Anda di halaman 1dari 25

4.

1 RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI


Pengembangan jaringan transportasi merupakan salah satu upaya untuk mengatur pola hubungan
antar bagian wilayah dan antar blok-blok peruntukan lahan yang dikembangkan sampai 20 tahun
mendatang. Dalam skala yang lebih luas tujuan pengembangan sistem prasarana transportasi meliputi:
a. mengatur pola hubungan antara kawasan perencanaan dengan wilayah sekitarnya;
b. mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan fasilitas pelayanan umum, fasilitas sosial,
fasilitas perekonomian melalui sarana angkutan penumpang maupun barang;
c. mengembangkan pola pergerakan yang menghubungkan perumahan dengan pusat-pusat pelayanan
perkotaan.
d. menentukan kebutuhan fasilitas pendukung sistem pergerakan dalam kawasan perencanaan;
e. mengarahkan, membatasi dan mengendalikan pengembangan ruang kawasan perencanaan;

Jaringan jalan adalah penghubung pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. Perencanaan sistem jaringan jalan sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan dan memudahkan pergerakan dan distribusi orang dan barang dalam
suatu wilayah. Adapun sistem jaringan jalan yang akan direncanakan pada wilayah perencanaan terdiri
dari:

4.2.1. Jalan Tol


Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 367/KPTS/
M/2023 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Tahun 2020-2040, di Kawasan Bantul Barat
terdapat perencanaan jaringan jalan Tol ruas Solo-Yogyakarta-NYIA Kulon Progo yang melewati SWP A
(Blok A3). Secara rinci arahan perencanaan jaringan jalan tol di Kawasan Bantul Barat selama 20 tahun
ke depan meliputi:
● Rencana pembangunan jaringan jalan tol ruas Solo-Yogyakarta-NYIA Kulon Progo

● Pembebasan lahan ruas jaringan jalan tol Solo-Yogyakarta-NYIA-Kulon Progo

● Penyediaan perlengkapan jalan di ruas jalan toll Solo-Yogyakarta-NYIA-Kulon Progo

● Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan tol

Adapun jaringan jalan tol di Kawasan Bantul Barat direncanakan dengan mengacu pada PP
Nomor 15 Tahun 2005 yang disempurnakan dengan PP Nomor 17 Tahun 2021, yakni dengan memenuhi
ketentuan teknis berikut:
a. tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya;
b. jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan
masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh;
c. jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling
rendah 2 (dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan;
d. jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;
e. menggunakan pemisah tengah atau median; dan
f. lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu-lintas sementara dalam
keadaan darurat;
g. Pada Jalan Tol perkotaan dan antarkota harus tersedia tempat istirahat dan pelayanan untuk
kepentingan Pengguna Jalan Tol;
h. Tempat istirahat dan pelayanan disediakan paling sedikit 1 (satu) untuk setiap jarak 50 (lima puluh)
kilometer pada setiap jurusan.

Secara lebih detail dalam Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009 disebutkan bahwa
jalan bebas hambatan untuk jalan tol merupakan lintas alternatif dari ruas jalan umum yang ada dan
mempunyai fungsi arteri primer atau kolektor primer, dengan rincian bagian jalan sebagai berikut:
a. Ruang manfaat jalan
Ruang manfaat jalan bebas hambatan untuk jalan tol:
- lebar ruang bebas diukur di antara 2 (dua) garis vertikal batas bahu jalan;
- tinggi ruang bebas minimal 5 (lima) meter di atas permukaan jalur lalu lintas tertinggi;
- kedalaman ruang bebas minimal 1,50 meter di bawah permukaan jalur lalu lintas
- terendah.
b. Ruang milik jalan
Ruang milik jalan bebas hambatan untuk jalan tol:
- lebar dan tinggi ruang bebas ruang milik jalan minimal sama dengan lebar dan tinggi ruang
bebas ruang manfaat jalan.
- lahan ruang milik jalan harus dipersiapkan untuk dapat menampung minimal 2 x 3 lajur lalu
lintas terpisah dengan lebar ruang milik jalan minimal 40 meter di daerah antarkota dan 30 meter
di daerah perkotaan;
- lahan pada ruang milik jalan diberi patok tanda batas sekurang:kurangnya satu patok setiap jarak
100 meter dan satu patok pada setiap sudut serta diberi pagar pengaman untuk setiap sisi.
- Pada kondisi jalan tol layang, perlu diperhatikan ruang milik jalan di bawah jalan tol.
c. Ruang pengawasan jalan
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi
jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas hambatan untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah
perkotaan dan 75 meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol (tidak berlaku jika jalan tol
berdempetan dengan jalan umum).

Tabel .. Dimensi ruang jalan bebas hambatan untuk jalan tol


Bagian Jalan Komponen Geometri Dimensi Minimum (m)

Jalan Tol

Antarkota Perkotaan

Rumaja Lebar badan jalan 30 22

Tinggi 5 5

Kedalaman 1,5 1,5

Rumija JBH Jalan Tol

Antarkota Perkotaan Lawang/


Terowongan
Lebar 30 40 30 20

JBH Jalan Tol

Lawang/
Ruwasja Antarkota Perkotaan
Terowongan

Lebar* 75 75 40 100**

*Lebar diukur dari As Jalan


**100 m ke hilir dan ke hulu
Sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009

Gambar.. Tipikal Rumaja, Rumija, dan Ruwasja jalan bebas hambatan untuk jalan tol
Sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009

Gambar.. Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol di atas tanah (at grade)
Sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009
Gambar.. Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang (elevated)
Sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009

Rencana jaringan jalan tol di Kawasan Bantul Barat ini diperkirakan akan melalui 34 bangunan
eksisting yang berupa permukiman dan perdagangan dan jasa, dengan rincian 33 rumah dan 1 warung.
Rencana jalan tol yang berada pada sisi utara kawasan Bantul Barat ini akan membelah habis utara
Kalurahan Argosari dan Kalurahan Argorejo Kapanewon Sedayu. Sesuai dengan kriteria teknis di atas,
keberadaan jalan tol yang memiliki konstruksi bebas hambatan akan memicu munculnya batas (edge) di
kawasan yang bersifat memisahkan (isolated) area utara dengan selatan kawasan yang dilalui jalan. Hal
ini akan berdampak pada terbatas hingga tertutupnya akses pergerakan masyarakat utara ke selatan dan
sebaliknya, secara khusus di dalam kawasan permukiman mengingat lokasi rencana jalan tol turut
membelah kawasan permukiman. Lebih lanjut, hal ini juga menimbulkan potensi kesenjangan bagi area
yang masih minim sarana dan prasarana ataupun area yang sebelumnya masih bergantung pada sarana
pelayanan umum skala kota yang terletak di area lain. Inilah yang kemudian menjadi salah satu perhatian
utama perencanaan Kawasan Bantul Barat dalam mempersiapkan kawasan menghadapi rencana
pembangunan jalan tol sehingga tidak memberikan dampak buruk baik bagi kawasan maupun
masyarakat.
Tidak hanya kawasan permukiman dan perdagangan, rencana jalan tol juga akan melewati lahan
pertanian dan perkebunan. Sesuai standar teknisnya, diperlukan lahan yang luas dalam perencanaan jalan
tol untuk mengakomodasi tidak hanya badan jalan tetapi juga rumaja, rumija dan ruwasjanya sehingga
keberadaan jalan tol akan berdampak signifikan bagi luasnya alihfungsi lahan pertanian dan perkebunan
di Kawasan Bantul Barat. Hal ini kemudian akan diakomodasi dalam pola ruang kawasan agar tercipta
keseimbangan dan terkendalinya perubahan lahan sekitar.
Meskipun begitu, dampak negatif di atas berpotensi tidak terjadi apabila konstruksi jalan tol
dibangun melayang (elevated).
Gambar.. Sebaran Bangunan Terdampak Rencana Jalan Tol
Sumber: Analisis Penyusun, 2023

4.2.2. Jalan Arteri Primer


Jalan arteri primer adalah Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan
nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Berdasarkan pedoman
konstruksi dan bangunan Pd T-18-2004-B dan Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2023, disebutkan bahwa
syarat jalan arteri primer meliputi:
a. Jalan Arteri Primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh)
km/jam
b. Lebar badan jalan atau Ruang Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter.
c. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500
meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kavling luas lahan harus di atas 1000 m2, dengan
pemanfaatan untuk perumahan;
d. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan
volume lalu lintas dan karakteristiknya;
e. Volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain;
f. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu
lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
g. Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat
lainnya;
h. Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median
(sesuai dengan ketentuan geometrik);
i. Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan
arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan
tidak bermotor (sepeda, becak, dll);
j. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota;
k. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer;
l. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini;
m. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan;
n. Jalan arteri primer dilengkapi dengan tempat istirahat setiap jarak 25 km.
Gambar.. Kondisi Ideal Minimal Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

Gambar.. Kondisi Minimum Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer


Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

Adapun secara rinci, arahan perencanaan jaringan arteri primer di Kawasan Bantul Barat selama
20 tahun ke depan adalah:
● Rencana pembangunan ruas jaringan primer Jalan Imogiri-Sentolo (Sedayu-Sentolo) (JOR) di Blok
A4 dan A5
● Peningkatan Jalan Kolektor Primer menjadi Jalan Arteri Primer Ruas Jalan Sedayu-Pandak di Blok
A4, B1, B4, B5 dan C1
● Pemeliharaan jaringan Jalan Arteri Primer Ruas Jalan Gamping-Wates di Blok A1 dan A2

● Pemeliharaan jaringan Jalan Arteri Primer Ruas Jalan Imogiri-Sentolo (Sedayu-Sentolo) (JOR) di
Blok A4 dan A5
● Pemeliharaan jaringan Jalan Arteri Primer Ruas Sedayu-Pandak di Blok A4, B1, B4, B5 dan C1

● Penyediaan sarana pelengkap jaringan Jalan Arteri Primer di Blok A1, A2, A4, A5, B1, B4, B5 dan
C1
● Pengembangan ruang parkir terpadu di SWP A

● Audit dan inspeksi keselamatan LLAJ di jalan umum di Blok A1, A2, A4, A5, B1, B4, B5 dan C1

4.2.3. Jalan Kolektor Primer


Sesuai fungsinya, jalan kolektor yang merupakan jalan umum, melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan kolektor terdiri dari kolektor primer dan kolektor sekunder. Dalam hal ini, Jaringan jalan kolektor
yang akan dikembangkan di Kawasan Bantul Barat berupa jalan kolektor primer. Jalan kolektor primer
berfungsi untuk menghubungkan antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun kriteria jalan
kolektor primer sebagai berikut:
● Jalan kolektor primer memiliki kecepatan rencana 40 km/jam;
● Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 9 meter dengan pelebaran di beberapa titik yang
diperbolehkan sesuai dengan ketersediaan lahan dan karakteristik kegiatan setempat;
● Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses
langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter;
● Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
● Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas,
lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
● Besarnya lalu lintas harian rata-rata lebih rendah dari jalan arteri primer;
● Tersedia jalur khusus sepeda dan kendaraan lambat lain;
● Kendaraan angkutan barang berat bus diizinkan melalui jalan ini.
● Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan tidak diijinkan pada jam sibuk.

Secara rinci, arahan perencanaan jaringan kolektor primer di Kawasan Bantul Barat selama 20
tahun ke depan adalah:
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer (KP-4) 4 Ruas Jalan
Bambanglipuro – Caturharjo di Blok C3 dan C4
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Caturharjo -
Puron di Blok C3 dan C4
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Ganjuran -
Patalan di Blok D1 dan D2
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Jambean -
Sambikerep di Blok B1, B3, B4 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Jombok -
Triharjo di Blok C2 dan C3
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Kentolan-
Krebet di Blok B3 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Krebet-
Jojoran di Blok B3 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Kuwiran –
Pajangan di Blok B3, B4 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Pedes-
Metes di Blok A1 dan A4
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Sindon -
Bibis di Blok B3 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lokal Sekunder menjadi Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Triwidadi-
Metes di Blok A4 dan B1
● Pemeliharaan jaringan Jalan Kolektor Primer Bakulan-Prangtritis di Blok D2

● Pemeliharaan jaringan Jalan Kolektor Primer 4 Ruas Jalan Bambanglipuro – Caturharjo di Blok C3
dan C4
● Pemeliharaan jaringan Jalan Kolektor Primer Bantul-Srandakan di Blok C1, Blok C2, Blok C3, Blok
C4
● Pemeliharaan Jaringan jalan Kolektor Primer Klangon – Tempel di Blok A2

● Pemeliharaan jaringan Jalan Kolektor Primer di Blok A1, A2, A4, A5, B1, B3, B4, B5, B6, C1, C2,
C3, C4, D1, dan D2
● Penyediaan sarana pelengkap jalan jaringan Jalan Kolektor Primer di Blok A1, A2, A4, A5, B1, B3,
B4, B5, B6, C1, C2, C3, C4, D1, dan D2
● Penyediaan ZoSS di sepanjang jaringan jalan Kolektor Primer di Blok A2, A1, A5, A4, B1, B3, B4,
B5, C2, C3, C4, D1, dan D2.

Penampang rencana jaringan jalan kolektor primer di Kawasan Bantul Barat divisualisasikan
sebagai berikut.
Gambar.. Kondisi Ideal Minimal Penampang Tipikal Jalan Kolektor Primer
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

Gambar.. Kondisi Minimum Penampang Tipikal Jalan Kolektor Primer


Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004
4.2.4. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat dan
kecepatan rata-rata rendah. Sama seperti jalan kolektor, Jalan lokal terdiri dari lokal primer dan lokal
sekunder. Di Kawasan Bantul Barat, jaringan jalan lokal yang akan dikembangkan pada wilayah
perencanaan berupa jalan lokal sekunder. Jalan lokal sekunder memiliki fungsi untuk menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Kriteria jalan lokal sekunder adalah sebagai
berikut:
● Jalan lokal primer memiliki kecepatan rencana 20 km/jam;

● Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 meter dengan pelebaran di beberapa titik yang
diperbolehkan sesuai dengan ketersediaan lahan dan karakteristik kegiatan setempat;
● Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan angkutan antar kota antar provinsi tidak diizinkan
melalui jalan ini;
● Jalan masuk dan bukaan diperbolehkan sepanjang jalan lokal primer;

● Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini;

● Lalu lintas rata-rata paling rendah dalam sistem jaringan primer.

Gambar.. Tipikal Penampang Melintang Jalan Lokal Primer


Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

Secara rinci, arahan perencanaan jaringan lokal primer di Kawasan Bantul Barat selama 20 tahun
ke depan adalah:
● Peningkatan Jaringan Jalan Lingkungan Primer menjadi Jaringan Jalan Lokal Primer Ruas Jalan
Butuh – Nanggul di Blok B1 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lingkungan Primer menjadi Jalan Lokal Primer Ruas Jalan Guo -Butuh
di Blok B1 dan B6
● Peningkatan Jaringan Jalan Lingkungan Primer menjadi Jalan Lokal Primer Ruas Jalan Tegallayang-
Bandung di Blok C4
● Peningkatan Jaringan Jalan Lingkungan Primer menjadi Jalan Lokal Primer di ruas jalan barudi B1,
B6, C3 dan C4
● Pemeliharaan jaringan Jalan Lokal Primer di Blok B1, B6 dan C4

● Penyediaan sarana pelengkap jalan jaringan Jalan Lokal Primer di Blok A1, A2, A4, A5, B1, B3, B4,
B5, B6, C1, C2, C3, C4, D1, dan D2

4.2.5. Jalan Lokal Sekunder


Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Secara fungsional, jalan lokal sekunder berfungsi
untuk menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Jalan lokal sekunder didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5
meter. Jaringan lokal sekunder yang direncanakan di Kawasan Bantul Barat berupa:
● peningkatan hierarki jalan dan pengembangan akses jalan baru di beberapa ruas jalan dalam blok A1,
A2, A3, A4, A5, B1, B2, B3, B5, B6, C1, C2, C3, C4, C5, D1, dan D2.
● Pemeliharaan jaringan Jalan Lokal Sekunder di Blok A1, A2, A3, A4, A5, B1, B3, B4, B5,
B6, C1, C2, C3, C4, D1, dan D2
● Penyediaan sarana pelengkap jalan jaringan Jalan Lokal Sekunder di Blok A1, A2, A3, A4, A5, B1,
B3, B4, B5, B6, C1, C2, C3, C4, D1, dan D2

Adapun penampang jalan lokal sekunder yang direncanakan di Kawasan Bantul Barat adalah
sebagai berikut.
Gambar.. Kondisi Ideal Minimal Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

Gambar.. Kondisi Minimum Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder


Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. 18 Tahun 2004

4.2.6. Jalan Lingkungan Primer


Jaringan jalan lingkungan primer di kawasan Bantul Barat dikembangkan untuk memberikan
kemudahan aksesibilitas yang menerus serta aspek keselamatan dari bahaya kebakaran ataupun ancaman
bencana lainnya bagi masyarakat di lingkungan hunian. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata
rendah. Secara fungsional, jalan lingkungan primer berfungsi untuk menghubungkan antarpusat kegiatan
di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Jalan lingkungan primer
tersebar di seluruh desa pada wilayah perencanaan. Adapun kriteria dari jalan lingkungan primer sebagai
berikut:
a. Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 6,5 m.
b. Persyaratan teknis Jalan lingkungan primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau
lebih.
c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 m
d. Lokasi parkir pada badan jalan diperbolehkan di satu sisi dengan yaitu sisi kiri dari jalan yang
mengarah ke jalan pada tingkatan di atas jalan lingkungan.

Arahan jaringan jalan lingkungan primer dikembangkan di seluruh wilayah perencanaan. Secara
rinci arahan perencanaan jaringan jalan lingkungan primer di Kawasan Bantul Barat 20 tahun mendatang
adalah:
● Pemeliharaan jaringan Jalan Lingkungan Primer dan

● Penyediaan sarana pelengkap jalan jaringan Jalan Lingkungan Primer

4.2.7. Jalan Khusus


Jalan khusus merupakan jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Suatu ruas jalan khusus apabila
digunakan untuk lalu lintas umum, sepanjang tidak merugikan kepentingan penyelenggara jalan khusus
dibangun sesuai dengan persyaratan jalan umum. Jalan khusus juga dapat digunakan untuk lalu lintas
umum sepanjang tidak merugikan kepentingan penyelenggara jalan khusus berdasarkan persetujuan dari
penyelenggara jalan khusus.
Rencana jaringan jalan khusus di Kawasan Bantul Barat dikembangkan sebagai upaya dalam
menghubungkan kegiatan Usaha dari Terminal Rewulu menuju jaringan jalan arteri primer Ruas
Gamping-Wates di Blok A2. Pengembangan jalan khusus ini bertujuan untuk mempermudah dan
memperlancar akses kegiatan usaha dalam pendistribusian kegiatan penyaluran minyak dan gas bumi.
Arahan Rencana jaringan jalan khusus di Kawasan Bantul Barat meliputi:
● Pemeliharaan jaringan jalan khusus penghubungan Terminal Rewulu ke Jaringan Jalan Arteri Primer
Ruas Gamping-Wates
● Pembatasan bangunan di sekitar Jaringan jalan khusus Penghubung Terminal Rewulu ke Jaringan
Jalan Arteri Primer Ruas Jalan Gamping – Wates

4.2.8. Jaringan Jalur Kereta Api Antarkota


Sistem jaringan jalur kereta api merupakan salah satu aspek penting yang menjadi fokus dalam
pengembangan Kawasan Bantul Barat. Dalam mewadahi efektifitas pergerakan masyarakat serta
peningkatan mobilitas antarkota, pengembangan jalur kereta api harus direncanakan secara komprehensif.
Kriteria teknis jalur kereta api berdasarkan Permen Nomor 60 Tahun 2012 dijabarkan sebagai berikut.
a. Terdapat dua jenis jalan rel, jalan rel dengan lebar sekitar 1.067 mm dan 1.435 mm
b. Ruang manfaat jalur terdiri atas jalan rel dan bidang tanah di kiri dan di kanan jalan rei beserta
ruang dikiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rei dan penempatan
fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya
c. Ruang milik jalur kereta api meliputi bidang tanah di kiri dan di kanan ruang manfaat jalur kereta
api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan reI
d. Ruang pengawasan jalur kereta api meliputi bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan
ruang milik jalur kereta api digunakan untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api

Gambar.. Standar untuk lebar jalan rel 1067 mm


Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012

Gambar.. Standar untuk lebar jalan rel 1435 mm


Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012

Adapun standar teknis jalur rel kereta api ini secara lebih jelas digambarkan sebagai berikut.
a) b)
Keterangan:
Batas I : untuk jembatan dengan kecepatan sampai 60 km/jam
Batas II : untuk ‘Viaduk’dan terowongan dengan kecepatan sampai 60 km/jam untuk
jembatan tanpa pembatasan kecepatan
Batas III : untuk ‘Viaduk’ baru dan bangunan lama kecuali terowongan dan jembatan
Batas IV : untuk lintas kereta listrik

Gambar.. Ruang Bebas Lebar Rel a) 1067 mm dan b) 1435 mm Pada Bagian Lurus
Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012
Gambar.. Ruang Bebas Lebar Rel 1067 mm Pada Jalur Lurus Untuk Jalur Ganda
Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012

Gambar.. Ruang Bebas Lebar


1.435
Rel 1435 mm Pada Jalur Lurus Untuk Jalur Ganda
1.435

Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012

Dilihat dari penampangnya secara melintang, maka jalur rel kereta api direncanakan seperti berikut.
a)

b)
Gambar.. Penampang Melintang Jalan Rel Lebar 1435 mm a) Pada Bagian Lurus, b) Pada
Lengkungan
Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012

a)

b)
Gambar.. Penampang Melintang Jalan Rel Lebar 1067 mm a) Pada Bagian Lurus, b) Pada
Lengkungan
Sumber: Permen No. 60 Tahun 2012
Adapun secara rinci, perencanaan jaringan jalur kereta api di Kawasan Bantul Barat diarahkan
sebagai berikut.
● pengembangan jaringan dan layanan kereta api antar kota berupa jalur ganda lintas selatan
(Cirebon-Prupuk-Purwokerto-Kroya-Kutoarjo-Solo-Madiun-Surabaya) melewati Blok A2 dan A3
● pengembangan jaringan dan layanan kereta api bandara (kota menuju bandara) Kulon Progo
(Yogyakarta) melewati Blok A2 dan A3
● peningkatan kapasitas jaringan kereta api melalui pembangunan elektrifikasi jalur kereta api
Kutoarjo-Yogyakarta-Solo melewati Blok A2 dan A3
● Pengembangan angkutan massal perkotaan berbasis rel

● Penataan Jalur Perlintasan sebidang KA di Blok A2 dan A3.

4.2.9. Stasiun Kereta Api


Berdasarkan Permen Nomor 29 Tahun 2011 tentang persyaratan teknis bangunan stasiun kereta api,
stasiun berdasarkan jenisnya terdiri atas 3, yaitu stasiun penumpang, stasiun barang, dan stasiun operasi.
Stasiun penumpang merupakan stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang, stasiun barang
adalah stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang, sedangkan stasiun operasi merupakan
stasiun kereta api untuk menunjang pengoperasian kereta api. Secara teknis general, kriteria stasiun kereta
api tersebut meliputi:
A. BANGUNAN STASIUN
a Konstruksi, material, disain, ukuran dan kapasitas bangunan sesuai dengan standar kelayakan,
keselamatan dan keamanan serta kelancaran sehingga seluruh bangunan stasiun dapat berfungsi
secara handal.
b Memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan gedung dari bahaya banjir, bahaya petir,
bahaya kelistrikan dan bahaya kekuatan konstruksi.
c Instalasi pendukung gedung sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang bangunan,
mekanikal elektrik, dan pemipaan gedung (plumbing) bangunan yang berlaku.
d Luas bangunan ditetapkan untuk:
1. Gedung kegiatan pokok dihitung dengan rumus perhitungan:
2
L=0 ,64 m /orang x V x LF
Keterangan:
L = Luas bangunan (m2)
V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang)
LF = Load Factor (80%)
2. Gedung kegiatan penunjang dan gedung jasa pelayanan khusus di stasiun kereta api,
ditetapkan berdasarkan kebutuhan.
e Menjamin bangunan stasiun dapat berfungsi secara optimal dari segi tata letak ruang gedung
stasiun, sehingga pengoperasian sarana perkeretaapian dapat dilakukan secara nyaman.
f Komponen gedung meliputi:
1. gedung atau ruangan;
2. media informasi (papan informasi atau audio);
3. fasilitas umum, terdiri dari:
o ruang ibadah;
o toilet;
o tempat sampah; dan
o ruang ibu menyusui.
4. fasilitas keselamatan;
5. fasilitas keamanan;
6. fasilitas penyandang cacat atau lansia;
7. fasilitas kesehatan;
8. dilengkapi instalasi pendukung seperti: instalasi listrik, air (air bersih, minum dan limbah),
pemadam kebakaran.

B. PERON
Peron merupakan tempat yang digunakan untuk aktivitas naik turun penumpang kereta api.
Berdasarkan jenisnya terbagi atas peron tinggi, sedang dan rendah, dengan sistem penempatan di tepi
jalur (side platform) atau di antara dua jalur (island platform). Secara teknis, kriteria peron kereta api
meliputi:
a. Tinggi peron
1. Peron tinggi, tinggi peron 1000 mm, diukur dari kepala rel;
2. Peron sedang, tinggi peron 430 mm, diukur dari kepala rel; dan
3. Peron rendah, tinggi peron 180 mm, diukur dari kepala reI.
b. Jarak tepi peron ke as jalan reI
1. Peron tinggi, 1600 mm (untuk jalan rel lurus) dan 1650 mm (untuk jalan rel lengkungan);
2. Peron sedang, 1350 mm; dan
3. Peron rendah, 1200 mm.
c. Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi.
d. Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
2
0 ,64 m /orang x V x LF
b=
l
Keterangan:
b = lebar peron (m)
V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang)
LF = Load Factor (80%)
l = Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang
beroperasi (meter)

e. Ketentuan lebar peron minimal:


1. Peron Tinggi : 2 meter (di antara dua jalur/ island platform), 1,65 meter (di tepi jalur/ side
platform)
2. Peron Sedang : 2, meter (di antara dua jalur/ island platform), 1,9 meter (di tepi jalur/ side
platform)
3. Peron Rendah : 2,8 meter (di antara dua jalur/ island platform), 2,05 meter (di tepi jalur/ side
platform)
f. Lantai peron tidak menggunakan material yang licin.
g. Peron sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:
1. lampu;
2. papan petunjuk jalur;
3. papan petunjuk arah; dan
4. batas aman peron. Ditandai dengan adanya garis batas aman peron, yaitu dari sisi tepi luar
ke as peron minimal sejauh 350 mm untuk peron tinggi, 600 mm untuk peron sedang, dan
750 mm untuk peron rendah.

Standar teknis tersebut di atas menjadi acuan perencanaan stasiun kereta api Kawasan Bantul Barat
yang diarahkan untuk:
● Revitalisasi Stasiun Angkutan Barang Rewulu di Blok A2

● Revitalisasi Stasiun Angkutan Penumpang Sedayu di Blok A2

● Penataan bangunan dan lingkungan Kawasan di Sekitar Stasiun Rewulu di Blok A2

● Penataan bangunan dan lingkungan Kawasan di Sekitar Stasiun Sedayu di Blok A2

4.2.10. Terminal barang


Perencanaan terminal barang di Kawasan Bantul Barat diarahkan untuk melakukan:
● Penataan bangunan dan lingkungan di sekitar Terminal BBM Rewulu di Blok A2

● Pemeliharaan Terminal Barang Inland Port Sedayu di Blok A2

Adapun teknis perencanaan tersebut mengacu pada Permen No. 102 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan terminal barang. Dalam peraturan ini dijabarkan bahwa terminal barang untuk umum
harus memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan dengan dilengkapi oleh fasilitas utama dan
fasilitas penunjang. Fasilitas utama yang dimaksud meliputi:
a. jalur keberangkatan;
b. jalur kedatangan;
c. tempat parkir kendaraan;
d. fasilitas pengelolaan kualitas lingkungan hidup;
e. perlengkapan jalan;
f. media informasi;
g. kantor penyelenggara terminal;
h. loket;
i. fasilitas dan tempat bongkar muat barang;
j. fasilitas penyimpanan barang;
k. fasilitas pergudangan;
l. fasilitas pengepakan barang; dan/atau
m. fasilitas penimbangan.

Sedangkan fasilitas penunjang terdiri dari:


a. pos kesehatan;
b. fasilitas kesehatan;
c. fasilitas peribadatan;
d. pos polisi;
e. alat pemadam kebakaran; dan/atau
f. fasilitas umum, berupa:
i. toilet;
ii. rumah makan;
iii. fasilitas telekomunikasi;
iv. tempat istirahat awak kendaraan;
v. fasilitas pereduksi pencemaran udara dan lingkungan;
vi. fasilitas alat pemantau kualitas udara dan emisi gas buang;
vii. fasilitas kebersihan;
viii. fasilitas perdagangan, industri, pertokoan; dan/atau
ix. fasilitas penginapan.

Selain fasilitas di atas, terminal barang juga wajib dilengkapi dengan sistem informasi yang
digunakan sebagai piranti pengendalian operasional terminal serta pengelolaan data dan informasi
pelayanan terminal yang terintegrasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Hal ini bertujuan
agar segala aktivitas terminal barang dapat dipantau secara online dan realtime.
Secara khusus dalam hal pemeliharaan terminal barang, kegiatan pemeliharaan mencakup
fasilitas utama, fasilitas penunjang dan daerah pengawasan terminal yang dilakukan oleh penyelenggara
terminal.
4.2.11. Jembatan
Perencanaan jembatan di Kawasan Bantul Barat mengacu pada Permen PUPR Nomor 5 Tahun
2023. Peraturan tersebut berisi standar teknis bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu
lintas berupa jembatan. Adapun standar tersebut meliputi:
a. panjang bentang kurang dari 100 m;
b. jembatan pelengkung dengan bentang kurang dari 60 m;
c. jembatan dengan total panjang kurang dari 3.000 m;
d. jembatan dengan ketinggian pilar kurang dari 40 m;
e. harus memiliki sistem drainase, ruang penempatan utilitas, fasilitas pemeliharaan, trotoar
(minimal 0,5 m), dan pagar pengaman;
f. lebar badan Jalan pada jembatan sama dengan lebar badan Jalan pada ruas Jalan yang
dihubungkannya;
g. kelandaian maksimum 5%, kemiringan minimal 2%;
h. ruang bebas vertikal minimal untuk air:
- 0,5 m; untuk aliran yang dapat dikontrol/saluran irigasi (dihitung dari bearing jembatan)
- 1,0 m; untuk aliran yang tidak membawa hanyutan (dihitung dari bearing jembatan)
- 1,5; untuk aliran yang membawa hanyutan (dihitung dari bearing jembatan)
- Menyesuaikan kebutuhan kapal yang melintas di bawah jembatan
i. ruang pengawasan jalan pada daerah aliran sungai minimal 100 m arah hulu dan hilir
Dalam hal ini perencanaan jembatan di Kawasan Bantul Barat diarahkan untuk memaksimalkan
pemeliharaan jembatan di seluruh WP agar sesuai dengan kondisi standar yang telah diatur sehingga
memadai dan dapat dimanfaatkan dengan optimal.

4.2.12. Halte
Dalam mendukung keterjangkauan transportasi publik bus hingga ke lingkup terkecil,
Kawasan Bantul Barat dalam perencanaan sistem transportasinya juga melakukan perencanaan
sarana halte sebagai tempat perhentian kendaraan dan naik-turunnya penumpang. Arahan
perencanaan halte tersebut adalah sebagai berikut.
● Penyediaan Halte di sekitar Pusat Kegiatan pendidikan Tinggi di Blok B6
● Revitalisasi Halte Eksisting di Blok C2 dan D2

● Penyediaan Halte di Blok A2 dan A5.

● Pemeliharaan Halte di Blok A2, A5, C2, dan D2.

● Pengembangan Jalur Trayek Angkutan Umum melewati Ruas Jalan Palbapang – Samas dan Ruas
Jalan Bantul – Srandakan

Adapun kriteria teknis perencanaan halte di Kawasan Bantul Barat mengacu pada Keputusan
Dirjen Perhubungan Darat No. 271/HK.105/DRJD/96, yang berisi:
a. Jarak halte
Zona Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat Henti (m)

1 Pusat kegiatan sangat padat: CBD, Kota 200 – 300


pasar, pertokoan

2 Padat : perkantoran, Kota 300 – 400


sekolah, jasa

3 Permukiman Kota 300 – 400

4 Campuran padat : perumahan, Pinggiran 300 – 500


sekolah, jasa

5 . Campuran jarang : perumahan, Pinggiran 500 - 1000


ladang, sawah, tanah kosong

b. Tata letak halte terhadap ruang lalu lintas:


1) Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100 meter.
2) Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada panjang
antrean.
3) Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang membutuhkan ketenangan
adalah 100 meter.
4) Peletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah persimpangan
(farside) dan sebelum persimpangan (nearside). Divisualisasikan sebagai berikut.
Gambar.. Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang empat
Sumber: Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 271/HK.105/DRJD/96

Gambar.. Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga


Sumber: Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 271/HK.105/DRJD/96
Gambar.. Tata Letak Halte pada Ruas Jalan
Sumber: Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 271/HK.105/DRJD/96

Secara spasial, rencana jaringan transportasi di wilayah perencanaan dapat dilihat dalam gambar
berikut ini.
Gambar 4-3. Peta Rencana Jaringan Transportasi Kawasan Bantul Barat
Sumber: Rencana, 2023

Anda mungkin juga menyukai