Anda di halaman 1dari 164

G.

KEGAWATDARURATAN MATERNAL
1. Anemia
a. Definisi
1. Anemia adalah gejala kekurangan (defisiensi) sel darah merah
karena kadar hemoglobin yang rendah. (Ratna DP, 2011: h. 102)
2. Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa
oksigen, hal tersebut terjadi akibat penurunan sel produksi sel
darah merah (SDMA) dan penurunan hemoglobin (Hb) dalam
darah. (Diane Fraser, 2009 : h. 328)
3. Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi
ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh terjadi terlalu
rendah. (Proverawati, 2011 : h. 1)
4. Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai
normal. (Rukiyah Y.A, 2010 : h. 114)

5. Anemia merupakan defisiensi sel darah merah dapat diakibatkan


oleh hemodialisa atau produksi yang lambat atau tidak sempurna.
(Wahyuningsih E. 2010 : h. 460)

6. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah


merah atau hemoglobin kurang kurang dari normal. Kadar
hemoglobin normal umumnya beda pada laki-laki dan perempuan.
(Proverawati, 2011: h. 1)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin dalam darah yang
diakibatkan oleh hemodialisa atau produksi yang lambat atau tidak
sempurna.
b. Anemia dalam kehamilan
1. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia akibat kurangnya mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat besi. (Khumaira M, 2012 : h. 93)
2. Anemia megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya asam folik.
Anemia ini muncul akibat kurangnya malnutrisi dan infeksi kronik.
(Esti Nugraheny, 2010 : h. 31)
3. Anemia hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi fungsi sum-sum
tulang dalam membentuk sel-sel darah merah baru. (Marmi, 2011 :
h. 54)
4. Anemia hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh pemecahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembentukannya. (Khumaira M, 2012 : h. 93)
c. Faktor predisposisi
1. Lingkungan
Didaerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi
atau kekurangan gizi, hal ini merupakan penyebab dari anemia
pada ibu hamil (Manuaba, 2010; h. 238). Lingkungan yang terbaik
yang memungkinkan untuk kehamilan adalah lingkungan tempat
ibu menjalankan beragam diet yang sehat memiliki simpanan
nutrisi yang adekuat, yang akan mengoptimalkan kesehatan
maternal dan janin. (Wylie Linda, 2010 : h. 85)
2. Sosial ekonomi
Ibu yang memiliki pendapatan rendah mungkin tidak mendapatkan
kalori yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi saat hamil
dan akibatnya asupan micronutrien juga tidak cukup. (Bryce Helen,
2010 : h. 88)
3. Umur
Umur merupakan faktor resiko terjadinya pada ibu hamil, umur
seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 25-30 tahun.
Kehamilan diusia <20 tahun dan > 35 tahun dapat menyebabkan
anemia karena pada kehamilan usia kurang dari 20 tahun secara
biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya
belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang
mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya, sedangkan pada usia
> 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan
tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.
(Jurnal Medikal UNHS, 2007 : h. 9)
4. Pendidikan
Selain sebagai tambahan identitas, informasi tentang pendidikan.
Tingkat pendidikan orang tua juga dapat berpengaruh dalam
tindakan kebidanan, misalnya: pemberian pendidikan kesehatan
atau konseling yang berdasarkan tingkat pendidikan pasien.
(Manuaba, 2010 : h. 120)
5. Alamat
Alamat diperlukan karena untuk mempermudah saat dilakukan
kunjungan rumah. Selain itu wanita yang tinggal di daerah
pertambangan atau beriklim hangat banyak terdapat cacing
tambang yang dapat merusak vili yang menyebabkan kehilangan
darah. (Wylie Linda, 2010 : h. 90)
6. Paritas
Jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik baik lahir
hidup maupun mati. Seorang ibu yang sering melahirkan
mempunyai resiko mengalami anemia kehamilan berikutnya
apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama
hamil zat-zat besiakan terbagi untuk ibu dan janin yang
dikandungnya. (Jurnal Medical UNHS, 2007 : h. 10)
7. Penyakit jantung
Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu mempengaruhi
kehamilannya yang memberatkan penyakit jantung. Penyakit
jantung pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya anemia
karena dengan peningkatan volume sel darah merah sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia (Wiknjosastro H, 2007 : h. 430).
8. Terlalu sering melahirkan
Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan menjadi
anemis. Jika cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan
menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia
pada kehamilan berikutnya (Manuaba, 2010 : h. 238)
9. Infeksi Kolera pada kehamilan
Muntah dan diare yang berlebihan apalagi tidak terkendali dapat
membahayakan hidup ibu dan janin karena kekurangan cairan
tubuh yang fungsional. Dengan demikian muntah dan diareyang
terjadi pada kehamilan memerlukan perawatan dan pengobatan
yang intensif melalui pemberian cairan pengganti, selain itu
muntah dan diare dapat menghambat asupan zat besi bagi ibu
hamil sehingga dapat mengakibatkan anemia (Manuaba, 2010 : h.
339).
10. Penyakit ginjal
Pada orang dengan penyakit ginjal kronis (jangka panjang)
produksi hormon ini berkurang dan ini pada gilirannya mengurangi
produksi sel darah merah yang menyebabkan anemia. Hal ini
disebut anemia berkaitan dengan penyakit ginjal kronis.
(Proverawati, 2011 : h. 16 )

11. Infeksi Malaria pada kehamilan


Malaria merupakan infeksi yang masih terdapat di daerah pedesaan
dan merupakan penyakit rakyat. Seperti diketahui serangan malaria
terjadi secara teratur dengan jadwal waktu tertentu. Bentuk
serangannya berupa demam tinggi yang dapat disertai menggigil.
Disamping itu penghancuran sel darah merah menyebabkan anemia
sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. (Manuaba, 2010 : h. 339)
12. Hiperemesis gravidarum
Ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum mengalami mual,
muntah yang berlebihan, nafsu makan buruk dan asupan nutrisi
berkurang dan dehidrasi, selain itu menyebabkan karbohidrat habis
dipakai untuk keperluan energi, sehingga hal itu dapat
menyebabkan terjadinya anemia. (Varney, 2007 : h. 608).
13. Perdarahan aktif
Kehilangan darah bisa terjadi karena perdarahan, menstruasi berat,
atau luka sehingga dapat menyebabkan anemia (Proverawati,
2011 : h. 14). Jika perdarahan berlebihan atau terjadi selama
periode waktu tertentu (kronis), tubuh tidak akan mencukupi
kebutuhan zat besi atau cukup disimpan untuk menghasilkan
hemoglobin yang cukup atau sel darah merah untuk menggantikan
apa yang hilang (Proverawati, 2011 : h. 54)
14. Kurang gizi
Kebanyakan dari anemia yang diderita masyarakat adalah karena
kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi
secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu didaerah pedesaan
banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi
yang dapat menimbulkan terjadinya anemia. (Manuaba, 2010 : h.
238).
15. Infeksi penyakit malaria pada kehamilan
Malaria merupakan infeksi yang masih terdapat di daerah pedesaan
dan merupakan penyakit rakyat. Seperti diketahui serangan malaria
terjadi secara teratur dengan jadwal waktu tertentu. Bentuk
serangannya berupa demam tinggi yang dapat disertai menggigil.
Disamping itu penghancuran sel darah merah menyebabkan anemia
sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim. (Manuaba, 2010 : h. 339).
16. Penyakit ginjal kronis
Pada orang dengan penyakit ginjal kronis (jangka panjang)
produksi hormon ini berkurang dan ini pada gilirannya mengurangi
produksi sel darah merah yang menyebabkan anemia. Hal ini
disebut anemia berkaitan dengan penyakit ginjal kronis.
(Proverawati,2011:h.16)
17. Infeksi cacing tambang
Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan defisiensi besi atau
anemia defisiensi besi. Cacing tambang merusak vili,
menyebabkan kehilangan darah, dan menghasilkan koagulen yang
dapat meningkatkan perdarahan berkelanjutan. (Wylie Linda,
2010 : h. 90)
18. Kehilangan darah yang berlebihan atau berkepanjangan.
Malnutrisi yang sering dan berkepanjangan atau perdarahan akibat
hemoroid dapat menyebabkan ibu memiliki kadar hemoglobin
yang kurang dari normal dan ketidakadekuatan simpan nutrisi
sebelum kehamilan. (Bryce Helen, 2010 : h. 89)

H. Diagnosa Potensial
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
masalah lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis saat ini berkenaan
dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu
dengan waspada penuh, dan persiapan tehadap semua keadaan yang mungkin
muncul.
Anemia yang terjadi pada masa kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi-komplikasi seperti : abortus, partus prematurus, inersia uteri,
partus lama, atonia uteri, perdarahan antepartum, syok, infeksi intrapartum,
IUFD, stilbirth, BBLR, dan kelainan konginental. (Nugraheni.2010.h;31)

I. Tatalaksana
1. Anemia ringan
a. Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr/dl masih dianggap ringan
sehingga hanya perlu diperlukan kombinasi 60mg/hari zat besi dan
500mg asam folat peroral sekali sehari. (Arisman, 2004 : h.150).
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan yang baik
dikonsumsi selama hamil, misalnya : daging, sayuran hijau seperti
bayam, daun singkong, kangkung, kacang- kacangan, dan buah-
buahan.(Pudiastuti, 2011 : h. 104).
2. Anemia sedang
a. Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi seros 600- 1000
mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosus. (Winjosastro, 2005:
h. 452)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin dan mengkonsumsi
makanan yang bergizi serta banyak mengandung zat besi. (Manuaba,
2010 : h. 238).
c. Memberikan tablet tambah darah sehari 1 tablet/90 tablet selama
hamil. (Ratna Dwi, 2011: h. 105)
3. Anemia berat
a. Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg 6 bulan selama
hamil dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan. (Arisman, 2004 :
h.153)
b. Meningkatkan konsumsi tablet besi secara rutin, memperbaiki
kesehatan lingkungan, mengkonsumsi makanan yang bergizi, banyak
mengandung zat besi dan lakukan transfusi darah (Manuaba, 2010 : h.
238)

J. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Ibu Hamil dengan Anemia


1. Peraturan – peraturan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang izin dan penyelenggaraan praktik
bidan.
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
a) Pelayanan Kesehatan Ibu
b) Pelayanan kesehatan anak, dan
c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Pasal 10
a) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a,
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa
nifas, masa menyususi, dan masa antara dua kehamilan.
b) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi :
- Pelayanan konseling pada masa pra hamil
- Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
- Pelayanan persalinan normal
- Pelayanan ibu nifas normal
- Pelayanan ibu menyusui, dan
- Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
c) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk :
- Episiotomy
- Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
- Penanganan kegawat-daruratan dilanjutkan dengan perujukan.
- Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
- Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
- Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu
eksklusif
- Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.
- Penyuluhan dan konseling
- Bimbingan pada kelompok ibu hamil
- Pemberian surat keterangan kematian, dan
- Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
d) Kompetensi Bidan Kompetensi 3 berbunyi :
Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi deteksi
dini, pengobatan atau rujukan. (Estiwidani, 2008 : h. 81)
e) Standar Pelayanan kebidanan
Standar 6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan
atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Proses :
1) Memeriksa kadar Hb semua ibu hamil pada kunjungan pertama dan
pada minggu ke 28. Hb dibawah 11 gr/dl pada kehamilan termasuk
anemia, dibawah 8 gr/dl adalah anemia berat. Bila pada
pemeriksaan tidak tersedia, periksa kelopak mata dan perkirakan
ada/ tidaknya anemi
2) Beri tablet zat besi pada semua ibu hamil sedikitnya 1 tablet selama
90 hari berturut–turut. Bila Hb kurang dari 11 gr/l teruskan tablet
zat besi.
3) Berikan penyuluhan gizi pada setiap kunjungan antenatal, tentang
perlunya minum tablet besi, makanan yang mengandung zat besi
dan kaya vitamin C, serta menghindari minum teh atau kopi atau
susu (mengganggu penyerapan zat besi) 1 jam sesudah atau
sebelum makan.
4) Jika prevalensi malaria tinggi, selalu ingatkan ibu hamil untuk
berhati– hati agar tidak tertular penyakit malaria. Beri obat anti
malaria sesuai dengan ketentuan.
5) Jika ditemukan atau diduga anemia (bagian dalam kelopak mata
pucat) berikan 2 -3x1 tablet zat besi per hari.
6) Rujukan ibu hamil anemia untuk pemeriksaan terhadap penyakit
cacing atau parasit atau penyakit lainnya dan sekaligus untuk
pengobatannya.
7) Jika diduga ada anemia berat (misal : wajah pucat, cepat lelah,
kuku pucat kebiruan, kelopak mata sangat pucat) segera rujuk ibu
hamil untuk pemeriksaan dan perawatan, selanjutnya ibu hamil
dengan anemia padaa TM III perlu diberi zat besi dan asam folat
secara IM.
8) Rujuk ibu hamil dengan anemia berat dan rencanakan untuk
bersalin di RS
9) Sarankan ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat
besi 4- 6 bulan setelah persalinan.
f) Peran Bidan
1) Peran sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan mempunyai tiga kategoribtugas yaitu :
1. Tugas Mandiri
Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan
normal.
a. Mengkkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan
hamil.
b. Menentukan diagnosa kebidanan dan kebutuhan kesehatan
klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai
dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana
yang telah disususn
e. Mengevaluasi hasil asuahan yang telah diberikan bersama
klien.
f. Membuat pencatatan pelaporan. (Estiwidani, 2008 : h. 62)
2) Tugas kolaborasi
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi
dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi.
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada kasus resiko tinggi
dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan
pertama dan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosa dan prioritas sesuai dengan faktor resiko
dan keadaan kegawat daruratan pada kasus resiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama
sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi
dan memberikan pertolongan pertama sesuai dengan prioitas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan
pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien
3) Membuat pencatatan dan pelaporan
g) Peran sebagai pengelola
Mengembanngkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan
kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat
di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat atau klien.
1. Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat
khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB sesuai dengan rencana.
2. Mengkoordinir, mengawasi dan membimbing pasien, dukun atau
petugas kesehatan lain dalam melaksankan program atau kegiatan
pelayanan KIA dan KB. (Estiwidani, 2008: h. 72)
h) Peran sebagai pendidik
Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah
kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait KIA.
1. Bersama klien dan pihak yang terkait menyusun rencana
penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang
telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan
kesehatan masyarakat sesuai dengan rencana jangka pendek dan
jangka panjang melibatkan unsur-unsur yang terkait termasuk
masyarakat. (Estiwidani, 2008 : h. 73)
i) Peran sebagai peneliti
Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan,
baik secara mandiri maupun kelompok.
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan
mengembang kan program kerja atau pelayanan kesehatan
(Estiwidani, 2008 : h. 74)
2. Hiperemesis Gravidarum
a. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi
kira-kira sampai umur kehamilan 20 minggu. Ketika umur kehamilan
14 minggu (trimester pertama), mual dan muntah yang di alami oleh
ibu begitu hebat. Semua yang dimakan atau diminum ibu dimuntahkan
sehingga mempengaruhi pekerjaan umum dan sehari-hari ibu. Berat
badan menurun, terjadi dehidrasi, terdapat aseton dalam urin bukan
karena penyakit seperti apendistisi, pilepitis, dan sebagainya
(Hutahaean,2013). Hiperemesis gravidarun adalah muntah terus
menerus yang mempengaruhi keadaan umum, menimbulkan rasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan turun dan nyeri pada
epigastrum. Frekuensi nadi naik sekitar 100x/menit, tekanan darah
sistolik turun, turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung.
(kapita, 2010)
b. Klasifikasi
Klasifikasi hiperemesis gravidarum: Tingkat I 1). Muntah terus
menerus sehingga menimbulkan dehidrasi (turgor kulit turun, nafsu
makan berkurang, berat badan turun, mata cekung dan lidaah kering)
2). Epigastrum nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi
regurgitasi ke esophagus 3). Nadi meningkat dan tekanan darah
menurun 4). Frekuensi nadi sekitar 100x/menit. Tampak lemah dan
lemas Tingkat II 1). Dehidrasi semakin meningkat akibatnya turgor
kulit makin menurun, lidah kering dan kotor, mata tampak cekung dan
sedikit ikterus 2). Pada kardiovaskuler frekuensi nadi semakin cepat
>100x/menit, nadi kecil karena volume darah menurun, suhu badan
meningkat, tekanan darah turun 3). Fungsi hati terganggu sehingga
menimbulkan ikterus 4). Dehidrasi menimbulkan fungsi ginjal yang
menyebabkan oliguria, anuria, dan terdapat timbunan benda keton
aseton, aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan 5). Kadang-
kadang muntah bercampur darah akoibat perdarahan esophagus dan
pecahnya mukosa lambung Tingkat III 1). Keadaan umum lebih parah
2). Muntah berhenti 3). Kesadaran semakin menurun hingga mencapai
somnollen atau koma 4). Terdapat ensefalopati werniche: nistagmus,
diplopia, dan gangguan mental http://repository.unimus.ac.id 19 5).
Kardiovaskuler, nadi kecil, tekanan darah menurun, temperatur
meningkat 6). Gastrointestinal, ikterus semakin berat, terdapat
timbunan aseton yang semakin tinggi dengan bau yang main tajam,
oligoria semakin parah dan menjadi anuria (Ambarwati, 2010)
c. Faktor predisposisi
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya Hiperemesis
gravidarum a) Faktor adaptasi dan hormonal Pada ibu hamil yang
kekurangan darah sering terjadi hiperemesis gravidarum, yang
termasuk ruang lingkup faktor adaptasi ibu hamil dengan anemia,
wanita primigravida dan kehamilan molahidatidosa. Sebagian kecil
primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon esterogen
dan gonadotrophin korionik. Sedangkan pada kehamilan
molahidatidosa jumlah hormon yang keluar terlalu tinggi dan
menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum. b) Faktor psikologis
Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis gravidarum
belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil,
takut kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami, diduga
dapat menjadi faktor kejadian hiperemesis gravidarum. Dengan
perubahan suasana dan masuk rumah sakit, pederitanya dapat
berkurang bahkan sampai menghilang. c) Faktor alergi Pada kehamilan
diduga terjadi invansi jaringan vili koralis yang masuk kedalam
peredaran darah ibu sehingga faktor alergi dianggap dapat
menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum. Sekalipun batas
antara muntah fisiologis dan patologis, tetapi muntah yang
menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari dan
http://repository.unimus.ac.id 20 dehidrasi memberi petunjuk bahwa
ibu hamil tersebut memerlukan perawatan intensif (Ida, 2010).
d. Tatalaksana
Pentalaksanan hiperemesis gravidarum Bila pencegahan tidak
berhasil, maka diperlukan pengobatan, yaitu : 1) Terapi obat
menggunakan sedatif, yang sering diberikan adalah phenobarbital.
Vitamin yang di anjurkan adalah vitamin B1 dan B6 atau B kompleks.
Pada keadaan lebih berat di berikan antimetik seperti stimetil atau
khiorpromasin. http://repository.unimus.ac.id 21 2) Penanganan
hiperemesis Gravidarum yang lebih berat perlu di kelola dirumah sakit.
3) Isolasi, penderita di sendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi
cerah dan peredaran darah yang baik. Catatan cairan yang keluar dan
masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk kedalam kamar.
Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan. 4) Terapi Psikologis, perlu diyakinkan
kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa
takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan
masalah dan konfilik, yang kirannya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini. 5) Cairan parenteral, berikan cairan parenatal yang cukup
elektrolit dektrosa 5% -10% dalam cairan garam fisologis dilakukan
sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu berikan vitamin melalui intravena,
elektrolit (kalsium, kalium, dan natrium) sereta protein. 6) Penghentian
Kehamilan, pada keadaan sangat berat tindakan ini dilakukan dengan
indikasi gangguan kesadaran dan saraf, somnolen sampai koma,
ensefalopati wernicl, gangguan organik (pendarahan esofagus,
lambung, retuna) atau gangguan fungsi hati dan ginjal (Manuba, 2010).
e. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Ibu Hamil dengan
Hiperemesis Gravidarum
1. Kewenangan Bidan
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2017. Tentang Penyelenggaran Praktik Bidan
1) Pasal 18
Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki
kewenangan untuk memberikan :
a) Pelayanan kesehatan ibu;
b) Pelayanan kesehatan anak; dan
http://repository.unimus.ac.id 36
c) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana
2) Pasal 10
a) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan
masa antara dua kehamilan.
b) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
(1) Konseling pada masa sebelum hamil;
(2) Antenatal pada kehamilan normal;
(3) Persalinan normal;
(4) Ibu nifas normal;
(5) Ibu menyusui; dan
(6) Konseling pada masa antara dua kehamilan.
3) Dalam meberikan pelayanan kesehatan ibu sebagimana
dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang melakukan :
a) Episotomi;
b) Pertolongan persalinan normal;
c) Penjahitan jalan lahir tingkat I dan II;
d) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
e) Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;
f) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air
susu ibu ekslusif;
h) Perubahan uterotonika pada menejemen aktif kala tiga
postpartum;
i) Penyuluhan dan konseling;
j) Bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
k) Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
3. Perdarahan Antepartum
a. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 2011:
187).
b. Klasifikasi
a) Plasenta previa a) Pengertian Plasenta Previa Plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagaian dari
ostium uteri internum sehingga plasenta berada di depan jalan lahir
(Maryunani dan Eka, 2013:136).
b) Solusio plasenta Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana
plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum
janin lahir. Biasanya di hitung sejak kehamilan 28 minggu
(Mochtar, 2011:194)
c) Vasa previa Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah
janin berada didalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri
internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali
pusat.Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati
pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janinpun ikut
terputus (Prawirohardjo, 2009:502).
c. Faktor predisposisi
a) Faktor Predisposisi Plasenta Previa
Faktor predisposisi terjadinya placenta previa adalah:
(1) Multiparitas.
(2) Usia ibu lebih dari 35 tahun.
(3) Riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya.
(4) Riwayat pembedahan rahim (sectio caesarea), kuretase, dan
manual placenta.
(5) Kehamilan kembar (ukuran placenta lebih besar).
(6) Perokok (kemungkinan ukuran placenta lebih besar).
(7) Korpus luteum bereaksi lambat, endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
(8) Tumor pada rahim (mioma uteri, polip endometrium).
b) Diagnosis Plasenta Previa
(1) Anamnesis
(a) Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)
(b) Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang
(2) Inspeksi/inspekulo
(a) Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
(b) Tampak anemis
(3) Palpasi abdomen
(a) Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah
(b) Sering dijumpai kesalahan letak janin
(c) Bagian terbawah janin belum turun
(d) Pemeriksaan USG
(e) Evaluasi letak dan posisi plasenta.
(f) Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
(g) Transabdominal ultrasonography/ Transvaginal
ultrasonography/ Transperineal ultrasonography/ Magnetic
resonance imaging (MRI).
(4) Diagnose Banding
(a) Solusio Plasenta
(b) Vasa Praevia
(c) Kelainan serviks uteri : servisitis, polip serviks, karsinoma
serviks
(d) Trauma : ruptura uteri, laserasi vagina, perdarahan pasca
senggama
(e) Varises vagina pecah
c) Tatalaksana Plasenta Previa
Menurut Manuaba (2012) Plasenta previa dengan perdarahan
merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan
penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah :
(1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan dan
kematian.
(2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
(3) Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan
yang mempunyai fasilitas yang cukup.
Terapi yang dapat diberikan pada Ibu hamil yang mengalami
plasenta previa, adalah sebagai berikut :
(1) Terapi Ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir
prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan
secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat
dan baik (Prawirohardjo, 2010).
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
(a) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti. Penanganan pasif pada kasus
kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit kemudian
berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan
pada janin untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam
kandungan sampai janin matur. Dengan demikian angka
kesakitan dan kematian neonatal karena kasus preterm
dapat ditekan (Prawirohardjo, 2010).
(b) Belum ada tanda-tanda in partu. Menunda tindakan
pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta previa
bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk
mempertahankan janin dalam kandungan. Hal ini
memberikan peluang janin untuk tetap berkembang dalam
kandungan lebih lama sampai aterm, dan dengan demikian
pula kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih
besar lagi (Prawirohardjo, 2010).
(c) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam
batas normal). Selama ibu tidak memiliki riwayat anemia,
terapi pasif dapat dilakukan karena kemungkinan
perdarahan berkelanjutan kecil terjadi karena kadar Hb
normal bila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksan dalam
(Prawirohardjo, 2010).
(d) Janin masih hidup. Bila janin masih hidup, berarti besar
kemungkinan janin masih dapat bertahan dalam kandungan
sampai janin matur. Sehingga tidak perlu mengakhiri
kehamilan dengan segera karena hanya akan memperkecil
kesempatan hidup janin bila sudah berada di luar
kandungan (Prawirohardjo, 2010).
(2) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana
secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara
menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa
(Prawirohardjo, 2010).
(a) Seksio sesarea (SC)
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin
meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap dilakukan (Prawirohardjo, 2010).
(b) Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada
plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-
cara sebagai berikut :
1. Amniotomi dan akselerasi : Umumnya dilakukan pada
plasenta previa lateralis/ marginalis dengan pembukaan
> 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim
dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus
belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus
oksitosin (Prawirohardjo, 2010).
2. Versi Braxton Hicks : Tujuan melakukan versi Baxton
Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak
dilakukan pada janin yang masih hidup (Prawirohardjo,
2010).
3. Traksi dengan Cunam Willet : Kulit kepala janin dijepit
dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini
kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali
menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan
ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal
dan perdarahan tidak aktif (Prawirohardjo, 2010).
d) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil dengan Pada
Plasenta Previa
(1) Bidan
Pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di
rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat
dirumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena
akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Dirumah sakit
TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar,
dandilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak
memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk
menentukan umur kehamilan janin, presentasi,dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah
masuk, untuk mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan
selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan
janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan
darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa
memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak
hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur
kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini
cenderung berulang,ibu harus tetap dirawat di RS. Perdarahan
berat mungkin mengharuskan pengeluaran janin darurat,
namum pada kebanyakan kasus kehamilan dapat dilanjutkan
hingga 36 minggu, kemudian pilihan melahirkan bergantung
pada apakah derajat plasenta previanya minor atau mayor.
Wanita yang memiliki derajat plasenta previa minor dapat
memilih menunggu kelahiran sampai term atau dengan induksi
persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta previa derajat
mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang
ditentukan oleh pasien ataudokter, meskipun biasanya
dilakukan sebelum tanggal yang disepakati, karena perdarahan
berat dapat terjadi setiap saat
(2) Rujukan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total
dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama,
menghidari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk,
mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl
fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau
tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15
manit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat
perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.Bila terjadi
renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah
bila tidakteratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi,
perhatikan usia kehamilan.Penanganan di RS dilakukan
berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapatrenjatan, usia gestasi
kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g,
maka : Bila perdarahan sedikit, rawat sampai sia kehamilan 37
minggu,lalu lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12
mg IV/hari selama 3hari. Dan bila perdarahan berulang,
lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja
Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm.
Bila tidak ada renjatan usia gestasi 37 minggu atau lebih,
taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila
ternyata plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila
bukan usahakan partus pervaginam.
1) Solusio Plasenta
a) Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasi yang normal pada uterus, sebelum
janin dilahirkan (Sarwono Prawirohardjo, 2015).
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasinya sebelum janin lahir (F. Gary
Cunningham, 2012).
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau
keseluruhan plasenta dari implantasinya yang normal
pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakni sebelum anak lahir.
b) Klasifikasi
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta
menurut derajat pelepasan plasenta:
(1) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas
seluruhnya.
(2) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
(3) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir
plasenta yang terlepas.
Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut
bentuk perdarahan:
(1) Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
(2) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi,
yang membentuk hematoma retroplacenter
(3) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke
dalam kantong amnion.
Cunningham dan Gasong masing-masing dalam
bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut
tingkat gejala klinisnya, yaitu:
(1) Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak
tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,
pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
(2) Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang,
terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin
telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
(3) Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik,
terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan
plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau
keseluruhan.
c) Faktor Predisposisi
Penyebab maupun beberapa faktor predisposisi
yang diduga sebagai penyebab terjadinya solusio
plasenta adalah sebagai berikut:
(1) Faktor kardio reno-vaskulelomerulonefritis kronik,
hipertensi essensial (kronis), hipertensi
gravidarum, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
(2) Trauma
(a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan
gemeli.
(b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
pergerakan janin, lilitan tali pusat, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan.
(c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang,
dan lain-lain.
(3) Paritas
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada
primipara. Hal ini diduga karena keadaan
endometrium sudah kurang baik.
(4) Usia
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
(5) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil
dapat menyebabkan terjadinya solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
(6) Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain
mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin yang
bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya
plasenta.Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif.
(7) Merokok
Ibu yang perokok memiliki resiko lebih tinggi
untuk mengalami solusio plasenta, bahkan bisa
mencapai 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu)
bungkus per hari. Hal ini disebabkan, pada ibu
yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter
lebih luas dan terjadi beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya.
(8) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Ibu dengan riwayat solusio plasenta memiliki
resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta.
(9) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi /
defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior saat uterus makin membesar.
(10) Diabetes pada kehamilan
(11) Konsumsi alkohol, lebih dari 14 kali dalam 1
minggu, selama kehamilan.
(12) Peningkatan distensi uterus (dapat terjadi pada
kehamilan kembar atau volume cairan amnion
yang sangat banyak)
(13) Ketuban pecah dini (selaput ketuban pecah
sebelum usia kehamilan 37 minggu).
(14) Fibroid Uteri
(15) Trombofilia
d) Diagnosis
(1) Anamnesis
(a) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perutPerdarahan
pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong-konyong(non-recurrent) terdiri dari
darah segar dan bekuan-bekuan darah yang
berwarna kehitaman
(b) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa
pelan dan akhirnya berhenti
(c) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat,
mata berkunang-kunang.
(d) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan
faktor kausal yang lain.
(2) Inspeksi
(a) Pasien gelisah, sering mengerang karena
kesakitan.
(b) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
(c) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
(3) Palpasi
(a) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
(b) Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his.
(c) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
(d) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut
(uterus) tegang.
(4) Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ
terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di
bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari 1/3 bagian.
(5) Pemeriksaan dalam
(a) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
(b) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba
menonjol dan tegang.
(c) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas
seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah
dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta.
(6) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien
sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi
akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
Nadi cepat dan kecil
(7) Pemeriksaan laboratorium
(a) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen
dapat ditemukan silinder dan leukosit.
(b) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah,
lakukan cross-match test. Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan pembekuan
darah hipofibrinogenemia
(8) Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel
di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
(9) Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan
antara lain :Terlihat daerah terlepasnya plasenta,
Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian
plasenta.
e) Tatalaksana
(1) Solusio plasenta ringan
Bila usia hamil kurang dari 36 minggu dan
bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak
sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu partus
spontan. Bila ada perburukan (perdarahan
berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin
jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus
segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio
sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul
infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
(2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin
dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera diberikan. Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan
transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan
darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika
tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya
cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan
indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak
dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria
maka histerektomi perlu dilakukan:
1. Tindakan darurat, jika terjadi defisiensi,
mekanisme pembekuan harus dipulihkan
sebelum melakukan upaya apapun untuk
melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP
atau darah segar. Berikan terapi anti syok.
Pantau keadaan janin terus menerus.
Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin,
terlepas dari kemungkinan cara pelahiran yang
akan dipakai.
2. Tindakan spesifik.
Derajat 1, Jika pasien tidak dalam persalinan,
tindakan menunggu dengan pengawasan ketat
merupakan indikasi, karna pada banyak kasus
perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika
persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per
vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.
Derajat 2. Siapkan pelahiran per vaginam jika
persalinan diperkirakan akan terjadi dalam
waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati.
Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika terdapat
bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin
hidup.
Derajat 3. Pasien selalu dalam keadaan syok,
janin sudah mati, uterus tetanik dan mungkin
terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki
koagulopati, lahirkan per vaginam jika dapat
dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam.
Persalinan per vaginam tampaknya paling baik
untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan
seksio sesarea.
3. Tindakan-tindakan Bedah
Seksio sesarea merupakan indikasi jika
persalinan diperkirakan akan berlangsung lama
(lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak
memberi respons terhadap amniotomi dan
pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan
jika terjadi gawat janin dini (tidak
berkepanjangan) dan janin mungkin hidup.
Histerektomi jarang diperlukan. Uterus
Couvelaire sekalipun akan berkontraksi, dan
perdarahan hampir akan selalu berhenti jika
defek koagulasi sudah diperbaiki.
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Solusio Plasenta
(1) Bidan
Lakukan uji pembekuan darah, kegagalan
terbentuknya bekuan darah setelah 7 menit atau
terbentuknya bekuan darah lunak yang mudah
terpecah menunjukan adanya koagulapati. Partus
pervaginam, dilakukan apabila : janin hidup, gawat
janin, pembukaan lengkap dan bagian terendah
didasar panggul.
(a) Amniotomi (bila ketuban belum pecah)
kemudian percepat kala 2 dengan ekstraksi
forcep/vakum
(b) Janin telah meninggal dan pembukaan serviks
lebih dari 2 cm
(c) Lakukan amniotomi (bila ketuban belum pecah)
kemudian akselerasi dengan 5 unit oksitosin
dalam dextrose 5% atau RL, tetesan diatur
sesuai dengan kondisi kontraksi uterus.
(d) Setelah persalinan, gangguan pembekuan darah
akan membaik dalam waktu 24 jam, kecuali bila
jumlah trombosit sangat rendah (perbaikan baru
terjadi dalam 2-4 hari kemudian.
(e) Bidan merupakan tenaga andalan masyarakat
untuk dapat memberikan pertolongan
kebidanan, sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu
maupun perinatal. Dalam menghadapi
perdarahan pada kehamilan, sikap bidan yang
paling utama adalah melakukan rujukan ke
rumah sakit.
Dalam bentuk rujukan diberikan pertolongan
darurat
(a) Pemasangan infus
(b) Tanpa melakukan pemeriksaan dalam/vaginal
toucher
(c) Diantar petugas yang dapat memberikan
pertolongan
(d) Mempersiapkan donor dari keluarga atau
masyarakat
(e) Menyertakan keterangan tentang apa yang telah
dilakukan untuk memberikan pertolongan
pertama
(2) Rujukan
(a) Melakukan transfusi darah segar jika terjadi
perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi)
lakukan persalinan segera.
(b) Seksio caesarea dilakukan jika:
1. Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan
pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan
segera (pembukaan belum lengkap)
2. Janin mati tetapi kondisi serviks tidak
memungkinkan persalinan pervaginam dapat
berlangsung dalam waktu singkat
3. Persiapan, cukup dilakukan penanggulangan
awal dan segera lahirkan bayi karena operasi
merupakan satu-satunya cara efektif untuk
menghentikan perdarahan
2) Insersio Velamentosa
a) Definisi
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak
berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput
janin sehingga pembuluh darah umblikus berjalan
diantara amnion dan korion menuju plasenta.
Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada
selaput janin. Insersi velamentosa sering terjadi pada
kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat
dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin.
Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus
umbilikalis dan bukan merupakan kelainan
perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya
berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya
berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta
melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut
berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut
vasa previa.
Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada
waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak.
Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban
pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka
dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
b) Klasifikasi
Pada insersio velamentosa tali pusat yang
dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau
pembuluh darah tersebut berjalan di daerah oestium
uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat
berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada
permulaan persalinan pembuluh darah dapat ikut robek
sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika
perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.
c) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada Insersio Velamentosa ini
biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ Gameli/
kembar, karena pada kehamilan ganda sumber makanan
yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh janin,
sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan
mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi tali
pusat.
d) Diagnosis
Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti,
perdarahan pada insersi velamentosa ini terlihat jika
telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah
ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari
anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk
bsa juga menyebabkan bayi tersebut meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi
velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan adalah
dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan
kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan
segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya
insersio velamentosa ini.
Diagnosa banding insersio velamentosa, gejalanya
ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah dan
karenaperdarahan ini berasal dari anak maka dengan
cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
Bila perdarahan banyak, maka kehamilan harus
segera diakhiri. Perdarahan vasa previa sering diikira
sebagai plasenta previa atau solusioplasenta. Untuk
membedakannya dapat dilakukan tes sebagai berikut.
Kira-kira 2 atau 3 cc darah yang keluar dicampur air
dalam jumlah yang sama laludisentrifusi dengan
kecepatan 2000 rpm selama 2 menit.
Supernatandipisahkan, lalu dicampurkan dengan NaOH
0,25 N dengan perbandingan 5 :1. Dalam waktu 1 atau 2
menit akan kelihatan perubahan warna. Warna kuning
coklat menunjukkan bahwa darah itu berasal dari ibu.
Sedangkan warna merah berarti hemoglobin fetal.
Angka kematian janin karena vasa previa dapat
mencapai 60%.
e) Tatalaksana
Setiap perdarahan pada kehamilanlebih dari 28
minggu yang lebih banyak dari perdarahan yang
biasanya terjadi pada permulaan persalinan baiasa,
harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun
penyebabnya penderita harus segera dibawa ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah atau
operasi,
Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam
dirmah penderita atau di tempat yang tidak
memungkinkan tindakan operatif segera karena
pemeriksaan ini dapat menambah banyaknya
perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak
berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan,
malah akan menambah perdarahan karena sentuhan
pada serviks waktu pemasangannya. Selagi penderita
belum jatuh kedalam syok, infus cairan intravena harus
segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba
dirumah sakit. Memasang jarum infus kedalam
pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh lebih
memudahkan transfusi darah, bila sewaktu-waktu
diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha
pengadaan darah harus segera diberikan walaupun
perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan
contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah dan
pemeriksaan kecocokan dengan donornya harus segera
dilakukan.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung
dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan,
keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya
persalinan dan diagnosis yang ditegakkan.
Pengawasan antenatal sebagai cara untuk
mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan
perdarahan antepartum memegang peranan yang
terbatas. Walaupun demikian beberapa pemeriksaan dan
perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan
antenatal dapat mengurangi kesulitan yang mungkin
terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah
penentuan golongan darah ibu dan calon donornya,
pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk
bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan
adanya plasenta previa, dan mencegah serta mengobati
penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.
Para ibu hamil yang patut dicurigai akan
mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang
umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih, bagian
bawah janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita
preeklamsia.
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Insersio Velamentosa
(1) Bidan
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada
keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih
dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas
paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan
USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan
cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera
namun bila janin sudah meninggal atau imatur,
dilakukan persalinan pervaginam.
(2) Rujukan
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk transfuse darah dan
operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan
dalam pada penderita atau ditempat yang tidak
memungkinkan tindakan operatif segera karena
pemeriksaan itu dapat menambah banyak
perdarahan. Pemasangan tampon pada vagina tidak
berguna sama sekali untuk menghentikan
perdarahan, melainkan akan menambah jumlah
perdarahan karena sentuhan pada serviks sewaktu
pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh
kedalam keadaan syok, infuse cairan intravena harus
segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai
tiba di rumah sakit. Memasang jarum infuse ke
dalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan
jauh lebih memudahkan transfuse darah, apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan. Segera setelah tiba di
Rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera
dilakukan walaupun perdarahannya tidak seberapa
banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk
pemeriksaan golongan darahanya, dan pemeriksaan
kecocokan dengan darah donornya harus segera
dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan
seperti itu mungkin terpaksa ditunda karena tidak
sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung
mentransfusikan darah yang golongannya sama
dengan golongan darah penderita, atau
mentransfusikan darah golongan O rhesus positif,
dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit bergantung
dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya
perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau
belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang
ditegakkan.
3) Rupture Sinus Marginalis
a) Definisi
Ruptur Sinus Marginalis adalah terlepasnya
sebagian kecil pinggir placenta yang tidak berdarah
banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu
ataupun janinnya. Ruptur Sinus Marginalis merupakan
bagian dari rupture placenta ringan yang jarang
didiagnosis, mungkin karena penderita selalu terlambat
datang ke rumah sakit,atau tanda-tanda dan gejalanya
terlampau ringan sehingga tidak menarik perhatian
penderita maupun dokternya. Etiologi dari rupture sinus
marginalis hingga kini belum diketahui dengan jelas
walaupun beberapa keadaan tertentu dapat menyertai,
seperti umur ibu yang terlalu muda/tua, penyakit
hipetensi, tali pusat pendek, tekanan pada vena kafa
inferior dan defisiensi asam folik.
b) Klasifikasi
Klasifikasi rupture uteri menurut sebabnya adalah
sebagai berikut:
(1) Kerusakan atau rupture uterus yang telah ada
sebelum hamil (dalam kehamilan).
(2) Pembedahan pada rupture : seksio sesarea atau
histerotomi, histerorafia, miomektomi yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus,reseksi
pada rupture uterus atau bagian interstisial,
metroplasti.
(3) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sonde
pada penanganan abortus, trauma tumpul atau
tauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru,
rupture tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya
(silent rupture in previose pregnancy).
(4) Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rupture
(horn) yang tidak berkembang.
(5) Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan
terus-menerus, pemakain oksitosin atau
prostaglandin untuk merangsang persalinan,
instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang
amnion seperti larutan garam fisiologik atau
prostaglandin, perforasi, dengan kateter pengukur
tekanan rupture sinus marginalis, trauma luar
tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rupture
yang berlebihan misalnya hidramnion dan
kehamilan ganda.
(6) Dalam periode intrapartum versi-ekstraksi cunam
yang sukar, ekstraksi bokong, rupture janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen
bawah rupture, tekanan kuat pada uterus dalam
persalinan, kesulitan dalam melakukan manual
plasenta.
(7) Cacat rupture yang didapat: plasenta inkreta atau
perkreta, neoplasis trofoblas gestasional,
adenomiosis, rupture Sinus Marginalis uterus
gravidus inkarserata.
c) Faktor Predisposisi
Penyebab primer rupture sinus marginalis belum
diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi:
(1) Faktor Trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain: dekompresi
uterus pada hidramnion dan gemeli, tarikan pada tali
pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/ bebas, versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan; trauma langsung , seperti jatuh, kena
tendang dan lain-lain.
(2) Faktor Usia Ibu
Dalam penelitian prawirohardjo di RSUPNCM
dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian
solusio plasenta ringan sejalan dengan
meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
(3) Faktor Pengguna Kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian
tekanan darah dan peningkatan pelepasan
kotekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan
dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun,
hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka
kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu pengguna
kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%, dan
sekitar 7% pada solusio plasenta ringan.
(4) Faktor Kebiasaan Merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab
peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan
25% pada ibu merokok < 1 ( satu ) bungkus perhari.
Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok
plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa
resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40%
untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya
kehamilan.
(5) Riwayat Solusio Plasenta Sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis
ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa
resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta sebelumnya
(6) Pengaruh lain: seperti anemia, malnutrisi/defisiensi
gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan dan lain-lain.
(7) Meskipun penyebabnya sampai kini belum
diketahuidengan pasti, tetapi lebih kepada peletakan
plasenta dan usia kehamilan yang semakin tua
terjadi pada pertengahan segmen bawah rahim, dia
akan sobek pembuluh darah pinggirnya juga akan
ikut pecah sehingga terjadi ruptur, plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya. Sehingga mendekati atau
menutupsama sekali pembukaan jalan lahir.
d) Diagnosis
(1) Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba – tiba di perut, kadang –
kadang pasien dapat menunjukkan tempat ayng
dirasa paling sakit; perdarahan pervaginam yang
sifatnya hebat ( non-recurrent ) terdiri dari bekuan –
bekuan darah yang berwarna kehitaman; pergerakan
anak masih terasa dan ruptur diraba; kepala terasa
pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang –
kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai denga
jumlah darah yang keluar pervaginam; kadang ibu
dapat menceritakan trauma dan rupture kausal yang
lain.
(2) Inspeksi
Terlihat pasien gelisah, sering mengerang karena
kesakitan; pucat, sianosis dan berkeringat dingin;
terlihat darah yang berwarna kehitam – hitaman
keluar pervaginam (tidak selalu).
(3) Palpasi
Teraba tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai
dengan tuanya kehamilan, uterus tegang rupture
seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun diluar his nyeri
tekan ditewmpat plasenta terlepas bagian – bagian
janin masih mudah diraba, walau perut (uterus)
tegang.
(4) Auskultasi
Dapat dilakukan walau uterus tegang, bila denyut
jantung terdengar biasanya diatas 140, kemudian
turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta
yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
(5) Pemeriksaan dalam
Dapat diraba serviks uteri telah terbuka atau masih
tertutup; kalau sudah terbuka maka plasenta dapat
teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun diluar his; apabila plasenta sudah pecah dan
sudah terlepas seluruhnya plasenta ini akan turun
kebawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut
rupture plasenta, ini sering meragukan dengan
plasenta previa.
(6) Pemeriksaan umum
Di dapatkan tekanan darah semula mungkin tinggi
karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan
filiformis.
(7) Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan urin (+), pada pemeriksaan
sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit;
darah : hemoglobin (HB) menurun; periksa
golongan darah, lakukan cross-match test. Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan darah
hipofibriniogenemia, maka diperiksakan ulang COT
(Clot Observation Test) triap 1 jam, tes kualitatif
fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitativ
fibrinogen (kadar normalnya 150mg%.
(8) Pemeriksaaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan.
Biasanya tampak tipis dan cembung dibagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel
di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplasenter.
(9) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Ditemukan antara lain : terlihat daerah terlepasnya
plasenta, janin dan kandung kemih ibu, darah, tepian
plasenta.
e) Tatalaksana
Penatalaksanaan Ruptur Sinus Marginalis di
Rumah Sakit dapat dilakukan dengan cara Terapi
Ekspektatif ( konservatif ). Terapi Ekspektatif ini
dilakukan bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu
dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak
sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Tujuan supaya janin tidak terlahir premature,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam
melalui kanalis servisis. Syarat-syarat terapi ekspektif :
(1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti.
(2) Belum ada tanda-tanda in partu.
(3) Keadaan umum ibu cukup baik.
(4) Janin masih hidup.
(5) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik
profilaksis.
(6) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui
implantasi plasenta.
(7) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
- MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan 4
gram setiap 6 jam.
- Nifedipin 3 x 20 mg perhari.
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
(8) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari
hasil amniosentesis.
(9) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu,
plasenta masih berada disekitar ostium uteri interim.
Catatan : Bila perdarahan berhenti dan waktu
untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dipulangkan untuk rawat jalan.
(10) Apabila usia kehamilan sudah cukup matang dan
pasien menginginkan dan mampu untuk melakukan
persalinan pervaginam dan tidak ada tanda-tanda
bahaya maka segera lakukan persalinan spontan
( pervaginam ). Apabila direncanakan persalinan
spontan maka :
- Pantau perdarahan pervaginam
- Observasi nyeri / HIS dan ketegangan Rahim
- Observasi tanda-tanda vital
- Pantau tanda-tanda koagulopati
- Pantau tanda-tanda kegawatdaruratan janin.
- Jangan lupa untuk mengatasi kecemasan pasien
dengan cara melibatkan dan memberikan
dukungan psikologis.
(11) Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada
pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria,
bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan.
(12) Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:
- Anak hidup, pembukaan kecil.
- Terjadi toksemia berat, perdarahan agak banyak,
tetapi pembukaan masih kecil.
- Panggul sempit atau letak lintang.
(13) Perut tegang sedikit, berarti perdarahannya tidak
terlalu banyak, keadaan janin masih baik dan dapat
dilakukan penanganan secara konservatif dengan
observasi ketat, perdarahan berlangsung terus
menerus ketegangan makin meningkat, dengan janin
yang masih baik harus segera dilakukan seksio
sesaria, perdarahan yang berhenti dan keadaan baik
pada kehamilan prematur dilakukan rawat inap
(manuaba,2010).
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Ruptur Sinus Marginalis
(1) Bidan
Apabila usia kehamilan sudah cukup matang
dan pasien menginginkan dan mampu untuk
melakukan persalinan pervaginam dan tidak ada
tanda-tanda bahaya maka segera lakukan persalinan
spontan (pervaginam). Apabila direncanakan
persalinan spontan maka:
1) Pantau perdarahan pervaginam
2) Observasi nyeri / HIS dan ketegangan Rahim
3) Observasi tanda-tanda vital
4) Pantau tandaa-tanda koagulopati
5) Pantau tanda-tanda kegawatdaruratan janin.
6) Jangan lupa untuk mengatasi kecemasan pasien
dengan cara melibatkan dan memberikan
dukungan psikologis.
(2) Rujuk
Tujuan supaya janin tidak terlahir premature,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servisis. Syarat-syarat terapi
ekspektif :
1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit
yang kemudian berhenti.
2) Belum ada tanda-tanda in partu.
3) Keadaan umum ibu cukup baik.
4) Janin masih hidup.
5) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik
profilaksis.
6) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui
implantasi plasenta.
7) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
- MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan
4 gram setiap 6 jam.
- Nifedipin 3 x 20 mg perhari.
- Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
8) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari
hasil amniosentesis
9) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu,
plasenta masih berada disekitar ostium uteri
interim.
Catatan : Bila perdarahan berhenti dan waktu
untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dipulangkan untuk rawat jalan.
4) Plasenta Sirkumvalata
a) Definisi
Plasenta sirkumvalata adalah plasenta yang pada
permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih.
Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan
jaringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang
tumbuh ke samping di bawah desidua. Sebagai
akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding
uterus dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan
antepartum.
b) Klasifikasi
Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali ke
pinggir plasenta, disebut plasenta marginata. Kedua-
duanya disebut sebagai plasenta ekstrakorial. Pada
plasenta marginata mungkin terjadi adeksi dari selaput
sehingga plasenta lahir telanjang
c) Faktor Predisposisi
Diduga bahwa chorion frondosum terlalu kecil
dan untuk mencukupi kebutuhan, villi menyerbu ke
dalam desidua di luar permukaan frondosuin, plasenta
jenis ini tidak jarang terjadi.
d) Diagnosis
Plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan
setelah plasenta lahir tetapi dapat diduga bila ada
perdarahan intermiten atau hidrorea. Bagian paling
penting dari perawatan pralahir adalah untuk
memastikan janin tumbuh dan berkembang dengan baik.
Selama ultrasound rutin, dokter mungkin menemukan
bahwa plasenta dan selaput yang tidak tumbuh dengan
baik, sebuah kondisi yang disebut plasenta
sirkumvalata. Kondisi ini dapat mengakibatkan berat
badan lahir rendah, persalinan prematur dan melahirkan,
dan pembatasan pertumbuhan intrauterin.
Diagnosis dari circumvallate plasenta dan
pembatasan pertumbuhan intrauterin awal kehamilan
adalah penting untuk memastikan perawatan yang tepat
dan pemantauan bayi. Hal ini penting untuk memiliki
ultrasound dan pemeriksaan rutin. Circumvallate
plasenta adalah ketika kantong membran berada di
belakang plasenta, membatasi efektivitas plasenta.
Kantong membran, yang dikenal sebagai cincin,
membatasi perluasan pembuluh darah janin.
Wanita hamil didiagnosis dengan circumvallate
plasenta memiliki plasenta yang melengkung ke dalam.
Melengkung dari plasenta dapat menyebabkan stres
dengan pembatasan, dan kadang-kadang pertumbuhan
janin pelepasan plasenta yang dihasilkan dalam
pengiriman darurat.
Restriksi pertumbuhan intrauterin adalah suatu
kondisi dimana janin tidak dapat tumbuh ke ukuran
yang ditentukan secara genetis. PJT mengacu pada janin
yang diperkirakan berada di persentil 10 atau lebih
rendah saat lahir. Ketika seorang wanita didiagnosis
dengan plasenta circumvallate, ini berkorelasi langsung
ke janin dengan PJT. Untuk menjamin keselamatan dan
pertumbuhan yang tepat dari seorang bayi yang belum
lahir, penting untuk mendiskusikan sejarah keluarga dan
jadwal ujian reguler.
e) Tatalaksana
(1) Jika pada kehamilan terjadi perdarahan intermitten
dan belum terjadi abortus ibu disarankan untuk
beristirahat total untuk mencegah terjadinya abortus.
(2) Jika sudah terjadi abortus lakukan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal
ini dokter obsgin untuk mencegah perdarahan yang
dapat mengancam jiwa ibu.
(3) Jika mengakibatkan solutio plasenta lakukan
penanganan seperti pasien solutio plasenta, jika
terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi)
lakukan persalinan segera. Seksio caesarea
dilakukan jika :
(a) Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan
pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan
segera (pembukaan belum lengkap)
(b) Janin mati tetapi kondisi serviks tidak
memungkinkan persalinan pervaginam dapat
berlangsung dalam waktu singkat
(c) Persiapan, cukup dilakukan penanggulangan
awal dan segera lahirkan bayi karena operasi
merupakan satu-satunya cara efektif untuk
menghentikan perdarahan.
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Plasenta Sirkumvalata
(1) Jika pada kehamilan terjadi perdarahan intermitten
dan belum terjadi abortus ibu disarankan untuk
beristirahat total untuk mencegah terjadinya abortus.
(2) Jika sudah terjadi abortus lakukan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal
ini dokter obsgin untuk mencegah perdarahan yang
dapat mengancam jiwa ibu.
(3) Lakukan Rujukan jika diketahui mengalami solusio
plasenta, agar bayi segera dilahirkan secara Sectio
Cesarea, karena operasi merupakan satu-satunya
cara efektif untuk menghentikan perdarahan.
(4) Lakukan dokumentasi
4. Kelainan Letak
1) Letak Sunsang
a. Definisi
Letak sungsang adalah dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
cavum uteri (Prawirohardjo, 2010).
Kehamilan dengan letak sungsang adalah kehamilan dimana
bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu. Kepala pada fundus
uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (di daerah
PAP/sympisis). Pada persalinan justru kepala yang merupakan
bagian terbesar bayi akan lahir terakhir. Kehamilan dengan letak
sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala pada fundus uteri dan bokong berada di bawah
kauvum uteri.
b. Klasifikasi
Ada 3 tipe kelainan letak sungsang,yaitu:
1) Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%).
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua
kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu
atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam
hanya dapat diraba bokong
2) Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%).
Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat
diraba kaki
3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(incomplete or footling) ( 10-30%).
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat
satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat
ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau
dua kaki.
Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan
muda dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak
dibandingkan dengan primigravida.
c. Faktor Predisposisi
Menurut Sarwono,2010 faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya Kelainan Letak antara lain :
1) Multipritas
2) Hamil kembar atau Gameli
3) Hidramnion
4) Hidrisefalus
5) Plasenta previa
6) Kelainan uterus
7) Panggul sempit.
d. Diagnosis
1) Palpasi
Kepala teraba pada fundus, bagian terbawah teraba bokong dan
punggung kiri atau kanan.
2) Auskultasi
Denyut Jantung Janin (DJJ) paling jelas terdengar pada tempat
yang lebih tinggi dan pusat.
3) Pemeriksaan Dalam
Dapat terasa os sakrum, tuber ischliadicha dan anus. Kadang-
kadang teraba bagian kaki (pada letak kaki).
4) Pemeriksaan Foto Rontgen atau Ultrasonografi (USG)
e. Tatalaksana
Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian
karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen
sampai dengan kematian bayi. Menghadapi kehamilan letak
sungsang dapat diambil tindakan :
1) Saat kehamilan
Diusahakan melakukan persi luar kearah letak kepala.
Versi luar (ekternal versi) dialkukan pula pada kasus letak
lintang yang menuju letak kepala atau letak bokong.
2) Pertolongan persalinan sungsang pervaginam
Pertolongan persalinan letak sungsang pervaginam yang
tidak sempat atau tidak berhasil dilakukan versi luar adalah:
a) Persalinan menurut Metode Brach
Persalinan brach berhasil bila berlangsung dalam satu kali
his dan mengejang, sedangkan penolong membantu
melakukan hiperlordose yaitu dengan cara:
(1) Setelah bokong lahir, bokong dipengang secara
Brach( kedua ibu jari pada paha bayi, dan keempat jari
kedua tangan lainnya memegang bokong bayi)
(2) Dilakukan hiperlordose dengan melengkungkan bokong
kearah perut ibu
(3) Seorang membantu melakukan tekanan Kristeller pada
fundus uteri,saat his dan mengejang.
(4) Lahir berturut- turut dagu, mulut, hidung, muka, dan
kepala bayi
(5) Bayi diletakakan diperut ibu untuk pertolongan tali
pusat dan selanjutnya dirawat sebagai mana mestinya.
Jika persalinan dengan satu kali his dan mengejan tidak
berhasil, maka pertolongan brach dianggap gagal, dan
dilanjutkan dengan ekstraksi (manual aid).
b) Ektraksi bokong parsial
Persalinan dengan ekstraksi bokong parsial dimaksudkan
bahwa:
(1) MPersalinan bokong sampai umbilicus berlangsung
denga kekuatan sendiri
(2) Terjadi kemacetan persalinan badan dan kepala
(3) Dilakukan persalinan bantuan dengan jalan: secara
klasik, secara muller, dan louset.
c) Pertolongan ekstraksi bokong secara klasik
(1) Tangan memegang bokong dengan telunjut pada spina
ishiadica anterior posterior.
(2) Tarik cunam kebawah sampai ujung scapula tampak.
(3) Badan anak dipegang sehingga perut anak didekatkan
keperut ibu, dengan demikian kedudukan bahu
belakang menjadi rendah.
(4) Tangan lainnya (analog) menelusuri bahu belakang
sampai mencapai persendian siku.
(5) Tangan belakang dilahirkan, dengan mendorong
persendian siku menelusuri tangan bayi.
(6) Selanjutnya tangan bayi dipegang sedemikian rupa,
sehingga punggung anak mendekati panggul ibu.
(7) Tangan lainnya menelusuri bahu depan, menuju
persendian siku, selanjutnya lengan atas dilahirkan
dengan dorongan pada persendian siku.
(8) Persalinan kepala dilakukan sebagai berikut:
(9) Badan bayi seluruhnya ditunggakakan pada tangan kiri.
(10)Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut bayi, untuk
mempertahankan situasi fleksi.
(11)Dua jari lainya menekan pada os maksilaris, untuk
membantu fleksi kepala.
(12)Tangan kanan memegang leher bayi, menarik curam ke
bawah sehingga suboksiput berada dibawah simpisis
sebagai hipomoklion.
(13)Kepala bayi dilahirkan dengan melakukan tarikan
tangan kanan, sambil melakukanputaran ke arah perut
ibu.
(14)Berturut-turut lahirlah dagu, mulut,muka,dahi dan
kepala seluruhnya.
(15)Setelah bayi lahir diletakkan diatas perut ibu, tali pusat
dipotong, lender dibersihkan, dan selanjutnya dirawat
sebagimana mestinya.
d) Persalinan ektraksi bokong persial menurut Mueller
Persalinan ektraksi bokong parsial menurut Mueller tidak
banyak mempunyai perbedaan dengan secara “klasik”.
Perbedaannya terletak pada persalinan lengan depan
dilakukan terlebih dahulu dengan jalan:
(1) Punggung bayi dedakatkan kepunggung ibu, sehingga
scapula tampak.
(2) Tangan lain menelusuri bahu depqn menuju lengan atas,
sampai persendian siku untuk melahirkan lengan atas.
(3) Perut bayi didekatakan ke perut ibu, tangan lain
menelusuri bahu belakang, sampai persendian siku, dan
selanjutnya lengan belakang dilahirkan.
(4) Persalinan kepala dilakukan menurut teknik Mauriceau.
(5) Setelah bayi lahir tali pusat dipotongdan dibersihkan
untuk dirawat sebagai mana mestinya.
e) Pertolongan persalinan bahu menurut Loevset
Konsep teknik loevset untuk melahirkan bahu
berdasarkan:
(1) Perbedaan panjang jalan lahir depan dan belakang.
(2) Bahu depan yang berada dibawah simpisis bila diputar
menjadi bahu belakang kedudukannya menjadi lebih
rendah sehingga otomatis terjadi persalinan.
(3) Bahu belakang setelah putaran 90o menjadi bahu depan,
kedudukannya menjadi lebih rendah sehinnga otomatis
terjadi persalinan.
(4) Pada waktu melakukan putaran disertai tarikan sehingga
dengan putaran tersebut kedua bahu dapat dilahirkan.
(5) Persalinan kepala dapat dilakukan dengan teknik
Mauriceau.
f) Pertolongan persalinan kepala menurut Mauriceau-veit
Smellie.
Jika terjadi kegagalan persalinan kepala dapat dilakukan
pertolongan denga cara Mauriceu (Veit Smellie) :
(1) Badan bayi ditunggangkan pada tangan kiri.
(2) Tali pusat dilonggarkan.
(3) Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut bayi, dua lain
diletakkan pada tulang pipi serta menekan kearah badan
bayi sehingga fleksi kepala dapat dipertahankan.
(4) Tangan kanan memegang leher bayi, menarik curam ke
bawah sampai suboksifut sebagai hipomoklion, kepala
bayi diputar ke atas sehingga berturut- turut lahir dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, kepala bayi dan seluruhnya.
g) Persalinan kepala dengan ekstraksi forsep.
Kegagalan persalinan kepala dengan teknik Maureceau Viet
Smellie dapat diteruskan denga ekstraksi forsep:
(1) Seluruh badab bayi dibungkus dengan duk steril
diangkat ke atas sehingga kepala bayi mudah dilihat
untuk aplikasi forsep.
(2) Daun forsep kiri dipasang terlebih dahulu, diikuti daun
forsep kanan, dilakukan penguncian forsep.
(3) Badan bayi ditunggangkan pada gagang forsep.
(4) Dilakukan tarikan curam ke bawah sehingga suboksiput
berada dibawah simfisis, dilakukan tarikan ke atas
sehingga berturut- turut lahir dagu, mulut, dan hidung.
(5) Mata dan dahi diikuti seluruh kepala bayi.
(6) Bayi diletakkan di atas perut ibu, untuk memotong tali
pusat.
(7) Lender dibersihkan dari jalan napas.
(8) Selanjutnya dilakukan perawatan sebagaimana
mestinnya.
h) Ektraksi Bokong Total
Ektraksi bokong total bila proses persalinan letak sungsang
seluruhnya dilakukan dengan kekuatan dari penolong
sendiri. Bentuk pertolongan ekstraksi bokong total menjadi
ektraksi bokong dan ektraksi kaki ( satu kaki, dua kaki).
Ektraksi bokong dilakukan sebagai berikut:
(1) Jari telunjuk tangan kanan dimasukkan agar dapat
mencapai pelipatan paha depan.
(2) Dengan mengait pada spina ishiadica anterior superior
dilakukan dengan tarikan curam ke bawah sehingga
trichanter depan dapat dilahirkan.
(3) Setalah stochanter depan lahir dilakukan tarikan ke atas
sehingga trokhanter belakang mencapai perineum.
(4) Setelah trokhanter belakang mencapi perineum telunjuk
tangan kiri diamsukkan ke lipatan paha,dan mencapai
spina ishiadica anterior superior kebelakang.
(5) Dengan kedua telunjuk dilakukan persalinan seperti
metode secar klasik, kombinasi dengan tindakan
loevset.
(6) Persalinan kepala dilakukan menurut Maurceau
V.Smellie
(7) Setelah bayi lahir dilakukan perawatan sebaimana
mestinya.
i) Ekstraksi kaki
Ekstraksi kaki lebih muda diabndingkan dengan ekstraksi
bokong. Oleh karena itu, bila diperkirakan, akan melakukan
ekstraksi bokong diubah menjadi letak kaki. Menurunkan
kaki berdasarkan profilaksis pinard,yaitu pembukaan
sedikitnya 7 cm, ketuban telah pecah atau dipecahkan., dan
diturunkan kaki ke depan. Bila terdapat indikasi dilakukan
ekstraksi, kaki dengan seluruh kekuatan berasal dari
penolong persalinan. Teknik lainnya sama dengan ektraksi
bokong.
a) Pertolongan persalinan sungsang Seksio sesarea.
Sungsang prematur biasanya dilahirkan dengan seksio
sesarea karena perbedaan yang besar antara ukuran
kepala janin dan badan janin, dimana kepala jauh lebih
besar. Pada sungsang tidak lengkap yang cukup bulan,
kelahiran harus dicapai dengan seksio sesarea.
f. Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil dengan Letak
Sunsang
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,
pasal 19 Ayat 1 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa
antara dua kehamilan. Ayat 2 Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan:
Konseling pada masa sebelum hamil;
1) Antenatal pada kehamilan normal;
2) Persalinan normal;
3) Ibu nifas normal;
4) Ibu menyusui; dan
5) Konseling pada masa antara dua kehamilan.
Ayat 3 Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang
melakukan:
1) Episiotomi
2) Pertolongan persalinan normal
3) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
4) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
5) Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
6) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
7) Fasilitas/ bimbingan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan promosi
ASI eksklusif
8) Pemberian uterotonika pada menajemen aktif kala tiga dan
postpartum
9) Penyuluhan dan konseling
10) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
11) Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran
Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan pasal 19 pada ayat 1,2 dan 3, wewenang Bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Kelainan
Letak. Lakukan pertolongan sesuai asuhan kegawatdaruratan
dengan petunjuk, jika gagal atau tidak memiliki kompetensi
pertolongan persalinan dengan letak sunsang maka segera di rujuk
ke Rumah sakit setelah dicurigai atau terdiagnosa letak sunsang.
2) Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang
didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan
bokong berada pada sisi yang lain (Wiknjosastro, 2011).
Jadi pengertian letak lintang adalah suatu keadaan dimana
janin melintang didalam uterus dengan sumbu panjang anak tegak
lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu.
b) Klasifikasi
Klasifikasi letak lintang menurut (Mochtar, 2012) dapat
dibagi menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan :
1) Letak kepala
a) Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu.
b) Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu.
2) Letak Punggung
a) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-
anterior.
b) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut
dorso-posterior.
c) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-
superior.
d) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-
inferior.
c) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi letak lintang tersebut adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, dan tumor – tumor pelvis.
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil,
atau sudah mati.
3) Gemelli (kehamilan ganda)
4) Kelainan uterus, seperti arkuatus, bikornus, atau septum
5) Lumbar scoliosis
6) Monster
7) Pelvic kidney dan kandung kemih serta rektum yang penuh.
8) Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas
disertai dinding uterus dan perut yang lembek.
d) Diagnosa
Untuk menegakan diagnosa maka hal yang harus di
perhatikan adalah dengan melakukan pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi, pemeriksaan dalam :
1) Inspeksi
Pada saat melakukan pemeriksaan inspeksi letak lintang
dapat diduga hanya pemeriksaan inspeksi, fundus tampak lebih
melebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilannya.
2) Palpasi
Pada saat dilakukan pemeriksaan palpasi hasilnya adalah
fundus uteri kosong, bagian yang bulat, keras, dan melenting
berada di samping dan di atas simfisis juga kosong, kecuali jika
bahu sudah turun ke dalam panggul atau sudah masuk ke dalam
pintu atas panggul (PAP), kepala teraba di kanan atau di kiri.
3) Auskultasi
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan auskultasi adalah
denyut jantung janin di temukan di sekitar umbilicus atau
setinggi pusat.
4) Pemeriksaan Dalam
Hasil yang di peroleh dari pemeriksaan dalam adalah
akan teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung
teraba tangan, teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke
kanan atau ke kiri, bila kepala di kiri ketiak menutup di kiri,
letak punggung di tentukan dengan adanya scapula, letak dada,
klavikula, pemeriksaan dalam agar sukar dilakukan bila,
pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang
biasanya ketuban cepat pecah.
5) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) atau foto rontgen
dengan diperoleh hasil kepala janin berada di samping.
e) Tatalaksana
Pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang,
sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan
versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan
pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam
panggul atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin dan
meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar
kembali.
Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan
menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan
untuk menilai untuk menilai letak janin (Wiknjosastro, 2011).
Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesarea. Pertolongan persalinan
letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor.
Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak
didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar,
dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap
untuk kemudian melakukan versi ekstrasi. Selama menunggu
ketuban harus diusahakan supayua utuh dan melarang untuk
meneran dan bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan
terdapat prolaps funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan
apabila ketuban pecah, tetapi tidak terjadi prolaps funikuli, maka
bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan
lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau dengan seksio
sesarea. Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi ekstrasi
akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup,
hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan
pada janin mati dilahirkan secara pervaginam dengan dekapitasi
(Saifuddin, 2010)
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil dengan Letak
Lintang
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,
pasal 19 Ayat 1 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil, masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa
antara dua kehamilan. Ayat 2 Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan:
Konseling pada masa sebelum hamil;
1) Antenatal pada kehamilan normal;
2) Persalinan normal;
3) Ibu nifas normal;
4) Ibu menyusui; dan
5) Konseling pada masa antara dua kehamilan.
Ayat 3 Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang
melakukan:
1) Episiotom
2) Pertolongan persalinan normal
3) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
4) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
5) Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
6) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
7) Fasilitas/ bimbingan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan promosi
ASI eksklusif
8) Pemberian uterotonika pada menajemen aktif kala tiga dan
postpartum
9) Penyuluhan dan konseling
10) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
11) Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran
Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan pasal 19 pada ayat 1,2 dan 3, wewenang Bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Kelainan
Letak Lintang yaitu pada saat hamil dan terdeteksi mengalami letak
lintang, maka dilakukan tindakan konseling dan pencegahan, yaitu :
Pada Ibu Primigravida:
1) Umur kehamilan < 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada
2) Umur kehamilan > 28 minggu dilakukan versi luar (jika gagal
dianjurkan posisi lutut dada sampai memasuki persalinan)
Pada Ibu Multigravida:
1) Umur kehamilan < 32 minggu dianjurkan posisi lutut dada
2) Umur kehamilan >32 minggu dilakukan versi luar (jika gagal
dianjurkan posisi lutut dada sampai memasuki persalinan)
Jika sampai memasuki masa persalinan, posisi masih letak
lintang, maka rujuk segera agar dilakukan persalinan secara SC.
5. Kehamilan Ganda
a) Definisi
Mochtar Rustam (2012:259) kehamilan ganda atau kembar
adalah kehamilan dengan dua jenis janin atau lebih.
Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus.
Jadi, kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua jenis
janin atau lebih yang ada didalam kandungan selama proses kehamilan.
b) Klasifikasi
Kehamilan kembar ada tiga macam :
1) Kehamilan kembar dua telur, kehamilan kembar dizygotik,
kehamilan kembar fraternal : dua buah sel telur dihamilkan oleh 2
buah sel mani. Kedua sel telur dapat berasal dari satu ovarium atau
masing-masing dari ovarium yang berlainan.
2) Kehamilan kembar satu telur, kehamilan kembar monozygotik atau
kehamilan kembar identik : yang terjadi dari sebuah sel telur dan
sebuah sel mani. Sel telur yang telah dihamilkan itu kemudian
membagi diri dalam 2 bagian yang masing-masing tumbuh menjadi
anak.
3) Kembar siam adalah kembar dimana janin melekat satu dengan
yang lainnya. Misalnya torakofagus (dada dengan dada),
abdominofagus (perlekatan kedua abdomen), kraniofagus (kedua
kepala), dan sebagainya. Banyak kemnar siam telah dapat
dipisahkan secara operatif dengan berhasil.
Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan
pada ovulasi yang sama pada dua kali coitus yang dilakukan pada jarak
waktu yang pendek. Superfetasi adalah kehamilan jedua yang terjadi
beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kehamilan pertama.
c) Faktor predisposisi
1) Faktor bangsa, umur dan paritas
2) Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid dan hormon
gonadotropin
3) Faktor Keturunan
4) Faktor yang lain belum diketahui
Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya mempunyai pengaruh
terhadap kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur, juga hormon
gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi
dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor tersebut
dan mungkin pula faktor lain dengan mekanisme tertentu
menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de graff atau
terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Kemungkinan
pertama dibuktikan dan ditemukan 21 korpora lutea pada kehamilan
kembar. Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar,
jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari 11 satu, jika
semua embrio yang kemudian dimasukan kedalam rongga rahim ibu
tumbuh berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari
satu telur, faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit
sekali mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini
sebabnya ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil
konsepsi.
Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum
blastula terbentuk,menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion,
2 korion dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik.
d) Tatalaksana
e) Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Ibu Hamil dengan kehamilan
ganda
Untuk kewenangan bidan dalam pemberian pelayanan pada ibu
hamil patologi dengan 40 gemelli tercantum pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Pasal 13
ayat 2 yaitu: asuhan antenatal terintegrasi dilakukan dibawah supervise
dokter. Jadi, untuk pelayanan pada ibu hamil patologi dengan gemelli
dilakukan sistem kolaborasi dengan dokter spesialis
6. Preeklamsi
a) Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil
dengan usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai
dengan meningkatnya tekanan darah menjadi 140/90 mmHg.
(Sitomorang, dkk 2016)
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20
minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012).
Preeklamsi diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti
hipertensi, proteinuria dan oedema pada ibu hamil. Preeklamsi timbul
sesudah minggu ke 20 dan paling sering terjadi pada primigravida
muda. Eklamsi adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada
wanita hamil dan wanita nifas disertai dengan hipertensi, proteinuria
dan oedema (Purwoastuti & Wahyuni, 2015)
b) Klasifikasi
Klasifikasi preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan :
1) Preeklamsia Ringan
(a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih
(b) Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+
(c) Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik > 1
kg/minggu
2) Preeklamsia Berat
(a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
(b) Proteinuria 5 gr/lt atau lebih
(c) Oliguria ( jumlah urine < 500 cc per jam )
(d) Terdapat edema paru dan sianosis
(e) Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di
epigastrum
Preeklampsia dapat digolongkan menjadi preeklampsia
ringan dan berat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 2.1
berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Preeklampsia

Tipe
Tanda dan Gejala
Preeklampsia
Preeklampsia 1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30
Ringan mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2. Tekanan darah diastolic 90 atau kenaikan 15
mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam
seminggu
4. Proteinuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat
kualitatif plus 1 sampai 2 pada urine kateter atau
urine aliran pertengahan
Preeklampsia Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan
Berat pada ibu hamil, sudah dapat digolongkan
preeklampsia berat.
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Oliguria, urine <400 cc/24 jam
3. Proteinuria lebih dari 3 g/liter
4. Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan
penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan
sianosis
5. Gangguan kesadaran
6. Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat
disertai ikterus
7. Perdarahan pada retina
8. Trombosit <100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat
memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia, yang
mempunyai prognosis buruk dengan angka
kematian maternal dan janin tinggi.

Sumber : Manuaba (2010)

c) Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia
biala mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai berikut:
1) Nulipara
2) Kehamilan ganda
3) Usia < 20 atau > 35 th
4) Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya
5) Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia
6) penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada
sebelum kehamilan
7) Obesitas.
d) Diagnosis
1) Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan apabila didapatkan :
Kondisi hipertensi pada usia kehamilan di atas 20 minggu di mana
tekanan darah ≥140/90 mm Hg pada dua kali pengukuran dengan
jeda waktu 4 jam, atau tekanan darah ≥160/100 mm Hg pada
preeklampsia berat
2) Proteinuria, Kriteria proteinuria pada preeklampsia yakni
proteinuria ≥300 mg pada spesimen urin 24 jam atau rasio
protein/kreatin ≥0.3 atau nilai ≥1+ pada dipstick protein urin
3) Edema patologis
Kondisi patologis lain yang juga dapat menjadi kriteria diagnostik
preeklampsia jika terdapat hipertensi tanpa proteinuria adalah:
(1) Trombositopenia (<100.000/μL)
(2) Gangguan fungsi ginjal (level serum kreatinin >1.1 mg/dL atau
kenaikan level serum kreatinin dua kali lipat tanpa penyakit
ginjal lainnya
(3) Gangguan fungsi hati (kenaikan level transaminase sekurang-
kurangnya dua kali nilai normal)
(4) Edema pulmoner
Gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, gangguan
penglihatan, kejang)
e) Tatalaksana
1) Penatalaksanaan pada Kehamilan
(a) Observasi secara cermat merupakan komponen utama dalam
asuhan antepartum maupun intrapartum. Ibu yang diidentifikasi
sebagai resiko tinggi yakni termasuk dalam kelompok faktor
resiko preeklampsia harus dirujuk untuk penatalaksanaan
tenaga ahli (USG, pemeriksaan elektrolit, PET Skrining, dan
sebagainya).
(b) Pengkajian untuk profilaksis aspirin atau kalsium Skrining
doppler pada arteri uterina pada usia 20-24 tahun untuk
mengetahui adanya “notch” pada ibu yang berisiko tinggi
diperlukan untuk penatalaksanaan sedini mungkin.
(c) Apabila didiagnosis preeklampsia, keseimbangan antara
keparahan penyakit dan maturitas keseimbangan janin
menentukan waktu kelahiran janin.
(d) Menurut NICE, jika terdapat resiko rendah pada preeklampsia
dianjurkan mengkaji tekanan darah dan dipstik urine pada usia
kehamilan 16, 28, 34, 36, 38 dan 41 minggu pada sekundipara
dan seterusnya, sedangkan kunjungan tambahan diperlukan
pada nulipara di usia kehamilan 25 dan 31
(e) Pengukuran tekanan darah : ketika mengukur tekanan darah
selama kehamilan, suara Korotkof 1 harus digunakan – suara
pertama kali muncul (untuk tekanan darah sistolik) dan suara
Korotkof 5 – suara menghilang (untuk tekanan darah diastolik).
Pengukuran tekanan darah yang akurat penting untuk
penegakan diagnosis secara tepat. Terdapat banyak alat
otomatis untuk mengukur tekanan darah, namun sebagian besar
alat tersebut tidak akurat dalam kehamilan.
(f) Pemeriksaan proteinuria: dipstick urine tetap menjadi metode
pilihan untuk pengkajian proteinuria. Uji ini juga rentan
terhadap kesalahan pengobservasi dan penggunaan alat baca uji
dipstick otomatis telah terbukti meningkatan ketepatan.
2) Penatalaksanaan pada Persalinan
a) Tekanan darah: terapi iv mungkin diperlukan
b) Keseimbangan cairan : keseimbangan cairan perlu diperhatikan
dan dipantau secara ketat dengan menggunakan pemantauan
tekanan vena sentral secara invasive
c) Profilaksis eklampsia : pemberian magnesium sulfat
d) Pemeriksaan biokimia setiap 6 jam
e) Persiapan kelahiran prematur jika diperlukan
3) Penatalaksanaan pada Nifas
a) Obat penurun tekanan darah dianjurkan terus dikonsumsi
hingga hipertensi teratasi.
b) Direkomendasi untuk melakukan tinjauan postnatal dan
perencanaan prakonsepsi
Penanganan preeklampsia dibedakan menurut klasifikasi
Preeklamsi Ringan dan Preeklamsi Berat antara lain:
1) Pre-eklampsia Ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu : Jika belum ada perbaikan,
lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a) Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), refleks dan
kondisi janin
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda
bahaya preeklampsia dan eclampsia
c) Lebih banyak istirahat
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)
e) Tidak perlu diberi obat-obatan
f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
(1) Diet biasa
(2) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk
proteinuria) sekali sehari
(3) Tidak perlu diberi obat-obatan
(4) Tidak perlu diuretik. Kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
(5) Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien
dapat dipulangkan
(6) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia berat.
(7) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan
darah, urin, keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda
pre-eklampsia berat.
(8) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.
(9) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat
(10) Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan janin
(11) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin
terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika
tidak, dirawat sampai aterm
(12) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai
preeklampsia berat
Kehamilan lebih dari 37 minggu
Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi
persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.ika serviks
belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin
atau kateter foley atau lakukan seksio sesarea

2) Preeklampsia Berat dan Eklampsia


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama,
kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 12 jam
setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Semua kasus preeklampsia berat harus ditangani secara
aktif. Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala
dan tanda eklampsia seperti hiperrefleksia dan gangguan
penglihatan sering tidak sah
a) Penanganan kejang
(1) Beri obat anti konvulsan
(2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas,
sedotan, masker dan balon, oksigen)
(3) Beri oksigen 4-6 liter per menit
(4) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi
jangan diikat terlalu keras
(5) Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko
aspirasi
(6) Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokkan jika
perlu
b) Penanganan umum
(1) Jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg,
berikan obat antihipertensi, sampai tekanan diastolic
diantara 90-100 mmHg
(2) Pasang infus dengan jarum besar (16 gauge atau lebih
besar)
(3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi
overload cairan
(4) Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan
proteinuria jika jumlah urin kurang dari 30 ml perjam
(5) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai
aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan
janin
(6) Observasi tanda-tanda vital, reflex dan denyut jantung
janin setiap jam
(7) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
(8) Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretic
misalnya furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada
edema paru
(9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan
sederhana (bedside clotting test). Jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulopati.
c) Persalinan
(1) Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam
24 jam, sedang pada eklampsia dalam 12 jam sejak
gejala eklampsia timbul.
(2) Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat
terjadi alam 12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio
sesarea.
(3) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :
- Tidak terdapat koagulopati
- Anastesi yang aman/ terpilih adalah anastesi umum.
Jangan lakukan anastesi lokal, sedang anastesi
spinal berhubungan dengan risiko hipotensi.
(4) Jika anastesia yang umum tidak tersedia, atau janin
mati, atau terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam.
Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin
2-5 IU dalam 500 ml dekstrose/ RL 10 tetes/menit atau
dengan prostaglandin.
d) Perawatan postpartum
(1) Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum
atau kejang terakhir
(2) Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolik
masih > 110 mmHg dan pantau urine.
(3) Pemberian Magnesium Sulfat untuk Pre-eklampsia dan
Eklampsia
a) Dosis awal
- MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 20% selama 5
menit
- Diikuti Mg SO4 (50%) 5 g IM dengan 1 ml
lignokain 2%
- Pasien akan merasa agak panas sewaktu
pemberian MgSO4
b) Dosis pemeliharaan
- MgSO4 (50%) 5g + lignokain 2 % 1 ml IM
setiap 4 jam
- Lanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau
kejang terakhir.
- Sebelum pemberian MgSO4 periksa :
 Reflek patella positif
 Pernafasan > 16x/mnt
 Produksi urine > 25 – 30 cc/jam
(4) Stop pemberian MgSO4 jika :
a) Frekuensi pernafasan < 16/ menit.
b) Refleks patella (-)
c) Urin < 30 ml/ jam
(5) Siapkan antidotum :
(6) Jika terhenti nafas :
a) Bantu dengan ventilator
b) Beri kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan
10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai
lagi.
(7) Pemberian Diazepam untuk Pre-eklampsia dan
Eklampsia Intravena
a) Dosis awal
- Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
- Jika kejang berulang ulangi dosis awal
b) Dosis pemeliharaan
- Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per
infuse
- Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi
jika dosis > 30 mg/jam.
- Jangan berikan > 100 mg/24 jam
- Pemberian Diazepan Melalui Rectum
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil dengan
Preeklamsi
Standar profesi bidan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Bidan. Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi
Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan,
dan Kode Etik Profesi. Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan
dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi
kebidanan.
Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi yang dapat
dilakukan oleh bidan adalah kelainan ginekologi ringan, seperti
keputihan dan penundaan haid. Pengobatan ginekologi yang diberikan
tersebut pada dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk
ke dokter, atau tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan
antara lain :
1) Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja
puteri, calon pengantin, ibu dan bayi;
2) Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan meliputi
pemberian secara parental antibiotika pada infeksi/sepsis, oksitosin
(hormon untuk membuat rahim kontraksi) pada kala 3 dan kala 4
untuk pencegahan/penanganan perdarahan postpartum (setelah
melahirkan) karena hipotonia uteri (kurangnya kekuatan kontraksi
rahim), sedativa (obat penenang) pada preeklamsi/eklamsi, sebagai
pertolongan pertama sebelum dirujuk.
7. Kelainan Air Ketuban
Kelainan air ketubat terdiri dari 3, yaitu :
1) Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW) atau ketuban pecah premature (KPP) adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam sebelum terjadinya inpartu.
b. Klasifikasi
Klasifikasi Ketuban pecah dini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) yaitu
pecahnya membrane khorio-amniotik sebelum onset persalinan
(ketuban pecah pada saat usia kehamilan <37 minggu).
2) TPROM (Term Premature Rupture of Membranes) yaitu
pecahnya membrane khorio-amniotik sebelum onset persalinan
(ketuban pecah pada saat usia kehamilan >37 minggu).
c. Faktor Predisposisi
1) Inkompetensia servik
2) Polihidramnion
3) Malpresentasi janin
4) Kehamilan kembar
5) Vaginitis/servisitis, Infeksi Menular Seksual seperti Clamydia
dan Gonore
6) Riwayat persalinan premature
7) Perokok (Pasif/aktif) selama kehamilan
8) Perdarahan pervaginam
9) Penyebab yang tidak diketahui
10) Sosial ekonomi (minimnya ANC)
11) Ras : kulit hitam lebih berisiko KPD dibanding kulit putih

d. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah
ketuban benar sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan
kanalis servikal belum ada atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD
dapat dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi :
1) Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan
ketuban di vagina.
2) Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik
kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada
infeksi.
3) Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari
cairan servikalis.
4) Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi
biru (basa) bila ketuban sudah pecah.
5) Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk
membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat
janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air
ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah lebih
dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya infeksi (Sarwono,
2010).
e. Tatalaksana
1) Rawat inap di Rumah sakit
2) Jika ada perdarahan pervagina disertai nyeri perut, pikirkan
adanya abrupsio plasenta
3) Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)
berikan antibiotika sama halnya pada amnionitis
4) Jika tidak ada tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
- Berikan antibiotika ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
ditambah eritromisin 3 x 250 mg peroral selama 7 hari
- Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru
Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam Atau
deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
- Kortikosteroid jangan kalau ada infeksi
5) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
- Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan terjadi
persalinan premature
- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
- Jika ketuban sudah pecah > 18 jam, berikan antibiotic
profilaksis
- Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam atau penisilin G 2 juta
unid IV setiap 6 jam hingga persalinan terjadi
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotika
6) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan
seksio sesarea
2) Polihidroamnion
a) Definisi
Polihidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air
ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari dua liter
(Saifuddin ,2010)
Polihidramnion adalah cairan amnion >2000 ml pada
kehamilan aterm.(Sarwono,2010)
Polihydramnion atau disingkat hidramnion didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana jumlah air ketuban > dari 2000 cc.
Sedangkan secara klinis adalah penumpukan cairan ketuban yang
berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien.
b) Klasifikasi
Polihidroamnion dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Hidramnion Akut
Penambahan air ketuban secara cepat dan mendadak dan
biasanya terjadi pada trimester II.
2. Hidroamnion Kronis
Penambahan air ketuban secara perlahan – lahan dan biasanya
terjadi pada trimester III.
c) Faktor Predisposisi
1. Produksi air jernih berlebin
2. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan
ginjal dan saluran kencing congenital
3. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa
menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastic
4. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang
menghasilkan air seni.
5. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut
sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan
mengalami kelumpuhan.
6. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
d) Diagnosis
1. Anamnesis
a) Perut terasa lebih besar dn lebih berat dari pada biasa
b) Sesak nafas, nyeri ulu hati dan sianosis
c) Nyeri perut karena tegangnya uterus
2. Inspeksi
a) Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
mengkilat, retak-retak, dan kadang-kadng umbilicus
mendatar
b) Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah dengan
kehamilannya
c) Edema pada tungkai, vulva dan abdomen
d) Jika akut, ibu akan terlihat sesak dan sianosis serta terlihat
payah membawa kandungannya

3. Palpasi
a) Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada
dinding perut, vulva dan tungkai
b) Fundus uteri lebih tinggi dari umur sesungguhnya
c) Bagian janin sukar dikenali
d) Kalau pada letak kepala, kepala janin dapat diraba maka
balotement jelas sekali, Karena bebasnya janin bergerak
dan tidak terfiksir maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan
letak janin.
4. Auskultasi
DJJ sukar didengar, dan jika terdengar hanya sekali-sekali.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Foto Rontgen pada hidramnion berguna untuk disgnostik
dan untuk menentukan etiologi, nampak bayangan
terselubung kabut, karena banyaknya cairan kadang
bayangan janin tidak jelas.
b) Ultrasonografi
6. Pemeriksaan Dalam
Selaput ketuban teraba tegang dan menonjol walaupun diluar
his.
e) Tatalaksana
1) Waktu hamil
a) Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan berikan terapi simptomatis.
b) Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus
dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan
diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah
sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai
sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada
bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc
perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan
dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila
anak belum viable.
c) Komplikasi pungsi dapat berupa :
(1) Timbul his
(2) Trauma pada janin
(3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
(4) Infeksi serta syok
2) Waktu bersalin
a) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita
menunggu
b) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan
pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada
pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah
ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar
pelan-pelan
c) Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah,
maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar
dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai
tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-
pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio
placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau
perdarahan post partum karena atonia uteri.
3) Post partum
a) Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi
sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi
darah serta sediakan obat uterotonika
b) Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan
perdarahan post partum
c) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus
lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika
yang cukup.

4) Oligoamnion
a) Definisi
Oligohidramnion adalah Suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
b) Klasifikasi
1) Oligohidroamnion Awitan Dini
Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan
berkurangnya cairan amnion. Oligohidramnion hampir
selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih
janin atau agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir
pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus seperti itu.
Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat
mengurangi volume cairan dalam jumlah bermakna,
tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan.
Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin
(ACEI) dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.
Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus
berkaitan dengan anomali janin mampu
memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya
separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi
ultrasonografi terhadap oligohidramnion midtrimester.
Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu
melihat 77 persen dari struktur-struktur yang dicitrakan
secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat
dari 12 menjadi 13 persen.
2) Oligohidroamnion Pada Tahap lanjut
Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah
usia gestasi 35 minggu. Dengan menggunakan indeks
cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk,
mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen
dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani sonografi
setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka
memastikan pengamatan-pengamatan sebelumnya
bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil
perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih
karena “resiko tinggi”, Magann, dkk, tidak
mendapatkan bahwa oligohidramnion ( indeks cairan
kurang dari 5 cm ) meningkatkan resiko penyulit
intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi
variabel frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas
indikasi gawat janin, atau asidemia neonatus.
c) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya oligohiframnion adalah
karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi
sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini.
d) Diagnosis
VUntuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat
dilakukan tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus
amnioskop.
Indikasi amnioskopi adalah:
1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
e) Tatalaksana
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi
klinik dan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik
Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi
pada oligohidramnion. oleh karena itu persalinan dengan
sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012:189).
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233),
Penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu :
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan
janin)
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan
amnion
f) Standar Wewenang Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil
dengan Kelaianan Air Ketuban
Standar profesi bidan diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan
Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan
Kebidanan, dan Kode Etik Profesi. Standar profesi ini,
wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam
mengamalkan amanat profesi kebidanan.
Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologi yang
dapat dilakukan oleh bidan adalah kelainan ginekologi
ringan, seperti keputihan dan penundaan haid. Pengobatan
ginekologi yang diberikan tersebut pada dasarnya bersifat
pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau
tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan
bidan antara lain :
d) Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur
termasuk remaja puteri, calon pengantin, ibu dan bayi;
e) Memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan
meliputi pemberian secara parental antibiotika pada
infeksi/sepsis, oksitosin (hormon untuk membuat rahim
kontraksi) pada kala 3 dan kala 4 untuk
pencegahan/penanganan perdarahan postpartum
(setelah melahirkan) karena hipotonia uteri (kurangnya
kekuatan kontraksi rahim), sedativa (obat penenang)
pada preeklamsi/eklamsi, sebagai pertolongan pertama
sebelum dirujuk.
8. Kelainan Masa Kehamilan
a. Definisi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) Kelainan dalam lamanya
kehamilan akan terkait dengan suatu proses persalinan, apabila
kehamilan kurang bulan (pre term) maka persalinan akan
menghasilkan bayi premature, dengan permasalah terkait dengan
maturitas janin yang belum sempurna sehingga memerlukan penangan
khusus. Sedangkan kalau kehamilan post term, berhubungan dengan
persalinan lebih bulan, jadi hal ini terkait dengan kemampuan plasenta
untuk memberikan makan pada janin sampai dengan 40 minggu.
Dampak dari kehamilan preterm maupun post term dapat
menimbulkan kelainan pada janin salah satu nya berupa intra uteri
growt retardasti (IUGR) yang tentunya memiliki permasalah berbeda
terkait dengan kebutuhan janin itu sendiri.
b. Klasifikasi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) dapat di klasifikasikan :
- Kehamilan dengan persalinan preterm : persalinan yang terjadi
pada usia kehamilan 28-37 minggu. Permasalahan yang terjadi
adalah bayi premature dengann berat badan 1.000-2.500gram,
penyebab kurang lebih 7% dari semua kelahiran hidup.
- Kehamilan lewat waktu (post matur) : kehamilan lewat waktu
sebagai kehamilan usia lebih dari42 minggu penuh (294 hari)
terhitung sejak hari pertama haid terkahir.

c. Faktor predisposisi
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) dari perkembangan
kondisi hamil dengan gejala lainnya baik secara subyektif ataupun
obyektif dapat menentukan masalah lain berupa lamanya masa
kehamilan, kelainan air ketuban. Kondisi diatas dapat berpengaruh
pada ibu serta janin dan merupakan tanda bahaya kehamilan lanjut
yang perlu diwaspadai oleh wanita hamil dan dipahami oleh semua
pemberi pelayanan kehamilan termasuk bidan.
d. Tatalaksan
Menurut Didien Ika,dkk dalam buku “Asuhan Kebidanan
Kegawatdarutan Maternal Neonatal” (2016) tatalaksana pada
kehamilan dengan persalinan preterm dan kehamilan lewat waktu (post
matur) :
- Kehamilan preterm : pembmerian rokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika profilaksis.
- Kehamilan post matur : sedapat mungkin rujuk pasien ke rumah
sakit, tawaran induksi persalinan (persalinan anjuran) mulai dari
usia kehamilan 41 minggu dengan syarat cervix sudah matang dan
indikasi sectio caeseria pada primitua (umur >40 tahun).
e. Standar Wewengan Bidan Dalam Asuhan Ibu Hamil Dengan Kelainan
Masa Kehamilan
Standar wewenang bidan dalam asuhan ibu hamil dengan
Kelainan Masa Kehamilan terdapat di Standar : Pemeriksaan dn
pemantauan antenatal
Tujuaanya :
1. Memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini
komplikasi kehamilan
2. Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.
Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin
dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung
normal
3. Bidan juga harus mengenal kehamilan resti/ kelainan khususnya
anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV ; memberikan
pelayanan imunisasi, nasehat, dan penyuluhan kesehatan serta
tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas
4. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama
kehamilan
5. Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat. Deteksi
dini dan komplikasi kehamilan
6. Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda
bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan
7. Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi
kegawatdaruratan
8. Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas,
termasuk penggunaan KMS ibu hamil dan kartu pencatatan hasil
pemeriksaan kehamilan (kartu ibu )
9. Bidan ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan
9. Gangguan Jiwa
1) Depresi
Depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang merasa
tidak berdaya, tidak bersemangat, tidak ada gairah hidup, yang disertai
dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulasi tertentu,
pengurangan aktifitas fisik ataupun mental dan kesukaran dalam
berkarir serta menganalisa.
Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang
sama halnya dengan depresi yang terjadi pada orang awam pada
umumnya. Dimana pada kejadian depresi akan terjadi perubahan
kimiawi pada otak. Dalam hal ini perubahan hormonal pada saat
kehamilan akan mempengaruhi kimiawi otak itu sendiri, yang nantinya
akan sangat berhubugan erat dengan kejadian depresi dan kecemasan
dalam kehamilan.
Gangguan ini ditandai dengan perasaan muram, murung,
kesedihan atau berkurangnya minat pada aktivitas. Pasien kadang-
kadang dapat sarkastik, nihilistic memikirkan hal yang sedih. Mereka
juga dapat tegang, kaku, dan menolak intervensi terapeutik. Gejalanya
adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah,
hilangnya energy dan pendorongan dorongan seksual.
a. Seseorang dikatakan menderita depresi jika:
a) Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam
satu hari, hampir setiap hari
b) Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua
c) Hilangnya berat badan secara signifikan saat tidak melakukan
diet
d) Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari
e) Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan setiap hari
f) Tidak berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan
g) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari terganggu
h) Hubungan calon ibu dengan orang sekitarnya terganggu
i) Kondisi ibu mengncam keselamatan janin
b. Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
a) Factor organobiologis, karena ketidakseimbangan
neurotransmitter diotak terutama serotonim
b) Factor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak
pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
c) Factor sosio lingkungan misalnya karena kehilngan pasangan
hidup
c. Hal hal yang dapat mengakibatkan depresi selama hamil:
a) Gangguan hubungan keluarga
b) Riwayat depresi baik diri maupun keluarga
c) Riwayat aborsi sebelumnya
d) Pengalaman yang stress
e) Adanya kompilkasi dalam kehamilan
f) Riwayat KDRT atau trauma

d. Penatalaksanaan depresi dalam kehamilan


Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan
keadaan pasien tersebut, namun biasanya merupakan gabungan
dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dengan adanya
dukungan dari orang orang terdekat serta dukungan spiritual juga
sangat membantu dalam penyembuhan.
a) Harus kita hadapi dengan sikap serius dan mengerti
b) Hendaknya jangan menghibur, memberi harapan palsu,
bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar rasa
tidak mampu dan rendah diri
c) Untuk mengatasi dengan cepat, gunakan obat-obat penenang.
d) Beberapa cara dalam melakukan terapi dan konsultasi dengan
dokter kandungan seperti dengan metode support group atau
psikoterapi yang dapat dilakukan secara rutin. Perubahan pola
hidup dapat memperbaiki depresi sebagian orang:
e) Olahraga teratur
f) Berjemur pada siang hari
g) Penanganan stress
h) Konseling
i) Tidur teratur
j) Relaksasi
2) Psikosa
Psikosa adalah tingkah laku secara keseluruhan dalam
kepribadiannya berpengaruh tidak ada kontak dengan realitas. Suatu
gangguan jiwa dengan khilangan rasa kenyataaan (sense of reality).
Keadaan ini dapat digambarkan bahwa psikosa adalah gangguan
jiwa yang serius, timbul karena penyebab organic ataupun emosional
(fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir,
bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan
kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan, sedemikian rupa
sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari
sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh/terhadap impuls-impuls serta
waham dari halusinasi.
Pada umunya gejala psikosa tidak mampum melakukan
partisipasi sosial, sering ada gangguan bicara, kehilngan orientasi
terhadap lingkungan, aspek sosialnya membahayakan orang lain, diri
sendiri, dan perlu perawatan rumah sakit.
Jenis-jenis psikosa yaitu skizophrenia, dan paranoid. Paranoid
dilain pihak adalah jenis yang sudah lebih lanjut ditandai dengan
halusinasi sama dengan persepsi palsu dan kecurigaan yang sangat
kuat, pola berfikir makin kacau dan tingakah laku makin tidak normal.
Psikosa umumnya terbagi dalam dua golongan besar yaitu:
a. Psikosa fungsional, factor penyebabnya adalah terletak pada aspek
kejiwaan, disebabkan karena sesuatu yang berhubungan dengan
bakat keturunan.
b. Psikosa organic, disebakan oleh kelainan atau gangguan pada
aspek tubuh.
1) Tanda tanda psikosa:
a) Halusinasi
b) Sejumlah kelainan peilaku, sepeti aktivitas yang meningkat,
gelisah, dan retardasi psikomotor.
2) Gejala psikosis adalah:
a) Abnormal menampilkan emosi
b) Kebingungan
c) Depresi dan kadang-kadang pikiran bunuh diri
d) Kacau berpikir dan berbicara
e) Kegembiraan
f) Keyakinan palsu
g) Salah persepsi
h) Melihat, mendengar, merasakan, atau memahami hal-hal
yang tidak ada
i) Berdasarkan ketakutan/kecurigaan

Menninger telah menyebutkan sindroma klasik yang


menyertai sebagian besar pola psikosa:
a) Perasaan sedih, bersalah yang mendalam
b) Keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak
terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorik yang
berlebihan
c) Isi pikiran yang berlawanan, acuh tak acuh terhadap
harapan sosial
d) Kecendungan membela diri atau rasa kebesaran
e) Keadaan bingung dengan disorientasi dan halusinasi
Psikosis adalah kondisi mental yang berat dimana
terdapat hilangnya kontak dengan realiatas.
3) Gangguan jiwa yang dapat terjadi pada kehamilan antara lain:
a) Gangguan afektif pada kehamilan
b) Skizofrenia
c) Gangguan cemas menyeluruh
d) Gangguan panic
4) Penyebab psikosa:
a) Internal (perubahan tubuh dan hormonal ibu hamil)
b) Ekstenal (kehamilan yang tidak diinginkan, kehamilan
beresiko, dan jarak kehamilan yang terlalu dekat riwayat
keguguran)
5) Pencegahan psikosa
a) Informasiakan kepada pasien tentng penyakit yang
dialaminya
b) ANC rutin
c) Pemenuhan nutrisi
d) Aktivitas yang dilakukan
e) Latihan pernafasan
f) Senam hamil

6) Penatalaksanaan psikosa
Pengobatan tergantung pada penyebab psikosis.
Perawatan dirumah sakit sering kali diperlukan untuk
menjamin keselamatan pada pasien. Penatalaksannan yang
dilakukan adalah:
a) Konsultasikan dengan dokter, psikiater, psikolog, dan
dengan tenaga kesehatan lainnya.
b) Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dengan tenaga
medis harus dengan kesabaran meyakinkan calon ibu
bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal
yang normal dan wajar.
c) Ajarkan dan berikan latihan-latihan untuk dapat menguasai
otot-otot istirahat dan pernafasan
d) Hindari kata-kata dan komentar yang dapat mematahkan
semangat si ibu
e) Hindari komentar suatu kasus dan gelak tawa
3) Psikoneurosa
Psikoneurosa adalah ketegangan pribadi yang terus menerus
akibat adanya konflik, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis
(suatu kelainaan mental dngan kepribadian terganggu yang ringan
seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur kurang
perhatian terhadap lingungan dan kurang memiliki energi).
1. Tipe neurotisme:
a. Neurostenia, muncul sebagai efek kelelahan mental yang
berkembang menjadi keluhan sakit-sakit yang tidak jelas
lokasinya.
b. Hysteria, ditandai dengan kondisi ketidakstabilan emosi.
Konflik mentalnya diekspresikan melalui gejala fisik tertentu
yang berpengaruh terhadap fungsi tubuh secara menyeluruh
misalnya perempuan yang tidak berbahagia dalam
perkawinannya akan mengungkapkan kepada suami.
c. Hipokondriasis, keterpakuan terhadap kondisi kesehatan,
maksudnya selalu ada bagian tubuh yang terasa kurang nyaman
padahal penyakit yang diderita sebenarnya penyakit imajjiner.
d. Penatalaksanaan psikoneurosa
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis yag
berusaha meyusun terapi psikologis yang beragam untuk
pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien.
Penerapan metode dengan secara personal maupun group
(perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan
medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui
bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini
hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih
kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.
10. Kehamilan dengan Penyakit Penyerta
1) Hipertensi Dalam Kehamilan
a. Hipertensi esensial
Adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ini
termasuk juga hipertensi ringan.
Gejalanya :
Biasanya tidak terasa ada keluhan dan pusing atau berat
ditekuk kepala.
a) Tekanan darah sistolenya antara 140-160 mmhg
b) Tekanan darah diastolenya antara 90-100 mmhg
c) Tekanan darahnya sukar diturunkan
Penanganannya :
Memantau tekanan darah apabila diketahui tinggi dan
mengurangi segala sesuatu yang bisa menyebabkan tekanan darah
naik seperti : gaya hidup, diet dan psikologis.
b. Hipertensi Karena Kehamilan
Adalah hipertensi yang disebabkan atau muncul selama
kahamilan
1) Terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama
persalinan dan 48 jam pasca persalinan.
2) Lebih sering pada primigravida
3) Risiko meningkat pada :
a. Masa plasenta besar (gamelli, penyakit trofoblas)
b. Diabetes mellitus
c. Faktor herediter
d. Masalah vaskuker
4) Ditemukan tanpa protein dan oedema, tekanan darah
meningkat.
5) Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg dalam
pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik sampai 110
mmhg.
Penanganan :
- Pantau tekanan darah, proteinuria, reflek dan kondisi janin
- Jika tekanan darah meningkat tangani sebagai preeklampsia
- Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan
janin terhambat, rawat dan pertimbangan terminasi
kehamilan.
c. Preeklampsia
Adalah bila ditemukannya hipertensi yang ditambah dengan
proteinuria dan oedema. Proteinuria adalah tanda yang penting
pada preeklampsia, tidak adanya tanda ini akan membuat diagnosa
preeklampsia dipertanyakan. Proteinuria jika kadarnya lebih dari
300 mg dalam urine 24 jam atau lebih dari 100 mg dalam urin 6
jam.
Ibu hamil mana pun dapat mengalami preeklampsia.
Tapi,umumnya ada beberapa ibu hamil yang lebih berisiko, yaitu :
1) Ibu hamil untuk pertama kali
2) Ibu dengan kehamilan bayi kembar
3) Ibu yang menderita diabetes
4) Memiliki hipertensi sebelum hamil
5) Ibu yang memiliki masalah dengan ginjal
6) Hamil pertama di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun.
7) Ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya akan ada kemungkinan berulang pada kehamilan
berikutnya
Sayangnya penyebab preeklampsia sampai saat ini masih
merupakan misteri. Tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian
maju. Yang jelas, preeklampsia merupakan salah satu penyebab
kematian pada ibu hamil, di samping infeksi dan perdarahan.
Gejala Yang Muncul :
1) Kondisi preeklampsia sangat kompleks dan sangat besar
pengaruhnya pada ibu maupun janin. Gejalanya dapat dikenali
melalui pemeriksaan kehamilan yang rutin. Kendati tak jarang
si ibu merasa dirinya sehat-sehat saja.
2) Adanya preeklampsia bisa diketahui dengan pasti, setelah pada
pemeriksaan didapatkan hipertensi, bengkak, dan protein dalam
urin
3) Preeklampsia biasanya muncul pada trimester ketiga
kehamilan. Tapi bisa juga muncul pada trimester kedua. Bentuk
nonkompulsif dari gangguan ini terjadi pada sekitar 7 %
kehamilan. Gangguan ini bisa terjadi sangat ringan atau parah.
Aspek Klinik Dari Preeklampsia :
1) Gambaran klinik : Dua gejala yang sangat penting
preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria
2) Tekanan darah : Kelainan dasar pada preeklampsia adalah
vasospasme arteriol, peningkatan tekanan darah adalah tanda
peringatan awal dari preeklampsia. Tekanan diastolik lebih
bermakna dari pada tekanan sistolik, tekanan diastolik sebesar
90 mmhg atau lebih yang menetap menunjukkan keadaan
abnormal.
3) Kenaikan Berat Badan : Peningkatan berat badan yang tiba-tiba
dapat mendahului serangan preeklampsia, peningkatan BB
lebih dari 1 kg perminggu atau 3kg perbulan kemungkinan
terjadinya preeklampsia.
4) Proteinuria : Merupakan indikator penting untuk menentukan
beratnya preeklampsia
5) Nyeri kepala : Sering didaerah frontal dan kadang-kadang
oksipital yang tidak sembuh dengan analgetik biasa
6) Nyeri epigastrium : Sering merupakan gejala preeklampsia
berat
7) Gangguan penglihatan : Disebabkan vasospasme, iskemia dan
perdarahan petekie pada korteks oksipital atau spasme arteriol.
Perbedaan preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
1) Preeklampsia ringan
a. Kenaikan tekanan diastolik 15 mmhg atau > 90 mmhg
dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam atau tekanan diastolik
sampai 110 mmhg
b. Proteinuria (+)
2) Preeklampsia berat
a. Tekanan diastolik > 110 mmhg
b. Proteinuria (++)
c. Oliguria
d. Hiperrefleksia
e. Gangguan penglihatan
f. Nyeri epigastrium
d. Penanganan Preeklampsia Ringan
Jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda
perbaikan lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
1) Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin.
2) Lebih banyak istirahat
3) Diet biasa
4) Tidak perlu diberi obat-obatan
5) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat dirumah sakit :
a. Diet biasa
b. Pantau tekanan darah 2 x sehari, proteiuria 1x sehari
c. Tidak perlu obat-obatan
d. Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat oedema paru,
dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut
e. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan
f. Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia
g. Kontrol 2 kali seminggu
h. Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
i. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan tetap dirawat
j. Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat
pertimbangan terminasi kembali
k. Jika protein meningkat tangani sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
e. Penanganan Preeklampsia Berat
1) Penanganan aktif
Adalah kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan
dengan pemberian obat kejang (sama dengan pengobatan
kejang pada eklampsia). Penderita harus segera dirawat dan
sebaiknya dirawat diruangan khusus di daerah kamar bersalin,
tidak diperlukan ruangan yang gelap tetapi rungan dengan
penerangan yang cukup. Penderita yang ditangani dengan aktif
bila didapatkan satu atau lebih keadaan yaitu :
a. Ibu dengan kehamilan 35 minggu atau lebih
b. Adanya tanda-tanda impending eklampsia
c. Adanya syndrome HELLP (haemolysis elevated liver
enzymes and low platelet) atau kegagalan penanganan
konservatif
d. Adanya gawat janin atau IUGR
2) Penanganan konservatif
Adalah kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan kejang (sama dengan penanganan
kejang pada eklampsia).
Pada kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik dilakukan
penanganan secara konservatif.
f. Eklampsia
Eklampsia didiagnosa jika kejang yang timbul dari hipertensi
yang diinduksi dengan kehamilan atau hipertensi yang diperberat
dengan kehamilan.
Tanda dan Gejala :
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala dibagian
frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium dan
hiperrefleksia.
1) Penyebab kematian ibu : Perdarahan otak, dekompensasi
kordis dan edema paru
2) Penanganan Eklampsia : Tujuannya untuk menghentikan dan
mencegah kejang, mencegah dan mengatasi timbulnya penyulit
khususnya krisis hipertensi sebagai penunjang untuk stabilisasi
keadaan ibu seoptimal mungkin.
3) Sikap obstetrik : Mengakhiri kehamilan dengan trauma
seminimal mungkin untuk ibu.
Penanganan kejang :
1) Beri obat antikonvulsan
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan,
masker oksigen, oksigen).
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan.
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk
mengurangi resiko aspirasi.
6) Beri O2 4-6 liter/ menit
Akibat Hipertensi dalam Kehamilan Pada Janin
1) Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan
hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah
normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
2) Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat
sehingga terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga
janin dilahirkan kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan
(asfiksia), dan sebagainya.
3) Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera
dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini biasanya
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat
apakah janin sudah dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi,
adakalanya keduanya tak bisa ditolong lagi.
4) Dokter tak akan membiarkan penyakit ini berkembang makin
parah. Bila perlu, tanpa melihat usia kehamilan, persalinan
dapat dianjurkan atau kehamilan dapat diakhiri. Tergantung
keadaan, persalinan dilakukan dengan induksi atau bedah
caesar.
11. Anemia Dalam Kehamilan
a. Pengertian
Anemia ialah suatu keadaan yang menggambarkan kadar
hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar
(normal).
Ukuran haemoglobin normal :
1) Laki-laki sehat mempunyai Hb: 14 gram – 18 gram
2) Wanita sehat mempunyai Hb: 12 gram – 16 gram
Tingkat pada anemia :
1) Kadar Hb 8 gram – 10 gram disebut anemia ringan
2) Kadar Hb 5 gram – 8 gram disebut anemia sedang
3) Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat
Pada kehamilan jumlah darah bertambah banyak, yang disebut
hidremia dan hipervolemia pertambahan dari sel-sel darah kurang, bila
dibanding dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran
darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagia berikut:
Plasma 30 %, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.
Proses bertambahnya jumlah darah dalam kehamilan sudah
mulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32-36 minggu.
Seorang wanita hamil yang memiliki Hb < 11gr% dapat disebut
penderia anemia dalam kehamilan. Pemeriksaan hemoglobin harus
menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal.
Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1
kali pada pemeriksaan pertama pada triwulan pertama dan sekali lagi
pada triwulan akhir
b. Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan, Persalinan dan Nifas
1) Keguguran
2) Partus prematurus
3) Partus lama karena inersia uteri
4) Perdarahan post partum karena atonia uteri
5) Syok
6) Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
7) Anemia yang sangat berat adalah Hb dibawah 4 gr% terjadi payah
jantung, yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan,
bahkan bisa fatal
c. Pengaruh Anemia Terhadap Hasil Konsepsi :
Hasil konsepsi (janin, placenta, darah) membutuhkan zat besi
dalam jumlah untuk pembuatan butir-butir darah merah besar dan
pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat besi. Jumlah ini merupakan
1/10 dari seluruh besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam
kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati,
limpa, dan sum-sum tulang. Selama masih mempunyai cukup
persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini habis,
Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke 5-6 kehamilan, pada waktu
janin membutuhkan zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya
terhadap konsepsi ádalah :
1) Kematian mudigah (Keguguran)
2) IUFD
3) Prematuritas
4) Kematian janin waktu lahir (stillbirth)
5) Dapat terjadi cacat-bawaan
Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
1) Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah
anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan
karena kurangnya masukan unsur besi dalam makanan karena
gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau
banyaknya besi keluar dari badan, misalnya karena perdarahan.
Kebutuhan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah, maka
akan mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada
kehamilan kembar
Pencegahan :
Didaerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
sebaiknya wanita hamil diberi sulfasferosus cukup 1 tablet sehari.
Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak
protein dan sayur –sayur yang banyak mengandung mineral dan
vitamin
2) Anemia megaloblastik (29,0%)
Biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa. Terjadi
akibat kekurangan asam folat, jarang sekali akibat karena
kekurangan Vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan infeksi
yang kronik.

Penanganan :
a. Pemberian asam folat, biasanya bersamaan dengan pemberian
Sulfas ferosus
b. Diet makanan yang bergizi (tinggi kalori dan protein)
Ditemukan pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran segar
atau kandungan protein tinggi
3) Anemia hipoplastik (8,0%)
Disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-
sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi sternal,
pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain.
Terapi dengan obat-obatan tidak memuaskan, mungkin
pengobatan yang paling baik yaitu tranfusi darah, yang perlu sering
diulang.
4) Anemia hemolitik (sel sickle) (0,7%)
Disebabkan penghancuran / pemecahan sel darah merah yang
langsung cepat dari pembuatannya. Misalnya disebabkan karena
malaria, racun ular.
Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil.
Apabila ia hamil maka anemianya biasanya menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis
hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia.
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan
gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila
terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta
penyebabnya, bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya
diberantas dan diberikan obat-obatan penambah darah. Namun,
pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini memberi hasil. Maka darah
berulang dapat membantu penderita ini.

K. Penyakit Jantung
Kehamilan dan penyakit jantung akan saling mempengaruhi pada
individu yang bersangkutan. Kehamilan akan memberatkan penyakit jantung.
Sebaliknya, penyakit jantung akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembanganjanin dalam kandungan, lain halnya pada kehamilan dengan
jantung yang normal. Tubuh dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
sistem jantung dan pembuluh darah. Jika seorang wanita hamil mengidap
penyakit jantung akan terjadi perubahan-perubahan berikut:
1. Meningkatnya volume jantung, yang dimulai sejak kehamilan 8 minggu
dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32 minggu, lain menetap.
Kondisi ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan tubuh ibu dan janin
yang dikandungnya.
2. Jantung dan diafragma (sekat rongga dada) terdorong ke atas karena
pembesaran rahim.
Dengan demikian. cukup jelas bahwa kehamilan dapat memperberat
penyakit jantung. Kemungkinan timbulnya payah jantung (dekompensasi
cordis) pun dapat terjadi. Keluhan-keluhan yang sering muncul adalah:
- Cepat merasa lelah
- Jantung berdebar-debar
- Sesak napas, kadang-kadang disertai kebiruan di sekitar mulut
(sionosis)
- Bengkak pada tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda.
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :
a. Kelas I
- Tanpa pembatasan kegiatan fisik
- Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
b. Kelas II
- Sedikit pembatasan kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti:
kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau
angina pectoris
c. Kelas III
- Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung
d. Kelas IV
- Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi :
Komplikasi pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema
paru, kematian, abortus.
Komplikasi pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia,
gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan :
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam
atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup
mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload
dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan
menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
a. Kelas I :
- Tidak memerlukan pengobatan tambahan
b. Kelas II :
- Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus
menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32
minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup
bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat.
Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal
setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam)
diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan
ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu.
Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran.
c. Kelas III :
- Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat
diberikan diuretic
d. Kelas IV :
- Harus dirawat di RS. Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena
resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada
kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan
pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi
gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai
anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya
gejala gagal jantung akan cepat hilang.
3. DM
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat
ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau
diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup
pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru
diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat
hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan
karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta
persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui
plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin
sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping
beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat
lambatnya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama
dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Diagnosis :
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola
sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa
beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa
sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi
lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam
keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL
> 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi :
- Tidak tergantung insulin (TTI), Non Insulin Dependent diabetes
mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam
pengendalian kadar gula darah.
- Tergantung insulin (TI), Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula
darah.
Komplikasi :
- Komplikasi maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi
kronik, PE, kematian ibu.
- Komplikasi fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi
plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
- Komplikasi Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian
neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan :
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar
glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan
kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau
kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila.
Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk
kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati
persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan
menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI,
kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya
0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric :
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ,
dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap
akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia
pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC.
Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42
minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya
terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya
>20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan
amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38
minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak
UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
4. Perdarahan pascasalin
Perdarahan pascasalin adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu
melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500
ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demkian secara
konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat
dikategorikan sebagai perdarahan pascasalin dan perdarahan yang secara
kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius..
(Marjati dkk, 2010)
Klasifikasi
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal. (Marjati dkk, 2010)

Faktor predisposisi
1) Multiparitas
2) Anemia
3) Overdistensi uterus (gemeli, hidramnion)
4) Preeklampsia/eklampsia
5) Persalinan yang lama
6) Persalinan yang dengan obat-obatan s
7) Persalinan pada bekas seksio sesaria
8) Persalinan yang traumatik
9) Keadaan-keadaan yang menimbulkan dampak pada gangguan
koagulasi seperti : Solusio plasenta, KJDR.
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
1) Penilaian kegawatdaruratan, tanda-tanda syok, dan pemberian
oksigen
2) Memasang jalur intravena dengan menggunakan jarum besar
(ukuran 16 G atau 18 G) untuk resusitasi
3) Pemberian cairan kristaloid atau normal saline. Dapat diberikan
secara bolus jika terdapat syok hipovolemik
4) Pada pasien PPH primer dengan perdarahan aktif yang masif atau
gejala hipovolemia pada PPH primer dan sekunder, dilakukan
pemeriksaan golongan darah, crossmatch dan darah lengkap, serta
transfusi sesuai protokol
5) Memasang kateter urin untuk memantau urine output
6) Pada PPH sekunder, persiapkan transfusi darah apabila Hb <8g/dL
atau secara klinis menunjukkan tanda-tanda anemia berat
7) Pantau terus tanda-tanda vital pasien
Menentukan penyebab atau sumber perdarahan (Kemenkes RI, 2012).
b. Tatalaksana Khusus
Pada keadaan gangguan tonus, pemijatan uterus dapat dilakukan
untuk membantu memperbaiki tonus dan menghentikan perdarahan.
obat-obat uterotonika yang merangsang kontraksi uterus juga dapat
digunakan, seperti :
1) Oksitosin : Berfungsi untuk menstimulasi segmen atas dari
miometrium agar dapat berkontraksi dengan teratur dan dapat
mengkonstriksi arteri-arteri spiral serta menurunkan aliran darah ke
uterus. Dosis yang direkomendasikan 20 – 40 IU dalam 1 liter
normal saline, berikan secara intravena sebanyak 500 mL dalam 10
menit, kemudian selanjutnya 250 mL setiap jam.
2) Misoprostol : Bekerja dengan menginduksi kontraksi uterus secara
menyeluruh. Dosis yang direkomendasikan adalah 800 – 1000 mcg
diberikan per rektal atau 600 – 800 mcg diberikan per sublingual
atau per oral. Misoprostol digunakan hanya jika tidak tersedia
oksitosin.
3) Trauma
Pada keadaan trauma misalnya pada laserasi jalan lahir dapat
dilakukan penjahitan laserasi secara kontinu. Sedangkan pada
inversio uteri dapat dilakukan reposisi uterus.
4) Tissue
Pada keadaan sisa plasenta dapat dilakukan manual plasenta
dengan hati-hati. Sedangkan pada sisa bekuan darah, dapat
dilakukan eksplorasi digital atau aspirasi vakum manual dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa.
5) Thrombin
Pada keadaan dengan gangguan faktor pembekuan darah dapat
diberikan transfusi darah lengkap untuk menggantikan faktor
pembekuan darah dan sel darah merah
6) Pembedahan
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan di antaranya adalah
ligasi arteri uterina, ovarika, atau iliaka interna, serta operasi
histerektomi (Kemenkes RI, 2012).
Wewenang bidan dalam perdarahan pascasalin
- Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu nifas
- Memberikan oksigen
- Memasang jalur intravena dengan menggunakan jarum besar
(ukuran 16 G atau 18 G) untuk resusitasi
- Memberikan cairan kristaloid atau normal saline.
- Memasang kateter urin
- Melakukan transfusi darah
- Memantau terus tanda-tanda vital pasien
- Menentukan penyebab atau sumber perdarahan dan mulai
dilakukan tatalaksana khusus
- KBI / KBE
- Melakukan penjahitan laserasi
- Reposisi uterus.
- Melakukan eksplorasi digital atau aspirasi vakum manual dan
mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa. (Kemenkes RI,
2012).
5. Inpartu dengan gawat janin
Gawat janin atau fetal distres adalah menandakan bahwa janin
kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau saat persalinan. (Depkes
RI, 2010).
Klasifikasi
1) Ukuran bayi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan usia
kehamilan.
2) Usia bayi sudah melebihi usia kehamilan normal. Artinya, bayi belum
kunjung lahir padahal usia kehamilan sudah lebih dari 42 minggu.
3) Tidak tercukupinya kadar oksigen yang didapatkan bayi.
Keterlambatan pertumbuhan janin dalam rahim atau intra uterine
growth retardation (IUGR). (Depkes RI, 2010).
Faktor predisposisi
1) Preeklampsia yang dapat memengaruhi fungsi plasenta.
2) Ibu berusia 35 tahun atau lebih saat hamil.
3) Jumlah cairan ketuban terlalu banyak atau sedikit.
4) Penyakit yang dialami ibu saat hamil, seperti diabetes gestasional atau
tekanan darah tinggi.
5) Ibu mengalami kelainan plasenta, seperti plasenta abrupsi (abruptio
plasenta).
6) Kompresi tali pusar. Kondisi ketika tali pusar ibu tertekan sehingga
aliran darah dari ibu ke janin
7) terganggu. Infeksi pada janin. Hamil bayi kembar.
8) Pernah mengalami kelahiran mati di kehamilan sebelumnya.
9) Berat badan berlebih atau kegemukan saat hamil Merokok.
10) Mengalami perdarahan antepartum (melalui vagina) beberapa kali.
Tatalaksana
1) Resusitasi dalam rahim Resusitasi dalam rahim dilakukan sebagai
pengobatan utama dalam mengatasi gawat janin
2) Memastikan asupan cairan ibu memadai dengan pemberian cairan
lewat infus.
3) Memosisikan ibu berbaring miring ke kiri untuk mengurangi tekanan
rahim pada pembuluh vena besar yang dapat mengurangi aliran darah
ke plasenta dan janin
4) Menghentikan sementara penggunaan obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraksi, seperti obat oksitosin. Tokolisis, yaitu terapi
untuk menghentikan kontraksi rahim sementara.
5) Amnioinfusion, yaitu penambahan cairan pada rongga cairan ketuban
untuk mengurangi tekanan tali pusat.
6) Persalinan segera Persalinan segera dapat menjadi pilihan jika
resusitasi dalam rahim tidak dapat mengatasi kondisi gawat janin.
7) Kelahiran perlu diupayakan dalam 30 menit setelah diketahui adanya
kondisi gawat janin. Kelahiran bisa diupayakan melalui vagina dengan
bantuan vakum atau forceps pada kepala bayi.
8) Jika cara tersebut tidak mungkin dilakukan, maka janin harus
dilahirkan melalui operasi caesar.
9) Pemantauan kondisi janin Kondisi bayi akan dimonitor secara saksama
selama 1-2 jam setelah kelahiran, dan dilanjutkan hingga 12 jam
pertama pasca kelahiran.
Pemantauan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum,
gerakan dada, warna kulit, tulang dan otot, suhu tubuh, serta detak jantung
bayi. (Depkes RI, 2010).
Wewenang bidan dalam Inpartu dengan gawat janin
1) Melakukan Resusitasi dalam rahim
2) Memberikan ibu cairan lewat infus.
3) Amnioinfusion
4) Melakukan Persalinan segera melalui vagina
5) Melakukan Pemantauan kondisi janin
6. Inpartu dengan Induksi
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses
persalinan(dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi
menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti,
2010).
Tindakan induksi dilakukan dokter untuk mempercepat timbulnya
tanda-tanda persalinan normal. Meski begitu, tidak semua calon Mam
dapat menjalani induksi. Ibu hamil tidak dapat diinduksi apabila memiliki
salah satu kondisi berikut: Mengalami komplikasi plasenta previa.
Terdapat bekas luka pada rahim akibat bekas operasi Caesar atau
pengangkatan miom. Memiliki ukuran panggul sempit. Telah melahirkan
lebih dari 5 kali. Usia janin belum cukup bulan. Terdapat kondisi gawat
janin sehingga bayi harus segera dilahirkan. Posisi bayi sungsang. Tengah
menderita infeksi herpes simplex.
7. Persalinan Lama
a. Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan
fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau
lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada
pada partograf (Kemenkes RI, 2012).
Klasifikasi
1) Fase laten memanjang : fase laten yang melampaui 20 jam pada
primi gravida atau 14 jam pada multipara.
2) Fase aktif memanjang : fase aktif yang berlangsung lebih dari 12
jam pada primi gravida dan lebih dari 6 jam pada multigravida,
serta laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam.
3) Kala II lama : kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multipara.
Faktor Predisposisi
1) Bayi
Kepala janin besar, hidrosefalus, presentasi wajah-bahu-alis,
malposisi persisten, kembar yang terkunci, kembar siam.
2) Jalan lahir
Panggul kecil karena malnutrisi; deformitas panggul karena trauma
atau polio tumor daerah panggul infeksi virus di perut atau uterus
jaringan parut.
3) Faktor yang berhubungan dengan persalinan lama
Aktifitas fisik rumah tangga,aktifitas fisik olahraga, kekuatan ibu
(power) passanger, posisi janin,psikologi (dominan) pendidikan
ibu,umur ibu dan paritas ibu
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
1) Nilai cepat keadaan umum wanita hamil tersebut termasuk
tanda-tanda vital tingkat hidrasinya.
2) Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his.
Hitung frekuensinya sekurang-kurangnya sekali dalam 30
menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II.
3) Memperbaiki keadaan umum
b. Tatalaksana khusus
1) Persalinan palsu / belum inpartu (False labor) Bila his belum
teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
a) Periksa adanya infeksi saluran kencing.
b) Ketuban pecah dan bila didapatkan adanya infeksi obati
secara adekuat.
c) Bila tidak pasien boleh rawat jalan.
2) Fase laten yang memanjang (Prolonged latent phase) Diagnosis
fase laten yang memanjang dibuat secara retrospektif.
a) Bila his terhenti disebut persalinan palsu atau belum
inpartu.
b) Bila mana kontraksi makin teratur dan pembukaan
bertambah sampai 3 cm, pasien tersebut dikatakan masuk
fase laten.
c) Apabila ibu berada dalam fase laten lebih dari 8 jam dan
tidak ada kemajuan, lakukan pemeriksaan dalam :
- Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan
serviks tidak didapatkan tanda gawat janin, kaji ulang
diagnosisnya kemungkinan ibu belum dalam keadaan
inpartu.
- Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan
pembukaan serviks, lakukan drips oksi dengan 5 unit
dalam 500 cc dekstrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes
per menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his
adekuat maksimum 40 tetes per menit atau berikan
preparat prostaglandin lakukan penilaian 4 jam.
- Bila didapatkan adanya tanda amnionitis, berikan
induksi dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose
mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 15 menit di
tambah 4 tetes sampai his yang adekuat (maksimum 40
tetes per menit) atau di berikan preparat prostaglandin
serta obati infeksi dengan ampisilin 2 gr Intra Vena (IV)
sebagai dosis awal dan 1 gr Intra vena (IV) setiap 6 jam
dan gentamisin 2 X 80 mg.
d) Fase aktif yang memanjang (prolonged active phase) Bila
tidak didapatkan adanya chefalo pelvik disproporsi (CPD)
atau adanya obstruksi
- Berikan penanganan kontraksi dan mempercepat
kemajuan persalinan.
- Bila ketuban utuh, pecahkan ketuban Bila kecepatan
permukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1
cm per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.
3) Disproporsi sefalopelvik (CPD) CPD terjadi karena bayi terlalu
besar atau pelvis kecil.
Bila dalam persalinan terjadi CPD akan didapatkan
persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang baik adalah
dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan
pelvimetri klinis terbatas :
- Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan
seksio sesarea 27
- Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila
tidak mungkin lakukan seksio sesarea).
4) Obstruksi (partus macet) Bila ditemukan tanda – tanda
obstruksi :
- Bayi hidup lakukan SC
- Bayi meninggalkan lakukan kraniotomi/embriotomi (bila
tidak mungkin, lakukan seksio sesarea).
5) Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri) Bila kontraksi
uterus tidak adekuat dan disproporsi atau obstruksi bisa
disingkirkan, kemungkinan penyebab persalinan lama adalah
inersia uteri.
- Pecahkan ketuban dan lakukan induksi dengan oksitosin 5
unit dalam 500 cc dekstrosa (atau NaCl) atau prostaglandin.
- Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal
2 jam setelah his adekuat : jika tidak ada kemajuan,
lakukan seksio sesarea , jika ada kemajuan, lanjutkan infuse
oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam 7) Kala II yang
memanjang (prolonged espulsive phase) Menghadapi
persalinan lama dalam Kala II, lakukan persalinan dengan
episiotomi dan dorongan (eksresi) yang dilakukan dengan
hati hati dan tarikan (Ekstraksi) vakum atau tarikan cunam.
Wewenang bidan dalam Persalinan lama
1) Periksa adanya infeksi saluran kencing.
2) melakukan pemeriksaan dalam
3) melakukan induksi persalinan
4) memecahkan ketuban
8. Inpartu dengan Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
1) Intrauterine fetal Death atau IUFD adalah kondisi janin yang
meninggal di dalam kandungan setelah kehamilan berusia 20 minggu.
Saat bayi dilahirkan, namun tidak terdapat tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, detak jantung, atau pergerakan tubuh, maka bayi
tersebut dikatakan mengalami stilbirth atau lahir mati. (Kemenkes RI,
2012).
KLASIFIKASI
- Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20
minggu penuh
- Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
- Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late
fetal death)
- Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas
FAKTOR PREDISPOSISI
1) Factor ibu (High Risk Mothers)
a) Status social ekonomi yang rendah
b) Tingkat pendidikan ibu yang rendah
c) Umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
d) Paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
e) Tinggi dan bb ibu tidak proporsional
f) Kehamilan di luar perkawinan
g) Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
h) Ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
i) Ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak
baik sepert bayi lahir mati
j) Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
2) Factor Bayi (High Risk Infants)
a) Bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
b) Bayi dengan diagnosa iugr (intra uterine growth retardation)
c) Bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
3) Factor yang berhubungan dengan kehamilan
a) Abrupsio plasenta
b) Plasenta previa
c) Pre eklamsi / eklamsi
d) Polihidramnion
e) Inkompatibilitas golongan darah
f) Kehamilan lama
g) Kehamilan ganda
h) Infeksi
i) Diabetes
j) Genitourinaria
Tatalaksana
a) Tatalaksana umum
1) Berikan dukungan emosional pada ibu- Nilai DJJ- Nilai ibu
mendapat sedative, tunggu hilangnya pengaruh obat,
kemudian nilai ulang.- Bila DJJ tidak terdengar minta
beberapa orang mendengarkan menggunakan setetoskop
dopler.
2) Penanganan pada masa persalinan Kematian janin-
Kematian dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin, atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang
tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak terobati.
3) Jika pemeriksaan radiologic tersedia, konfirmasi kematian
janin setelah lima hari. Tanda-tandanya berupa overlapping
tulang engkorak, hiperfleksi kolumna, vertebralis,
gelembung udara didlam jantung dan edema scalp. USG
adalah sarana penunjang diagnostic yang baik untuk
memastikan- kematian janin dimana gambarannya
menunjukan janin tanpa tanda hidup: tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban
berkurang.
4) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien
selalu- didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa
besar kemungkinan dapat lahir per vaginal.
5) Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi
maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan
keluarganya sebelum keputsan diambil.
6) Bila pilihan persalinan adalah akspetif:
- Tunggu persalinan spontan hingg dua minggu
- Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi.
- Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa
persalinan spontan,lakukan penaganan aktif
- Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:
- Jika serviks matang, lakukann induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin.
- Jika serviks belum mtang, lakukan pematangan serviks
dengan prostaglandin atau kateter foley.
- jangan lakukan amniotomi Karena beresiko infeksi.
- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternative
terakhir Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2
minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang,
matangkan serviks dengan misoprostol
Tempatkan misoprostol 25mcg di puncak vagina,
dapat di ulani sesudah 6 jam- Jika tidak ada respon sesudah
2x25mcg misoprotol, naikan dosis menjadi 50mcgmenjadi
setiap 6 jam.- Catatan: jangan biarkan lebih dari 50mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis Jika ada tanda
infeksi, berikan antibiotic untuk metritis- Jika tes
pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspadai koagulopati- Berikan kesempatan kepada
ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemerikasaan patologi plasenta adalah untuk
mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
9. Malposisi, Mal presenetasi dan Disproporsi Kepala Panggul (CPD)
Malposisi adalah posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan
oksiput sebagai titik referensi Masalah; janin yg dalam keadaan
malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau
partus macet
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex. Definisi
Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Dysproportion/Cpd)
1) Adalah Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala
janin dan pelvis maternal CPD terjadi akibat janin terlalu besar
dan/atau panggul ibu kecil. (Kemenkes RI, 2012).
KLASIFIKASI
a) CPD absolut : dikarenakan obstruksi mekanikal yang permanen
daripada ibu, seperti panggul sempit, spondylolisthesis, atau tumor
b) CPD sementara : disebabkan janin seperti janin yang besar atau
terjadinya hidrose(alus pada janin
c) CPD relatif : malposisi atau malpresentasi dari janin
Faktor Predisposisi Malposisi
- Ibu dengan diabetes mellitus Riwayat hidramnion dalam keluarga
Faktor Predisposisi Malpresentasi
- Wanita multipara Kehamilan multipel (gemeli)
- Polihidramnion/oligohidramnion
- Plasenta previa
- Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma uteri)
- Persalinan preterm
- Presentasi Dahi
Tatalaksana
Tatalaksana Umum
Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.
a) Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin >180
atau <100 pada fase apapun, lakukan seksio sesarea.
b) Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
c) Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda
obstruksi, lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
d) Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase
pengeluaran,periksa kemungkinan obstruksi
e) Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi
vakum/forsep bila syarat-syarat dipenuhi Bila ada tanda obstruksi
atau syarat-syarat pengakhiran persalinan tidak dipenuhi, lakukan
seksio sesarea
f) Lakukan seksio sesarea bila janin HIDUP.
g) Janin MATI, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio
sesarea bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
h) Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tanda CPD.
i) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi
pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi.
Wewenang bidan
a) memecahkan ketuban.
b) Melakukan ttv paa ibu
c) melakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.

10. Metritis
Metritis/miometritis adalah radang miometrium atau infeksi uterus
setelah persalinan dan merupakan penyebab kematian ibu, keterlambatan
terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena, emboli
paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba dan infertilitas. Tanda dan
gejala metritis adalah demam menggigil, nyeri perut bawah, lokea berbau
dan bernanah, uterus nyeri tekan, perdarahan per vaginam, dan bisa sampai
syok.
Klasifikasi
1. Metritis Akut
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi
post partum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas. Pada wanita dengan endometrium
yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada
penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan daan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi
lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat
terjadi abses.
2. Metritis Kronik Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak
dibuat atas dasar menometrogia dengan uterus lebih besar dari biasa,
sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada
seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan
ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi :
a. Abses pelvik
b. Peritonitis
c. Syok septic
d. Dispareunia
e. Trombosis vena yang dalam
f. Emboli pulmona
g. Infeksi pelvik yang menahun
h. Penyumbatan tuba dan infertilitas
Faktor predisposisi
a. Infeksi abortus dan partus
b. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post curettage Miometritis dapat juga
d. kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi
sekundenarum, kelahiran premature, kelahiran kembar, kelahiran
yang sukar (distosia),
e. perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk
pertolongan pada kelahiran yang sukar.
Talaksana
a. Segera transfuse, jika ada perdarahan.
b. Berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas damam selama 48
jam.
c. Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5
mg/kgBB IV tiap 24 jam, ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8
jam.
d. Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnostic.
3. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon.
4. Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada peritonitis
(demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan
5. Laparatomi dan drain abdomen.
6. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
- Wewenang bidan
- Memasang transfusi
- Memberikan antibiotik
- Melakukan eeksplorasi plasenta
11. Infeksi Luka Perineum dan Luka Abdominal
Definisi Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah
peradangan karena masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau
abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi
jaringan sekitar.( Manuaba 2010)
Faktor Predisposisi
- Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan
- Kurangnya higien pasien
- Kurangnya nutrisi
Tatalaksana
a. Tatalaksana umum
- Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti
kompres sendiri setiap 24 jam.
- Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan
pembalut yang bersih.
b. Tatalaksana khusus
- Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase.
- Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan
situasi.
- Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika.
- Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral
selama 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama
5 hari.
Wewenang bidan
Melakukan drainase
12. Tetanus
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi
baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tanda-tanda
klinis antara lain: bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang
menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus. (Cole
dan youngman 2011)

KLASIFIKASI
1) Tetanus umum
Bergantung luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang
luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus
dekubitus dan suntikan hipodermis.
Kekakuan otot rahang menyebabkan mulut sukar dibuka pada
muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai
muka meringis kesakitan yang disebut “Rhisus Sardonicus” (alis
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh
sehingga memberikan gejala kaku kuduk sampai opisthotonus.
Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan
mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas
yang tinggi dan aritmia jantung
Cole dan youngman (2011) membagi tetanus umum atas:
1) Grade I:ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
- Period of onset >6 hari
- Trismus positif tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
- Lokalisasi kekakukan dekat dengan luka berupa spasme di
sekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau
hari.
2) Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10-14 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus ada dan disfagia ada Kekakuan umum terjadi dalam
beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada.

3) Grade III:
- Berat Masa inkubasi <10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat Kekakuan umum dan gangguan pernafasan
asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.
2) Tetanus Lokal
Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%
kadang-kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian
proksimal dari tempat luka.
3) Klasifikasi-Tetanus Cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal.
Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit
kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain: n. III,
IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum Pada
umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek. Inkubasi kurang
dari ; hari% biasanya penyakit lebih parah dan angkakematiannya
tinggi.
Faktor predispossisi
1) Pencemaran Lingkungan fisik dan Biologik Lingkungan yang
mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan Clostridium tetani
lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderitadengan ge'ala
tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkunganyang kotor.
Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan
sa'a dapat men)egah tetanus% tetapi menimbulkan berbagai penyakit
lain
2) Faktor Alat pemotongan tali pusat menggunaan alat yang tidak steril
untuk memotong tali pusatmeningkatkan risiko penularan penyakit
tetanus neonatorum. Ke'adian inimasih lagi berlaku di negara"negara
berkembang dimana bidan"bidan yangmelakukan pertolongan
persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau
sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir.
3) Faktor cara perawatan tali pusat terdapat sebagian masyarakat di
negara"negara berkembang masih menggunakan ramuan untuk
menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusny tali
pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang
tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru
lahir. cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan
lagi risiko ter'adinya ke'adian tetanus neonatorum
4) Faktor Kebersihan tempat pelayanan persalinan Kebersihan suatu
tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting tempat pelayanan
persalinan yang tidak bersih bukan saha'a berisiko untuk menimbulkan
penyakit pada bayi yang akan dilahirkan malah pada ibu yang
melahirkan tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam
keadaan bersih dan steril.
5) Faktor Kekebalan ibu hamil ibu hamil yang mempunyai faktor
kekebalan terhadap tetanus dapatmembantu mencegah kejadian
tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium
tetanus sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya
lahir dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi
TALAKSANA
Tatalaksana tetanus :
1) Bersihkan jalan napas
2) Longgarkan atau buka pakaian bayi
3) Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan
5) Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang Tatalaksana
Khusus
Wewenang bidan
- Membersihkan jalan napas
- Melonggarkan atau buka pakaian bayi
- Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan
- Memberikan asi sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang
13. Mastitis
Infeksi payudara atau mastitis adalah infeksi yang terjadi pada
jaringan payudara. Kondisi ini umumnya menyerang ibu menyusui,
terutama pada 12 minggu pertama setelah persalinan. Infeksi payudara
juga dapat dialami oleh wanita yang sedang tidak menyusui, walaupun
jarang terjadi. Mastitis biasanya hanya menyerang salah satu payudara
saja, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua payudara.
Mastitis menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan saat menyusui,
sehingga kegiatan menyusui menjadi terhambat atau terhenti.(manuaba
2010)
Klasifikasi
Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi
menjadi yaitu mastitis periduct
1) Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. keadaan ini
dikenal juga dengan sebutan mammary ductectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di
payudara.
2) Mastitis puerperalis lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau
menyusui. Penyebab utamamastitis puerperalis yaitu kuman yang
menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke putingibu melalui
kontak langsung. '.
3) Mastitis supurati
Abses Mastitis supurati yang paling banyak dijumpai.
Penyebabnya bisa dari kuman )taphylococcus, jamur, kuman &/C dan
juga sifilis. -nfeksi kuman &/C memerlukan penanganan yang ekstra
Faktor predisposisi
1) Umur Paritas
2) melahirkan
3) Kekebalan dalam asi
4) Stres dan kelelahan
5) Pekerjaan di luar rumah
6) Faktor lokal dalam payudara
7) trauma
Tatalaksana
1) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya, untuk memperbaiki pengeluaran AS I, dan untuk mencegah
luka pada puting susu,Ibu harus didorong untuk menyusui sesering
mungkin dan selama bayi menghendaki
2) Bila isapan bayi tidak cukupmengurangi rasa penuh' dan kencang
pada payudara, atau bila puting susunya tertarik sampai rata sehingga
bayi sulit mengenyut, ibuharus memeras ASI-nya.
3) Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan pompa
4) Bila payudara sangat nyeri, jalan lain untuk memeras ASI
adalah dengan menggunakan metode botol panas
5) Setelah satu atau dua hari, kondisi ini harus sembuh, dan suplai ASI
dan kebutuhan bayi cocok satu sarna lain.
Wewenang bidan
- Memberikan kie pada ibu cara menyusui yang baik dan benar
- Melakukan breascare
- Melakukan pemijatan oksitosin

14. Gangguan Psiokologis Masa Nifas


Post Partum Blues Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut
sebagai maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelahh
persalinan. Ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya
Klasifikasi
1) Depresi ringan (kemurungan)
2) Depresi sedang/moderat (perasaan tak berpengharapan)
3) Depresi berat (terpisah dari realita).
Faktor predisposisi
1) Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau
etnik ).
2) Faktor obstetrik dan ginekologik ( kondisi fisik ibu dan kondisi fisik
bayi )
3) Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
4) Perubahan hormonal yang cepat.
5) Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan dengan
orang lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
6) Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan
7) Merasa terisolasi.
Tatalaksana
depresi berat :
1) Dukungan keluarga dan sekitar
2) Terapi psikologis dari psikiater dan psikolog
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan
4) Tidak di anjurkan untuk rooming in atau rawat gabung dengan bayinya
Wewenang bidan
- Memberikan rasa aman dan nyaman pada ibu
- Memperbaiki Keadaan umum ibu

L. KEGAWATDARURATAN NEONATAL
1. Asfiksia
a. Definisi Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan
Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1) Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2) Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3) Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik
iskemiaensefalopati)
4) Gangguan multiorgan sistem.(Prambudi, 2013).
Faktor predisposisi :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC,HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu,ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)DepKes
RI, 2010).
Klasifikasi AsfiksiaMenurut Anik dan Eka (2013:296) berdasarkan
nilai APGAR :
1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia:
1) Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10.
Bayi normal tidak memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen secara terkendali.
2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7.
Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa,
tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi.
3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4.
Pada Pemeriksaan fisikakan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak adadan memerlukan tindakan resusitasi
serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.)
b. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3.
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian
oksigen terkendali, karena selaludisertai asidosis, maka perlu diberikan
natrikus dikalbonas 7,5%dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan
cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena
umbilikus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadangpucat, refleks iritabilitas tidak ada. Vidia dan Pongki
(2016:364)
c. Penatalaksanaan Asfiksia
penatalaksanaanasfiksia meliputi :
1) Tindakan Umum
- Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih
rendahagar lendir mudah mengalir, bila perlu
digunakanlaringoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
- Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detikbayi
tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukulkedua
telapak kaki menekan tanda achilles.
- Mempertahankan suhu tubuh.
2) Tindakan Khusus
Asfiksia Berat
Berikan o2dengan tekanan positif dan intermentenmelalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupanudara yang telah
diperkaya dengan o2. o2yang diberikantidak lebih 30 cm H 20.
Bila pernafasan spontan tidak timbullakukan massage jantung
dengan ibu jari yang menekanpertengahan sternum 80-100
x/menit.b) Asfiksia Sedang/RinganPasang Relkiek pernafasan
(hisap lendir, rangsang nyeri)selama 30-60 detik.
Bila gagal lakukan pernafasan kodok(Frog Breathing) 1-2
menit yaitu kepala bayi ekstensimaksimal beri o21-21/menit
melalui kateter dalam hidung,buka tutup mulut dan hidung serta
gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit.
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
Cara ResusitasiMenurut Vidia dan Pongki (366:2016) agar
tindakan resusitasidapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utamayang perlu dilakukan adalah :
1) Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirnya bayi
dengandepresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang
kelahiranbayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi
denganmeninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
Wewenang bidan
- Melakukan resusitasi pada bayi asfiksia

2. Preterm
Kelahiran prematur adalah kelahiran yang terjadi sebelum minggu
ke-37 atau lebih awal dari hari perkiraan lahir. Kondisi ini terjadi ketika
kontraksi rahim mengakibatkan terbukanya leher rahim (serviks), sehingga
membuat janin memasuki jalan lahir.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor kesehatan ibu,
1) Preeklamsia
2) Penyakit yang bersifat kronis, seperti penyakit ginjal atau jantung.
3) Penyakit infeksi, seperti infeksi saluran kemih, infeksi cairan ketuban,
dan infeksi vagina.
4) Kelainan bentuk rahim.Ketidakmampuan serviks menutup selama
masa kehamilan.
5) Stres.Kebiasaan merokok sebelum dan selama masa
kehamilan.Penyalahgunaan NAPZA.
6) Pernah mengalami kelahiran prematur sebelumnya.
Faktor kehamilan
1) Kelainan atau menurunnya fungsi ari-ari.
2) Kelainan posisi ari-ari.Ari-ari yang lepas sebelum waktunya.Terlalu
banyak cairan ketuban.
3) Ketuban pecah lebih awal.
Faktor yang melibatkan janin
1) Kehamilan kembar.
2) Kelainan darah pada janin.
KLASIFIKASI
1) Preterm Kurang Bulan: Usia Kehamilan 32 — 36 Minggu
2) Very Preterm /Sangat Kurang Bulan: Usia Kehamilan 28 — 32
Minggu
3) Extremely Preterm /Ekstrim Kurang Bulan: Usia Kehamilan 20 — 27
Minggu
TATALAKSANA
Memberikan Terapi yang bertujuan untuk:
1) Menghambat Proses Persalinan Preterm Dengan Pemberian Tokolisis.
2) Pematangan Surfaktan Paru Janin Dengan Kortikosteroid
3) Dilakukan Pengobatan Terhadap Infeksi Menggunakan Antibiotik
3. BBLR
Bayi dengan BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram. (Sarwono, 2010)
Faktor predisposisi
1) Faktor maternal
Faktor maternal doipengaruhi oleh penyakit kehamilan, trauma fisik
dan psikologis, infeksi, maupun usia ibu hamil yang kurang dari 20
tahun.
2) Faktor janin
Faktor janin dipengaruhi oleh hodramnion dan kehamilan kembar.
3) Faktor plasenta.
Faktor plasenta dimana terdapat penyakit pembuluh darah, malformasi
atau adanya tumor juga merupakan penyebab bayi lahir dengan BBLR.
Klasifikasi
1) Berat bayi lahir rendah (berat lahir 1500 – 2499 gram.
2) Berat bayi lahir sangat rendah
3) Berat bayi lahir ekstrem rendah
Tatalaksana
1) Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah
mengalamihipotermia. Oleh karena itu, suhu tubuhnya harus
dipertahankandengan ketat.
2) Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR
harusmemperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena
sangatrentan. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan
mencucitangan sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR
belumsempurna. Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus
dilakukandengan hati-hati.
4) Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukansecara
ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satustatus
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Sarwono,
2010)
Wewenang bidan
- Memantau suhu tubuh bayi
- Memberikan nutrisi
- Timbang berat badan bayi
4. Hipotermis
Hipotermis merupakan kondisi saat temperatur tubuh menurun
drastis di bawah suhu normal yang dibutuhkan oleh metabolisme dan
fungsi tubuh, yaitu di bawah 35 derajat Celsius.
Yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf dan fungsi
organ lain dalam tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat berujung pada
kegagalan sistem pernapasan, sistem sirkulasi (jantung), dan kematian.
Klasifikasi
- Hipotermia sedang
- Hipotermia berat
Faktor predisposisi
- Berada terlalu lama di tempat dingin.
- Jatuh ke kolam air dingin dalam waktu lama.
- Mengenakan pakaian yang basah untuk waktu cukup lama.
- Suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah, terutama pada bayi dan
lansia.
- Tidak mengenakan pakaian yang tepat saat mendaki gunung.
Tatalaksana
- Pemberian oksigen yang telah dilembapkan melalui masker atau selang
hidung, untuk menghangatkan saluran pernapasan dan membantu
meningkatkan suhu tubuh.
- Pemberian cairan infus yang telah dihangatkan.Penyedotan dan
penghangatan darah, untuk kemudian dialirkan kembali ke dalam
tubuh.
- Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan
Wewenang bidan
- Pemberian oksigen
- Pemberian cairan infus
- Pemberian cairan steril yang telah dihangatkan
5. Hipoglikemi
a. Definisi
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara
signifikan lebihrendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia
postnatal yang sesuai.Walaupun hipoglikemia dapat terjadi dengan
gejala neurologis, seperti letargi,koma, apnea, seizure atau
simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi, diaforesis,yang merupakan
manifestasi dari respon terhadap glukosa, banyak neonatusdengan
serum glukosa rendah menunjukkan tanda hipoglikemia
nonspesifik(Kliegman et al, 2011).
Serum glukosa pada neonatus menurun segera setelah lahir
sampai 1-3hari pertama kehidupan. Pada bayi aterm yang sehat, serum
glukosa jarang berada di bawah nilai 35 mg/dL dalam 1 - 3 jam
pertama kehidupan, di bawah 40mg/dL dalam 3-24 jam, dan kurang
dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelah 24 jam(Kliegman et al, 2011).
Hipoglikemia pada neonatus di definisikan sebagai kondisi dimana
glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam
pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya
(Cranmer,2013). Estimasi rata-rata kadar glukosa darah pada fetus
adalah 15 mg/dL lebih rendah daripada konsentrasi glukosa maternal.
Konsentrasi glukosa akan kemudian berangsur-angsur menurun pada
periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45mg/dL didefinisikan
sebagai hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi
aterm normal akan stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua
kelompok neonatus dengan risiko tinggi mengalami hipoglikemia,
yaitu bayi lahirdari ibu diabetik (IDM) dan bayi IUGR (Hay et al,
2014).
Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering
ditemukan pada neonatus. Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai
glukosa darah kurang dari 40 mg/dL. Sementara pada neonatus,
hipoglikemia adalah kondisi dimana glukosa plasma kurang dari 30
mg/dL pada 24 jam pertama kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL
setelahnya (Cranmer, 2013).
b. Klasifikasi
Gejala hipoglikemia tidak spesifik. Gejala hipoglikemia dibagi
menjadi 2 kategori besar berdasarkan mekanisme penyebabnya;
1) Gejala otonom berupa: berkeringat, kelaparan, parestesia, tremor,
pucat, kecemasan, mual, dan palpitasi karena aktivasi dari sistem
saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis;
2) Gejala neuroglikopeni berupa : rasa panas, kecapean, lemah,
pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi,
pandangan kabur, sukar berbicara, bingung, gangguan tingkah
laku, kehilangan koordinasi, kejang, koma) akibat dari efek
kekurangan glukosa otak.
Gejala hipoglikemia cenderung lebih berat bila hipoglikemia
disebabkan oleh hiperinsulinemia. Pada neonatus dan bayi,
hipoglikemia memberikan gejala iritabilitas, tremor, kesulitan makan,
letargi, hipotoni, takipnea, sianosis atau apnea. Berdasarkan
patofisiologinya, maka penyebab hipoglikemia digolongkan atas
hipoglikemia yang ketosis dan hipoglikemia yang non ketosis.
Hipoglikemia yang ketosis dengan adanya pembesaran hepar
ditemukan pada penyakit Glycogen storage disease, F-1,6-
bisphosphatase deficiency.
Hipoglikemia yang ketosis tanpa pembesaran hepar ditemukan
pada penyakit Accelerated starvation, gangguan hormonal seperti
defisensi growth hormon atau defisiensi kortisol serta Glycogen
syntase deficiency.Pada hipoglikemia yang ketosis dengan adanya
asam organik urin yang positif ditemukan pada Maple syrup urine
disease, Methyllmalonic acidemia. Penyebab hipoglikemia yang non
ketosis atau hipoketosis dengan serum insulin yang tinggi ditemukan
pada hiperinsulinisme kongenital, insulinoma dan insulin
autoimmunity. Bila serum insulin rendah dapat ditemukan pada
penyakit oksidasi asam lemak, asam urin organik, plasma
asilkarnitin,urine acylglycines.
Hiperinsulinemia pada neonatus umumnya menyebabkan
hipoglikemia yang berulang dan berat pada awal kehidupan. Bentuk ini
berhubungan dengan riwayat ibu dengan DM, IUGR, asfiksia
perinatal, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedemann,
penggunaan obat-obatan (misalnya sulfonilurea) pada ibu atau setelah
infus glukosa pada ibu selama persalinan.
c. Fakor predisposisi
Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :
1) Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
2) Penyimpanan glikogen yang terbatas (misalnya pada prematur dan
IUGR)
3) Peningkatan penggunaan glukosa (seperti pada kasus hipotermia,
polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan).
4) Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan
substratalternatif (misalnya pada gangguan metabolisme dan
insufisiensi adrenal).
5) Penurunan penyimpanan glikogen (seperti pada stress akibat
asfiksia perinatal, dan starvation).
Pada hipoglikemia ketotik, penyimpanan glikogen mudah
berkurang, dandikombinasi dengan produksi glukosa melalui
gluconeogenesis yang tidakadekuat, berakibat pada terjadinya
hipoglikemia. Jadi, oksigenasi asam lemakdiperlukan dalam
menyediakan substrat untuk gluconeogenesis dan ketogenesis.Keton,
yang merupakan hasil samping dari metabolisme asam
lemak,diekskresikan melalui urin dan menunjukkan kondisi kelaparan
(starved state) (Cranmer, 2013).

d. Tatalaksana
Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus yang asimptomatis
adalah teruskan pemberian ASI setiap 1-2 jam atau 3-10 ml/kg,
selanjutnya monitor kadar gula darah setiap kali sebelum bayi minum
sampai gula darah stabil. Hindari pemberian minum yang berlebihan.
Jika kadar gula darah tetap rendah walaupun setelah diberi minum,
dapat dimulai infus glukosa. Pemberian ASI dapat dilanjutkan selama
pemberian infus glukosa.
Tatalaksana bayi yang simptomatis atau kadar gula plasma <20-
25 mg/dl (1,1-1,4 mmol/L) adalah segera diberikan intravena glukosa
10%, sebanyak 2 ml/kgBB secara bolus, dilanjutkan dengan IV
glukosa 10% 4-6 mg/kgBB/menit. Jangan memberikan secara oral atau
intragastrik pada kasus hipoglikemia yang berat atau simptomatis.
Konsentrasi gula darah pada hipoglikemia simptomatis dipertahankan
>45 mg/dl (>2,5 mmol/L), sesuaikan tetesan cairan intravena dengan
kadar glukosa darah. Selanjutnya dianjurkan pemberian ASI yang lebih
sering, monitor konsentrasi gula darah setiap sebelum diberi minum
sampai kadar gula darah stabil dan pemberian cairan intravena distop.
Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kgBB/menit segera lakukan
pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormon, laktat
untuk mendeteksi adanya gangguan hormon. Setelah itu diberikan
hidrokortisom suksinat 10 mg/kgg/hari dengan dosis terbagi dua.
6. Kejang
a. Definisi
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari
fungsineurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi
autonom sistemsyaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan
28 hari. (Kosim,Soleh:2011). Kejang dapat timbul sebagai gerakan
involunter klonik atau tonik padasatu atau lebih anggota gerak.
(Lissauer,Tom:2014). Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh
berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena
abnormalitas sementara dariaktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi
loncatan–loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion (-)
di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
badan dantungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
kejang yang terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari.
Kejang pada BBL merupakan keadaandarurat karena kejang
merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat(SSP),
kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir
seringtidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan
dewasa. Hal inidisebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks
pada bayi baru lahir. Kejang umum tonik–klonik jarang pada bayi baru
lahir. Pada prinsipnya, setiap gerakan yang tidak biasa apabila
berlangsung berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan manifestasi
kejang. Kejang yang berulang menyebabkan berkurangnya
oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak. Semua jenis infeksi yang
bersumber di luar susunan saraf pusat yangmenimbulkan demam dapat
menimbulkan kejang demam. Penyakit yang palingsering
menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi saluran pernapasan
atas,otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema
subitum, bronchitis,dan infeksi saluran kemih
b. Klasifikasi
1) Berdasarkan lokasi kejang
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum.
Kejang fokaldicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan
termasuk gerakan yang kuat darikepala dan mata ke salah satu sisi,
pergerakan klonik unilateral yang diawali darimuka atau
ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan)
ataunyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum,
bisa menyuluruh padaorgan tubuh, dapat berlangsung bertahap
maupun bersamaan. Terkadang kejangini tak dapat dideteksi atau
tersamar, yaitu mmiliki ciri–ciri:
a) Hampir tidak terlihat
b) Menggambarkan perubahan tingkah laku
c) Bentuk kejang :
- Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
- Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba
menghisap,mengunyah, menelan, menguap
- Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal,
kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata
- Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang,
mangayuh pada anggotagerak atas dan bawah
- Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
- Untuk memastikan : pemeriksaan EEG
2) Berdasarkan serangan pada otot
1. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri–ciri
yang dapatdiperhatikan adalah:
a. Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguankesadaran
b. Dapat disebabkan trauma fokal
c. BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG,
pemeriksaan kepalauntuk mengetahui adanya perdarahan
otak, kemungkinan infark serebri
d. Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama
bayi cukup bulandengan BB>2500 gram
e. Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara
teratur, misal kejang klonik lengan kiridiikuti kejang klonik
tungkai bawah kanan
2. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan.
Dapat terjadi pada:
a. Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan pada bayidengan komplikasi perinatal berat
b. Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas,
pergerakan tonikumum dengan ekstensi lengan dan tungkai,
menyerupai sikap deserebasi atauekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
3. Kejang tonik–klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik
dan klonik.
4. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti
adanya kejutan. Gerakanekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang danterjadinya cepat,
gerakan menyerupai refleks moro.
5. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya
gerakan selama kejang.
3) Berdasarkan sisi otak yang terkena
1. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
2. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
3. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada
bagian tubuhtertentu.
4. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan
perilaku repetitif yangkompleks misalnya berjalan berputar–
putar.
5. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah,
gerakan bibirmecucu
6. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala
halusinasi bau, baik yangmenyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan
4) Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta. Kejang dengan
demam, meliputi Kejang Demam dan non-Kejang Demam
a) Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana
(KDS) dan KejangDemam Kompleks (KDK)
- KDS (simple febrile seizures) Adalah bila kejang
berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada
hariyang sama. Tidak menyebabkan kelumpuhan,
meninggal ataupun mengganggukecerdasan. Resiko untuk
menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil (2–3%).
Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang
dapat terjadi pada 30–50% anak– anak.
- KDK (complex febile seizures atau complex partial
seiuzures) Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi
tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15menit) atau berulang
dua kali atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk
menjadiepilepsi dikemudian hari dan resiko berulangnya
kejang demam lebih tinggi dariKDS. Untuk anak yang
mengalami kelainan saraf yang nyata, dokter
akanmempertimbangkan untuk memberikan pengobatan
dengan anti kejang selama 1–3 tahun.
b) Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan
oleh: infeksiintrakranial meningitis/ensefalitis, gangguan
elektrolit berat akibat dehidrasi,serangan epilepsi yang disertai
demam, dan penyakit dengan demam dan gerakanmirip kejang.
Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit
diantaranya: epilepsi(tanpa demam dan berulang),
hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpademam,
keracunan, trauma, dan hipoksia.
c. Faktor predisposisi
Disebabkan karena alveoli masikh kecil sehingga sulit
berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih leemah, produksi surfaktan berkurang. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal ini menyebabkan perubahan fisiologis pada paru.
Faktor predisposisi kejang mungkin terjadi karena Komplikasi
pada saat kehamilan dan kelahiran :
- Ibu tidak imunisasi TT;
- Perdarahan saat usia kehamilan 28 tahun, menyebabkan hiposia
janin;
- Gawat janin pada masa kehamilan dan persalinan yg
mengharuskan induksi persalinan;
- Alat yang digunakan tidak steril;
- Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan trauma susunan
saraf pusat;
- Perdarahan intrakranial;
- Ibu hamil dengan DM;
- Kelainan metabolism seperti hipoglikemia, hipokalasemia,
hipomagnesemia, dll;
d. Tatalaksana
Tatalaksana awal:
- Menjaga jalan nafas ttp bebas;
- Pencegahan terjadinya hipoksia;
- Penanganan/tindakan (beri O2, bersihkan jalan nafas dan ASI tetap
diberikan;
- Pengobatan antibiotika ampisilin dan gentamisin;
- Rujuk;
7. Tetanus Neonaturum
a. Definisi
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui
luka irisan pada umbilicuspada waktu persalinan akibat masuknya
sppora Clostridium tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang
kurang bersih dengan masa inkuasi antara 3-10 hari (Soedarto, 2015).
Menurut Depkes RI, 201, Teatanus neonatorum penyakit pada
bayi baru lahir ang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus melalui luka
tali pusat, akibat pemotongan tali pusat denngan alat yang tidak bersih
atau ditaburi dengan ramuan.
b. Klasifikasi
Berat-ringannya penyakit : I (ringan), II (sedang), III (berat), IV
(sangat berat).
- Derajat I Trismus ringan–sedang, kekakuan umum, Spasme (-),
Disfagia (-)/ringan, g3 respirasi (-)
- Derajat II Trismus sedang, Kekakuan jelas, Spasme hanya
sebentar, Takipnea, Disfagia ringan
- Derajat III Trismus berat, Otot spastis, Spasme spontan, Takipnea,
Apneic spell, Disfagia berat, Takikardia, Aktivitas sistem autonom
meningkat
- Derajat IV (Derajat III + g3 autonom berat, Hipertensi berat dan
takikardia atau, Hipotensi dan bradikardia, Hipertensi berat atau
hipotensi berat
c. Faktor predisposisi
Penyebab utama tetanus adalah infeksi bakteri Clostridium
tetani, yaitu bakteri yang dapat menghasilkan racun yang dapat
menyerang otak dan sistem saraf pusat. Pada bayi yang baru lahir,
tetanus neonatorum terjadi akibat bakteri ini masuk ke dalam tubuh
bayi melalui praktik persalinan yang tidak higienis, seperti memotong
tali pusar dengan alat-alat yang tidak steril.
Beberapa faktor risiko lain pada tetanus neonatorum, di
antaranya:
- Proses persalinan di rumah dengan alat yang tidak steril.
- Adanya paparan bahan yang berpotensi menularkan bakteri C.
Tetani pada lokasi atau alat yang digunakan untuk persalinan
maupun untuk merawat tali pusat, seperti tanah atau lumpur.
- Riwayat tetanus neonatorum pada anak sebelumnya.
d. Tatalaksana
1) Pasang infus, beri cairan rumatan. Berikan diazepam 10
mg/kgBB/hari IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3 jam (0.5 mL
per kali pemberian), maksimum 40 mg/kgBB/hari.
2) Bila kesulitan memasang infus, berikan diazepam melalui rektum.
3) Jika frekuensi napas < 20 kali/menit, hentikan diazepam (meskipun
bayi masih mengalami spasme).
4) Jika bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis
sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran
sedang.
5) Jika belum bernapas spontan lakukan resusitasi neonatus dan jika
belum berhasil rujuk pasien ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas NICU.
6) Jika ada, beri human tetanus immunoglobulin 500 IU secara
intramuskular (IM) atau tetanus antitoksin 5000 IU secara IM.
7) Berikan Tetanus Toksoid 0.5 mL (IM) pada tempat yang berbeda
dengan tempat pemberian antitoksin.
8) Berikan Penisilin prokain 50.000 IU/kgBB/hari (IM) dosis tunggal
atau Metronidazol IV selama 10 hari.
9) Jika terjadi kemerahan atau pembengkakan pada kulit sekitar
pangkal tali pusat, atau keluar nanah dari permukaan tali pusat,
atau bau busuk dari area tali pusat, berikan rawat luka tali pusat
dengan obat-obatan standar.
8. Infeksi
a. Definisi
Infeksi neonatus adalah infeksi yang terjadi pada neonatus, dapat
terjadi pada masa antenatal, perinatal dan post partum. Infeksi
neonatorum atau infeksi adalah infeksi bakteri umum generalista yang
biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan yang menyebar ke
seluruh tubuh bayi baru lahir. Infeksi adalah sindroma yang
dikarakteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septic
(Doenges, 2010).
Infeksi neonatorum adalah infeksi pada neonatus yang terjadi
pada masa neonatal, intranatal dan postnatal. Inkfesi Neonatorum atau
Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi
pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi
baru lahir.Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-
tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat
berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Infeksi merupakan
respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi
merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.
Infeksi neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada
bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis
bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup
(Bobak, 2012).
b. Klasifikasi
Menurut Doenges (2010) infeksi pada neonatus bisa melalui
beberapa cara :
1) Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke
placenta. Kuman melewati placenta dan mengadakan intervilositas
masuk ke vena umbilicus samapi ke janin kuman teresebut seperti :
virus : rubella, poliomelisis, koksakie, variola, dll. Spirokaeta :
sifilis.
Bakteri : jarang sekali kecuali E. Colli dan listeria.
2) Infeksi intranatal
a) Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering
b) Partus yang lama.
3) Infeksi post partum
Penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril
4) Cross infection
Infeksi yang telah ada di rumah sakit.
c. Tanda dan gejala.
1) Umum : panas, hipoermia, tampak tidak sehat, malas minum,
letargi, sklerema.
2) Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah,
hipotomegali.
3) Saluran nafas : apnea, dispnea, takspnea, retraksi, nafas cuping
hidung, merintih sianosis.
4) Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmoratu, kulit
lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia.
5) Sistem saraf pusat : invitabilitas, tremor, kejang, hiporeflerksi,
malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high
pitched cry.
6) Hematologi : Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura,
perdarahan.
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus anatar lain, bayi
tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat, suhu tubuh
naik turun. Gejala–gejala lainnya dapat berupa gangguan pernapasan,
kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung, Gejala dan infeksi
neonatorum juga tergantung kepada sumbber infeksi dan penyebaran :
1) Infeksi pada tali pusat (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah
atau darah dari pusar.
2) Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak
menyebabkan koma, kejang, epsitotonus (posisi tubuh melengkung
ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun.
3) Infeksi pada tulang (ostemiolisis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena.
4) Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
5) Infeksi pada selaput perut (perilositis) menyebabkan
pembengkakan perut dan diare berdarah.
d. Faktor predisposisi
Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endoskrin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen,
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolic yang
progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan fungsi jaringan, asidosis metabolic dan syok. Yang
menyebabkan disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC) dan
kematian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi
secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1) Faktor maternal
a) Status social ekonomi ibu, ras dan latar belakang.
Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan
yang tidak diketahi sepenuhnya. Ibu yang berstatus social
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat
tinggalnya padat dan tidak higienis.
b) Status paritas. Wanita multipara atau gravid lebih dari 3 dan
umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun.
c) Kurangnya perawatan prenatal.
d) Ketuban pecah dini.
e) Prosedur selama persalinan
2) Faktor Neonatal
a) Prematuritas (berat badan bayi kurang dari 1500 gram)
Merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal.
Umumnya immunitas bayi kurang bulan lebih rndah dari pada
bayi cukup bulan. Transfor immunoglobulin melalui placenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trisemester ketiga. Setelah
lahir, konsentrasi immunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b) Definisi imun Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati placenta dan hampir
tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut aktivitas lintasan komplemen terhambat, dan C3 serta
faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap
lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan
penururnan antibodi total dan spesifik bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c) Laki-laki dan kehamilan kembar Insiden infeksi pada bayi laki-
laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan
(Doenges, 2010).
3) Faktor lingkungan
a) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga
sering memerlukan prosedur invasive, dan memerlukan waktu
perawatan dirumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter
vena/arteri maupun kateter nutrisi parental merupakan tempat
masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga
mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b) Paparan terhadap obat-obatan tertentu, seperti steroid, bisa
menimbulkan resiko pada nonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotic spectrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spectrum luas, sehingga menyebabkan resisten
berlipat ganda.
c) Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemic
penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d) Pada bayi yang minum ASI, spesies lactobacillus dan E. Colli
di temukan hanya di dominasi oleh E. Colli saja.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
(1) Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal
kuman dari ibu setelah melewati placenta dan umbrilikus
masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus placenta, antara lain virus vubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan
toxplasma.
(2) Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat
persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan
serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya,
terjadi amnonitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat
terinhalasi oleh bayi dan masuk ke dalam traktus digestives
dan traktus respiratoris, kemudian menyebabkan infeksi
pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas
infeksi pada janin dapat melalui kulit bayi atau “ port de
entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman (misal : herpes genetalis,
candida albican dan gonorrhea).
(3) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang
terjadi sesudah persalinan/ kelahiran umunya terjadi akibat
infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahin (misal :
melalui alat-alat pengisap lendir, selang endotrakea, infus,
selang nasagastrik, botol minuman, atau dst). Perawat atau
profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosocomial (Doenges, 2010).
e. Tatalaksana
1) Suportif
a) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.
b) Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan
hipoglikemia.
c) Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik
Hormon) batasi cairan.
d) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e) Awasi adanya hiperbilirubinemia.
f) Lakukan transfuse tukar bila perlu.
g) Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral.
2) Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui.
Biasanya digunakan golongan penicillin seperti ampicilin
ditambah tminoglileosida seperti Gentamicin. Pada infeksi
nosokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora
di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya di
berikan van komisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi
ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji sistematis di berikan
antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari. Bila
terjadi meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan
dosis sesuai untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi
pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan,
terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu. Asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat pusat
kesehatan bila diperlukan. Pada masa persalinan, perawatan ibu
selama persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa pasca
persalinan rawta gabung bila bayi normal, pemberian ASI
secepatnya, juag lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan
lukan umbilicus secara steril.
9. Perdarahan Tali Pusat
a. Definisi
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali
pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang
baikatau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu,
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit
pada bayi. Adanya cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat
bayiakibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau
kegagalan proses pembentukkan trombusnormal (Dewi, Nani Lia
Dewi. 2010).
b. Klasifikasi
c. Faktor predisposisi
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus,
robekan pembuluh darah, setelah placenta previa, dan abrupsio
placenta.
1) Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a) Partus presipitatus
b) Adanya trauma atau lilitan tali pusat
c) Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan
yang berlebihan pada saat persalianan.
d) Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan
tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2) Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a) Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma
tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali
ke dalam plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna
dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b) Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises
tersebut pecah.
c) Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi
pelebaran pembuluh darah setempat saja karna salah dalam
proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding
pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah
menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
3) Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya
trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan
anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a) Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah karena
dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely wharton.
b) Insersi velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah
pada percabangan tali pusat sampai ke membran tempat
masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan insersi ini
sering terdapat pada kehamilan ganda.
c) Plasenta multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh
darah yang menghubungkan masing – masing lobus dengan
jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan
mudah peceah.
4) Perdarahan akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrupsio plasenta
dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung menyebabkan
anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering
mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia.
Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan
adanya perdarahan pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan
hemoglobin secara berkala pada bayi barui lahir dengan kelainan
placenta atau dengan SC.
d. Tatalaksana
1) Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali
pusat yang terjadi.
2) Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan
infeksi pada tali pusat.
a) Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan popok di
bawah tali pusat.
b) Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering
mungkin.
c) Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda
mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan
alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
d) Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya
pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan
menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak
menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin.
Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu
mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat
pengeringan dan pelepasan tali pusat.
e) Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi.
Tali pusat akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka
terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat
adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas
setengah bagian.
f) Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali
pusat.
3) Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga
pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi
gejala berikut:
a) Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
b) Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
c) Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
d) Bayi menderita demam.
e) Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali
pusat.
f) Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
g) Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
h) Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat.
Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
i) Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di
tekan.
10. Ikterus
a. Definisi
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi(PPNI, 2017). Ikterik neonatus atau penyakit
kuning adaalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada
warna kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya
bilirubin dalam darah (Mendri, 2017).
b. Klasifikasi
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a) Ikterik fisiologis Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul
pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima
sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik
fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern icterus.
Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa, kadar
bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl
dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat
belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b) Ikterik patologis Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik
timbul dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12
mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam
24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada
bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan,
ikterik yang 10 disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau
lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari
(bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir
BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan
golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO
dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD
(Glukosa-6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma
lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan
sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan
albumin seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate,
gentamisin, dan sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,
penyakit hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan
sebagainya.
c. Faktor predisposisi
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi
ikterik neonatus(PPNI, 2017):
a) Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
b) Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
c) Usia kurang dari 7 hari
d) Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
d. Tatalaksana
Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis pada ikterik
neonatus menurut (Marmi , 2015):
a) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi
banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki
zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK
2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk
mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi
bilirubin berlangsung dengan cepat.
b) Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang
mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja,
sehingga kadar bilirubin menurun.
1) Cara kerja fototerapi Foto terapi dapat menimbulkan
dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit
larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut
dalam air dan cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar
dalam feses.
2) Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada fototerapi adalah:
(a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat
meningkat 2-3 kali lebih besar.
(b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat
meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan
meningkatkan peristaltic usus.
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena
sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika
fototerapi selesai.
(d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
(e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi
sebagian lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu
terus naik, lampu semua dimatikan sementara, dan berikan
ekstra minum kepada bayi.
c) Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia
yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah
diberikan fototerapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya
transfuse tukar dilakukan pada ikterus yang disebabkan hemolisis
yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus ABO, defisiensi enzim
glukuronil transferase G-6-PD, infeksi toksoplasmosis dan
sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar bilirubin
indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia berat pada neunatus
dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali
pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse
tukar adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis,
membuang 13 antibody yang menyebabkan hemolisis, menurunkan
kadar bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
11. Kelainan Kongenital
a. Definisi
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur
bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
abortus, lahi mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk,
2010).
Kelainan Kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat
lahir. Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas
salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan
(Prawirohardjo,2009).
b. Faktor predisposisi
Menurut Prawirohardjo (2009) beberapa faktor yang diduga
dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain :
a) Kelainan genetik dan kromosom Kelainan genetik pada ayah atau
ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan
kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh
bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan atau kadang-
kadang sebagai unsur resesif.
b) Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga
menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ.
c) Faktor infeksi Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
adalah infeksi yang tejadi pada periode organogenesis yaitu dalam
trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ tubuh. Selain dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya
abortus.
d) Faktor obat Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum
oleh wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat
erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital adalah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia.
e) Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan
pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal.
f) Faktor radiasi Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali
akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya
riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali
dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan.
g) Faktor gizi Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayibayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
h) Tidak diketahui penyebabnya Malformasi dengan penyebab yang
tidak diketahui Hingga 50% abnormalitas kongenital tidak
diketahui penyebabnya secara pasti. Seperti pada defek ekstremitas
terisolasi seperti tidak mempunyai telapak tangan dapat disebabkan
oleh hilangnya suplai darah pada saat masa penting pembentukan
tunas ekstremitas (limb bud) yang menyebabkan terhentinya proses
perkembangan. Berdasarkan studi empiris resiko berulang untuk
kasus-kasus tersebut sangat rendah.

c. Tatalaksana
d. Standar wewenang Bidan dalam Asuhan Neonatus dengan Kelainan
Kongenital
12. Trauma Lahir
a. Definisi
Trauma lahir adalah cedera fisik yang terjadi selama persalinan,
secara teoritis sebagian besar cidera dapat dihindari dengan pengkajian
dan perencanaan yang cermat. Namun demikian beberapa cidera tidak
dapat dihindarkan meskipun dengan pengkajian dan perencanaan yang
cermat tersebut karena beberapa cidera tidak dapat di antisipasi sampai
terjadi peristiwa tertentu selama persalinan. Trauma lain dapat diobati
nanti atau akan hilang dengan sendirinya dalam 1-2 hari (Reeeder dan
Martin, 2011:683)
b. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi Menurut Prawirohardjo (2009:720) faktor
predisposisi yang terjadi pada trauma lahir antara lain :
a) Persalinan yang di akhiri dengan alat ( vacum ekstraksi dan
forceps)
b) Persalinan lama
c) Kelahiran sungsang
d) Distosia
e) Macrosomia
f) Presentasi muka
g) Disproporsi sefalopelvic
h) Kelahiran dengan sectio caesaria
c. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk bayi baru lahir dengan caput
succedaneum (Reeder dan martin, 2011:683) antara lain :
a) Pengawasan keadaan umum bayi
b) Tahan angkat, agar benjolan tidak meluas karena tekanannya
meningkat dan serebrospinalis meningkat keluar
c) Berikan ruangan yang ada ventilasinya dan mendapatkan sinar
matahari yang cukup
d) Berikan ASI yang adekuat
e) Pencegahan infeksi untuk menghindari adanya infeksi pada
benjolan
f) Berikan konseling pada orangtua bayi tentang :
1) Keadaan yang di alami oleh bayi
2) Menjelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan
sendirinya setelah 1-4 hari tanpa pengobatan
3) Perawatan bayi sehari-hari
4) Manfaat dan teknik pemberian ASI
13. Bayi Lahir dari Ibu dengan HIV atau Tuberkolosis
a. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan
AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangka l infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada
di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam
tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau
limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yangmasuk
ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,
nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.Sedangkan pada orang dengan
sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi
HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (Listiana, 2017).
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam,
yang ditularkan melalui udara (airbone). Pada hampir semua kasus,
infeksi tuberkulosis didapat melalui inhalasi partikel kuman yang
cukup kecil (sekitar 1-5µm). Droplet dikeluarkan selama batuk,
tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian terhirup oleh
individu yang rentan (hospes). Sebelum infeksi pulmonari dapat
terjadi, organisme yang terhirup terlebih dahulu harus melawan
mekanisme pertanan paru dan masuk ke jaringan paru (Gede &
Effendy, 2016).
b. Tatalaksana
a) Tata Laksana Neonatus :
Semua bayi harus diterapi dengan ARV <4jam setelah lahir.
Kebanyakan bayi diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4
minggu. Jika ibu resisten terhadap ZDV, obat alternatif bisa
diberikan pada kasus bayi lahir dari ibu HIV positif tanpa indikasi
terapi ARV. Tetapi untuk bayi beresiko tinggi terinfeksi HIV,
seperti anak lahir dari ibu yang tidak diobati atau ibu dengan
plasma viremia >50 kopi/mL, HAART tetap menjadi pilihan utama
(Smeltzer, 2016).
Pemberian antibiotik profilaksis, cotrimoxazole terhadap
PCP wajib dilakukan. Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan
deteksi antigen PCR merupakan serangkaian tes yang harus
dijalankan oleh bayi pada umur 1 hari, 6 minggu dan 12 minggu.
Jika semua tes ini negatif dan bayi tidak mendapat ASI, orang tua
dapat menyatakan bahwa bayi mereka tidak terinfeksi HIV.
Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18 sampai
24 bulan (Carter, 2016).
Pemberian makanan kepada bayi dengan ibu HIV/AIDS
harus sesuai dengan petunjuk karena 10% bayi dari ibu HIV positih
tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui
secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia
meninggal akibat infeksi bakteri yang sering disebabkan oleh
makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi
Pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi
meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang
dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Jadi
sering kali bayi lebih beresiko bila diberi PASI daripada ASI dari
ibu HIV positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi
diberi ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama, kemudian disapih
mendadak, kecuali bila dapat dipastikan bahwa PASI secara
eksklusif dapat diberik dengan cara AFASS menurut WHO (2014)
yaitu :
1) Affordable (Terjangkau)
Mudah diterima, yaitu tidak ada hambatan social budaya bagi
ibu untuk memberikan susu formula untuk bayinya.
2) Feasible (Praktis)
Mudah dilakukan/layak, yaitu ibu dan keluarga mempunyai
waktu, pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk
menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayinya
3) Acceptable (di terima oleh lingkungan)
Terjangkau, yaitu ibu dan keluarga mampu membeli susu
formula
4) Sustainable (Kesinambungan)
Berkelanjutan, yaitu susu formula harus diberikan setiap hari
dan malam selama masa bayi dan diberikan dalam bentuk
segar, serta suplai dan distribusi susu formula dapat dijamin
keberadaannya
5) Safe (Aman )
Aman penggunaannya, yaitu susu formula harus disimpan
secara benar, higienis dengan kadar nutrisi cukup, disuapkan
dengan tangan dan peralatan yang bersih.
Ada banyak masalah yaitu mahalnya harga susu formula
sehingga sering bayi tidak diberi cukup, kalau bayi menangis ibu
didesak untuk menyusui, ibu yang tidak menyusui dianggap kurang
memperhatikan bayi dan air yang dipakai tidak bersih. ASI
eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI saja dari saat lahir tanpa
makanan pendamping atau minuman lain termasuk air. ASI adalah
sangat halus, mudah diserap usus. Makanan lain lebih keras
sehingga lapisan usus membuka agar diserap, membiarkan HIV
dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi resiko penularan
tertinggi bila bayi diberi ASI mengandung HIV bersamaan dengan
makanan pendamping. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan
antara ibu, ayah dan petugas kesehatan untuk pemberian ASI
secara eksklusif.

Anda mungkin juga menyukai