lebih terganggu dan mengalami trauma
mekanis yang lebih besar pada wanita yang melahirkan
pervagina, terutama pada minggu pertama masa nifas.
Namun bagi sebagian besar wanita, tonus dan kekuatan
otot kembali normal dalam 2 bulan. Melemahnya otot
sirkum vagina berkaitan dengan keadaan perineum,
episiotomi, lama kala dua persalinan, berat bayi, dan teknik
pendorongan. 
Dinding abdomen mungkin tetap lunak dan kendor
selama beberapa minggu. Peregangan yang berlebihan
menyebabkan kelemahan otot yang menetap. Sendi dan
ligamentum panggul yang melunak secara perlahan
kembali ke normal selama beberapa bulan. Strie
gravidarum menjadi lebih pucat dalam beberapa bulan
tetapi hanya memudar dan tidak menghilang. 
c. Adaptasi psikologis pada masa nifas 
Masa nifas disebut sebagai “trimester ke empat”
(Johnstone 1994), dan sesuai dengan definisinya, masa nifas
adalah periode 6-8 minggu pascapartum, saat ibu
menyesuaikan diri secara fisiologis dan psikososial untuk
menjadi ibu. 
Perubahan emosi normal pada masa nifas bersifat pilihan
dan kompleks dan mungkin meliputi hal-hal berikut ini (Ball
1994, Barclay&Llyod 1996, Bick&MacArthur 1995, Bick et al
2002, Johnstone 1994) : 
 Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan, mulai dari
kepuasan, kegembiraan, kebahagiaan, hingga kelelahan,
ketidakberdayaan, ketidakbahagiaan, dan kekecewaan
karena pada beberapa minggu pertama tampak didominasi
oleh hal baru dan asing yang tidak terduga ini. 
 Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin
diungkapkan oleh kebanyakan ibu segera setelah
kelahiran; kadang-kadang ibu menanggapi secara dingin
terhadap peristiwa yang baru terjadi, terutama bila ibu
mengalami persalinan lama, dengan komplikasi, dan sulit. 
 Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan
dan bayi; sama halnya dengan ibu yang tidak tertarik
dengan bayinya, meskipun beberapa ibu yang ingin
menyusui menginginkan adanya kontak kulit-ke-kulit dan
segera menyusui. 
 Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi. 
 Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap
tanggung jawab yang sangat berat dan mendadak. 
 Kelelahan dan peningkatan emosi. 
 Nyeri misalnya perineum dan puting susu. 
 Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan
(misalnya: menyusui); kehilangan libido, gangguan tidur
dan kecemasan. 
1) Bonding Attachment 
Menurut Brazetton (1978), bonding (ikatan)
didefenisikan sebagai suatu ketertarikan satu sama lain
(mutual) yang pertama kali antar individu, seperti antara
orangtua dan anak pada waktu pertama kali bertemu.
Proses kasih sayng dapat berlangsung secara terus
menerus, dimulai pada saat ibu hamil dan semakkin
menguat pada awal pasca melahirkan. 
Kondisi yang dapat mempengaruhi ikatan menurut
Mercer (1982) adalah sebagai berikut : 
a) Kesehatan emosional orang tua (termasuk kemampuan
untuk mempercayai orang lain). 
b) Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup,
teman dan keluarga. 
c) Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan
dalam memberi asuhan yang kompeten. 
d) Kedekatan orang tua dengan bayi. 
e) Kecocokan orang tua-bayi (termasuk keadaan,
temperamen dan jenis kelamin bayi). 
2) Fase Taking In (perilaku dependen) 
Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana
ibu mengaharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang
lain. Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan,
dimana fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Disebut fase taking in karena selama waktu ini ibu yang
baru melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan.
Dikatan fase dependen karena pada waktu ini ibu
menunjukkan kebahagiaan / kegembiraan yang besar dan
sangat senang untuk menceritakan tentang
pengalamannya melahirkan. 
Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan
cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan
karena faktor kelelahan. Oleh karena itu ibu perlu cukup
istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Disamping
itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik. Pada fase ini perlu diperhatikan
pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan ibu
dan nafsu makan ibu juga sedang meningkat. 
3) Fase Taking Hold 
Pada fase ini secara bergantian timbul kebutuhan ibu
untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang
lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu
secara mandiri. Fase ini berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu sudah mulai
menunjukkan kepuasaan (terfokus pada bayinya). Ibu
mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya. Ibu
mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi
dirinya dan juga pada bayinya. Ibu mudah sekali didorong
untuk melakukan perawatan bayinya. Pada fase ini ibu
berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan
bayi dan ibu memiliki keinginan untuk merawat bayinya
secara langsung. Fase ini tepat untuk memberika
pendidika kesehatan tentang hal-hal yang diperlukan bagi
ibu yang baru melahirkan dan bagi bayinya. Bidan perlu
memberikan dukungan tambahan bagi ibu-ibu yang baru
melahirkan berikut ini : 
a) Ibu primipara yang belum berpengalaman mengasuh
anak 
b) Ibu yang merupakan wanita karier 
c) Ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk dapat
berbagi rasa 
d) Ibu yang berusia remaja 
e) Ibu yang tidak bersuami 
Karena ibu-ibu tersebut seringkali mengalami
kesulitan menyesuaikan diri terhadap isolasi yang dialami
dan tidak menyukai terhadap tanggungjawabnya di rumah
dan merawat bayi. 
4) Fase Letting Go 
Fase ini merupakan fase penerimaan tanggung jawab
akan peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari
pasca melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan ibu untuk
merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase ini.
Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk
mengobservasi bayi. Hubungan antar pasangan
memerlukan penyesuaian dengan kehadiran anggota baru
(bayi). 
d. Kebutuhan dasar masa nifas 
1) Nutrisi dan Cairan 
Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi
setelah persalinan. Ibu harus mendapat nutrisi yang
lengkap dengan tambahan kalori sejak sebelum hamil
(200-500 kal) yang akan mempercepat pemulihan
kesehatan dan kekuatan, meningkatkan kualitas dan
kuantitas ASI, serta mencegah terjadinya infeksi. 
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan
tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi, dan untuk
memulai proses pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori
per hari ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan
per hari ditingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml).
Suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas
selama 4 minggu pertama setelah kelahiran (Milton, 2015).
2) Ambulasi Dini (Early Ambulation) 
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas
mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya
dan membimbingnya untuk berjalan. Menurut penelitian,
ambulasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak
menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak
mempengaruhi penyembuhan luka episiotomy, dan tidak
memperbesar kemungkinan terjadinya prolaps uteri atau
retrofleksi. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada pasien
dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan
keadaan yang lain yang masih membutuhkan istirahat
(Rowe et al, 2016).
3) Eliminasi 
Dalam 6 jam pertama postpartum, pasien sudah
harus dapat buang air kecil. Semakin lama urine tertahan
dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ perkemihan, misalnya infeksi.
Biasanya, pasien menahan air kencing karena takut akan
merasakan sakit pada luka jalan lahir. Bidan harus dapat
meyakinkan pada pasien bahwa kencing sesegera
mungkin setelah melahirkan akan mengurangi komplikasi
postpartum. Berikan dukungan mental pada pasien bahwa
ia pasti mampu menahan sakit pada luka jalan lahir akibat
terkena air kencing karena ia pun sudah berhasil berjuang
untuk melahirkan bayinya. 
Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus
dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan
dalam usus maka semakin sulit baginya untuk buang air
besar secara lancar. Feses yang tertahan dalam usus
semakin lama akan mengeras karena cairan yang
terkandung dalam feses akan selalu terserap oleh usus.
Bidan harus dapat meyakinkan pasien untuk tidak takut
buang air besar karena buang air besar tidak akan
menambah parah luka jalan lahir. Untuk meningkatkan
volume feses, anjurkan pasien untuk makan tinggi serat
dan banyak minum air putih (Chunningham, 2013).
4) Higiene 
Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil,
biasanya ibu postpartum masih belum cukup kooperatif
untuk membersihkan dirinya. Bidan harus bijaksana dalam
memberikan motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri. Pada
tahap awal, bidan dapat melibatkan keluarga dalam
perawatan kebersihan ibu (Chunningham, 2013). 
5) Istirahat 
Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang
berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya.
keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan
kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai
persiapan untuk energi menyusui bayinya nanti
(Sulistyawati, 2009). Jika ibu kurang istirahat akan
mengakibatkan berkurangnya jumlah produksi ASI,
memperlambat proses involusi, memperbanyak
perdarahan, menyebabkan depresi, dan menimbulkan rasa
ketidakmampuan merawat bayi (Bahiyatun, 2009). 
6) Seksual 
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan
seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang
untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu
tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Sulistyawati, 2009). 
7) Latihan/ Senam Nifas 
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal,
sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal mungkin
dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan normal
dan tidak ada penyulit postpartum. 
e. Asuhan Masa Nifas 
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan
bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24
jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis dari
kehidupan bayi, dua pertiga kematian bayi terjadi dalam waktu
4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir
terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan
melekat dan asuhan pada ibu dan bayi masa nifas dapat
mencegah beberapa kematian ini (Saifuddin, 2010). 
Prinsip dari asuhan pada masa nifas ini adalah
melakukan kunjungan untuk mengevaluasi keadaan ibu nifas
selama perawatan di rumah seperti apa. Pemberian health
education juga merupakan hal penting dalam pelaksanaan
kunjungan pada masa nifas (home care). 
Jadwal kunjungan pada masa nifas adalah 4x, yaitu : 
1) Kunjungan pertama (6-8 jam post-partum) 
Dalam 1 jam pertama persalinan, ibu dan bayi tidak
boleh ditinggal tanpa pengawasan karena ibu satu jam
post partum ini rawan terjadi perdarahan dan harus
diobservasi tanda-tanda vitalnya secara berkala. 
Yang harus dikaji dalam kunjungan pertama ini
adalah TFU, kontraksi uterus, banyaknya perdarahan,
perkembangan tanda-tanda vital, kandung kemih, dan
rooming in jika ibu tidak terdapat komplikasi yang berarti. 
2) Kunjungan kedua (6 hari post partum) 
Yang harus dikaji di kunjungan kedua ini adalah
mengobservasi proses involusi uterus, yaitu dengan
mengkaji penurunan TFU, warna lochea, kelancaran ASI,
dan pemenuhan kalori ibu nifas yang harus tercukupi demi
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. 
3) Kunjungan ketiga (2 minggu post partum) 
Yang harus dikaji di kunjungan ketiga ini adalah sama
seperti kunjungan kedua. 
4) Kunjungan keempat (6 minggu post partum) 
Kunjungan keempat ini akan dievaluasi cairan yang
keluar dari vagina, keberhasilan ASI eksklusif, penyuluhan
metode KB agar tidak terjadi hamil anak selanjutnya yang
tidak direncanakan, serta penyuluhan mengenai hubungan
seksual. Jika involusi telah sempurna, ibu dan suami
diperbolehkan untuk berhubungan seksual. 

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena


merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan
50% kematian masa nifas terjadi 24 jam pertama.
Tujuan asuhan masa nifas dibagi 2 yaitu:
a. Tujuan umum
Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal
mengasuh anak
b. Tujuan khusus
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi fisik maupun
psikologis
2) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi terhadap ibu dan bayinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan, tenaga perawatan
kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian
imunisasi dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan pelayanan KB
c. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas ini,antara
lain sebagai:
a) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas
dalam menghadapi saat-saat kritis masa nifas.
b) Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan
kesehatan terhadap ibu dan keluarga.
c) Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan
perawatan, penentuan, penanganan masalah, rujukan
dan deteksi dini komplikasi masa nifas.

B. Konsep Dasar Teori HPP (Haemorragic Post Partum)


Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500
cc atau lebih setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase
dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang
dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II
dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau
kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III
persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan
pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala
III persalinan selesai(Saifuddin, 2014).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan
yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita
jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga
berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak
yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam
syok (Saifuddin, 2014).
a. Jenis Perdarahan
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu
perdarahan postpartum primer/dini dan perdarahan
postpartum sekunder/lanjut.
1. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan
postpartum yang terjadi dalam 24 jam pertama
kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
2. Perdarahan postpartum sekunderyaitu perdarahan
postpartumyang terjadi setelah 24 jam pertama
kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak
baik, atau sisa plasenta yang tertinggal(Manuaba,
2014).
b. Etiologi
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak
faktor. Beberapa faktor predisposisi adalah anemia, yang
berdasarkan prevalensi di negara berkembang merupakan
penyebab yang paling bermakna. Penyebab perdarahan
postpartum paling sering adalah atonia uteri serta retensio
plasenta, penyebab lain kadang-kadang adalah laserasi
serviks atau vagina, ruptur uteri, daninversi uteri (Saifuddin,
2014).Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi
menjadi empat kelompok utama:

1. Tone (Atonia Uteri)


Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan
postpartum. Perdarahan postpartum bisa dikendalikan
melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium.
Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya
pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke
tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan
mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium
dinamakan atonia uteri(Oxorn, 2010).Diagnosis
ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir
perdarahan masih ada dan mencapai 500-1000 cc,
tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek (Saifuddin,
2014).Pencegahan atonia uteri adalah dengan
melakukan manajemen aktif kala III dengan sebenar-
benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3
tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn,
2010).
2. Trauma dan Laserasi
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena
robekan pada saat proses persalinan baik normal
maupun dengan tindakan, sehingga inspeksi harus
selalu dilakukan sesudah proses persalinan selesai
sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan.
Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di vulva,
vagina, servik, porsio dan uterus(Oxorn,2010).
3. Tissue(Retensio Plasenta)
Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim
akan mengganggu kontraksi dan retraksi, sinus-sinus
darah tetap terbuka, sehingga menimbulkan
perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi pada
bagian plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Bagian plasenta yang masih melekat merintangi
retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung
terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta
dikeluarkan(Oxorn, 2010).Retensio plasenta, seluruh
atau sebagian, lobus succenturiata, sebuah kotiledon,
atau suatu fragmen plasenta dapat menyebabkan
perdarahan plasenta akpostpartum. Retensio
plasenta dapat disebabkan adanya plasenta akreta,
perkreta dan inkreta. Faktor predisposisi terjadinya
plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio
sesarea, pernah kuret berulang, dan
multiparitas(Saifuddin, 2014).
4. Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)
Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi
setelah abruption placenta, retensio janin-mati yang
lama di dalam rahim, dan pada emboli cairan
ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah
menyebabkan perdarahan yang tidak dapat
dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai
untuk mengendalikan perdarahan. Secara etiologi
bahan thromboplastik yang timbul dari degenerasi
dan autolysis deciduaserta placenta dapat memasuki
sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi
intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang
beredar(Oxorn, 2010).
c. Gejala Klinis Perdarahan Postpartum
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume
darah sebelum hamil, derajat hipervolemia-terinduksi
kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan. Gambaran
PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan
tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai
terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro,
2012).
d. Definisi Perdarahan Post Partum

No Gejalan dan tanda Gejala dan Diagnosis


yang selalu ada tanda yang kemungkinan
kadang-kadang
ada
1 -Uterus tidak - syok -atonia uteri
berkontraksi dan
lembek
-Perdarahan
segera setelah
anak lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan
Primer atau P3)
2 -Perdarahan -Pucat -Robekan jalan
segera (P3) -Lemah lahir
-Darah segar yang -Menggigil
mengalir segera
setelah bayi lahir
(P3)
-Uterus kontraksi
baik -Plasenta
lengkap
3 -Plasenta belum -Tali pusat -Retensio
lahir setelah 30 putus akibat Plasenta
menit traksi
- berlebihan
Perdarahansegera -Inversio uteri
(P3) akibat tarikan
-Uterus kontraksi -Perdarahan
lanjutan
4 -Plasenta atau -Uterus -Tertinggalnya
sebagian selaput berkontraksi sebagian
(mengandung tetapi tinggi plasenta
pembuluh darah) fundus tidak
tidak lengkap berkurang
-Perdarahan
segera (P3)
5 -uterus tidak -Syok -Inversio uteri
teraba neurogenik
-Lumen vagina -Pucat dan
terisi massa limbung
-Tampak tali pusat
(jika plasenta
belum lahir)
-Perdarahan
segera (P3)
-Nyeri sedikit atau
berat
6 -Sub-involusi -Anemia -Perdarahan
uterus -Demam terlambat
-Nyeri tekan perut -Endometritis
bawah atau sisa
-Perdarahan lebih plasenta
dari 24 jam (terinfeksi atau
setelah persalinan. tidak)
Perdarahan
sekunder atau
P2S.
-Perdarahan
bervariasi (ringan
atau berat, terus
menerus atau
tidak teratur) dan
berbau (jika
disertai infeksi)
7 -Perdarahan -Syok -Robekan
segera (P3) -Nyeri tekan dinding uterus
(Perdarahan perut (ruptura uteri)
intraabdominal -Denyut nadi
dan atau vaginum) ibu cepat
-Nyeri perut berat
Sumber : Saifuddin, 2014
e. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan HPP memiliki dua
komponen utama yaitu resusitasi dan pengelolaan
perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik
dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari
perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan
postpartum mengharuskan kedua komponen secara
simultan dan sistematis ditangani (Edhi, 2013).Penggunaan
uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan
perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera
setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik
juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat disarankan
pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan
tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terus
menerus dan sumber perdarahan diketahui, embolisasi arteri
uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung
lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan
pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk
menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut,
meskipun 17penanganan dengan uterotonika dan intervensi
konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus
dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut(WHO, 2012).
f. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi
akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan
antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses
persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah PPP
(Prawirohardjo, 2014).Pencegahan PPP dapat dilakukan
dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III
adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah
bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan
plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III
mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan
postpartum(Edhi, 2013).Semua wanita melahirkan harus
diberikan uterotonika selama kala III persalinan untuk
mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU)
direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika
injeksi lainnya dan misoprostol direkomendasikan sebagai
alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika
oksitosin tidak tersedia. Peregangan talipusat terkendali
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih alam
menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu
kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan
(WHO, 2012).

C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Varney


a. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran
dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keteranpilan dalam rangkaian tahapan yang
logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada
klien (Helen Varney, 2008).
b. Tujuan Adapun tujuan dari manajemen kebidanan (Helen
Varney, 2008)
1. Untuk menunjukkan perbaikan-perbaikan yang
diharapkan setelah menetukan perencanaan.
2. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
tindakan yang dilakukan dan menetukan sasaran
yang tepat.
3. Untuk mengetahui kemajuan hasil dan tindakan yang
akan dilakukan
4. Untuk memecahkan suatu masalah
5. Menimbulkan cara berpikir analitik dan kritis dengan
melihat permasalahan
6. Menjadi profesionalisme dalam mengatasi
permasalahan ibu, anak dan keluarga berencana.
c. Langkah – Langkah Manajemen Kebidanan Varney
1) Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah
pertama ini berisi semua informasi yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Yang terdiri dari data subjektif dan data
objektif. Data subjektif adalah yang menggambarkan
pendokumentasianhasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa. Yang termasuk data subjektif
antara lain biodata, riwayat menstruasi, riwayat
kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas,
biopsikologo spiritual, pengetahuan klien. Data
objektif adalah yang menggambarkan
pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan test diagnostik lain yang di
rumuskan dalam fokus. Data objektif terdiri dari
pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhan dan
pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus
(inspeksi, 49 palpasi, auskultasi, perkusi),
pemeriksaan penunjang (laboratorium, cacatan baru
dan sebelumnya).(Tresnawati, 2016)
2) Langkah 2 : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini
dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data- data
yang telah dikumpulkan (Tresnawati, 2016).
3) Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah
Potensial dan mengantisipasi penanganannya Pada
langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial
atau diagnosa potensial berdasarkan diagnose atau
masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan.Bidan diharapkan dapat
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnose atau
masalah potensial ini menjadi benar-benar
terjadi(Tresnawati, 2016).
4) Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan terhadap
Tindakan Segera. Melakukan konsultasi,kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi
klien. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh
bidan atau dokter dan atau untuk di konsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien
(Tresnawati, 2012).
5) Langkah 5 : Menyusun rencana Asuhan Yang
Menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan
yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi (Tresnawati,
2016).
6) Langkah 6 : Pelaksanaan langsungAsuhan dengan
efesien dan aman Pada langkah ini, rencana asuhan
yang menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilaksanakan seluruhnya oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan
sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarah pelaksanaannya (Tresnawati, 2016).
7) Langkah 7 : Evaluasi Pada langkah ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan akan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalamdiagnosa danmasalah. Rencana tersebut
dianggap efektif jika memang benar dalam
pelaksanaannya (Tresnawati, 2016).
d. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Hemorragic Post Partum
Primer
Untuk dapat memberikan asuhan kebidanan secara
baik, yang perlu dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan proses manajemen kebidanan. Untuk itu penulis
akan menguraikan berdasarkan studi kepustakaan yang
berhubungan dengan asuhan kebidanan. Adapun penerapan
manajemen kebidanan menurut Varney meliputi :
pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi,
implementasi, intervensi, evaluasi.
Identifikasi dan analisa masalah Bila seorang pasien
atau klien datang meminta bantuan pada bidan, maka
langkah awal dari kegiatan yang dilakukan adalah
mengidentifikasi masalah kemudian menganalisis masalah
tersebut. Bidan mulai mewawancarai klien untuk menggali
data subyektif.
a) Data Subjektif
Biodata Nama yang jelas dan lengkap, bila
perlu nama panggilan sehari-hari. Umur dicatat
dalam tahun, sebaiknya juga ditanyakan
tanggal lahir klien, umur berguna untuk
mengantisipasi pasti diagnosa masalah
kesehatan dan tindakan yang akan dilakukan.
Suku/bangsa perlu dicatat karena hal tersebut
sangat berpengaruh dalam kehidupan
termasuk kesehatan. Disamping itu
memudahkan dalam melakukan pendekatan
dan melakukan asuhan kebidanan. Agama
perlu dicatat karena hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kehidupan termasuk
kesehatan. Disamping itu memudahkan dalam
melakukan pendekatan dan melakukan asuhan
kebidanan. Pendidikan klien perlu ditanyakan
untuk mengetahui tingkat intelektualnya.
Pekerjaan dicatat untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh kesehatan klien dalam
pembiayaan. Alamat perlu dicatat untuk
mempermudah hubungan bila keadaan
mendesak. Misalnya memerlukan bantuan
keluarga, alamat juga dapat memberikan
petunjuk keadaan lingkungan tempat tinggal
klien.Dari biodata ini diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang faktor resiko,
keadaan social, ekonomi dan pendidikan klien
serta keluarga yang dapat mempengaruhi
kesembuhan klien (Marmi,2012).
a) Keluhan Utama Keluhan utama ditanyakan
untuk mengetahui alasan pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Keluhan yang
dirasakan pada hemorragic post partum primer
yaitu keluar darah segar dalam jumlah banyak,
pusing dan lemas (Nugroho, 2010).
b) Riwayat menstruasi Data ini memang tidak
secara langsung berhubungan dengan masa
nifas, namun dari data yang kita peroleh kita
akan mempunyai gambaran tentang keadaan
dasar dari organ reproduksinya. Beberapa data
yang harus kita peroleh dari riwayat menstruasi
antara lain
a. Menarche adalah usia pertama kali
mengalami menstruasi. Wanita indonesia pada
umumnya mengalami menarche sekitar 12
sampai 16 tahun.
b. Siklus Menstruasi adalah jarak menstruasi
yang dialami dengan menstruasi berikutnya,
dalam hitungan hari. Biasanya sekitar 23
sampai 32 hari.
c. Volume. Data ini menjelaskan seberapa
banyak darah menstruasi yang dikeluarkan.
Kadang kita akan kesulitan untuk mendapatkan
data yang valid. Sebagai acuan biasanya kita
gunakan kriteria banyak, sedang, dan sedikit.
Jawaban yang diberikan oleh pasien biasanya
bersifat subyektif, namun kita dapat kaji lebih
dalam lagi dengan beberapa pertanyaan
pendukung, misalnya sampai berapa kali
mengganti pembalut dalam sehari.
b) Status perkawinan Ini penting untuk dikaji
karena dari data ini kita akan mendapatkan
gambaran mengenai suasana rumah tangga
pasangan. Beberapa pertanyaan yang dapat
diajukan antara lain sebagai berikut : - Berapa
tahun usia ibu ketika menikah pertama kali? -
Lama pernikahan? - Ini adalah suami yang ke?
c) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, dan kb
yang lalu Hal ini penting untuk mengetahui
faktor resiko pada persalinan berikutnya. Yang
perlu ditanyakan : kehamilan, penolong,
apakah 54 masalah/gangguan kesehatan yang
timbul sewaktu hamil dan melahirkan, seperti
perdarahan, kelainan letak juga riwayat pre
eklamsi. Selain itu ditanyakan pula tempat
melahirkan, cara melahirkan(spontan atau
dengan tindakan) begitu juga dengan kelahiran
anak meliputi BB, PB, jenis kelamin, dan
keadaan sekarang (hidup atau mati).
d) Riwayat Kehamilan Sekarang Yang ditanyakan
usia kehamilan, kapan dan dimana ANC
berapa kali, dimana, dan kapan pernah dapat
imunisasi, jika ya kapan, dimana, berapa kali,
obat - obatan yang didapatkan dan keluhan
yang dirasakan. Informasi apa yang didapatkan
waktu periksa hamil.
e) Riwayat Persalinan Sekarang Kita tanyakan
bagimana proses persalinannya, mulai datang
keluhan sampai persalinan kala I dan IV nya
untuk melakukan penatalaksanaan yang tepat
sesuai dengan masalahnya.
f) Riwayat kesehatan yang lalu Dari data riwayat
kesehatan ini dapat digunakan sebagai
“penanda” akan adanya penyulit selama masa
nifas. Adanya perubahan fisik dan fisiologis
pada masa nifas yang melibatkan seluruh
sistem dalam tubuh akan mempengaruhi organ
yang mengalami gangguan. Beberapa data
penting tentang riwayat kesehatan pasien yang
perlu kita ketahui adalah apakah pasien pernah
menderita penyakit menular (TBC, AIDS,
hepatitis), menahun (Asma, jantung,
hipertensi), dan menurun (DM, Asma,
Hipertensi).

e. Pathwey
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
Tanggal : 5 juni 2021 Nama : Meilinda Kristiawati

Jam : 08.30 wita Nim : 11194992110015

Tempat : Ruang Nifas Keterampilan : 2

A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas

Nama Ny. H Tn. S

Umur 32 Tahun 35 Tahun

Suku/Bangsa Islam Islam

Agama Banjar/ Indonesia Banjar/ Indonesia

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan IRT Swasta

Alamat Jl.Tabunganen Jl.Tabunganen


2. Keluhan utama

Ibu mengatakan telah melahirkan 6 jam yang lalu, mengeluh mengeluarkan

darah yang banyak dan merasa pusing serta perutnya masih terasa sakit.

3. Riwayat perkawinan

Kawin 1 kali, kawin pertama kali umur 20 tahun, dengan suami sekarang sudah

12 tahun.

4. Riwayat Obstetri

P3A0

Penyu

Kehamilan Persalinan Bayi lit Ket

Nifas
N
Temp Pe
Tahun
Pen Kead
o.
Car at/ n-
UK - UK BB PB Seks an
a Penol yuli
yulit Lahir
ong t
380
39 Spo PKM/ 50
1 2009 - Aterm - 0gr P Hidup - -
mgg ntan Bidan cm
am
350
40 Spo RS/ 49
2 2006 - Aterm - 0gr P Hidup - -
mgg ntan Bidan cm
am
430
42 Spo RS/Do 50
3 2021 - Aterm - 0gr L Hidup - -
mgg ntan kter cm
am
5. Riwayat Keluarga Berencana

Jenis : Pil

Lama : ±1 tahun

Masalah : tidak ada

6. Riwayat Persalinan Sekarang


a. Tanggal masuk RS : 04 Juni 2021/ 23.20 WITA
b. Umur kehamilan saat : 42 minggu

melahirkan
c. Tanggal/jam melahirkan : 05 Juni 2021/ 02.48 WITA
d. Tempat/penolong : RS / Dokter
e. Masalah persalinan : Tidak ada
f. Jenis persalinan : Spontan Belakang Kepala
g. Keadaan bayi yang : Hidup, tidak segera menangis,

dilahirkan BB: 4300 gram, PB: 50 cm, jenis

kelamin : laki-laki

7. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan ibu

Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti asma,

DM, jantung, dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis dan penyakit

menular lainnya.

b. Riwayat kesehatan keluarga

Ibu mengatakan dalam keluarga tedak pernah menderita penyakit keturunan

seperti asma, DM, jantung dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan

penyakit menular lainnya.

8. Pola kebutuhan sehari-hari

a. Kebutuhan nutrisi

Makan Minum
Jenis Nasi, sayur, ikan, telur, buah Air putih, air teh
Frekuensi 2 kali sehari 5 gelas
Porsi 1/2 piring ±1/2 L
Masalah Tidak ada Tidak ada
b. Eliminasi

1) BAB : Belum Ada

2) BAK : 500cc (Urine tampung)

c. Personal hygiene : Mengganti pakaian dan Mengganti pampers


d. Aktivitas

Ibu sudah bisa miring kiri dan miring kanan, dan duduk.

e. Tidur dan istirahat

Ibu dapat istirahat namun kadang terbangun.


9. Data psikososial dan spiritual

a. Tanggapan Ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayinya : senang

b. Tanggapan Ibu terhadap perubahan fisiknya : baik

c. Tanggapan Ibu terhadap peristiwa persalinan yang telah : Baik

Dialaminya

d. Hubungan sosial Ibu dengan mertua, orang tua,dan keluarga : Baik

e. Pengambil keputusan dalam keluarga : Suami

f. Orang yang membantu ibu merawat bayi : Keluarga

g. Adat/kebiasaan/kepercayaan ibu yang berkaitan dengan kelahiran dan perawatan

bayi : Aqikah dan tasmiyah

h. Kegiatan spiritual yang dilakukan ibu pada masa nifas : Tidak ada

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda vital :

1) TD : 100/70 mmHg

2) Nadi : 100x/menit
3) Respirasi : 21x/menit

4) Suhu : 36,7°C

2. Pemeriksaan khusus

a. Inspeksi dan palpasi

Kepala : kulit kepala terlihat bersih dan tidak teraba nyeri

tekan.
Muka : terlihat pucat, tidak teraba odem.

Mata : Simetris antara kanan dan kiri, konjungtiva

tampak pucat, sklera tidak kuning.


Telinga : Simetris antara kanan dan kiri, tidak tampak

pengeluaran serumen.
Hidung : tampak simetris, tidak tampak keluar sekret.
Mulut : bibir tampak simetris, tampak pucat, lidah

tampak

bersih, tidak tampak karies gigi.


Leher : tidak teraba pembengkakan pada kelenjar tiroid,

pembesaran vena jugularis, dan kelenjar limfe.


Dada : Bentuk tampak simetris saat inspirasi dan

ekpirasi, tidak ada retraksi dada.


Mamae : Bentuk simetris antara kanan dan kiri, tidak

tampak massa atau benjolan abnormal, puting

susu menonjol, ada pengeluaran ASI.


Abdomen : Tidak tampak jaringan parut, tampak terdapat

linea nigra, tidak teraba adanya massa

abnormal, TFU sepusat, kontraksi kurang baik

(lembek), dan kandung kemih penuh.


Genetalia : Terdapat lochea rubra yang berwarna merah

segar ± 600 cc.

Ekstremitas atas : Tangan kiri terpasang infus RL


Ekstremitas : Tidak tampak oedem dan varises.
bawah

3. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 7,1 gr/dl

C. ANALISA DATA

1. Diagnosa kebidanan : P3A0, post partum 6 jam lalu dengan HPP Primer

2. Masalah : Tidak ada

3. Kebutuhan : KIE dan Konseling

D. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yaitu TD : 110/70 mmHg, N : 100x/menit ,

R : 21x/menit, T : 36,7°C, TFU sepusat, kontraksi kontraksi kurang baik

(lembek).

Rasionalisasi : Memberi tahu hasil pemeriksaan merupakan salah satu hak

pasien (Depkes RI, 2012)

“ ibu mengetahui tentang hasil pemeriksaan “

2. Menjelaskan Pada Ibu bahwa akan dilakukan observasi jumlah perdarahan dan

kontraksi uterus setiap 30 menit

Rasionalisasi : Untuk mengetahui jumlah perdarahan, membuat diagnosa

banding dan menentukan jumlah penggantian. Untuk menentukan peningkatan

kontraksi uterus, dan sebagai dasar untuk menentukan perawatan selanjutnya

“ibu mengerti tentang penjelasan”

3. Memberitahu ibu dan keluarga rencana akan Tranfusi darah 1 Kolf

Rasionalisasi : Untuk mengembalikan serta mempertahankan volume normal

peredaran darah, mengganti kekurangan komponen selular darah,


meningkatkan oksigenasi jaringan, serta memperbaiki fungsi homeostasis pada

tubuh. ( RSUPN Dr. Copto Mangunkusumo. Panduan tranfusi darah;2015)

“ibu mengerti tentang penjelasan”

4. Menganjurkan dan menjelaskan kepada ibu untuk melakukan mobilisasi secara

bertahap dan manfaat mobilisasi seperti miring kiri/kanan kemudian setengah

duduk dan atau melakukan relaksasi (menarik nafas dalam jika rasa sakit

timbul). Menjelaskan manfaat dari mobilisasi meliputi :

a. Mempercepat proses involusi uterus

b. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.

c. Melancarkan fungsi traktur urinalis dan gastro intestinal.

d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat

pengeluaran ASI dan pengeluaran sisa metabolism

Rasionalisasi : Ibu nifas dapat melakukan mobilisasi setelah fisiknya mulai

membaik, ibu boleh miring kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya

thrombosis dan tromboemboli (Indriyani Diyan, 2013).

“Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan”

5. Melakukan observasi tanda-tanda vital ibu seperti :

a. Tanda-tanda vital

b. Tinggi Fundus Uteri

c. Kontraksi Uterus

d. Kandung Kemih

e. Perdarahan

Rasionalisasi : Tanda Tanda Vital merupakan bagian yang penting dalam

melakukan pemeriksaan atau tindakan pada pasien

“Observasi telah dilakukan”


6. Melaksanakan kaloborasi dengan Dokter sesuai advis :

- Infus RL 500cc + Oxytocin 20 IU 20 tpm (selama 12 jam post partum)

- Dc terpasang 1x24 jam

- Injeksi Cefotaxime 2x1 gr

- Rencana Tranfusi 1 kolf PRC

- Injeksi Dexametazone 1 ampul pretranfusi

- P.O sulfas ferosus 1x6gr, asam tranexsamat 3x500g

Rasional : Cairan yang di berikan melalui intravena dapat membantu

mengganti cairan dalam tubuh yang keluar terlalu banyak. Uterotonika

akan merangsang resport yang terletak dalam miometrium untuk

berkontraksi sehingga mengurangi perdarahan.

7. Melakukan dokumentasi asuhan yang telah diberikan

Rasionalisasi : Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar,

jelas, singkat, dan logis dalam suatu metode pendokumentasian yang

dapat mengomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah

dilakukan dan yang akan dilakukan pada seorang klien yang di dalamnya

tersirat proses berpikir sistematis seorang bidan dalam menghadapi

seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen

kebidanan (Hani dkk, 2014).


CATATAN PERKEMBANGAN

No Tanggal Catatan perkembangan


1 06-05-2021 S:

Ibu mengatakan rasa nyeri perut dan luka jahitan berkurang

O:

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

TTV

 TD : 110/70 mmHg

 Nadi : 88x/menit

 Suhu : 36,5 0C

 Pernapasan : 20 x/menit

Kontraksi uterus : Baik

TFU : 2 jari di bawah pusat

A : P3A0 post partum dengan HPP Primer 1 hari yang lalu

P : Intervensi
 Memberitahu hasil pemeriksaan

 Mengobservasi TTV dan keadaan umum

 Memantau kontraksi uterus

 Memberikan konseling dan terapi dr. Sp. OG

- Memberikan injeksi cefotaxime 2x1gr

- Memberikan obat minum asam mefenamat 3x500

gr.

- Memberikan obat minum sulfas ferosus 1x1 tablet.

- Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri

terutama daerah kemaluannya dan daerah bekas

luka jahitan perineum

BAB IV
PEMBAHASAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih

setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai dari
kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai,

kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau

kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang

dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta.

Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai(Saifuddin, 2014).

Pada hari Sabtu , 5 Juni 2021 Jam 02.48 Wita Ny. H melahirkan anak

ketiganya secara Spontan Belakang Kepala ditolong dokter di ruang Ponek. Pasien

tidak pernah mengalami penyulit dan trauma selama persalinan dan nifas yang lalu,

pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, asma jantung, diabetes dan

penyakit menular lainnya, pasien tidak memiliki riwayat mengkomsumsi obat-obatan

selama hamil tanpa resep dari bidan/dokter, pasien tidak pernah mengalami

penyakit yang serius dan tidak pernah dirawat di rumah sakit maupun di puskesmas.

Selama hamil, nutrisi pasien terpenuhi dengan baik, istirahat cukup, aktivitas pasien

tetap melakukan pekerjaan rumah tangga. Pasien mengatakan banyak pengeluaran

darah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis,

keadaan umum baik, tekananan darah 100/70 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 37C,

pernapasan 22 x/menit, ekspresi wajah tampak lesu, tidak tenang dan tampak

meringis menahan sakit serta tidak ada edema dan pembengkakan pada wajah,

kedua konjungtiva mata tampak pucat dan sklera tidak kuning, tidak ada

pembesaran kelenjar tyroid dan vena jungularis, payudara tampak simertis, tampak

hiperfigmentasi pada areola mammae. Pada pemeriksaan abdomen kontraksi uterus

kurang baik tidak teraba bundar dan keras, TFU setinggi pusat dan kandung kemih

kosong. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium Hemoglobin

7gram %.
Menurut Widyasih dkk (2013), masa nifas (puerperium) adalah masa atau

waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta lepas dari rahim sampai enam minggu

berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan

kandungan, yang mengalami perubahan seperti permukaan dan lain sebagainya

berkaitan saat melahirkan, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa masa nifas

atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta, dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira-

kira 6 minggu (Rukiyah, dkk. 2012). Perdarahan Post partum adalah perdarahan

lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Perdarahan postpartum

adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak

dan plasenta lahir (Rukiyah, 2012). Beberapa gejala yang bisa menunjukkan

perdarahan post partum diantaranya perdarahan yang tidak dapat dikontrol,

penurunan tekanan darah, peningkatan detak jantung, penurunan hitung sel darah

merah ( hematocrit ), pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan

sekitar perineum, perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan

ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa

perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat

jatuh kedalam keadaan syok.

.Berdasarkan data-data di atas maka didapatkan beberapa permasalahan pada

kasus ini adalah Perdarahan Postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri.

Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum. Perdarahan

postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium.

Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah

sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme

akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri(Oxorn, 2010).Diagnosis


ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih ada dan mencapai

500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi

yang lembek (Saifuddin, 2014).Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan

manajemen aktif kala III dengan sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol

peroral 2-3 tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn, 2010).

Berdasarkan hasil anamnesa, diketahui bahwa sebelumnya Ny.H tidak pernah

mengalami keguguran dan ini merupakan kehamilannya yang ketiga. Menurut

Sellers (1993) catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden dunia, dari 5-8%

pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh

primigravida. Preeklampsia tidak jarang dikatakan sebagai penyakit primagravida

karena memang lebih banyak terjadi pada primigravida daripada multigravida

(Wiknjosastro,2002). Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa

pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia 3,9%, kehamilan kedua 1,7%,

dan kehamilan ketiga 1,8%.

Penanganan pasien dengan HPP memiliki dua komponen utama yaitu

resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok

hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.

Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen

secara simultan dan sistematis ditangani (Edhi, 2013). Penggunaan uterotonika

(oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan peran sentral dalam

penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah

diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam

traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan

tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber

perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga
berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian

oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika

perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi

konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa

penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).

BAB V

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data maka dapat

ditegakkan diagnosa pada kasus ini adalah P 3A0 postpartum dengan HPP

Primer. Adapun masalah lain yang muncul adalah nyeri luka jahitan.

Berdasarkan diagnosa dan permasalahan yang ada maka

penatalaksanaan asuhan yang dilakukan pada kasus ini adalah :

1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga pasien tentang

kondisi ibu.

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter :

a. Infus RL 500cc + Oxytocin 20 IU 20 tpm (selama 12 jam post partum)

b. Dc terpasang 1x24 jam

c. Injeksi Cefotaxime 2x1 gr

d. Rencana Tranfusi 1 kolf PRC

e. Injeksi Dexametazone 1 ampul pretranfusi

f. P.O sulfas ferosus 1x6gr, asam tranexsamat 3x500g

4. Melakukan pengawasan ketat ibu :

a. Melakukan observasi tanda-tanda vital ibu.

b. Melakukan observasi keadaan umum

5. Memberikan konseling nifas

6. Melakukan dokumentasi

Penatalaksanaan tersebut telah sesuai dengan Evidence Based

Kebidanan yang telah teruji dan terbukti dengan beberapa penelitian.


B. SARAN

1. Bagi Institusi

Diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi institusi

pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa

yang akan datang.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan dan

mutu pelayanan yang profesional oleh tenaga kesehatan untuk memberikan

asuhan kebidanan khususnya pada ibu nifas dengan HPP primer .

3. Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat menambah wawasan keilmuan dan

pengalaman serta keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan pada

ibu nifas dengan HPP Primer.

4. Bagi Klien

Diharapkan klien dapat mengetahui dan mengerti asuhan yang diberikan

selama masa nifas dengan HPP Primer.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta : Mitra Cendekia Press

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta : EGC

Cunningham. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Keele, Rebecca. 2011. Nursing Research and Evidence-Based Praktice. Sudburyi :


Joner & Bartlett Learning

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.

Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek.


Jakarta : Salemba Medika

Ali TS, Gani N. Prevalence And Factors Associated With Maternal Postpartum

Haemorrhage In Khyber Agency, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad 2013

Panduan Belajar Praktikum Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta : TIM . 2012

International Journal of Gynecology and Obstetric. 2O12

Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Yokyakarta: C.V OFFSET. 2012 Karlina.

Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Bogor 2016.

Anda mungkin juga menyukai