Anda di halaman 1dari 12

PREDIKSI GETARAN BLASTING

1. Pola Peledakan
Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah
lubang ledak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola peledakan, diantaranya
adanya waktu tunda atau delay time pada kegiatan peledakan. Beberapa keuntungan yang
diperolehdengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:
 Mengurangi getaran
 Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
 Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
 Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Beberapa pola peledakan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

a. Pola Peledakan Corner Cut


Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki tiga bidang bebas
(free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola peledakan ini adalah
kearah pojok (corner).

b. Pola Peledakan V-Cut


Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki dua bidang bebas (free face),
arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola ini adalah kearah tengah

(center) dengan pola peledakan menyerupai huruf V.


c. Pola Peledakan Box Cut
Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang hanya mempunyai satu
bidang bebas (free face) yakni permukaan yang bersentuhan langsung dengan udara
kearah vertical. Pola peledakan ini bertujuan untuk menghasilkan bongkahan awal
seperti kotak (box) dengan control row di tengah-tengah membagi dua rangkaian.

2. Geometri Peledakan
Geometri peledakan adalah hubungan antara berbagai jenis dimensi yang digunakan dalam
perencanaan peledakan. Berapa jumlah bahan peledak yang harus diisikan pada setiap lubang
ledak dan bagaimana susunannyamerupakan salah satu pokok dalam merancang peledakan.
salah satu cara merancang geometri peledakan adalah dengan “Rule Of Thumb” atau trial and
error atau rule of thumb dengan menggunakan R.L. Ash (1963). Tinggi jenjang (h) dan
diameter (d) merupakan pertimbangan pertama yang disarankan. Rancangan ini menitik
beratkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat,
peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diizinkan oleh Pemerintah, serta
produksi yang dikehendaki.
A. Burden (B)
Burden didefinisikan sebagai jarak terdekat antara lubang bor dan tegak lurus
terhadap bidang bebas (free face) pada operasi peledakan. Jarak burden yang baik
adalah jarak yang memungkinkan energy ledakan bisa secara maksimal bergerak
keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan
kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga terjadi
penghancuran batuan. Untuk menentukan ukuran Burden digunakan persamaan
sebagai berikut :

B = (25 - 40) x d
Dimana:
B : Burden (m)
d : diameter lubang ledak (m)
B. Spacing (S)
Spacing didefinisikan sebagai jarak antar lubang ledak dalam satu row (baris),
relatif horizontal terhadap free face. Apabila spasi terlalu kecil akan mengakibatkan
batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat,
sedangkan bila jarak spasi terlalu besarakan mengakibatkan bongkah atau bahkan
batuan hanya mengalami keretakan, karena energi ledakan dari lubang yang satu
tidakmampu berinteraksi dengan energi dari lubang lainnnya. Untuk menghitung
jarak spasi digunakan persamaan sebagai berikut :
S = (1 – 1,5) x B
Dimana :
S : Spacing (m)
B : Burden (m)

C. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah penambahan kedalaman daripada lubang bor diluar rencana
lantai jenjang. Pemboran lubang ledak sampai batas bawah darilantai bertujuan agar
seluruh permukaan jenjang bisa terbongkar secara ful face setelah dilakukan
peledakan. Jadi, untuk menghindari agar padalantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-
tonjolan (toe) yang sering mengganggu kegiatan pengeboran selanjutnya dan
menghambat kegiatan pemuatan fan pengangkutan. secara praktis persamaan yang
digunakan yaitu :
J = (0,2 – 0,4) x B
Dimana :
J : Subdrilling (m)
B : Burden (m)

D. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, dan letaknya di atas
kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan
tekanan yang mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan
dengan energi yang maksimal. Di samping itu stemming juga berfungsi untuk
mencagah agar tidak terjadi batuan terbang (fly rock) dan tekanan udara (air blast)
saat peledakan. Stemming dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
:
T = (0,7 – 1) x B
Dimana :
T : Stemming (m)
B : Burden (m)

E. Kedalaman Lubang ledak (H)


Kedalaman lubang ledak sangat berpengaruh dengan tinggi jenjang, secara spesifik
tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh alat bor dan alat muat yang tersedia.
Biasanya ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter
lubang. kedalaman lubang ledak dapat dicaru dengan menggunakan persamaan :
H = (1,5 – 4) x B
Dimana :
H : Kedalaman Lubang ledak (m)

B : Burden (m)

F. Powder Coloum (PC)


Powder Coloum adalah panjang lubang isian pada lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Perhitungannya dapat menggunakan persamaan :

PC = H – T
Dimana :
PC : Panjang Powder Coloum (m)
H : Kedalaman Lubang ledak (m)
T : Stemming (m)

G. Tinggi Jenjang (L)


Secara Spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat
muat yang tersedia. Hubungan antara lubang bor dengan tinggi jenjang dapat ditentukan
dengan persamaan :
L=H–J

Dimana :

L : Tinggi jenjang (m)

H : Kedalaman Lubang ledak(m)

J : Subdrilling (m)

Selain memperhitungkan geometri peledakan seperti yang disebutkan diatas,


dalam kegiatan peledakan terdapat faktor-faktor lain yang juga harus
diperhitungkan seperti jumlah pemakaian bahan peledak, volume peledakan
serta nilai powder factor.
 Loading Density (de)
Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu meter.
Satuan yang digunakan adalah kg/m. Loading density dicari untuk mengetahui
berapa jumlah bahan peledak yang digunakan dalamsatu lubang ledak. Loading
density dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Volume Lubang persatu meter = π.r.2t
de = Volume x densitas bahan peledak
Dimana :
π : 3,14

r : Jari-jari lubang ledak (m)

t : tinggi lubang (m)


de : loading density (kg/m)

 Jumlah pemakaian bahan peledak (W)


Banyaknya bahan peledak yang digunakan dapat dicari dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
W = PC x de x n
Dimana :
W : Jumlah pemakaian bahan peledak (kg)

PC : Panjang powder coloum (m)


de : Loading density (kg/m)

n : Jumlah lubang ledak

 Volume peledakan (V)


Volume peledakan merupakan volume overburden yang akan diledakkan dalam
suatu perencanaan peledakan. Volume peledakandapat dicari dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

V=BxSxLxn
Dimana :

V : Volume peledakan (m3)

B : Burden (m)
S : Spacing (m)

L : Tinggi Jenjang (m)

n : Jumlah lubang ledak


H. Powder factor (PF)
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak yang
dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena volume peledakan
dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah
bahan peledak yang digunakanper berat peledakan atau kg/ton.
PF= 𝑾
𝑽
Dimana :
PF : Powder factor (kg/m³)
W : Jumlah pemakaian bahan peledak (kg)

V : Volume peledakan (m³)

Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah berjalan
secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 –0,30 kg/m³. Apabila
ditemukan penggunaan PF yang lebih dari 0,30 kg/m³. maka hal tersebut mungkin
terjadi karena batuan yang ingin di ledakan sangatlah keras sehingga untuk
mencapai hasil fragmentasi yang baik dipergunakan PF yang tinggi.

3. Mekanisme Pecah nya Batuan

Proses pemecahan batuan dibagi berdasarkan tiga tahap, yaitu :

 Pemecahan Tahap Pertama


Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang dihasilkan bahan peledak akan
menghancurkan batuan didaerah sekitar lubangtembak. Gelombang kejut (shock wave)
yang merambat meninggalkan lubang tembak (tekanan positif) akan mengakibatkan
tekanan tangensial (tangensial stress) yang menimbulkan rekahan radial (radial crack)
yang menjalar dari daerah lubang tembak.

 Proses Pemecahan Tahap Kedua


Gelombang kejut yang mencapai bidang bebas akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu
tekanannya akan turun dengan cepat dan akanberubah menjadi negatif serta menimbulkan
gelombang Tarik (tension wave) yang merambat kembali di dalam batuan. Oleh karena
itu kuat tarik batuan lebih kecil daripada kuat tekan, maka akan terbentuk rekahan-rekahan
(primary failure cracks) karena tegangan Tarik (tension stress) yang cukup kuat sehingga
menyebabkan terjadinya slabbing atau spalling pada bidang bebas. Efek gelombang kejut
(shock wave) pada tahap pertama dan kedua adalah membuat sejumlah rekahan-rekahan
kecil pada batuan. Kurang dari 15% dari energi total bahan peledak yang dihasilkan oleh
energi gelombang kejut. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung memecahkan batuan,
tetapi mempersiapkan kondisibatuan untuk proses pemecahan tahap akhir.

 Proses Pemecahan Tahap Ketiga


Di bawah Pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan, rekahan radial utama
(tahap kedua) akan diperlebar secara cepat oleh efek dari kombinasi tegangan tarik yang
disebabkan kompresi radial (radial compression) dan pembajian (pneumatic wedging). Jika massa
batuan di depan lubang tembak gagal mempertahankan posisinya dan bergerak kedepan maka
tegangan tekan (compression stress) tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan
(unloaded), sebagai akibatnya akan timbul tegangan tarik yang besar di dalam massa batuan.
Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses pemecahan batuan yang telah pada tahap kedua.

4. Gerakan Tanah (Ground Vibration)


Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak di dalam tanah disebabkan oleh
adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat berasal dari alam, seperti gempa bumi atau
adanya aktivitas manusia, salah satu diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah (ground
vibration) terjadi pada daerah elastis (elastic zone).
a. Ground vibration peledakan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang dapat
dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. Yang dimaksud faktor yang tak dapat dikontrol
adalah faktor geologi dan geomekanik batuan. Dan berikut ini adalah faktor yangdapat
dikontrol pada ground vibration:
- Jumlah muatan bahan peledak perwaktu tunda
Besarnya vibrasi yang dihasilkan peledakan dipengaruhi oleh jumlah muatan total bahan
peledak per waktu tunda. Besar kecilnya Intensitas Ground Vibration akan tergantungkepada
jumlah berat bahan peledak maksimum yang meledak bersamaan pada interval waktu. (lamanya
interval waktuadalah 8 millisecond).
- Jarak dari lokasi peledakan
Jarak dari titik atau lokasi peledakan, juga memberikan pengaruh yang besar terhadap
besaran vibrasi yang dihasilkan, Semakin dekat suatu titik pengukuran vibrasi ke titik
atau lokasi peledakan, maka vibrasi yang terukur akan semakin besar.
- Waktu tunda (delay period)
Interval waktu tunda antar lubang ledak sangat mempengaruhi tingkat vibrasi yang dihasilkan.
Jika interval waktu tunda besar, maka kemungkinan jumlah lubang yang dianggap meledak
bersamaan (selisih waktu meledak ≤8 ms)akan semakin kecil, sehingga tingkat vibrasi yang
dihasilkanakan makin kecil. Berdasarkan Calvin J. Konya apabila selisih waktu tunda ≤8 ms
maka lubang dianggap meledak bersamaan. Tetapi jika waktu tunda lebih besar dari 8 ms maka
lubang dapat dinyatakan tidak meledak bersamaan.
Mekanisme pengukuran getaran adalah sebagai berikut :
1. Getaran dan kebisingan peledakan (getaran mekanis) direkam oleh geophone dan
microphone, diubah menjadi getaran elektris lalu disimpan di memori.
2. Hasil pengukuran (dalam memori) di download ke computer dengan
menggunakan program BlastWare.
3. Hasil akhir berupa seismogram yang dapat menampilkan angka-angka besar
getaran dan kebisingan serta grafik.
4. Untuk mengetahui besar getaran apakah masih di dalam atau melebihi ambang
batas, dapat memilih grafik baku tingkat getaran dari 13 negara yang ada di dalam
program.
5. Untuk membuat grafik scaled distance versi PPV diperlukan data pengukuran
minimal 9 (sembilan buah) dengan variable jarak maupun jumlah muatan/delay
yang sama.

METODE PERHITUNGAN PREDIKSI GETARAN BLASTING


A. Kontrol Vibrasi

Peledakan tunda (delay blasting) adalah suatu teknik peledakan dengan cara
meledakkan sejumlah besar muatan bahan peledakan tidak sebagai satu muatan
(single charge) tetapi sebagai suatu seri dari muatan-muatan yang lebihkecil. Maka
getaran yang dihasilkan terdiri seri kumpulan getaran kecil, bukan getaran besar.
Dengan mempergunakan delay, pengurangan tingkat getaran dapat dicapai. Untuk
mengetahui mengapa peledakan delay adalah efektif dalam pengurangan tingkat
getaran perlu mengerti perbedaan antara kecepatan partikel (particle velocity) dan
kecepatan perambatan (propagation velocity atau transmission velocity).
Yang dimaksud dengan kecepatan perambatan adalah kecepatan gelombang seismik
merambat melalui batuan, berkisar antara 2000 – 20.000 feet per detik tergantung
pada jenis batuan. Untuk suatu daerah dengan batuan tertentu, kecepatan relative
konstan. Kecepatan perambatan tidak dipengaruhi oleh besarnya energi (input
energy). Peledakan delay mengurangi tingkat getaran sebab setiap delay
menghasilkan masing-masing gelombang seismik yang kecil yang terpisah.
Gelombang hasil delay pertama telah merambat pada jarak tertentu sebelum delay
selanjutnya meledak. Kecepatan perambatantergantung pada jenis batuannya.

B. Hukum Scaled Distance (SD)


Cara yang praktis dan efektif untuk mengontrol getaran adalahdengan menggunakan
Scaled Distance. Sehingga memungkinkan pelaksana lapangan menentukan jumlah
bahan peledak yang diperlukan atau jarak aman untuk muatan bahan peledak yang
jumlahnya telah ditentukan. Harga SD yang besar akan lebih aman, karena semakin
jauh jaraknya akan lebih aman dibandingkan dengan jarak yang lebih dekat. Batas
Scaled Distance yang dipakai adalah SD = 50. Dengan menggunakan sistem metrik,
Scaled Distance dapat dipersamaankan sebagai berikut :

Dimana :
D : jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m).
W : muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

 Scaled Distance

Scale distance dinyatakan sebagai perbandingan antara jarak dan isian bahan
peledak yang mempengaruhi hasil getaran. Nilai SD dipengaruhi oleh berat
muatan bahan peledak yang meledak secara bersamaan dan jarak antara lokasi
peledakan dengan lokasi pengamatan.
Pelemahan getaran tanah dalam hal komponen kecepatan puncak dan intensitas
getaran udara dievaluasi berdasarkan scaled distance. Faktor Scaled Distance
untuk pergerakan tanah dan getaran udara diketahui, berturut-turut, sebagai
berikut:
Square-root scaled distance

SRSD = R / W½

Cube-root scaled distance (Ambraseys)

CRSD = R / W⅓

Dimana R adalah jarak dari gelombang ke seismograf dan Wadalah berat isian
maksimum bahan peledak dalam setiap 8 ms tiapsatuan waktu (1 kali periode
tunda). Scaled distance sebagai alat penggabung dua faktor-faktor paling penting
meningkatkan intensitas gerakan tanah dan getaran udara sebagai penurunan
sebanding dengan jarak dan berbanding terbalik dengan berat bahan peledak
dalam 1 kali tunda.

C. Persamaan Peak Particle Velocity (PPV)

Peak Particle Velocity (PPV) merupakan kecepatan maksimum yangdigunakan untuk


menghitung besarnya getaran pada suatu lokasi yang tergantung pada jarak lokasi
tersebut dari pusat peledakan dan dari jumlah bahan peledak yang dipakai perperiode
(delay). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam usaha menentukan besarnya
kecepatan partikel puncak (PPV) yang dihasilkan dalam sebuah peledakan maka
dapat ditentukan persamaan sebagai berikut :
𝐷
PPV = k (√𝑊)

Dimana, PPV = Ground Vibration as Peak Particle Velocity, (mm/s).

D = Jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m).

W = Muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

K = Koefesien peluruhan getaran


N = Konstanta kondisi masa batuan
PERHITUNGAN JARAK FLYING ROCK

Perhitungan jarak lemparan flyrock dilakukan secara teoritis (persamaan empiris) dan dengan cara aktual
di lapangan. Parameter yang mempengaruhi Perhitungan flyrock yaitu konstanta batuan, burden dan spasing
lubang ledak, massa isian bahan peledak, tinggi stemming, powder factor, densitas batuan, dan diameter
lubang ledak. Untuk perhitungan teoritis menggunakan metode empirik berdasar teori Richard dan Moore
(2005), Ludborg (1981), Swedish Model (1975), dan American Model (1979). Berdasarkan pengujian yang
telah dilakukan Richard dan Moore (2005), ada 5 komponen utama yang digunakan dalam perhitungan
prediksi flyrock pada kegiatan peledakan yaitu:
1. Face Burst
Face Burst terjadi ketika jarak burden pada baris depan peledakan di lapangan yang terlalu dekat terhadap
freeface dapat menyebabkan potensi flyrock.
𝟐,𝟔
𝐤 𝟐 √𝐦
𝐋= ( )
𝐠 𝐁
Keterangan: L = Lemparan maksimal (m) k = Konstanta g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) m =
Jumlah isian bahan peledak dalam setiap peledakan (per delay) B = Burden awal (m).

2. Cratering
Cratering terjadi ketika tinggi stemming yang terlalu pendek dan juga adanya keterdapatan bidang
lemah pada lubang ledak. Bidang lemah tersebut biasanya merupakan material broken dari hasil
peledakan sebelumnya. Berdasarkan kondisi tersebut maka flyrock dapat terlempar ke segala arah
dari lubang ledak yang diinisiasi. Berikut persamaan yang digunakan.
𝟐,𝟔
𝐤 𝟐 √𝐦
𝐋= ( )
𝐠 𝐒𝐇
Keterangan: L = Lemparan maksimal (m) k = Konstanta g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2 ) m =
Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg) SH = Tinggi stemming (m).

3. Rifling
Rifling terjadi saat tinggi stemming sudah seuai untuk mencegah flyrock secara cratering namun
material stemming yang digunakan kurang baik. Flyrock yang disebabkan oleh riffling ini lebih
cenderung untuk dianalisis dari kemiringan lubang ledaknya, karena jika pada lubang ledak tegak
flyrock diasumsikan akan kembali pada titik semula.
𝟐,𝟔
𝐤 𝟐 √𝐦
𝐋= ( ) 𝐬𝐢𝐧 𝛉
𝐠 𝐒𝐇
Dimana: K = Konstanta L = Lemparan maksimal (m) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) m =
Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg) SH = Tinggi stemming (m).
4. Konstanta
𝐋𝐱𝐠
𝐊= 𝟐,𝟔
√ √𝐦
( 𝐒𝐇 )

Dimana: K = Konstanta L = Lemparan maksimal (m) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) m =


Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg) SH = Tinggi stemming (m).

5. Standar Deviasi
Standar deviasi digunakan untuk melihat dari ke-3 rumus tersebut mana yang memiliki
penyimpangan/error yang paling kecil. Dengan membandingkan jarak fly rock aktual dengan fly rock
prediksi. Hasil dengan nilai terdekat akan dijadikan perhitungan prediktif semi-aktual di area tersebut.

∑(𝐱 − 𝐲)𝟐
𝐒=√
𝐧−𝟏

Lundborg (1981) mengembangkan persamaan perhitungan empirik untuk memprediksikan lemparan maksimal
flyrock.
L= 143 d (q – 0,2)
L = lemparan maksimal (m), d = diameter lubang ledak (inch), q = specific charge (kg/m3 ).

Teori empiris yang diusulkan oleh swedish detonic research foundation (1975) dan American model dari roth
(1979) untuk menentukan jarak maksimum flyrock menggunakan rumus dasar dari gerak parabola (ballistic
trajectiories), parameter yang membedakan yaitu pada kecepatan awal (Vo).
𝟏𝟎𝑫 𝒙 𝟐𝟔𝟎
𝑽𝟎 =
𝑻𝒃 𝒙 𝑷𝒓
Vo = Kecepatan awal (m/s), D = diameter lubang ledak (inch), Pr = Densitas batuan (kg/m3) , Tb =
ukuran fragmentasi batuan (m).
𝐦
𝐕𝟎 = √𝟐𝐄 𝐱 ( )
𝐪
Vo = Kecepatan awal (m/s), √2𝐸 = konstanta gurney, m = berat isian bahan peledak permeter (kg/m),
q = isian rata-rata per lubang ledak (kg/m2 ).
𝐕𝟎 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝟐ɵ
𝐋=
𝐠
L= Lemparan maksimal (m), Vo = kecepatan awal (m/s), g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2 ), ɵ =
kemiringan lubang ledak. (Richard et al. 2005).

Anda mungkin juga menyukai