KEGAWATDARURATAN MATERNAL
1. Anemia
a. Definisi
1. Anemia adalah gejala kekurangan (defisiensi) sel darah merah
karena kadar hemoglobin yang rendah. (Ratna DP, 2011: h. 102)
2. Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa
oksigen, hal tersebut terjadi akibat penurunan sel produksi sel
darah merah (SDMA) dan penurunan hemoglobin (Hb) dalam
darah. (Diane Fraser, 2009 : h. 328)
3. Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi
ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh terjadi terlalu
rendah. (Proverawati, 2011 : h. 1)
4. Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai
normal. (Rukiyah Y.A, 2010 : h. 114)
H. Diagnosa Potensial
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
masalah lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis saat ini berkenaan
dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu
dengan waspada penuh, dan persiapan tehadap semua keadaan yang mungkin
muncul.
Anemia yang terjadi pada masa kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi-komplikasi seperti : abortus, partus prematurus, inersia uteri,
partus lama, atonia uteri, perdarahan antepartum, syok, infeksi intrapartum,
IUFD, stilbirth, BBLR, dan kelainan konginental. (Nugraheni.2010.h;31)
I. Tatalaksana
1. Anemia ringan
a. Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr/dl masih dianggap ringan
sehingga hanya perlu diperlukan kombinasi 60mg/hari zat besi dan
500mg asam folat peroral sekali sehari. (Arisman, 2004 : h.150).
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan yang baik
dikonsumsi selama hamil, misalnya : daging, sayuran hijau seperti
bayam, daun singkong, kangkung, kacang- kacangan, dan buah-
buahan.(Pudiastuti, 2011 : h. 104).
2. Anemia sedang
a. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi seros 600- 1000
mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosus. (Winjosastro, 2005:
h. 452)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi serta banyak mengandung zat besi. (Manuaba,
2010 : h. 238).
c. Memberikan tablet tambah darah sehari 1 tablet/90 tablet selama
hamil. (Ratna Dwi, 2011: h. 105)
3. Anemia berat
a. Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg 6 bulan selama
hamil dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan. (Arisman, 2004 :
h.153)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin, memperbaiki
kesehatan lingkungan, mengkonsumsi makanan yang bergizi, banyak
mengandung zat besi dan lakukan transfusi darah (Manuaba, 2010 : h.
238)
Tipe
Tanda dan Gejala
Preeklampsia
Preeklampsia 1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30
Ringan mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15
mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam
seminggu
4. Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat
kualitatif plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau
urine aliran pertengahan
Preeklampsia Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan
Berat pada ibu hamil, sudah dapat digolongkan
preeklampsia berat.
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Oliguria, urine <400 cc/24 jam
3. Proteinuria lebih dari 3 g/liter
4. Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan
sianosis
5. Gangguan kesadaran
6. Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat
disertai ikterus
7. Perdarahan pada retina
8. Trombosit <100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat
memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia, yang
mempunyai prognosis buruk dengan angka
kematian maternal dan janin tinggi.
c) Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia
biala mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai berikut:
1) Nulipara
2) Kehamilan ganda
3) Usia < 20 atau > 35 th
4) Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya
5) Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia
6) penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada
sebelum kehamilan
7) Obesitas.
d) Diagnosis
1) Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan apabila didapatkan :
Kondisi hipertensi pada usia kehamilan di atas 20 minggu di mana
tekanan darah ≥140/90 mm Hg pada dua kali pengukuran dengan
jeda waktu 4 jam, atau tekanan darah ≥160/100 mm Hg pada
preeklampsia berat
2) Proteinuria, Kriteria proteinuria pada preeklampsia yakni
proteinuria ≥300 mg pada spesimen urin 24 jam atau rasio
protein/kreatin ≥0.3 atau nilai ≥1+ pada dipstick protein urin
3) Edema patologis
Kondisi patologis lain yang juga dapat menjadi kriteria diagnostik
preeklampsia jika terdapat hipertensi tanpa proteinuria adalah:
(1) Trombositopenia (<100.000/μL)
(2) Gangguan fungsi ginjal (level serum kreatinin >1.1 mg/dL atau
kenaikan level serum kreatinin dua kali lipat tanpa penyakit
ginjal lainnya
(3) Gangguan fungsi hati (kenaikan level transaminase sekurang-
kurangnya dua kali nilai normal)
(4) Edema pulmoner
Gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, gangguan
penglihatan, kejang)
e) Tatalaksana
1) Penatalaksanaan pada Kehamilan
(a) Observasi secara cermat merupakan komponen utama dalam
asuhan antepartum maupun intrapartum. Ibu yang diidentifikasi
sebagai resiko tinggi yakni termasuk dalam kelompok faktor
resiko preeklampsia harus dirujuk untuk penatalaksanaan
tenaga ahli (USG, pemeriksaan elektrolit, PET Skrining, dan
sebagainya).
(b) Pengkajian untuk profilaksis aspirin atau kalsium Skrining
doppler pada arteri uterina pada usia 20-24 tahun untuk
mengetahui adanya “notch” pada ibu yang berisiko tinggi
diperlukan untuk penatalaksanaan sedini mungkin.
(c) Apabila didiagnosis preeklampsia, keseimbangan antara
keparahan penyakit dan maturitas keseimbangan janin
menentukan waktu kelahiran janin.
(d) Menurut NICE, jika terdapat resiko rendah pada preeklampsia
dianjurkan mengkaji tekanan darah dan dipstik urine pada usia
kehamilan 16, 28, 34, 36, 38 dan 41 minggu pada sekundipara
dan seterusnya, sedangkan kunjungan tambahan diperlukan
pada nulipara di usia kehamilan 25 dan 31
(e) Pengukuran tekanan darah : ketika mengukur tekanan darah
selama kehamilan, suara Korotkof 1 harus digunakan – suara
pertama kali muncul (untuk tekanan darah sistolik) dan suara
Korotkof 5 – suara menghilang (untuk tekanan darah diastolik).
Pengukuran tekanan darah yang akurat penting untuk
penegakan diagnosis secara tepat. Terdapat banyak alat
otomatis untuk mengukur tekanan darah, namun sebagian besar
alat tersebut tidak akurat dalam kehamilan.
(f) Pemeriksaan proteinuria: dipstick urine tetap menjadi metode
pilihan untuk pengkajian proteinuria. Uji ini juga rentan
terhadap kesalahan pengobservasi dan penggunaan alat baca uji
dipstick otomatis telah terbukti meningkatan ketepatan.
2) Penatalaksanaan pada Persalinan
a) Tekanan darah: terapi iv mungkin diperlukan
b) Keseimbangan cairan : keseimbangan cairan perlu diperhatikan
dan dipantau secara ketat dengan menggunakan pemantauan
tekanan vena sentral secara invasive
c) Profilaksis eklampsia : pemberian magnesium sulfat
d) Pemeriksaan biokimia setiap 6 jam
e) Persiapan kelahiran prematur jika diperlukan
3) Penatalaksanaan pada Nifas
a) Obat penurun tekanan darah dianjurkan terus dikonsumsi
hingga hipertensi teratasi.
b) Direkomendasi untuk melakukan tinjauan postnatal dan
perencanaan prakonsepsi
Penanganan preeklampsia dibedakan menurut klasifikasi
Preeklamsi Ringan dan Preeklamsi Berat antara lain:
1) Pre-eklampsia Ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu : Jika belum ada perbaikan,
lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a) Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), refleks dan
kondisi janin
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda
bahaya preeklampsia dan eclampsia
c) Lebih banyak istirahat
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)
e) Tidak perlu diberi obat-obatan
f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
(1) Diet biasa
(2) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk
proteinuria) sekali sehari
(3) Tidak perlu diberi obat-obatan
(4) Tidak perlu diuretik. Kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
(5) Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien
dapat dipulangkan
(6) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia berat.
(7) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan
darah, urin, keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda
pre-eklampsia berat.
(8) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.
(9) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat
(10) Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin
(11) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika
tidak, dirawat sampai aterm
(12) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai
preeklampsia berat
Kehamilan lebih dari 37 minggu
Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi
persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.ika serviks
belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin
atau kateter foley atau lakukan seksio sesarea
d. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah
ketuban benar sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan
kanalis servikal belum ada atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD
dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi :
1) Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan
ketuban di vagina.
2) Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik
kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada
infeksi.
3) Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari
cairan servikalis.
4) Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi
biru (basa) bila ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk
membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat
janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air
ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah lebih
dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya infeksi (Sarwono,
2010).
e. Tatalaksana
1) Rawat inap di Rumah sakit
2) Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan
adanya abrupsio plasenta
3) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)
berikan antibiotika sama halnya pada amnionitis
4) Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
- Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
ditambah eritromisin 3 x 250 mg peroral selama 7 hari
- Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam Atau
deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
- Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
5) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
- Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi
persalinan premature
- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
- Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic
profilaksis
- Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam atau penisilin G 2 juta
unid IV setiap 6 jam hingga persalinan terjadi
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
6) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan
seksio sesarea
2) Polihidroamnion
a) Definisi
Polihidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air
ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari dua liter
(Saifuddin ,2010)
Polihidramnion adalah cairan amnion >2000 ml pada
kehamilan aterm.(Sarwono,2010)
Polihydramnion atau disingkat hidramnion didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana jumlah air ketuban > dari 2000 cc.
Sedangkan secara klinis adalah penumpukan cairan ketuban yang
berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.
b) Klasifikasi
Polihidroamnion dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Hidramnion Akut
Penambahan air ketuban secara cepat dan mendadak dan
biasanya terjadi pada trimester II.
2. Hidroamnion Kronis
Penambahan air ketuban secara perlahan – lahan dan biasanya
terjadi pada trimester III.
c) Faktor Predisposisi
1. Produksi air jernih berlebin
2. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan
ginjal dan saluran kencing congenital
3. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa
menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastic
4. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang
menghasilkan air seni.
5. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut
sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan
mengalami kelumpuhan.
6. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
d) Diagnosis
1. Anamnesis
a) Perut terasa lebih besar dn lebih berat dari pada biasa
b) Sesak nafas, nyeri ulu hati dan sianosis
c) Nyeri perut karena tegangnya uterus
2. Inspeksi
a) Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
mengkilat, retak-retak, dan kadang-kadng umbilicus
mendatar
b) Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah dengan
kehamilannya
c) Edema pada tungkai, vulva dan abdomen
d) Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat
payah membawa kandungannya
3. Palpasi
a) Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada
dinding perut, vulva dan tungkai
b) Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya
c) Bagian janin sukar dikenali
d) Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka
balotement jelas sekali, Karena bebasnya janin bergerak
dan tidak terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan
letak janin.
4. Auskultasi
DJJ sukar didengar, dan jika terdengar hanya sekali-sekali.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Foto Rontgen pada hidramnion berguna untuk disgnostik
dan untuk menentukan etiologi, nampak bayangan
terselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang
bayangan janin tidak jelas.
b) Ultrasonografi
6. Pemeriksaan Dalam
Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar
his.
e) Tatalaksana
1) Waktu hamil
a) Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan berikan terapi simptomatis.
b) Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus
dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan
diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah
sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai
sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada
bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc
perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan
dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila
anak belum viable.
c) Komplikasi pungsi dapat berupa :
(1) Timbul his
(2) Trauma pada janin
(3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
(4) Infeksi serta syok
2) Waktu bersalin
a) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita
menunggu
b) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan
pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada
pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah
ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar
pelan-pelan
c) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah,
maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar
dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai
tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-
pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio
placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau
perdarahan post partum karena atonia uteri.
3) Post partum
a) Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi
sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi
darah serta sediakan obat uterotonika
b) Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan
perdarahan post partum
c) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus
lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika
yang cukup.
4) Oligoamnion
a) Definisi
Oligohidramnion adalah Suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
b) Klasifikasi
1) Oligohidroamnion Awitan Dini
Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan
berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion hampir
selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih
janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir
pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu.
Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat
mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna,
tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan.
Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin
(ACEI) dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.
Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus
berkaitan dengan anomali janin mampu
memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya
separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi
ultrasonografi terhadap oligohidramnion midtrimester.
Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu
melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan
secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat
dari 12 menjadi 13 persen.
2) Oligohidroamnion Pada Tahap lanjut
Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah
usia gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks
cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk,
mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen
dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi
setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka
memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya
bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil
perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih
karena “resiko tinggi”, Magann, dkk, tidak
mendapatkan bahwa oligohidramnion ( indeks cairan
kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit
intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi
variabel frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas
indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.
c) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya oligohiframnion adalah
karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi
sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
d) Diagnosis
VUntuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat
dilakukan tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus
amnioskop.
Indikasi amnioskopi adalah:
1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
e) Tatalaksana
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi
klinik dan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi
pada oligohidramnion. oleh karena itu persalinan dengan
sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012:189).
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233),
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan
janin)
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan
amnion
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Kelaianan Air Ketuban
Standar profesi bidan diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan
Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan
Kebidanan, dan Kode Etik Profesi. Standar profesi ini,
wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam
mengamalkan amanat profesi kebidanan.
Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi yang
dapat dilakukan oleh bidan adalah kelainan ginekologi
ringan, seperti keputihan dan penundaan haid. Pengobatan
ginekologi yang diberikan tersebut pada dasarnya bersifat
pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau
tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan
bidan antara lain :
d) Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur
termasuk remaja puteri, calon pengantin, ibu dan bayi;
e) Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan
meliputi pemberian secara parental antibiotika pada
infeksi/sepsis, oksitosin (hormon untuk membuat rahim
kontraksi) pada kala 3 dan kala 4 untuk
pencegahan/penanganan perdarahan postpartum
(setelah melahirkan) karena hipotonia uteri (kurangnya
kekuatan kontraksi rahim), sedativa (obat penenang)
pada preeklamsi/eklamsi, sebagai pertolongan pertama
sebelum dirujuk.
8. Kelainan Masa Kehamilan
a. Definisi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) Kelainan dalam lamanya
kehamilan akan terkait dengan suatu proses persalinan, apabila
kehamilan kurang bulan (pre term) maka persalinan akan
menghasilkan bayi premature, dengan permasalah terkait dengan
maturitas janin yang belum sempurna sehingga memerlukan penangan
khusus. Sedangkan kalau kehamilan post term, berhubungan dengan
persalinan lebih bulan, jadi hal ini terkait dengan kemampuan plasenta
untuk memberikan makan pada janin sampai dengan 40 minggu.
Dampak dari kehamilan preterm maupun post term dapat
menimbulkan kelainan pada janin salah satu nya berupa intra uteri
growt retardasti (IUGR) yang tentunya memiliki permasalah berbeda
terkait dengan kebutuhan janin itu sendiri.
b. Klasifikasi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) dapat di klasifikasikan :
- Kehamilan dengan persalinan preterm : persalinan yang terjadi
pada usia kehamilan 28-37 minggu. Permasalahan yang terjadi
adalah bayi premature dengann berat badan 1.000-2.500gram,
penyebab kurang lebih 7% dari semua kelahiran hidup.
- Kehamilan lewat waktu (post matur) : kehamilan lewat waktu
sebagai kehamilan usia lebih dari42 minggu penuh (294 hari)
terhitung sejak hari pertama haid terkahir.
c. Faktor predisposisi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) dari perkembangan
kondisi hamil dengan gejala lainnya baik secara subyektif ataupun
obyektif dapat menentukan masalah lain berupa lamanya masa
kehamilan, kelainan air ketuban. Kondisi diatas dapat berpengaruh
pada ibu serta janin dan merupakan tanda bahaya kehamilan lanjut
yang perlu diwaspadai oleh wanita hamil dan dipahami oleh semua
pemberi pelayanan kehamilan termasuk bidan.
d. Tatalaksan
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) tatalaksana pada
kehamilan dengan persalinan preterm dan kehamilan lewat waktu (post
matur) :
- Kehamilan preterm : pembmerian rokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika profilaksis.
- Kehamilan post matur : sedapat mungkin rujuk pasien ke rumah
sakit, tawaran induksi persalinan (persalinan anjuran) mulai dari
usia kehamilan 41 minggu dengan syarat cervix sudah matang dan
indikasi sectio caeseria pada primitua (umur >40 tahun).
e. Standar Wewengan Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil Dengan Kelainan
Masa Kehamilan
Standar wewenang bidan dalam asuhan ibu hamil dengan
Kelainan Masa Kehamilan terdapat di Standar : Pemeriksaan dn
pemantauan antenatal
Tujuaanya :
1. Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini
komplikasi kehamilan
2. Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.
Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin
dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung
normal
3. Bidan juga harus mengenal kehamilan resti/ kelainan khususnya
anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV ; memberikan
pelayanan imunisasi, nasehat, dan penyuluhan kesehatan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas
4. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama
kehamilan
5. Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi
dini dan komplikasi kehamilan
6. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda
bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan
7. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi
kegawatdaruratan
8. Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas,
termasuk penggunaan KMS ibu hamil dan kartu pencatatan hasil
pemeriksaan kehamilan (kartu ibu )
9. Bidan ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan
9. Gangguan Jiwa
1) Depresi
Depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang merasa
tidak berdaya, tidak bersemangat, tidak ada gairah hidup, yang disertai
dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulasi tertentu,
pengurangan aktifitas fisik ataupun mental dan kesukaran dalam
berkarir serta menganalisa.
Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang
sama halnya dengan depresi yang terjadi pada orang awam pada
umumnya. Dimana pada kejadian depresi akan terjadi perubahan
kimiawi pada otak. Dalam hal ini perubahan hormonal pada saat
kehamilan akan mempengaruhi kimiawi otak itu sendiri, yang nantinya
akan sangat berhubugan erat dengan kejadian depresi dan kecemasan
dalam kehamilan.
Gangguan ini ditandai dengan perasaan muram, murung,
kesedihan atau berkurangnya minat pada aktivitas. Pasien kadang-
kadang dapat sarkastik, nihilistic memikirkan hal yang sedih. Mereka
juga dapat tegang, kaku, dan menolak intervensi terapeutik. Gejalanya
adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah,
hilangnya energy dan pendorongan dorongan seksual.
a. Seseorang dikatakan menderita depresi jika:
a) Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam
satu hari, hampir setiap hari
b) Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua
c) Hilangnya berat badan secara signifikan saat tidak melakukan
diet
d) Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari
e) Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan setiap hari
f) Tidak berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan
g) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari terganggu
h) Hubungan calon ibu dengan orang sekitarnya terganggu
i) Kondisi ibu mengncam keselamatan janin
b. Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
a) Factor organobiologis, karena ketidakseimbangan
neurotransmitter diotak terutama serotonim
b) Factor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak
pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
c) Factor sosio lingkungan misalnya karena kehilngan pasangan
hidup
c. Hal hal yang dapat mengakibatkan depresi selama hamil:
a) Gangguan hubungan keluarga
b) Riwayat depresi baik diri maupun keluarga
c) Riwayat aborsi sebelumnya
d) Pengalaman yang stress
e) Adanya kompilkasi dalam kehamilan
f) Riwayat KDRT atau trauma
6) Penatalaksanaan psikosa
Pengobatan tergantung pada penyebab psikosis.
Perawatan dirumah sakit sering kali diperlukan untuk
menjamin keselamatan pada pasien. Penatalaksannan yang
dilakukan adalah:
a) Konsultasikan dengan dokter, psikiater, psikolog, dan
dengan tenaga kesehatan lainnya.
b) Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dengan tenaga
medis harus dengan kesabaran meyakinkan calon ibu
bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal
yang normal dan wajar.
c) Ajarkan dan berikan latihan-latihan untuk dapat menguasai
otot-otot istirahat dan pernafasan
d) Hindari kata-kata dan komentar yang dapat mematahkan
semangat si ibu
e) Hindari komentar suatu kasus dan gelak tawa
3) Psikoneurosa
Psikoneurosa adalah ketegangan pribadi yang terus menerus
akibat adanya konflik, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis
(suatu kelainaan mental dngan kepribadian terganggu yang ringan
seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur kurang
perhatian terhadap lingungan dan kurang memiliki energi).
1. Tipe neurotisme:
a. Neurostenia, muncul sebagai efek kelelahan mental yang
berkembang menjadi keluhan sakit-sakit yang tidak jelas
lokasinya.
b. Hysteria, ditandai dengan kondisi ketidakstabilan emosi.
Konflik mentalnya diekspresikan melalui gejala fisik tertentu
yang berpengaruh terhadap fungsi tubuh secara menyeluruh
misalnya perempuan yang tidak berbahagia dalam
perkawinannya akan mengungkapkan kepada suami.
c. Hipokondriasis, keterpakuan terhadap kondisi kesehatan,
maksudnya selalu ada bagian tubuh yang terasa kurang nyaman
padahal penyakit yang diderita sebenarnya penyakit imajjiner.
d. Penatalaksanaan psikoneurosa
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis yag
berusaha meyusun terapi psikologis yang beragam untuk
pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien.
Penerapan metode dengan secara personal maupun group
(perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan
medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui
bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini
hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih
kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.
10. Kehamilan dengan Penyakit Penyerta
1) Hipertensi Dalam Kehamilan
a. Hipertensi esensial
Adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ini
termasuk juga hipertensi ringan.
Gejalanya :
Biasanya tidak terasa ada keluhan dan pusing atau berat
ditekuk kepala.
a) Tekanan darah sistolenya antara 140-160 mmhg
b) Tekanan darah diastolenya antara 90-100 mmhg
c) Tekanan darahnya sukar diturunkan
Penanganannya :
Memantau tekanan darah apabila diketahui tinggi dan
mengurangi segala sesuatu yang bisa menyebabkan tekanan darah
naik seperti : gaya hidup, diet dan psikologis.
b. Hipertensi Karena Kehamilan
Adalah hipertensi yang disebabkan atau muncul selama
kahamilan
1) Terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama
persalinan dan 48 jam pasca persalinan.
2) Lebih sering pada primigravida
3) Risiko meningkat pada :
a. Masa plasenta besar (gamelli, penyakit trofoblas)
b. Diabetes mellitus
c. Faktor herediter
d. Masalah vaskuker
4) Ditemukan tanpa protein dan oedema, tekanan darah
meningkat.
5) Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg dalam
pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110
mmhg.
Penanganan :
- Pantau tekanan darah, proteinuria, reflek dan kondisi janin
- Jika tekanan darah meningkat tangani sebagai preeklampsia
- Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan
janin terhambat, rawat dan pertimbangan terminasi
kehamilan.
c. Preeklampsia
Adalah bila ditemukannya hipertensi yang ditambah dengan
proteinuria dan oedema. Proteinuria adalah tanda yang penting
pada preeklampsia, tidak adanya tanda ini akan membuat diagnosa
preeklampsia dipertanyakan. Proteinuria jika kadarnya lebih dari
300 mg dalam urine 24 jam atau lebih dari 100 mg dalam urin 6
jam.
Ibu hamil mana pun dapat mengalami preeklampsia.
Tapi,umumnya ada beberapa ibu hamil yang lebih berisiko, yaitu :
1) Ibu hamil untuk pertama kali
2) Ibu dengan kehamilan bayi kembar
3) Ibu yang menderita diabetes
4) Memiliki hipertensi sebelum hamil
5) Ibu yang memiliki masalah dengan ginjal
6) Hamil pertama di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
7) Ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya akan ada kemungkinan berulang pada kehamilan
berikutnya
Sayangnya penyebab preeklampsia sampai saat ini masih
merupakan misteri. Tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian
maju. Yang jelas, preeklampsia merupakan salah satu penyebab
kematian pada ibu hamil, di samping infeksi dan perdarahan.
Gejala Yang Muncul :
1) Kondisi preeklampsia sangat kompleks dan sangat besar
pengaruhnya pada ibu maupun janin. Gejalanya dapat dikenali
melalui pemeriksaan kehamilan yang rutin. Kendati tak jarang
si ibu merasa dirinya sehat-sehat saja.
2) Adanya preeklampsia bisa diketahui dengan pasti, setelah pada
pemeriksaan didapatkan hipertensi, bengkak, dan protein dalam
urin
3) Preeklampsia biasanya muncul pada trimester ketiga
kehamilan. Tapi bisa juga muncul pada trimester kedua. Bentuk
nonkompulsif dari gangguan ini terjadi pada sekitar 7 %
kehamilan. Gangguan ini bisa terjadi sangat ringan atau parah.
Aspek Klinik Dari Preeklampsia :
1) Gambaran klinik : Dua gejala yang sangat penting
preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria
2) Tekanan darah : Kelainan dasar pada preeklampsia adalah
vasospasme arteriol, peningkatan tekanan darah adalah tanda
peringatan awal dari preeklampsia. Tekanan diastolik lebih
bermakna dari pada tekanan sistolik, tekanan diastolik sebesar
90 mmhg atau lebih yang menetap menunjukkan keadaan
abnormal.
3) Kenaikan Berat Badan : Peningkatan berat badan yang tiba-tiba
dapat mendahului serangan preeklampsia, peningkatan BB
lebih dari 1 kg perminggu atau 3kg perbulan kemungkinan
terjadinya preeklampsia.
4) Proteinuria : Merupakan indikator penting untuk menentukan
beratnya preeklampsia
5) Nyeri kepala : Sering didaerah frontal dan kadang-kadang
oksipital yang tidak sembuh dengan analgetik biasa
6) Nyeri epigastrium : Sering merupakan gejala preeklampsia
berat
7) Gangguan penglihatan : Disebabkan vasospasme, iskemia dan
perdarahan petekie pada korteks oksipital atau spasme arteriol.
Perbedaan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
1) Preeklampsia ringan
a. Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg
dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik
sampai 110 mmhg
b. Proteinuria (+)
2) Preeklampsia berat
a. Tekanan diastolik > 110 mmhg
b. Proteinuria (++)
c. Oliguria
d. Hiperrefleksia
e. Gangguan penglihatan
f. Nyeri epigastrium
d. Penanganan Preeklampsia Ringan
Jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda
perbaikan lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
1) Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin.
2) Lebih banyak istirahat
3) Diet biasa
4) Tidak perlu diberi obat-obatan
5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat dirumah sakit :
a. Diet biasa
b. Pantau tekanan darah 2 x sehari, proteiuria 1x sehari
c. Tidak perlu obat-obatan
d. Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat oedema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut
e. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan
f. Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia
g. Kontrol 2 kali seminggu
h. Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
i. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan tetap dirawat
j. Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat
pertimbangan terminasi kembali
k. Jika protein meningkat tangani sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
e. Penanganan Preeklampsia Berat
1) Penanganan aktif
Adalah kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan
dengan pemberian obat kejang (sama dengan pengobatan
kejang pada eklampsia). Penderita harus segera dirawat dan
sebaiknya dirawat diruangan khusus di daerah kamar bersalin,
tidak diperlukan ruangan yang gelap tetapi rungan dengan
penerangan yang cukup. Penderita yang ditangani dengan aktif
bila didapatkan satu atau lebih keadaan yaitu :
a. Ibu dengan kehamilan 35 minggu atau lebih
b. Adanya tanda-tanda impending eklampsia
c. Adanya syndrome HELLP (haemolysis elevated liver
enzymes and low platelet) atau kegagalan penanganan
konservatif
d. Adanya gawat janin atau IUGR
2) Penanganan konservatif
Adalah kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan kejang (sama dengan penanganan
kejang pada eklampsia).
Pada kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik dilakukan
penanganan secara konservatif.
f. Eklampsia
Eklampsia didiagnosa jika kejang yang timbul dari hipertensi
yang diinduksi dengan kehamilan atau hipertensi yang diperberat
dengan kehamilan.
Tanda dan Gejala :
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala dibagian
frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan
hiperrefleksia.
1) Penyebab kematian ibu : Perdarahan otak, dekompensasi
kordis dan edema paru
2) Penanganan Eklampsia : Tujuannya untuk menghentikan dan
mencegah kejang, mencegah dan mengatasi timbulnya penyulit
khususnya krisis hipertensi sebagai penunjang untuk stabilisasi
keadaan ibu seoptimal mungkin.
3) Sikap obstetrik : Mengakhiri kehamilan dengan trauma
seminimal mungkin untuk ibu.
Penanganan kejang :
1) Beri obat antikonvulsan
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan,
masker oksigen, oksigen).
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan.
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk
mengurangi resiko aspirasi.
6) Beri O2 4-6 liter/ menit
Akibat Hipertensi dalam Kehamilan Pada Janin
1) Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan
hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah
normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
2) Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat
sehingga terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga
janin dilahirkan kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan
(asfiksia), dan sebagainya.
3) Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera
dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini biasanya
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat
apakah janin sudah dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi,
adakalanya keduanya tak bisa ditolong lagi.
4) Dokter tak akan membiarkan penyakit ini berkembang makin
parah. Bila perlu, tanpa melihat usia kehamilan, persalinan
dapat dianjurkan atau kehamilan dapat diakhiri. Tergantung
keadaan, persalinan dilakukan dengan induksi atau bedah
caesar.
11. Anemia Dalam Kehamilan
a. Pengertian
Anemia ialah suatu keadaan yang menggambarkan kadar
hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar
(normal).
Ukuran haemoglobin normal :
1) Laki-laki sehat mempunyai Hb: 14 gram – 18 gram
2) Wanita sehat mempunyai Hb: 12 gram – 16 gram
Tingkat pada anemia :
1) Kadar Hb 8 gram – 10 gram disebut anemia ringan
2) Kadar Hb 5 gram – 8 gram disebut anemia sedang
3) Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat
Pada kehamilan jumlah darah bertambah banyak, yang disebut
hidremia dan hipervolemia pertambahan dari sel-sel darah kurang, bila
dibanding dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran
darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagia berikut:
Plasma 30 %, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.
Proses bertambahnya jumlah darah dalam kehamilan sudah
mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32-36 minggu.
Seorang wanita hamil yang memiliki Hb < 11gr% dapat disebut
penderia anemia dalam kehamilan. Pemeriksaan hemoglobin harus
menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1
kali pada pemeriksaan pertama pada triwulan pertama dan sekali lagi
pada triwulan akhir
b. Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan, Persalinan dan Nifas
1) Keguguran
2) Partus prematurus
3) Partus lama karena inersia uteri
4) Perdarahan post partum karena atonia uteri
5) Syok
6) Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
7) Anemia yang sangat berat adalah Hb dibawah 4 gr% terjadi payah
jantung, yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan,
bahkan bisa fatal
c. Pengaruh Anemia Terhadap Hasil Konsepsi :
Hasil konsepsi (janin, placenta, darah) membutuhkan zat besi
dalam jumlah untuk pembuatan butir-butir darah merah besar dan
pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat besi. Jumlah ini merupakan
1/10 dari seluruh besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam
kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati,
limpa, dan sum-sum tulang. Selama masih mempunyai cukup
persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini habis,
Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu
janin membutuhkan zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya
terhadap konsepsi ádalah :
1) Kematian mudigah (Keguguran)
2) IUFD
3) Prematuritas
4) Kematian janin waktu lahir (stillbirth)
5) Dapat terjadi cacat-bawaan
Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
1) Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah
anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan
karena kurangnya masukan unsur besi dalam makanan karena
gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau
banyaknya besi keluar dari badan, misalnya karena perdarahan.
Kebutuhan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah, maka
akan mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada
kehamilan kembar
Pencegahan :
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
sebaiknya wanita hamil diberi sulfasferosus cukup 1 tablet sehari.
Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak
protein dan sayur –sayur yang banyak mengandung mineral dan
vitamin
2) Anemia megaloblastik (29,0%)
Biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Terjadi
akibat kekurangan asam folat, jarang sekali akibat karena
kekurangan Vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan infeksi
yang kronik.
Penanganan :
a. Pemberian asam folat, biasanya bersamaan dengan pemberian
Sulfas ferosus
b. Diet makanan yang bergizi (tinggi kalori dan protein)
Ditemukan pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran segar
atau kandungan protein tinggi
3) Anemia hipoplastik (8,0%)
Disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-
sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi sternal,
pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.
Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan, mungkin
pengobatan yang paling baik yaitu tranfusi darah, yang perlu sering
diulang.
4) Anemia hemolitik (sel sickle) (0,7%)
Disebabkan penghancuran / pemecahan sel darah merah yang
langsung cepat dari pembuatannya. Misalnya disebabkan karena
malaria, racun ular.
Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil.
Apabila ia hamil maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis
hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan
gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila
terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta
penyebabnya, bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya
diberantas dan diberikan obat-obatan penambah darah. Namun,
pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini memberi hasil. Maka darah
berulang dapat membantu penderita ini.
K. Penyakit Jantung
Kehamilan dan penyakit jantung akan saling mempengaruhi pada
individu yang bersangkutan. Kehamilan akan memberatkan penyakit jantung.
Sebaliknya, penyakit jantung akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembanganjanin dalam kandungan, lain halnya pada kehamilan dengan
jantung yang normal. Tubuh dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
sistem jantung dan pembuluh darah. Jika seorang wanita hamil mengidap
penyakit jantung akan terjadi perubahan-perubahan berikut:
1. Meningkatnya volume jantung, yang dimulai sejak kehamilan 8 minggu
dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32 minggu, lain menetap.
Kondisi ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan tubuh ibu dan janin
yang dikandungnya.
2. Jantung dan diafragma (sekat rongga dada) terdorong ke atas karena
pembesaran rahim.
Dengan demikian. cukup jelas bahwa kehamilan dapat memperberat
penyakit jantung. Kemungkinan timbulnya payah jantung (dekompensasi
cordis) pun dapat terjadi. Keluhan-keluhan yang sering muncul adalah:
- Cepat merasa lelah
- Jantung berdebar-debar
- Sesak napas, kadang-kadang disertai kebiruan di sekitar mulut
(sionosis)
- Bengkak pada tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda.
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :
a. Kelas I
- Tanpa pembatasan kegiatan fisik
- Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
b. Kelas II
- Sedikit pembatasan kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti:
kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau
angina pectoris
c. Kelas III
- Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung
d. Kelas IV
- Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi :
Komplikasi pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema
paru, kematian, abortus.
Komplikasi pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia,
gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan :
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam
atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup
mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload
dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan
menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
a. Kelas I :
- Tidak memerlukan pengobatan tambahan
b. Kelas II :
- Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus
menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32
minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup
bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat.
Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal
setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam)
diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan
ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu.
Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran.
c. Kelas III :
- Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat
diberikan diuretic
d. Kelas IV :
- Harus dirawat di RS. Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena
resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada
kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan
pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi
gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai
anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya
gejala gagal jantung akan cepat hilang.
3. DM
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat
ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau
diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup
pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru
diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat
hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan
karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta
persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui
plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping
beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat
lambatnya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama
dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Diagnosis :
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola
sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa
beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa
sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi
lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam
keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL
> 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi :
- Tidak tergantung insulin (TTI), Non Insulin Dependent diabetes
mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam
pengendalian kadar gula darah.
- Tergantung insulin (TI), Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula
darah.
Komplikasi :
- Komplikasi maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi
kronik, PE, kematian ibu.
- Komplikasi fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi
plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
- Komplikasi Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian
neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan :
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar
glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan
kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau
kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila.
Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk
kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati
persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan
menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI,
kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya
0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric :
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ,
dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap
akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia
pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC.
Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42
minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya
terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya
>20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan
amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38
minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak
UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
4. Perdarahan pascasalin
Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu
melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500
ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demkian secara
konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat
dikategorikan sebagai perdarahan pascasalin dan perdarahan yang secara
kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius..
(Marjati dkk, 2010)
Klasifikasi
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal. (Marjati dkk, 2010)
Faktor predisposisi
1) Multiparitas
2) Anemia
3) Overdistensi uterus (gemeli, hidramnion)
4) Preeklampsia/eklampsia
5) Persalinan yang lama
6) Persalinan yang dengan obat-obatan s
7) Persalinan pada bekas seksio sesaria
8) Persalinan yang traumatik
9) Keadaan-keadaan yang menimbulkan dampak pada gangguan
koagulasi seperti : Solusio plasenta, KJDR.
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
1) Penilaian kegawatdaruratan, tanda-tanda syok, dan pemberian
oksigen
2) Memasang jalur intravena dengan menggunakan jarum besar
(ukuran 16 G atau 18 G) untuk resusitasi
3) Pemberian cairan kristaloid atau normal saline. Dapat diberikan
secara bolus jika terdapat syok hipovolemik
4) Pada pasien PPH primer dengan perdarahan aktif yang masif atau
gejala hipovolemia pada PPH primer dan sekunder, dilakukan
pemeriksaan golongan darah, crossmatch dan darah lengkap, serta
transfusi sesuai protokol
5) Memasang kateter urin untuk memantau urine output
6) Pada PPH sekunder, persiapkan transfusi darah apabila Hb <8g/dL
atau secara klinis menunjukkan tanda-tanda anemia berat
7) Pantau terus tanda-tanda vital pasien
Menentukan penyebab atau sumber perdarahan (Kemenkes RI, 2012).
b. Tatalaksana Khusus
Pada keadaan gangguan tonus, pemijatan uterus dapat dilakukan
untuk membantu memperbaiki tonus dan menghentikan perdarahan.
obat-obat uterotonika yang merangsang kontraksi uterus juga dapat
digunakan, seperti :
1) Oksitosin : Berfungsi untuk menstimulasi segmen atas dari
miometrium agar dapat berkontraksi dengan teratur dan dapat
mengkonstriksi arteri-arteri spiral serta menurunkan aliran darah ke
uterus. Dosis yang direkomendasikan 20 – 40 IU dalam 1 liter
normal saline, berikan secara intravena sebanyak 500 mL dalam 10
menit, kemudian selanjutnya 250 mL setiap jam.
2) Misoprostol : Bekerja dengan menginduksi kontraksi uterus secara
menyeluruh. Dosis yang direkomendasikan adalah 800 – 1000 mcg
diberikan per rektal atau 600 – 800 mcg diberikan per sublingual
atau per oral. Misoprostol digunakan hanya jika tidak tersedia
oksitosin.
3) Trauma
Pada keadaan trauma misalnya pada laserasi jalan lahir dapat
dilakukan penjahitan laserasi secara kontinu. Sedangkan pada
inversio uteri dapat dilakukan reposisi uterus.
4) Tissue
Pada keadaan sisa plasenta dapat dilakukan manual plasenta
dengan hati-hati. Sedangkan pada sisa bekuan darah, dapat
dilakukan eksplorasi digital atau aspirasi vakum manual dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa.
5) Thrombin
Pada keadaan dengan gangguan faktor pembekuan darah dapat
diberikan transfusi darah lengkap untuk menggantikan faktor
pembekuan darah dan sel darah merah
6) Pembedahan
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan di antaranya adalah
ligasi arteri uterina, ovarika, atau iliaka interna, serta operasi
histerektomi (Kemenkes RI, 2012).
Wewenang bidan dalam perdarahan pascasalin
- Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu nifas
- Memberikan oksigen
- Memasang jalur intravena dengan menggunakan jarum besar
(ukuran 16 G atau 18 G) untuk resusitasi
- Memberikan cairan kristaloid atau normal saline.
- Memasang kateter urin
- Melakukan transfusi darah
- Memantau terus tanda-tanda vital pasien
- Menentukan penyebab atau sumber perdarahan dan mulai
dilakukan tatalaksana khusus
- KBI / KBE
- Melakukan penjahitan laserasi
- Reposisi uterus.
- Melakukan eksplorasi digital atau aspirasi vakum manual dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa. (Kemenkes RI,
2012).
5. Inpartu dengan gawat janin
Gawat janin atau fetal distres adalah menandakan bahwa janin
kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau saat persalinan. (Depkes
RI, 2010).
Klasifikasi
1) Ukuran bayi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan usia
kehamilan.
2) Usia bayi sudah melebihi usia kehamilan normal. Artinya, bayi belum
kunjung lahir padahal usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu.
3) Tidak tercukupinya kadar oksigen yang didapatkan bayi.
Keterlambatan pertumbuhan janin dalam rahim atau intra uterine
growth retardation (IUGR). (Depkes RI, 2010).
Faktor predisposisi
1) Preeklampsia yang dapat memengaruhi fungsi plasenta.
2) Ibu berusia 35 tahun atau lebih saat hamil.
3) Jumlah cairan ketuban terlalu banyak atau sedikit.
4) Penyakit yang dialami ibu saat hamil, seperti diabetes gestasional atau
tekanan darah tinggi.
5) Ibu mengalami kelainan plasenta, seperti plasenta abrupsi (abruptio
plasenta).
6) Kompresi tali pusar. Kondisi ketika tali pusar ibu tertekan sehingga
aliran darah dari ibu ke janin
7) terganggu. Infeksi pada janin. Hamil bayi kembar.
8) Pernah mengalami kelahiran mati di kehamilan sebelumnya.
9) Berat badan berlebih atau kegemukan saat hamil Merokok.
10) Mengalami perdarahan antepartum (melalui vagina) beberapa kali.
Tatalaksana
1) Resusitasi dalam rahim Resusitasi dalam rahim dilakukan sebagai
pengobatan utama dalam mengatasi gawat janin
2) Memastikan asupan cairan ibu memadai dengan pemberian cairan
lewat infus.
3) Memosisikan ibu berbaring miring ke kiri untuk mengurangi tekanan
rahim pada pembuluh vena besar yang dapat mengurangi aliran darah
ke plasenta dan janin
4) Menghentikan sementara penggunaan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraksi, seperti obat oksitosin. Tokolisis, yaitu terapi
untuk menghentikan kontraksi rahim sementara.
5) Amnioinfusion, yaitu penambahan cairan pada rongga cairan ketuban
untuk mengurangi tekanan tali pusat.
6) Persalinan segera Persalinan segera dapat menjadi pilihan jika
resusitasi dalam rahim tidak dapat mengatasi kondisi gawat janin.
7) Kelahiran perlu diupayakan dalam 30 menit setelah diketahui adanya
kondisi gawat janin. Kelahiran bisa diupayakan melalui vagina dengan
bantuan vakum atau forceps pada kepala bayi.
8) Jika cara tersebut tidak mungkin dilakukan, maka janin harus
dilahirkan melalui operasi caesar.
9) Pemantauan kondisi janin Kondisi bayi akan dimonitor secara saksama
selama 1-2 jam setelah kelahiran, dan dilanjutkan hingga 12 jam
pertama pasca kelahiran.
Pemantauan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum,
gerakan dada, warna kulit, tulang dan otot, suhu tubuh, serta detak jantung
bayi. (Depkes RI, 2010).
Wewenang bidan dalam Inpartu dengan gawat janin
1) Melakukan Resusitasi dalam rahim
2) Memberikan ibu cairan lewat infus.
3) Amnioinfusion
4) Melakukan Persalinan segera melalui vagina
5) Melakukan Pemantauan kondisi janin
6. Inpartu dengan Induksi
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses
persalinan(dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi
menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti,
2010).
Tindakan induksi dilakukan dokter untuk mempercepat timbulnya
tanda-tanda persalinan normal. Meski begitu, tidak semua calon Mam
dapat menjalani induksi. Ibu hamil tidak dapat diinduksi apabila memiliki
salah satu kondisi berikut: Mengalami komplikasi plasenta previa.
Terdapat bekas luka pada rahim akibat bekas operasi Caesar atau
pengangkatan miom. Memiliki ukuran panggul sempit. Telah melahirkan
lebih dari 5 kali. Usia janin belum cukup bulan. Terdapat kondisi gawat
janin sehingga bayi harus segera dilahirkan. Posisi bayi sungsang. Tengah
menderita infeksi herpes simplex.
7. Persalinan Lama
a. Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan
fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada
pada partograf (Kemenkes RI, 2012).
Klasifikasi
1) Fase laten memanjang : fase laten yang melampaui 20 jam pada
primi gravida atau 14 jam pada multipara.
2) Fase aktif memanjang : fase aktif yang berlangsung lebih dari 12
jam pada primi gravida dan lebih dari 6 jam pada multigravida,
serta laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam.
3) Kala II lama : kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multipara.
Faktor Predisposisi
1) Bayi
Kepala janin besar, hidrosefalus, presentasi wajah-bahu-alis,
malposisi persisten, kembar yang terkunci, kembar siam.
2) Jalan lahir
Panggul kecil karena malnutrisi; deformitas panggul karena trauma
atau polio tumor daerah panggul infeksi virus di perut atau uterus
jaringan parut.
3) Faktor yang berhubungan dengan persalinan lama
Aktifitas fisik rumah tangga,aktifitas fisik olahraga, kekuatan ibu
(power) passanger, posisi janin,psikologi (dominan) pendidikan
ibu,umur ibu dan paritas ibu
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
1) Nilai cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk
tanda-tanda vital tingkat hidrasinya.
2) Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his.
Hitung frekuensinya sekurang-kurangnya sekali dalam 30
menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II.
3) Memperbaiki keadaan umum
b. Tatalaksana khusus
1) Persalinan palsu / belum inpartu (False labor) Bila his belum
teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
a) Periksa adanya infeksi saluran kencing.
b) Ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati
secara adekuat.
c) Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
2) Fase laten yang memanjang (Prolonged latent phase) Diagnosis
fase laten yang memanjang dibuat secara retrospektif.
a) Bila his terhenti disebut persalinan palsu atau belum
inpartu.
b) Bila mana kontraksi makin teratur dan pembukaan
bertambah sampai 3 cm, pasien tersebut dikatakan masuk
fase laten.
c) Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan
tidak ada kemajuan, lakukan pemeriksaan dalam :
- Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan
serviks tidak didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang
diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam keadaan
inpartu.
- Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan
pembukaan serviks, lakukan drips oksi dengan 5 unit
dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes
per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his
adekuat maksimum 40 tetes per menit atau berikan
preparat prostaglandin lakukan penilaian 4 jam.
- Bila didapatkan adanya tanda amnionitis, berikan
induksi dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose
mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 15 menit di
tambah 4 tetes sampai his yang adekuat (maksimum 40
tetes per menit) atau di berikan preparat prostaglandin
serta obati infeksi dengan ampisilin 2 gr Intra Vena (IV)
sebagai dosis awal dan 1 gr Intra vena (IV) setiap 6 jam
dan gentamisin 2 X 80 mg.
d) Fase aktif yang memanjang (prolonged active phase) Bila
tidak didapatkan adanya chefalo pelvik disproporsi (CPD)
atau adanya obstruksi
- Berikan penanganan kontraksi dan mempercepat
kemajuan persalinan.
- Bila ketuban utuh, pecahkan ketuban Bila kecepatan
permukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1
cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
3) Disproporsi sefalopelvik (CPD) CPD terjadi karena bayi terlalu
besar atau pelvis kecil.
Bila dalam persalinan terjadi CPD akan didapatkan
persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang baik adalah
dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan
pelvimetri klinis terbatas :
- Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan
seksio sesarea 27
- Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila
tidak mungkin lakukan seksio sesarea).
4) Obstruksi (partus macet) Bila ditemukan tanda – tanda
obstruksi :
- Bayi hidup lakukan SC
- Bayi meninggalkan lakukan kraniotomi/embriotomi (bila
tidak mungkin, lakukan seksio sesarea).
5) Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri) Bila kontraksi
uterus tidak adekuat dan disproporsi atau obstruksi bisa
disingkirkan, kemungkinan penyebab persalinan lama adalah
inersia uteri.
- Pecahkan ketuban dan lakukan induksi dengan oksitosin 5
unit dalam 500 cc dekstrosa (atau NaCl) atau prostaglandin.
- Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal
2 jam setelah his adekuat : jika tidak ada kemajuan,
lakukan seksio sesarea , jika ada kemajuan, lanjutkan infuse
oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam 7) Kala II yang
memanjang (prolonged espulsive phase) Menghadapi
persalinan lama dalam Kala II, lakukan persalinan dengan
episiotomi dan dorongan (eksresi) yang dilakukan dengan
hati hati dan tarikan (Ekstraksi) vakum atau tarikan cunam.
Wewenang bidan dalam Persalinan lama
1) Periksa adanya infeksi saluran kencing.
2) melakukan pemeriksaan dalam
3) melakukan induksi persalinan
4) memecahkan ketuban
8. Inpartu dengan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
1) Intrauterine fetal Death atau IUFD adalah kondisi janin yang
meninggal di dalam kandungan setelah kehamilan berusia 20 minggu.
Saat bayi dilahirkan, namun tidak terdapat tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, detak jantung, atau pergerakan tubuh, maka bayi
tersebut dikatakan mengalami stilbirth atau lahir mati. (Kemenkes RI,
2012).
KLASIFIKASI
- Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20
minggu penuh
- Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
- Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late
fetal death)
- Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas
FAKTOR PREDISPOSISI
1) Factor ibu (High Risk Mothers)
a) Status social ekonomi yang rendah
b) Tingkat pendidikan ibu yang rendah
c) Umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
d) Paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
e) Tinggi dan bb ibu tidak proporsional
f) Kehamilan di luar perkawinan
g) Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
h) Ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
i) Ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak
baik sepert bayi lahir mati
j) Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
2) Factor Bayi (High Risk Infants)
a) Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
b) Bayi dengan diagnosa iugr (intra uterine growth retardation)
c) Bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
3) Factor yang berhubungan dengan kehamilan
a) Abrupsio plasenta
b) Plasenta previa
c) Pre eklamsi / eklamsi
d) Polihidramnion
e) Inkompatibilitas golongan darah
f) Kehamilan lama
g) Kehamilan ganda
h) Infeksi
i) Diabetes
j) Genitourinaria
Tatalaksana
a) Tatalaksana umum
1) Berikan dukungan emosional pada ibu- Nilai DJJ- Nilai ibu
mendapat sedative, tunggu hilangnya pengaruh obat,
kemudian nilai ulang.- Bila DJJ tidak terdengar minta
beberapa orang mendengarkan menggunakan setetoskop
dopler.
2) Penanganan pada masa persalinan Kematian janin-
Kematian dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin, atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang
tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati.
3) Jika pemeriksaan radiologic tersedia, konfirmasi kematian
janin setelah lima hari. Tanda-tandanya berupa overlapping
tulang engkorak, hiperfleksi kolumna, vertebralis,
gelembung udara didlam jantung dan edema scalp. USG
adalah sarana penunjang diagnostic yang baik untuk
memastikan- kematian janin dimana gambarannya
menunjukan janin tanpa tanda hidup: tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban
berkurang.
4) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien
selalu- didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa
besar kemungkinan dapat lahir per vaginal.
5) Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi
maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan
keluarganya sebelum keputsan diambil.
6) Bila pilihan persalinan adalah akspetif:
- Tunggu persalinan spontan hingg dua minggu
- Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi.
- Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa
persalinan spontan,lakukan penaganan aktif
- Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- Jika serviks matang, lakukann induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin.
- Jika serviks belum mtang, lakukan pematangan serviks
dengan prostaglandin atau kateter foley.
- jangan lakukan amniotomi Karena beresiko infeksi.
- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternative
terakhir Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2
minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang,
matangkan serviks dengan misoprostol
Tempatkan misoprostol 25mcg di puncak vagina,
dapat di ulani sesudah 6 jam- Jika tidak ada respon sesudah
2x25mcg misoprotol, naikan dosis menjadi 50mcgmenjadi
setiap 6 jam.- Catatan: jangan biarkan lebih dari 50mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis Jika ada tanda
infeksi, berikan antibiotic untuk metritis- Jika tes
pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspadai koagulopati- Berikan kesempatan kepada
ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemerikasaan patologi plasenta adalah untuk
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
9. Malposisi, Mal presenetasi dan Disproporsi Kepala Panggul (CPD)
Malposisi adalah posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan
oksiput sebagai titik referensi Masalah; janin yg dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau
partus macet
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex. Definisi
Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Dysproportion/Cpd)
1) Adalah Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala
janin dan pelvis maternal CPD terjadi akibat janin terlalu besar
dan/atau panggul ibu kecil. (Kemenkes RI, 2012).
KLASIFIKASI
a) CPD absolut : dikarenakan obstruksi mekanikal yang permanen
daripada ibu, seperti panggul sempit, spondylolisthesis, atau tumor
b) CPD sementara : disebabkan janin seperti janin yang besar atau
terjadinya hidrose(alus pada janin
c) CPD relatif : malposisi atau malpresentasi dari janin
Faktor Predisposisi Malposisi
- Ibu dengan diabetes mellitus Riwayat hidramnion dalam keluarga
Faktor Predisposisi Malpresentasi
- Wanita multipara Kehamilan multipel (gemeli)
- Polihidramnion/oligohidramnion
- Plasenta previa
- Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma uteri)
- Persalinan preterm
- Presentasi Dahi
Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.
a) Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin >180
atau <100 pada fase apapun, lakukan seksio sesarea.
b) Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
c) Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda
obstruksi, lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
d) Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase
pengeluaran,periksa kemungkinan obstruksi
e) Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi
vakum/forsep bila syarat-syarat dipenuhi Bila ada tanda obstruksi
atau syarat-syarat pengakhiran persalinan tidak dipenuhi, lakukan
seksio sesarea
f) Lakukan seksio sesarea bila janin HIDUP.
g) Janin MATI, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio
sesarea bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
h) Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tanda CPD.
i) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi
pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi.
Wewenang bidan
a) memecahkan ketuban.
b) Melakukan ttv paa ibu
c) melakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
10. Metritis
Metritis/miometritis adalah radang miometrium atau infeksi uterus
setelah persalinan dan merupakan penyebab kematian ibu, keterlambatan
terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena, emboli
paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba dan infertilitas. Tanda dan
gejala metritis adalah demam menggigil, nyeri perut bawah, lokea berbau
dan bernanah, uterus nyeri tekan, perdarahan per vaginam, dan bisa sampai
syok.
Klasifikasi
1. Metritis Akut
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi
post partum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas. Pada wanita dengan endometrium
yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada
penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan daan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi
lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat
terjadi abses.
2. Metritis Kronik Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak
dibuat atas dasar menometrogia dengan uterus lebih besar dari biasa,
sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada
seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan
ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi :
a. Abses pelvik
b. Peritonitis
c. Syok septic
d. Dispareunia
e. Trombosis vena yang dalam
f. Emboli pulmona
g. Infeksi pelvik yang menahun
h. Penyumbatan tuba dan infertilitas
Faktor predisposisi
a. Infeksi abortus dan partus
b. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post curettage Miometritis dapat juga
d. kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi
sekundenarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, kelahiran
yang sukar (distosia),
e. perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk
pertolongan pada kelahiran yang sukar.
Talaksana
a. Segera transfuse, jika ada perdarahan.
b. Berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas damam selama 48
jam.
c. Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5
mg/kgBB IV tiap 24 jam, ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8
jam.
d. Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnostic.
3. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon.
4. Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada peritonitis
(demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan
5. Laparatomi dan drain abdomen.
6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
- Wewenang bidan
- Memasang transfusi
- Memberikan antibiotik
- Melakukan eeksplorasi plasenta
11. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal
Definisi Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah
peradangan karena masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau
abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi
jaringan sekitar.( Manuaba 2010)
Faktor Predisposisi
- Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan
- Kurangnya higien pasien
- Kurangnya nutrisi
Tatalaksana
a. Tatalaksana umum
- Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti
kompres sendiri setiap 24 jam.
- Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan
pembalut yang bersih.
b. Tatalaksana khusus
- Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
- Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan
situasi.
- Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika.
- Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral
selama 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama
5 hari.
Wewenang bidan
Melakukan drainase
12. Tetanus
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi
baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda
klinis antara lain: bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang
menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus. (Cole
dan youngman 2011)
KLASIFIKASI
1) Tetanus umum
Bergantung luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang
luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus
dekubitus dan suntikan hipodermis.
Kekakuan otot rahang menyebabkan mulut sukar dibuka pada
muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai
muka meringis kesakitan yang disebut “Rhisus Sardonicus” (alis
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh
sehingga memberikan gejala kaku kuduk sampai opisthotonus.
Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan
mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas
yang tinggi dan aritmia jantung
Cole dan youngman (2011) membagi tetanus umum atas:
1) Grade I:ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
- Period of onset >6 hari
- Trismus positif tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
- Lokalisasi kekakukan dekat dengan luka berupa spasme di
sekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau
hari.
2) Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10-14 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus ada dan disfagia ada Kekakuan umum terjadi dalam
beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada.
3) Grade III:
- Berat Masa inkubasi <10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat Kekakuan umum dan gangguan pernafasan
asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.
2) Tetanus Lokal
Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%
kadang-kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian
proksimal dari tempat luka.
3) Klasifikasi-Tetanus Cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal.
Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit
kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain: n. III,
IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum Pada
umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek. Inkubasi kurang
dari ; hari% biasanya penyakit lebih parah dan angkakematiannya
tinggi.
Faktor predispossisi
1) Pencemaran Lingkungan fisik dan Biologik Lingkungan yang
mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan Clostridium tetani
lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderitadengan ge'ala
tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkunganyang kotor.
Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan
sa'a dapat men)egah tetanus% tetapi menimbulkan berbagai penyakit
lain
2) Faktor Alat pemotongan tali pusat menggunaan alat yang tidak steril
untuk memotong tali pusatmeningkatkan risiko penularan penyakit
tetanus neonatorum. Ke'adian inimasih lagi berlaku di negara"negara
berkembang dimana bidan"bidan yangmelakukan pertolongan
persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau
sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir.
3) Faktor cara perawatan tali pusat terdapat sebagian masyarakat di
negara"negara berkembang masih menggunakan ramuan untuk
menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusny tali
pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang
tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru
lahir. cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan
lagi risiko ter'adinya ke'adian tetanus neonatorum
4) Faktor Kebersihan tempat pelayanan persalinan Kebersihan suatu
tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting tempat pelayanan
persalinan yang tidak bersih bukan saha'a berisiko untuk menimbulkan
penyakit pada bayi yang akan dilahirkan malah pada ibu yang
melahirkan tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam
keadaan bersih dan steril.
5) Faktor Kekebalan ibu hamil ibu hamil yang mempunyai faktor
kekebalan terhadap tetanus dapatmembantu mencegah kejadian
tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium
tetanus sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya
lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi
TALAKSANA
Tatalaksana tetanus :
1) Bersihkan jalan napas
2) Longgarkan atau buka pakaian bayi
3) Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan
5) Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang Tatalaksana
Khusus
Wewenang bidan
- Membersihkan jalan napas
- Melonggarkan atau buka pakaian bayi
- Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan
- Memberikan asi sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang
13. Mastitis
Infeksi payudara atau mastitis adalah infeksi yang terjadi pada
jaringan payudara. Kondisi ini umumnya menyerang ibu menyusui,
terutama pada 12 minggu pertama setelah persalinan. Infeksi payudara
juga dapat dialami oleh wanita yang sedang tidak menyusui, walaupun
jarang terjadi. Mastitis biasanya hanya menyerang salah satu payudara
saja, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua payudara.
Mastitis menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan saat menyusui,
sehingga kegiatan menyusui menjadi terhambat atau terhenti.(manuaba
2010)
Klasifikasi
Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi
menjadi yaitu mastitis periduct
1) Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary ductectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
2) Mastitis puerperalis lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau
menyusui. Penyebab utamamastitis puerperalis yaitu kuman yang
menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke putingibu melalui
kontak langsung. '.
3) Mastitis supurati
Abses Mastitis supurati yang paling banyak dijumpai.
Penyebabnya bisa dari kuman )taphylococcus, jamur, kuman &/C dan
juga sifilis. -nfeksi kuman &/C memerlukan penanganan yang ekstra
Faktor predisposisi
1) Umur Paritas
2) melahirkan
3) Kekebalan dalam asi
4) Stres dan kelelahan
5) Pekerjaan di luar rumah
6) Faktor lokal dalam payudara
7) trauma
Tatalaksana
1) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya, untuk memperbaiki pengeluaran AS I, dan untuk mencegah
luka pada puting susu,Ibu harus didorong untuk menyusui sesering
mungkin dan selama bayi menghendaki
2) Bila isapan bayi tidak cukupmengurangi rasa penuh' dan kencang
pada payudara, atau bila puting susunya tertarik sampai rata sehingga
bayi sulit mengenyut, ibuharus memeras ASI-nya.
3) Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa
4) Bila payudara sangat nyeri, jalan lain untuk memeras ASI
adalah dengan menggunakan metode botol panas
5) Setelah satu atau dua hari, kondisi ini harus sembuh, dan suplai ASI
dan kebutuhan bayi cocok satu sarna lain.
Wewenang bidan
- Memberikan kie pada ibu cara menyusui yang baik dan benar
- Melakukan breascare
- Melakukan pemijatan oksitosin
L. KEGAWATDARURATAN NEONATAL
1. Asfiksia
a. Definisi Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan
Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1) Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2) Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3) Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik
iskemiaensefalopati)
4) Gangguan multiorgan sistem.(Prambudi, 2013).
Faktor predisposisi :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC,HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu,ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)DepKes
RI, 2010).
Klasifikasi AsfiksiaMenurut Anik dan Eka (2013:296) berdasarkan
nilai APGAR :
1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia:
1) Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10.
Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen secara terkendali.
2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7.
Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa,
tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi.
3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4.
Pada Pemeriksaan fisikakan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak adadan memerlukan tindakan resusitasi
serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.)
b. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3.
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian
oksigen terkendali, karena selaludisertai asidosis, maka perlu diberikan
natrikus dikalbonas 7,5%dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan
cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena
umbilikus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadangpucat, refleks iritabilitas tidak ada. Vidia dan Pongki
(2016:364)
c. Penatalaksanaan Asfiksia
penatalaksanaanasfiksia meliputi :
1) Tindakan Umum
- Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih
rendahagar lendir mudah mengalir, bila perlu
digunakanlaringoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
- Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detikbayi
tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukulkedua
telapak kaki menekan tanda achilles.
- Mempertahankan suhu tubuh.
2) Tindakan Khusus
Asfiksia Berat
Berikan o2dengan tekanan positif dan intermentenmelalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupanudara yang telah
diperkaya dengan o2. o2yang diberikantidak lebih 30 cm H 20.
Bila pernafasan spontan tidak timbullakukan massage jantung
dengan ibu jari yang menekanpertengahan sternum 80-100
x/menit.b) Asfiksia Sedang/RinganPasang Relkiek pernafasan
(hisap lendir, rangsang nyeri)selama 30-60 detik.
Bila gagal lakukan pernafasan kodok(Frog Breathing) 1-2
menit yaitu kepala bayi ekstensimaksimal beri o21-21/menit
melalui kateter dalam hidung,buka tutup mulut dan hidung serta
gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit.
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
Cara ResusitasiMenurut Vidia dan Pongki (366:2016) agar
tindakan resusitasidapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utamayang perlu dilakukan adalah :
1) Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirnya bayi
dengandepresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang
kelahiranbayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi
denganmeninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
Wewenang bidan
- Melakukan resusitasi pada bayi asfiksia
2. Preterm
Kelahiran prematur adalah kelahiran yang terjadi sebelum minggu
ke-37 atau lebih awal dari hari perkiraan lahir. Kondisi ini terjadi ketika
kontraksi rahim mengakibatkan terbukanya leher rahim (serviks), sehingga
membuat janin memasuki jalan lahir.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor kesehatan ibu,
1) Preeklamsia
2) Penyakit yang bersifat kronis, seperti penyakit ginjal atau jantung.
3) Penyakit infeksi, seperti infeksi saluran kemih, infeksi cairan ketuban,
dan infeksi vagina.
4) Kelainan bentuk rahim.Ketidakmampuan serviks menutup selama
masa kehamilan.
5) Stres.Kebiasaan merokok sebelum dan selama masa
kehamilan.Penyalahgunaan NAPZA.
6) Pernah mengalami kelahiran prematur sebelumnya.
Faktor kehamilan
1) Kelainan atau menurunnya fungsi ari-ari.
2) Kelainan posisi ari-ari.Ari-ari yang lepas sebelum waktunya.Terlalu
banyak cairan ketuban.
3) Ketuban pecah lebih awal.
Faktor yang melibatkan janin
1) Kehamilan kembar.
2) Kelainan darah pada janin.
KLASIFIKASI
1) Preterm Kurang Bulan: Usia Kehamilan 32 — 36 Minggu
2) Very Preterm /Sangat Kurang Bulan: Usia Kehamilan 28 — 32
Minggu
3) Extremely Preterm /Ekstrim Kurang Bulan: Usia Kehamilan 20 — 27
Minggu
TATALAKSANA
Memberikan Terapi yang bertujuan untuk:
1) Menghambat Proses Persalinan Preterm Dengan Pemberian Tokolisis.
2) Pematangan Surfaktan Paru Janin Dengan Kortikosteroid
3) Dilakukan Pengobatan Terhadap Infeksi Menggunakan Antibiotik
3. BBLR
Bayi dengan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram. (Sarwono, 2010)
Faktor predisposisi
1) Faktor maternal
Faktor maternal doipengaruhi oleh penyakit kehamilan, trauma fisik
dan psikologis, infeksi, maupun usia ibu hamil yang kurang dari 20
tahun.
2) Faktor janin
Faktor janin dipengaruhi oleh hodramnion dan kehamilan kembar.
3) Faktor plasenta.
Faktor plasenta dimana terdapat penyakit pembuluh darah, malformasi
atau adanya tumor juga merupakan penyebab bayi lahir dengan BBLR.
Klasifikasi
1) Berat bayi lahir rendah (berat lahir 1500 – 2499 gram.
2) Berat bayi lahir sangat rendah
3) Berat bayi lahir ekstrem rendah
Tatalaksana
1) Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah
mengalamihipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus
dipertahankandengan ketat.
2) Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR
harusmemperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena
sangatrentan. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan
mencucitangan sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR
belumsempurna. Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus
dilakukandengan hati-hati.
4) Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukansecara
ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satustatus
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Sarwono,
2010)
Wewenang bidan
- Memantau suhu tubuh bayi
- Memberikan nutrisi
- Timbang berat badan bayi
4. Hipotermis
Hipotermis merupakan kondisi saat temperatur tubuh menurun
drastis di bawah suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan
fungsi tubuh, yaitu di bawah 35 derajat Celsius.
Yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf dan fungsi
organ lain dalam tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat berujung pada
kegagalan sistem pernapasan, sistem sirkulasi (jantung), dan kematian.
Klasifikasi
- Hipotermia sedang
- Hipotermia berat
Faktor predisposisi
- Berada terlalu lama di tempat dingin.
- Jatuh ke kolam air dingin dalam waktu lama.
- Mengenakan pakaian yang basah untuk waktu cukup lama.
- Suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, terutama pada bayi dan
lansia.
- Tidak mengenakan pakaian yang tepat saat mendaki gunung.
Tatalaksana
- Pemberian oksigen yang telah dilembapkan melalui masker atau selang
hidung, untuk menghangatkan saluran pernapasan dan membantu
meningkatkan suhu tubuh.
- Pemberian cairan infus yang telah dihangatkan.Penyedotan dan
penghangatan darah, untuk kemudian dialirkan kembali ke dalam
tubuh.
- Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan
Wewenang bidan
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan infus
- Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan
5. Hipoglikemi
a. Definisi
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara
signifikan lebihrendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia
postnatal yang sesuai.Walaupun hipoglikemia dapat terjadi dengan
gejala neurologis, seperti letargi,koma, apnea, seizure atau
simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi, diaforesis,yang merupakan
manifestasi dari respon terhadap glukosa, banyak neonatusdengan
serum glukosa rendah menunjukkan tanda hipoglikemia
nonspesifik(Kliegman et al, 2011).
Serum glukosa pada neonatus menurun segera setelah lahir
sampai 1-3hari pertama kehidupan. Pada bayi aterm yang sehat, serum
glukosa jarang berada di bawah nilai 35 mg/dL dalam 1 - 3 jam
pertama kehidupan, di bawah 40mg/dL dalam 3-24 jam, dan kurang
dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelah 24 jam(Kliegman et al, 2011).
Hipoglikemia pada neonatus di definisikan sebagai kondisi dimana
glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam
pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya
(Cranmer,2013). Estimasi rata-rata kadar glukosa darah pada fetus
adalah 15 mg/dL lebih rendah daripada konsentrasi glukosa maternal.
Konsentrasi glukosa akan kemudian berangsur-angsur menurun pada
periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45mg/dL didefinisikan
sebagai hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi
aterm normal akan stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua
kelompok neonatus dengan risiko tinggi mengalami hipoglikemia,
yaitu bayi lahirdari ibu diabetik (IDM) dan bayi IUGR (Hay et al,
2014).
Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering
ditemukan pada neonatus. Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai
glukosa darah kurang dari 40 mg/dL. Sementara pada neonatus,
hipoglikemia adalah kondisi dimana glukosa plasma kurang dari 30
mg/dL pada 24 jam pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL
setelahnya (Cranmer, 2013).
b. Klasifikasi
Gejala hipoglikemia tidak spesifik. Gejala hipoglikemia dibagi
menjadi 2 kategori besar berdasarkan mekanisme penyebabnya;
1) Gejala otonom berupa: berkeringat, kelaparan, parestesia, tremor,
pucat, kecemasan, mual, dan palpitasi karena aktivasi dari sistem
saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis;
2) Gejala neuroglikopeni berupa : rasa panas, kecapean, lemah,
pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi,
pandangan kabur, sukar berbicara, bingung, gangguan tingkah
laku, kehilangan koordinasi, kejang, koma) akibat dari efek
kekurangan glukosa otak.
Gejala hipoglikemia cenderung lebih berat bila hipoglikemia
disebabkan oleh hiperinsulinemia. Pada neonatus dan bayi,
hipoglikemia memberikan gejala iritabilitas, tremor, kesulitan makan,
letargi, hipotoni, takipnea, sianosis atau apnea. Berdasarkan
patofisiologinya, maka penyebab hipoglikemia digolongkan atas
hipoglikemia yang ketosis dan hipoglikemia yang non ketosis.
Hipoglikemia yang ketosis dengan adanya pembesaran hepar
ditemukan pada penyakit Glycogen storage disease, F-1,6-
bisphosphatase deficiency.
Hipoglikemia yang ketosis tanpa pembesaran hepar ditemukan
pada penyakit Accelerated starvation, gangguan hormonal seperti
defisensi growth hormon atau defisiensi kortisol serta Glycogen
syntase deficiency.Pada hipoglikemia yang ketosis dengan adanya
asam organik urin yang positif ditemukan pada Maple syrup urine
disease, Methyllmalonic acidemia. Penyebab hipoglikemia yang non
ketosis atau hipoketosis dengan serum insulin yang tinggi ditemukan
pada hiperinsulinisme kongenital, insulinoma dan insulin
autoimmunity. Bila serum insulin rendah dapat ditemukan pada
penyakit oksidasi asam lemak, asam urin organik, plasma
asilkarnitin,urine acylglycines.
Hiperinsulinemia pada neonatus umumnya menyebabkan
hipoglikemia yang berulang dan berat pada awal kehidupan. Bentuk ini
berhubungan dengan riwayat ibu dengan DM, IUGR, asfiksia
perinatal, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedemann,
penggunaan obat-obatan (misalnya sulfonilurea) pada ibu atau setelah
infus glukosa pada ibu selama persalinan.
c. Fakor predisposisi
Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :
1) Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
2) Penyimpanan glikogen yang terbatas (misalnya pada prematur dan
IUGR)
3) Peningkatan penggunaan glukosa (seperti pada kasus hipotermia,
polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan).
4) Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan
substratalternatif (misalnya pada gangguan metabolisme dan
insufisiensi adrenal).
5) Penurunan penyimpanan glikogen (seperti pada stress akibat
asfiksia perinatal, dan starvation).
Pada hipoglikemia ketotik, penyimpanan glikogen mudah
berkurang, dandikombinasi dengan produksi glukosa melalui
gluconeogenesis yang tidakadekuat, berakibat pada terjadinya
hipoglikemia. Jadi, oksigenasi asam lemakdiperlukan dalam
menyediakan substrat untuk gluconeogenesis dan ketogenesis.Keton,
yang merupakan hasil samping dari metabolisme asam
lemak,diekskresikan melalui urin dan menunjukkan kondisi kelaparan
(starved state) (Cranmer, 2013).
d. Tatalaksana
Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus yang asimptomatis
adalah teruskan pemberian ASI setiap 1-2 jam atau 3-10 ml/kg,
selanjutnya monitor kadar gula darah setiap kali sebelum bayi minum
sampai gula darah stabil. Hindari pemberian minum yang berlebihan.
Jika kadar gula darah tetap rendah walaupun setelah diberi minum,
dapat dimulai infus glukosa. Pemberian ASI dapat dilanjutkan selama
pemberian infus glukosa.
Tatalaksana bayi yang simptomatis atau kadar gula plasma <20-
25 mg/dl (1,1-1,4 mmol/L) adalah segera diberikan intravena glukosa
10%, sebanyak 2 ml/kgBB secara bolus, dilanjutkan dengan IV
glukosa 10% 4-6 mg/kgBB/menit. Jangan memberikan secara oral atau
intragastrik pada kasus hipoglikemia yang berat atau simptomatis.
Konsentrasi gula darah pada hipoglikemia simptomatis dipertahankan
>45 mg/dl (>2,5 mmol/L), sesuaikan tetesan cairan intravena dengan
kadar glukosa darah. Selanjutnya dianjurkan pemberian ASI yang lebih
sering, monitor konsentrasi gula darah setiap sebelum diberi minum
sampai kadar gula darah stabil dan pemberian cairan intravena distop.
Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kgBB/menit segera lakukan
pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormon, laktat
untuk mendeteksi adanya gangguan hormon. Setelah itu diberikan
hidrokortisom suksinat 10 mg/kgg/hari dengan dosis terbagi dua.
6. Kejang
a. Definisi
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari
fungsineurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi
autonom sistemsyaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan
28 hari. (Kosim,Soleh:2011). Kejang dapat timbul sebagai gerakan
involunter klonik atau tonik padasatu atau lebih anggota gerak.
(Lissauer,Tom:2014). Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh
berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena
abnormalitas sementara dariaktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi
loncatan–loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion (-)
di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
badan dantungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
kejang yang terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari.
Kejang pada BBL merupakan keadaandarurat karena kejang
merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat(SSP),
kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir
seringtidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan
dewasa. Hal inidisebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks
pada bayi baru lahir. Kejang umum tonik–klonik jarang pada bayi baru
lahir. Pada prinsipnya, setiap gerakan yang tidak biasa apabila
berlangsung berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan manifestasi
kejang. Kejang yang berulang menyebabkan berkurangnya
oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak. Semua jenis infeksi yang
bersumber di luar susunan saraf pusat yangmenimbulkan demam dapat
menimbulkan kejang demam. Penyakit yang palingsering
menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi saluran pernapasan
atas,otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema
subitum, bronchitis,dan infeksi saluran kemih
b. Klasifikasi
1) Berdasarkan lokasi kejang
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum.
Kejang fokaldicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan
termasuk gerakan yang kuat darikepala dan mata ke salah satu sisi,
pergerakan klonik unilateral yang diawali darimuka atau
ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan)
ataunyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum,
bisa menyuluruh padaorgan tubuh, dapat berlangsung bertahap
maupun bersamaan. Terkadang kejangini tak dapat dideteksi atau
tersamar, yaitu mmiliki ciri–ciri:
a) Hampir tidak terlihat
b) Menggambarkan perubahan tingkah laku
c) Bentuk kejang :
- Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
- Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba
menghisap,mengunyah, menelan, menguap
- Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal,
kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata
- Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang,
mangayuh pada anggotagerak atas dan bawah
- Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
- Untuk memastikan : pemeriksaan EEG
2) Berdasarkan serangan pada otot
1. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri–ciri
yang dapatdiperhatikan adalah:
a. Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguankesadaran
b. Dapat disebabkan trauma fokal
c. BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG,
pemeriksaan kepalauntuk mengetahui adanya perdarahan
otak, kemungkinan infark serebri
d. Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama
bayi cukup bulandengan BB>2500 gram
e. Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara
teratur, misal kejang klonik lengan kiridiikuti kejang klonik
tungkai bawah kanan
2. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan.
Dapat terjadi pada:
a. Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan pada bayidengan komplikasi perinatal berat
b. Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas,
pergerakan tonikumum dengan ekstensi lengan dan tungkai,
menyerupai sikap deserebasi atauekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
3. Kejang tonik–klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik
dan klonik.
4. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti
adanya kejutan. Gerakanekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang danterjadinya cepat,
gerakan menyerupai refleks moro.
5. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya
gerakan selama kejang.
3) Berdasarkan sisi otak yang terkena
1. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
2. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
3. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada
bagian tubuhtertentu.
4. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan
perilaku repetitif yangkompleks misalnya berjalan berputar–
putar.
5. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah,
gerakan bibirmecucu
6. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala
halusinasi bau, baik yangmenyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan
4) Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta. Kejang dengan
demam, meliputi Kejang Demam dan non-Kejang Demam
a) Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana
(KDS) dan KejangDemam Kompleks (KDK)
- KDS (simple febrile seizures) Adalah bila kejang
berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada
hariyang sama. Tidak menyebabkan kelumpuhan,
meninggal ataupun mengganggukecerdasan. Resiko untuk
menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil (2–3%).
Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang
dapat terjadi pada 30–50% anak– anak.
- KDK (complex febile seizures atau complex partial
seiuzures) Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi
tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15menit) atau berulang
dua kali atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk
menjadiepilepsi dikemudian hari dan resiko berulangnya
kejang demam lebih tinggi dariKDS. Untuk anak yang
mengalami kelainan saraf yang nyata, dokter
akanmempertimbangkan untuk memberikan pengobatan
dengan anti kejang selama 1–3 tahun.
b) Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan
oleh: infeksiintrakranial meningitis/ensefalitis, gangguan
elektrolit berat akibat dehidrasi,serangan epilepsi yang disertai
demam, dan penyakit dengan demam dan gerakanmirip kejang.
Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit
diantaranya: epilepsi(tanpa demam dan berulang),
hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpademam,
keracunan, trauma, dan hipoksia.
c. Faktor predisposisi
Disebabkan karena alveoli masikh kecil sehingga sulit
berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih leemah, produksi surfaktan berkurang. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal ini menyebabkan perubahan fisiologis pada paru.
Faktor predisposisi kejang mungkin terjadi karena Komplikasi
pada saat kehamilan dan kelahiran :
- Ibu tidak imunisasi TT;
- Perdarahan saat usia kehamilan 28 tahun, menyebabkan hiposia
janin;
- Gawat janin pada masa kehamilan dan persalinan yg
mengharuskan induksi persalinan;
- Alat yang digunakan tidak steril;
- Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan trauma susunan
saraf pusat;
- Perdarahan intrakranial;
- Ibu hamil dengan DM;
- Kelainan metabolism seperti hipoglikemia, hipokalasemia,
hipomagnesemia, dll;
d. Tatalaksana
Tatalaksana awal:
- Menjaga jalan nafas ttp bebas;
- Pencegahan terjadinya hipoksia;
- Penanganan/tindakan (beri O2, bersihkan jalan nafas dan ASI tetap
diberikan;
- Pengobatan antibiotika ampisilin dan gentamisin;
- Rujuk;
7. Tetanus Neonaturum
a. Definisi
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui
luka irisan pada umbilicuspada waktu persalinan akibat masuknya
sppora Clostridium tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang
kurang bersih dengan masa inkuasi antara 3-10 hari (Soedarto, 2015).
Menurut Depkes RI, 201, Teatanus neonatorum penyakit pada
bayi baru lahir ang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus melalui luka
tali pusat, akibat pemotongan tali pusat denngan alat yang tidak bersih
atau ditaburi dengan ramuan.
b. Klasifikasi
Berat-ringannya penyakit : I (ringan), II (sedang), III (berat), IV
(sangat berat).
- Derajat I Trismus ringan–sedang, kekakuan umum, Spasme (-),
Disfagia (-)/ringan, g3 respirasi (-)
- Derajat II Trismus sedang, Kekakuan jelas, Spasme hanya
sebentar, Takipnea, Disfagia ringan
- Derajat III Trismus berat, Otot spastis, Spasme spontan, Takipnea,
Apneic spell, Disfagia berat, Takikardia, Aktivitas sistem autonom
meningkat
- Derajat IV (Derajat III + g3 autonom berat, Hipertensi berat dan
takikardia atau, Hipotensi dan bradikardia, Hipertensi berat atau
hipotensi berat
c. Faktor predisposisi
Penyebab utama tetanus adalah infeksi bakteri Clostridium
tetani, yaitu bakteri yang dapat menghasilkan racun yang dapat
menyerang otak dan sistem saraf pusat. Pada bayi yang baru lahir,
tetanus neonatorum terjadi akibat bakteri ini masuk ke dalam tubuh
bayi melalui praktik persalinan yang tidak higienis, seperti memotong
tali pusar dengan alat-alat yang tidak steril.
Beberapa faktor risiko lain pada tetanus neonatorum, di
antaranya:
- Proses persalinan di rumah dengan alat yang tidak steril.
- Adanya paparan bahan yang berpotensi menularkan bakteri C.
Tetani pada lokasi atau alat yang digunakan untuk persalinan
maupun untuk merawat tali pusat, seperti tanah atau lumpur.
- Riwayat tetanus neonatorum pada anak sebelumnya.
d. Tatalaksana
1) Pasang infus, beri cairan rumatan. Berikan diazepam 10
mg/kgBB/hari IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3 jam (0.5 mL
per kali pemberian), maksimum 40 mg/kgBB/hari.
2) Bila kesulitan memasang infus, berikan diazepam melalui rektum.
3) Jika frekuensi napas < 20 kali/menit, hentikan diazepam (meskipun
bayi masih mengalami spasme).
4) Jika bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis
sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran
sedang.
5) Jika belum bernapas spontan lakukan resusitasi neonatus dan jika
belum berhasil rujuk pasien ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas NICU.
6) Jika ada, beri human tetanus immunoglobulin 500 IU secara
intramuskular (IM) atau tetanus antitoksin 5000 IU secara IM.
7) Berikan Tetanus Toksoid 0.5 mL (IM) pada tempat yang berbeda
dengan tempat pemberian antitoksin.
8) Berikan Penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/hari (IM) dosis tunggal
atau Metronidazol IV selama 10 hari.
9) Jika terjadi kemerahan atau pembengkakan pada kulit sekitar
pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali pusat,
atau bau busuk dari area tali pusat, berikan rawat luka tali pusat
dengan obat-obatan standar.
8. Infeksi
a. Definisi
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat
terjadi pada masa antenatal, perinatal dan post partum. Infeksi
neonatorum atau infeksi adalah infeksi bakteri umum generalista yang
biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar ke
seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindroma yang
dikarakteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septic
(Doenges, 2010).
Infeksi neonatorum adalah infeksi pada neonatus yang terjadi
pada masa neonatal, intranatal dan postnatal. Inkfesi Neonatorum atau
Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi
pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi
baru lahir.Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Infeksi merupakan
respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi
merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.
Infeksi neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada
bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis
bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup
(Bobak, 2012).
b. Klasifikasi
Menurut Doenges (2010) infeksi pada neonatus bisa melalui
beberapa cara :
1) Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke
placenta. Kuman melewati placenta dan mengadakan intervilositas
masuk ke vena umbilicus samapi ke janin kuman teresebut seperti :
virus : rubella, poliomelisis, koksakie, variola, dll. Spirokaeta :
sifilis.
Bakteri : jarang sekali kecuali E. Colli dan listeria.
2) Infeksi intranatal
a) Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering
b) Partus yang lama.
3) Infeksi post partum
Penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril
4) Cross infection
Infeksi yang telah ada di rumah sakit.
c. Tanda dan gejala.
1) Umum : panas, hipoermia, tampak tidak sehat, malas minum,
letargi, sklerema.
2) Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah,
hipotomegali.
3) Saluran nafas : apnea, dispnea, takspnea, retraksi, nafas cuping
hidung, merintih sianosis.
4) Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmoratu, kulit
lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.
5) Sistem saraf pusat : invitabilitas, tremor, kejang, hiporeflerksi,
malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high
pitched cry.
6) Hematologi : Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan.
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus anatar lain, bayi
tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat, suhu tubuh
naik turun. Gejala–gejala lainnya dapat berupa gangguan pernapasan,
kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung, Gejala dan infeksi
neonatorum juga tergantung kepada sumbber infeksi dan penyebaran :
1) Infeksi pada tali pusat (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah
atau darah dari pusar.
2) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan koma, kejang, epsitotonus (posisi tubuh melengkung
ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
3) Infeksi pada tulang (ostemiolisis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena.
4) Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
5) Infeksi pada selaput perut (perilositis) menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
d. Faktor predisposisi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endoskrin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolic yang
progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan fungsi jaringan, asidosis metabolic dan syok. Yang
menyebabkan disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC) dan
kematian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi
secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1) Faktor maternal
a) Status social ekonomi ibu, ras dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan
yang tidak diketahi sepenuhnya. Ibu yang berstatus social
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis.
b) Status paritas. Wanita multipara atau gravid lebih dari 3 dan
umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun.
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini.
e) Prosedur selama persalinan
2) Faktor Neonatal
a) Prematuritas (berat badan bayi kurang dari 1500 gram)
Merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal.
Umumnya immunitas bayi kurang bulan lebih rndah dari pada
bayi cukup bulan. Transfor immunoglobulin melalui placenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trisemester ketiga. Setelah
lahir, konsentrasi immunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b) Definisi imun Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati placenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut aktivitas lintasan komplemen terhambat, dan C3 serta
faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penururnan antibodi total dan spesifik bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar Insiden infeksi pada bayi laki-
laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan
(Doenges, 2010).
3) Faktor lingkungan
a) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga
sering memerlukan prosedur invasive, dan memerlukan waktu
perawatan dirumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter
vena/arteri maupun kateter nutrisi parental merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b) Paparan terhadap obat-obatan tertentu, seperti steroid, bisa
menimbulkan resiko pada nonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotic spectrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spectrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
c) Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemic
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d) Pada bayi yang minum ASI, spesies lactobacillus dan E. Colli
di temukan hanya di dominasi oleh E. Colli saja.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
(1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal
kuman dari ibu setelah melewati placenta dan umbrilikus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus placenta, antara lain virus vubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan
toxplasma.
(2) Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat
persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya,
terjadi amnonitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat
terinhalasi oleh bayi dan masuk ke dalam traktus digestives
dan traktus respiratoris, kemudian menyebabkan infeksi
pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas
infeksi pada janin dapat melalui kulit bayi atau “ port de
entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman (misal : herpes genetalis,
candida albican dan gonorrhea).
(3) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang
terjadi sesudah persalinan/ kelahiran umunya terjadi akibat
infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahin (misal :
melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus,
selang nasagastrik, botol minuman, atau dst). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosocomial (Doenges, 2010).
e. Tatalaksana
1) Suportif
a) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.
b) Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan
hipoglikemia.
c) Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik
Hormon) batasi cairan.
d) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e) Awasi adanya hiperbilirubinemia.
f) Lakukan transfuse tukar bila perlu.
g) Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral.
2) Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui.
Biasanya digunakan golongan penicillin seperti ampicilin
ditambah tminoglileosida seperti Gentamicin. Pada infeksi
nosokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora
di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya di
berikan van komisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi
ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji sistematis di berikan
antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari. Bila
terjadi meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan
dosis sesuai untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi
pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan,
terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu. Asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat pusat
kesehatan bila diperlukan. Pada masa persalinan, perawatan ibu
selama persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa pasca
persalinan rawta gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, juag lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan
lukan umbilicus secara steril.
9. Perdarahan Tali Pusat
a. Definisi
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali
pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang
baikatau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu,
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit
pada bayi. Adanya cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat
bayiakibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau
kegagalan proses pembentukkan trombusnormal (Dewi, Nani Lia
Dewi. 2010).
b. Klasifikasi
c. Faktor predisposisi
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus,
robekan pembuluh darah, setelah placenta previa, dan abrupsio
placenta.
1) Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a) Partus presipitatus
b) Adanya trauma atau lilitan tali pusat
c) Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan
yang berlebihan pada saat persalianan.
d) Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan
tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2) Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a) Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma
tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali
ke dalam plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna
dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b) Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises
tersebut pecah.
c) Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi
pelebaran pembuluh darah setempat saja karna salah dalam
proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding
pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
3) Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya
trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan
anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a) Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah karena
dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely wharton.
b) Insersi velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah
pada percabangan tali pusat sampai ke membran tempat
masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan insersi ini
sering terdapat pada kehamilan ganda.
c) Plasenta multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh
darah yang menghubungkan masing – masing lobus dengan
jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan
mudah peceah.
4) Perdarahan akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrupsio plasenta
dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung menyebabkan
anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering
mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia.
Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan
adanya perdarahan pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan
hemoglobin secara berkala pada bayi barui lahir dengan kelainan
placenta atau dengan SC.
d. Tatalaksana
1) Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali
pusat yang terjadi.
2) Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan
infeksi pada tali pusat.
a) Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan popok di
bawah tali pusat.
b) Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering
mungkin.
c) Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda
mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan
alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
d) Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya
pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan
menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak
menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin.
Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu
mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat
pengeringan dan pelepasan tali pusat.
e) Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi.
Tali pusat akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka
terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat
adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas
setengah bagian.
f) Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali
pusat.
3) Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga
pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi
gejala berikut:
a) Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
b) Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c) Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
d) Bayi menderita demam.
e) Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali
pusat.
f) Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
g) Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
h) Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat.
Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
i) Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di
tekan.
10. Ikterus
a. Definisi
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi(PPNI, 2017). Ikterik neonatus atau penyakit
kuning adaalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada
warna kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya
bilirubin dalam darah (Mendri, 2017).
b. Klasifikasi
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a) Ikterik fisiologis Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul
pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima
sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik
fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern icterus.
Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa, kadar
bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl
dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat
belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b) Ikterik patologis Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik
timbul dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12
mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam
24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada
bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan,
ikterik yang 10 disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau
lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari
(bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir
BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan
golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO
dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD
(Glukosa-6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma
lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan
sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan
albumin seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate,
gentamisin, dan sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan
sebagainya.
c. Faktor predisposisi
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi
ikterik neonatus(PPNI, 2017):
a) Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
b) Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
c) Usia kurang dari 7 hari
d) Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
d. Tatalaksana
Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis pada ikterik
neonatus menurut (Marmi , 2015):
a) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi
banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki
zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK
2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk
mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi
bilirubin berlangsung dengan cepat.
b) Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang
mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja,
sehingga kadar bilirubin menurun.
1) Cara kerja fototerapi Foto terapi dapat menimbulkan
dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit
larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
dalam air dan cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar
dalam feses.
2) Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada fototerapi adalah:
(a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat
meningkat 2-3 kali lebih besar.
(b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat
meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan
meningkatkan peristaltic usus.
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena
sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika
fototerapi selesai.
(d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
(e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi
sebagian lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu
terus naik, lampu semua dimatikan sementara, dan berikan
ekstra minum kepada bayi.
c) Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia
yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah
diberikan fototerapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya
transfuse tukar dilakukan pada ikterus yang disebabkan hemolisis
yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus ABO, defisiensi enzim
glukuronil transferase G-6-PD, infeksi toksoplasmosis dan
sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar bilirubin
indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia berat pada neunatus
dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali
pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse
tukar adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis,
membuang 13 antibody yang menyebabkan hemolisis, menurunkan
kadar bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
11. Kelainan Kongenital
a. Definisi
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur
bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
abortus, lahi mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk,
2010).
Kelainan Kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat
lahir. Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas
salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan
(Prawirohardjo,2009).
b. Faktor predisposisi
Menurut Prawirohardjo (2009) beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain :
a) Kelainan genetik dan kromosom Kelainan genetik pada ayah atau
ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan
kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh
bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan atau kadang-
kadang sebagai unsur resesif.
b) Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga
menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
c) Faktor infeksi Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
adalah infeksi yang tejadi pada periode organogenesis yaitu dalam
trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ tubuh. Selain dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya
abortus.
d) Faktor obat Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum
oleh wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat
erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital adalah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia.
e) Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan
pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal.
f) Faktor radiasi Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali
akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya
riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan.
g) Faktor gizi Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayibayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
h) Tidak diketahui penyebabnya Malformasi dengan penyebab yang
tidak diketahui Hingga 50% abnormalitas kongenital tidak
diketahui penyebabnya secara pasti. Seperti pada defek ekstremitas
terisolasi seperti tidak mempunyai telapak tangan dapat disebabkan
oleh hilangnya suplai darah pada saat masa penting pembentukan
tunas ekstremitas (limb bud) yang menyebabkan terhentinya proses
perkembangan. Berdasarkan studi empiris resiko berulang untuk
kasus-kasus tersebut sangat rendah.
c. Tatalaksana
d. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Neonatus dengan Kelainan
Kongenital
12. Trauma Lahir
a. Definisi
Trauma lahir adalah cedera fisik yang terjadi selama persalinan,
secara teoritis sebagian besar cidera dapat dihindari dengan pengkajian
dan perencanaan yang cermat. Namun demikian beberapa cidera tidak
dapat dihindarkan meskipun dengan pengkajian dan perencanaan yang
cermat tersebut karena beberapa cidera tidak dapat di antisipasi sampai
terjadi peristiwa tertentu selama persalinan. Trauma lain dapat diobati
nanti atau akan hilang dengan sendirinya dalam 1-2 hari (Reeeder dan
Martin, 2011:683)
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi Menurut Prawirohardjo (2009:720) faktor
predisposisi yang terjadi pada trauma lahir antara lain :
a) Persalinan yang di akhiri dengan alat ( vacum ekstraksi dan
forceps)
b) Persalinan lama
c) Kelahiran sungsang
d) Distosia
e) Macrosomia
f) Presentasi muka
g) Disproporsi sefalopelvic
h) Kelahiran dengan sectio caesaria
c. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk bayi baru lahir dengan caput
succedaneum (Reeder dan martin, 2011:683) antara lain :
a) Pengawasan keadaan umum bayi
b) Tahan angkat, agar benjolan tidak meluas karena tekanannya
meningkat dan serebrospinalis meningkat keluar
c) Berikan ruangan yang ada ventilasinya dan mendapatkan sinar
matahari yang cukup
d) Berikan ASI yang adekuat
e) Pencegahan infeksi untuk menghindari adanya infeksi pada
benjolan
f) Berikan konseling pada orangtua bayi tentang :
1) Keadaan yang di alami oleh bayi
2) Menjelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan
sendirinya setelah 1-4 hari tanpa pengobatan
3) Perawatan bayi sehari-hari
4) Manfaat dan teknik pemberian ASI
13. Bayi Lahir dari Ibu dengan HIV atau Tuberkolosis
a. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan
AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangka l infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada
di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam
tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yangmasuk
ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,
nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.Sedangkan pada orang dengan
sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi
HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (Listiana, 2017).
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam,
yang ditularkan melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus,
infeksi tuberkulosis didapat melalui inhalasi partikel kuman yang
cukup kecil (sekitar 1-5µm). Droplet dikeluarkan selama batuk,
tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian terhirup oleh
individu yang rentan (hospes). Sebelum infeksi pulmonari dapat
terjadi, organisme yang terhirup terlebih dahulu harus melawan
mekanisme pertanan paru dan masuk ke jaringan paru (Gede &
Effendy, 2016).
b. Tatalaksana
a) Tata Laksana Neonatus :
Semua bayi harus diterapi dengan ARV <4jam setelah lahir.
Kebanyakan bayi diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4
minggu. Jika ibu resisten terhadap ZDV, obat alternatif bisa
diberikan pada kasus bayi lahir dari ibu HIV positif tanpa indikasi
terapi ARV. Tetapi untuk bayi beresiko tinggi terinfeksi HIV,
seperti anak lahir dari ibu yang tidak diobati atau ibu dengan
plasma viremia >50 kopi/mL, HAART tetap menjadi pilihan utama
(Smeltzer, 2016).
Pemberian antibiotik profilaksis, cotrimoxazole terhadap
PCP wajib dilakukan. Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan
deteksi antigen PCR merupakan serangkaian tes yang harus
dijalankan oleh bayi pada umur 1 hari, 6 minggu dan 12 minggu.
Jika semua tes ini negatif dan bayi tidak mendapat ASI, orang tua
dapat menyatakan bahwa bayi mereka tidak terinfeksi HIV.
Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18 sampai
24 bulan (Carter, 2016).
Pemberian makanan kepada bayi dengan ibu HIV/AIDS
harus sesuai dengan petunjuk karena 10% bayi dari ibu HIV positih
tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui
secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia
meninggal akibat infeksi bakteri yang sering disebabkan oleh
makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi
Pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi
meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang
dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Jadi
sering kali bayi lebih beresiko bila diberi PASI daripada ASI dari
ibu HIV positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi
diberi ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama, kemudian disapih
mendadak, kecuali bila dapat dipastikan bahwa PASI secara
eksklusif dapat diberik dengan cara AFASS menurut WHO (2014)
yaitu :
1) Affordable (Terjangkau)
Mudah diterima, yaitu tidak ada hambatan social budaya bagi
ibu untuk memberikan susu formula untuk bayinya.
2) Feasible (Praktis)
Mudah dilakukan/layak, yaitu ibu dan keluarga mempunyai
waktu, pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk
menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayinya
3) Acceptable (di terima oleh lingkungan)
Terjangkau, yaitu ibu dan keluarga mampu membeli susu
formula
4) Sustainable (Kesinambungan)
Berkelanjutan, yaitu susu formula harus diberikan setiap hari
dan malam selama masa bayi dan diberikan dalam bentuk
segar, serta suplai dan distribusi susu formula dapat dijamin
keberadaannya
5) Safe (Aman )
Aman penggunaannya, yaitu susu formula harus disimpan
secara benar, higienis dengan kadar nutrisi cukup, disuapkan
dengan tangan dan peralatan yang bersih.
Ada banyak masalah yaitu mahalnya harga susu formula
sehingga sering bayi tidak diberi cukup, kalau bayi menangis ibu
didesak untuk menyusui, ibu yang tidak menyusui dianggap kurang
memperhatikan bayi dan air yang dipakai tidak bersih. ASI
eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI saja dari saat lahir tanpa
makanan pendamping atau minuman lain termasuk air. ASI adalah
sangat halus, mudah diserap usus. Makanan lain lebih keras
sehingga lapisan usus membuka agar diserap, membiarkan HIV
dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi resiko penularan
tertinggi bila bayi diberi ASI mengandung HIV bersamaan dengan
makanan pendamping. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan
antara ibu, ayah dan petugas kesehatan untuk pemberian ASI
secara eksklusif.