id6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Diabetes melitus
protein yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya
(Bennet dan Knowler, 2006; ADA, 2016). DM tipe 2 merupakan tipe terbanyak,
yaitu sekitar 90% total pasien diabetes (Bennet dan Knowler, 2006).
didalam dinding arteri, telah di re-definisi dengan teori yang lebih kompleks dimana
disfungsi endotel sebagai pemeran utama (Mannarino dan Pirro, 2008). Disfungsi
endotel berperan dalam patogenesis dan manifestasi klinis aterosklerosis, telah dibuktikan
berhubungan dengan DM tipe 2 dan resistensi insulin pada penelitian ekperimental dan
klinis (Van der Oever et al., 2010; Tabit et al., 2010; Balasubramaniam et al.,
Diabetes melitus tipe 2, tidak hanya didapatkan hiperglikemia saja tetapi juga
mitokondria sehingga akan terjadi stres oksidatif akibat peningkatan ROS (reactive
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7
oxygen species) yang akan menyebabkan disfungsi endotel seperti tampak pada gambar
a. Patogenesis komplikasi DM
pathway, PKC pathway dan hexosamine pathway, bukan merupakan proses yang
berjalan sendiri-sendiri akan tetapi suatu kesatuan proses dengan faktor pemicu yang sama
yaitu ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2005; Van den Oeven et
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8
overproduksi ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2008; Van den
Oeven et al., 2010; Tabit et al., 2010). Pada kondisi fisiologis, produksi ROS melalui
rantai respirasi ini hanya sekitar 5%, yaitu terbentuk O2- (superoksida) (Brownlee,
2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9
sebagai berikut. Ketika glukosa dimetabolisme melalui siklus Kreb (TCA cycle;
tricarboxylic acid cycle) akan dihasilkan donor elektron dalam bentuk NADH
kompleks IV dan terakhir ke molekul O2 yang akan direduksi menjadi air. Rangkaian
memutar ATP sintase sehingga terbentuk ATP (Mayes dan Botham, 2003; Brownlee,
Pada kondisi hiperglikemia, akan terbentuk lebih banyak NADH dan FADH2 akibat
peningkatan metabolisme glukosa melalui siklus Kreb, yang pada titik batas tertentu akan
(superoxide dismutase) maka akan terbentuk ROS seperti tampak pada gambar 2.3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
Resistensi insulin menyebabkan peningkatan pelepasan FFA (free fatty acid) dari
Karena oksidasi asam lemak dan oksidasi asetil CoA yang berasal dari FFA
menghasilkan donor elektron yang sama dengan oksidasi glukosa, yaitu NADH dan
ROS dengan mekanisme yang sama seperti pada hiperglikemia seperti tampak pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
phosphate dehydrogenase) sebesar 66% akibat ribosilasi poli ADP pada GAPDH oleh
enzim PARP (poly ADP-ribose polymerase). Enzim PARP ini aktif karena rusaknya DNA
Enzim PARP merupakan enzim yang bertugas untuk memperbaiki kerusakan DNA
dan akan aktif bila ada kerusakan struktur DNA. Ketika teraktivasi, akan memecah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
(adenosine diphosphate). PARP kemudian memicu polimerisasi ADP- ribose yang akan
terakumulasi pada GAPDH sehingga mengganggu aktivitas enzim ini dalam glikolisis dan
berakibat terakumulasinya metabolit glikolisis seperti tampak pada gambar 2.5 (Brownlee
et al., 2008).
hexosamine pathway dan metabolit tertinggi yaitu glukosa akan mengaktivasi polyol
pathway (Schalkwijk dan Stehouwer, 2005; Brownlee et al., 2008). Hiperglikemia juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
uncouple eNOS serta akan menekan aktivitas enzim katalase dan SOD (superoxide
Stehouwer, 2005; Van den Oever et al., 2010). Tampak jelas terjadi lingkaran setan
signal molekul yang berperan pada aktivitas seluler seperti pertumbuhan sel dan
respon adaptasi. Pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan stres oksidatif, celluler
injury dan apoptosis. ROS dapat mempengaruhi banyak jalur signal seluler seperti G-
protein, protein kinase, ion channel dan faktor transkripsi. Pada akhirnya, ROS yang
timbul akibat hiperglikemia dapat menginduksi aktivasi dan disfungsi endotel dengan
hexosamine dan polyol pathway (a). Stres oksidatif akibat hiperglikemia akan
diperkuat lagi oleh kelebihan produksi DAG dan penurunan NADH+ / reduced
gluthatione (GSH) yang akan mengaktivasi reseptor AGE (RAGE). Stres oksidatif akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
proinflamasi (b), seperti tampak pada gambar 2.6 (Funk, Yurdagul dan Orr , 2012).
interaksi multipel antar sel pada lumen dan dinding pembuluh darah. Pertama, endotel
setelah stimulasi, sehingga terjadi perburukan fungsi organ (Van den Oever et al., 2010;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
proinflamasi, yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6 dan TGF-β1. Bila proses ini tidak terkontrol
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan aterosklerosis dan komplikasi pada
target organ, yaitu ginjal, jantung, pembuluh darah koroner dan serebral (Van den Oever
vWF (von Willibrand’s factor) dalam kondisi seimbang dengan produksi molekul
antitrombosis seperti NO, heparin, tPA dan trombomodulin. Pada DM, keseimbangan
tersebut bergeser ke kondisi protrombosis dan antifibrinolisis. Hal ini terjadi akibat
menurunnya sinyal melalui PI-3K pathway tetapi tidak terjadi gangguan sinyal yang
melalui MAPK pathway yang merupakan ciri khas resistensi insulin pada DM tipe 2.
Terjadi juga peningkatan aktivitas NADPH oksidase sehingga produksi superoksida (O2-)
NFĸβ sehingga mengaktivasi transkripsi gen untuk produksi VCAM-1, e-selectin, ICAM,
IL-1, IL-6, IL-8, TF, PAI dan iNOS (Van den Oever et al., 2010; Funk, Yurdagul dan Orr,
2012).
sebaliknya koagulasi tidak hanya terbentuk fibrin dan aktivasi trombosit tetapi juga
mengakibatkan pengaktifan sel endotel vaskuler yang berperan untuk aktivasi lekosit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
(Guntur, 2008; Suradi, 2011). Proses inflamasi secara langsung berhubungan dengan
aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis dengan cara mengaktifkan NF-ĸβ (nuclear
fibrinolisis melalui peningkatan PAI-1 seperti tampak pada gambar 2.7 (Guntur, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
bahwa protrombosis pada DM akibat adanya disregulasi pada sistem koagulasi dan
peningkatan kadar TF, F VII, trombin, tingginya kadar IL-6 dan fibrinogen, tetapi disisi
sebagai DAMP (damage associated molecular pattern) akan ditangkap oleh APC
(antigen processing and presenting cell) melalui TLR 9 (toll like receptor) dan akan
seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8. Kondisi inilah yang disebut sebagai low grade
peningkatan produksi TF dan PAI-1 oleh endotel seperti tampak pada gambar 2.8
(Guntur, 2000).
berpengaruh pada koagulasi dan fibrinolisis tetapi juga menyebabkan perubahan kualitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
pasien DM lebih padat, ukuran pori-pori lebih kecil, benang fibrin lebih tebal dan
percabangan lebih banyak. Hal ini karena terjadi modifikasi post translation pada
2. Atherosklerosis
pembuluh darah setempat oleh karena plak aterosklerotik, yang mengakibatkan terjadinya
aliran darah sehingga terjadi gangguan pengangkutan oksigen serta hasil metabolisme ke
otot jantung dengan akibat terjadinya iskemia miokard. Proses ini bersifat progresif dalam
beberapa tahun. Bila plak ateroma ini menyebabkan penyempitan lebih dari 70% maka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
aliran darah akan terganggu dan menimbulkan manifestasi klinis sebagai angina pektoris.
Robekan plak aterosklerotik dan ulserasi atau tukak, akan menimbulkan terjadinya
manifestasi klinis angina pektoris yang tidak stabil atau infark miokard (Kristian,Joseph,
a. Epidemiologi
dunia, umumnya karena infark miokard. Berdasarkan data WHO 17,3 juta kematian pada
tahun 2008 terjadi karena penyakit kardiovaskuler dengan 7,3 juta diantaranya (42% dari
Sekitar 450.000 orang di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya karena penyakit
jantung koroner. Insidens IMA meningkat dengan bertambahnya usia, namun insiden
sesungguhnya tergantung pada factor resiko aterosklerosis. Sekitar 50% IMA di Amerika
Serikat terjadi pada usia < 65 tahun. Di Indonesia pada tahun 2002 IMA merupakan
penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%), dengan data survey
peningkatan jumlah kasus sindrom koroner akut tiap tahunnnya, pada tahun 2010 terjadi
b. Faktor Resiko
Secara garis besar faktor risiko penyakit jantung koroner dibagi menjadi dua
berdasarkan kegunaannya dalam praktek klinis, yaitu untuk memprediksi resiko (predict
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
risk) dan resiko yang ditergetkan untuk dikurangi (reduce risk). Predict risk meliputi faktor
non modifiable yaitu usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan factor
52 negara, terdapat 9 modifiable risk meliputi > 90% risiko IMA, konsisten pada berbagai
faktor penting pada penyakit jantung koroner, namun baru berfungsi sebagai senyawa
aterogenik setelah diubah menjadi ox-LDL yang nantinya akan berpotensi dalam
pembentukan foam cell. Efek aterogenik dari ox-LDL adalah bersifat kemotaktik terhadap
monosit, sel otot polos dan limfosit T serta merangsang aktivasi limfosit T dan diferensiasi
(EDRF) dan NOS inhibitor, menghambat migrasi sel endotel, merangsang ekspresi molekul
adesi, merangsang sintesis sitokin, memacu asupan LDL ke dalam makrofag, merangsang
hiperkoagulasi dan meningkatkan tonus vasomotor. Insidensi dan mortalitas IMA semakin
meningkat dengan meningkatnya kadar trigiserida. Faktor resiko lain yang berhubungan
dengan peningkatan trigliserida antara lain rendahnya kadar HDL dan Apo A-1,
meningkatnya kadar LDL, Apo-B dan small dense LDL, intoleransi glukosa, diabetes
Kuldeepa dkk,2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
pengambilan kembali oleh reseptor dan katabolisme LDL, terjadi transformasi makrofag,
migrasi sel otot polos, perubahan system koagulasi. Hiperglikemia akan menurunkan
pertahanan enzim antioksidan dan mempengaruhi fibrinolisis, adesi platelet, dan fungsi
Hipertensi sebagai faktor risiko IMA karena menyebabkan terjadinya shear stress
sehingga terjadi kerusakan endotel, memudahkan infiltrasi LDL, migrasi leukosit dan
monosit serta proliferasi otot polos, memudahkan retensi LDL di dalam dinding arteri,
c. Patofisiologi
terdiri dari :
a. Athrosis ; yang merupakan akumulasi senyawa yang kaya akan kolesterol yang sering
disebut ateroma.
c. Inflamasi ; Yang melibatkan aktifitas monosit atau makrofag limfosit T dan sel Mast
sebelumnya Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit degeneratif yang mau
tidak mau akan terjadi dengan sendirinya dengan meningkatnya umur, maka sekarang
terdapat pemikiran baru bahwa PJK merupakan penyakit inflamasi (Low grade chronic
inflammatory disease). Dua macam lipoprotein yang berperan pada penyakit PJK adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
LDL yang merupakan lipoprotein yang banyak mengandung Apo B-100 dan HDL yang
dalam plasma sangat berperan dalam proses terjadinya aterosklerosis serta meningkatnya
resiko PJK. Pada tempat adanya shear stress ( tekanan geser ) yang tinggi menyebabkan
meningkatnya produksi eNOS dan NO menurun. Akibatnya akan terjadi vasodilatasi dan
aliran pasif molekul seperti LDL melalui dinding pembuluh darah ke dalam tunika intima.
Aliran LDL ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti : Hiperlipidemia, Hipertensi, DM
dan merokok. Pada ruang subendotel, LDL akan mengalami oksidasi karna serangan
Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) yang berasal dari makrofag, menjadi minimal modified
LDL-mm ( LDL yang teroksidasi minimal ). Hasil tersebut selanjutnya dirubah menjadi
oxidized LDL ( LDL yang yang teroksidasi sempurna ). Mm-LDL akan menyebabkan
adhesi atau penempelan monosit mendekati endothelium. Selain itu mm-LDL akan
1), Macrophage Colony stimulating Factor (MCSF) dan Plasminogen Activating Inhibitor-
adhesi seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). VCAM-1 akan menyebabkan
lebih banyak monosit menempel pada endothelium sedang MCSF serta Fibroblast Growth
Factor (FGF) merangsang migrasi dan proliferasi sel otot polos. Karna pengaruh SOR
terjadilah oksidasi LDL. Sinyal ox-LDL yang telah diketahui oleh LDL macrophage
Harvey ,2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
Makropag yang banyak mengandung ox-LDL ini disebut foam cell ( sel busa ),
yang kemudian diikuti terbentuknya faaty streak ( garis lemak ). Kemudian terbentuknya
lipid core (inti lemak ) yang diselimuti sel otot polos. Fase lebih lanjut yaitu terbentuknya
fibrous plaque ( flak fibrosa ) yang merupakan inti lemak yang dikeliling oleh fibrous caps
( kapsula fibrosa ). Dengan terjadinya fisura atau koyaknya thrombus, hematoma dan
thrombosis terjadilah complicated lesion atau advance lesion ( lesi yang telah lanjut ),
tempat plak fibrosa mempuyai kecendrungan untuk terjadinya thrombus mural karna
akumulasi tromboksan A-2, serotonin serta adenosine difosfat (Kristian,Joseph, dan Harvey
,2007)
Secara klinis terjadilah plaques rupture (koyaknya plak) ini akan timbul Acute
Coronary Syndrome (ACS) selanjutnya akan terjadi thrombus yang banyak mengandung
platelet yang disebut platelet rich trombus ( thrombus putih ). Selain itu dikenal sebagai
mural thrombus yang menimbulkan Unstable Angina-UA (angina tidak stabil) atau non Q
wave Myocardial Infarction (NQMI). Kemudian thrombus akan menjadi red thrombus
yang secara klinis dikenal dengan Acute Miocardial Infarction (AMI), serta suddenth death
yang biasa terjadi pada hari pertama AMI (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007)
(MCP-1)
c. Oksidasi LDL melalui mekanisme Stimulasi produksi Superoksida, lipid peroksidasi dan
inaktivasi NO (ROS)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
d. Tahapan Atherosclerosis
hakekatnya merupakan 4 fase yang terjadi secara berurutan, yaitu (Kristian,Joseph, dan
a. Fase Inisiasi
b. Fase Progresi
c. Fase Destabilisasi
d. Fase Reparasi
a. Fase Inisiasi
klinis, tetapi sangat penting bagi usaha-usaha dalam pencegahan primer PJK. Masuknya
kolesterol dalam sirkulasi darah kedalam dinding pembuluh darah adalah proses awal
inisiasi aterosklerosis yang selanjutnya akan diikuti oleh perubahan atau kejadian
berikutnya. Pada dasarnya terdapat 2 macam mekanisme yang saling berkaitan yaitu faktor
daya hemodinamik dan faktor struktural. Faktor daya hemodinamik menyebabkan plak
aterosklerosis akan terbentuk pada tempat tertentu dari percabangan pembululuh darah
akibat adanya shear stress (tegangan gesek ) (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
Pada tempat dimana terdapat tegangan geser yang tinggi akan menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi endothelial nitric oxide syntase (e NOS) dan nitric oxide
(NO). Akibatnya akan terjadi vasodilatasi dan menyebabkan terjadinya aliran pasif dari
molekul-molekul seperti LDL melalui dinding pembuluh darah kedalam tunika initima.
Adanya aliran pasif dari LDL ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko utama seperti
penebalan tunika intima yang mempengaruhi terjadinya resistensi LDL dalam dinding
pembuluh darah. Pengambilan ox-LDL kedalam makrofag dilakukan oleh “LDL scavenger
receptor” ( reseptor pengambil LDL ). Makrofag yang banyak mengandung ox-LDL ini
dikenal sebagai “foam cell” (sel busa ). Tidaklah jelas mengapa kolesterol yag telah berada
dalam sel busa ini lebih sukar untuk keluar dan kembali dalam sirkulasi (reserve
cholesterol transport pathway) dengan bantuan HDL (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007;
Mazhar,2010).
Monocyte Transmigration
Vessel wall
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
b. Fase Progresi
Pembentukan “fatty streak” (garis lemak) terjadi pada decade ke dua. Penimbunan
lipid ekstraselular dikenal sebagai plak aterosklerosis. Penimbunan lipid ekstra selular ini
dapat berasal dari sel busa yang mati pada proses apoptosis dalam makrofag dan sel otot
polos. Timbunan lipid ekstraselular ini akan saling bergabung membentuk ateroma. Proses
progresi ini merupakan proses kelanjutan dari peningkatan kolesterol dan gangguan
produksi NO. Mm-LDL akan merangsang ekspresi atau paparan molekul adhesi dalam sel
endotel dan produksi khemokine seperti MCP-1 dari sel-sel otot polos. Molekul iniakan
menarik sel monosit. Sel monosit atau makrofag akan menghasilkan oksigen radikal yang
akan merangsang terbentuknya lebih banyak lagi ox-LDL. Oksidasi LDL bersifat toksis
pada sel endotel yang selanjutnya akan meningkatkan asupan LDL dan monosit lebih
banyak lagi kedalam tunika intima (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007;Anoop dan Usha
,2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
Sklerosis telah diketahui berperan dalam pembentukan plak dan penyempitan lumen
namun yang lebih penting lagi adalah bahwa sklerosis akan mempertahankan terjadinya
“plaque rupture” (robeknya plak) yang selanjutnya akan mengakibatkan tetjadinya infark
miokard. Berdasarkan hal ini maka “response to injury mechanism” (mekanisme terjadinya
kerusakan atau luka pada plak) merupakan mekanisme yang paling penting pada sklerosis
yang sangat ditentukan oleh peran “platelet derived growth factor” (PDGF), PGF dan GPF,
angiotensin II, endothelin, thrombin. Sklerosis terjadi disekitar dan diatas ateroma
membentuk “fibrous caps” (kapsula fibrosa). Pada dasar dari lesi sel sel otot polos akan
membentuk penebalan membrane basalis. Robekan plak terjadi pada tempat yang paling
besar mendapatkan “wall stress” (tekanan mekanik dinding pembuluh darah) yaitu didaerah
dimana kapsula fibrosanya tipis, banyak mengandung makrofag, berkurangnya matrix dan
Usha ,2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
yang selanjutnya diikuti oleh adanya pengendapan atau penyimpanan platelet dan fibrin.
Kejadian ini biasa bersifat “asymtomatic” (tanpa gejala) walaupun terjadi perluasan plak
Bila robekan plak terjadi dan masukan kedalam lumen, maka akan menimbulkan gejala
sebagai “unstable angina pectoris” (angina pektoris yang tidak stabil) dan bila sampai
menutup lumen maka akan terjadi infark miokard, Meskipun tanpa trombolisis tetapi
banyak thrombus koroner yang mengalami reperfusi. Dengan terjadinya organisasi dari sisa
thrombus, akan terjadi penyempitan lumen yang kronis dan menimbulkan gejala “unstable
angina pectoris” (angina tidak stabil) (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007;Anoop dan Usha
,2013)
(Colin Waine,2002)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
senyawa protein terhadap lesi tersebut. Hal tersebut terjadi pada trauma, luka bakar atau
tumor. Kadar protein yang meningkat pada APR tersebut diantaranya adalah CRP dan
fibrinogen. Selain itu terjadi peningkatan adhesi monosit atau makrofag, limfosit T,
peningkatan kemokin atau sitokin seperti IL-6 dan faktor pertumbuhan. Dengan adanya
adalah VCAM, ICAM, dan E-Selectine. Selain itu terjadi peningkatan MCP-1, lalu VCAM-
1 akan menarik lebih banyak lagi monosit kedalam ruang sel endotel (Paul dkk, 2006).
trombus) yang dapat menyebabkan terjadinya trombus akibat robekan plak yang masuk
kedalam lumen dan menimbulkan gejala sebagai unstable angina pectoris. Karena adanya
peran makrofag ini, maka meningkatnya makrofag dalam jaringan dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya ruptur plak. Jadi peran makrofag bukan hanya pada pembentukan
Harvey ,2007). Makrofag akan mensekresi faktor pertumbuhan yang merangsang penarikan
dan pertambahan atau proliferasi otot polos serta sitotoksis otot polos, sehingga peran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
kapasitas atau kemampuan untuk memperbaiki plak. Limfosit T juga berperan dalam
apoptosis SMC melalui sitokin IFN γ. Makrofag juga mensekresi matrix metalloproteinase
(MMP) yang nerangsang sekresi sitokin seperti TNF- α dan IL-1(Paul dkk, 2006).
Gambar 2.13. Peran Makrofag pada inflamasi arteri (Paul dkk, 2006)
Pada fase awal atherosklerosis oksidasi LDL dengan makrofag sebagai mediator
merupakan hal yang sangat penting yang selanjutnya akan disusul dengan oksidasi LDL
oleh otot polos. Oksidasi LDL dengan makrofag sebagai mediator diawali dengan ikatan
lipoprotein pada reseptor LDL dipermukaan makrofag, dimana stress oksidatif akan
memproduksi ROS dan FA-OOH yang akan mengoksidasi LDL ekstra seluler. Mekanisme
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
a. Superoksida
Sel otot polos arterial membutuhkan besi dan tembaga untuk oksidasi LDL.
Superoksidasi (O2-) dihasilkan dari penambahan 1 elektron pada molekul oksigen yang
dapat merupakan salah satu senyawa yang merangsang terjadinya oksidasi LDL. Kecepatan
oksidasi LDL seimbang dengan kecepatan pembentukan (O2-) didalam sel fibroblast, sel
endotel, serta sel otot polos. Superoksida dismutase adalah scavenger (penangkap)
superoksidase, merubah (O2-) menjadi H2O2 dan O2. sehingga superoksida dismutase dapat
mencegah oksidasi LDL. Senyawa lain yaitu Hidrogen peroksida yang kerjanya akan
b. Lipoksigenase
Lipoksigenase enzim yang merubah polyunsaturated fatty acid (asam lemak tidak
jenuh) menjadi lipid hydroperoxide yang juga merupakan oksidasi LDL dengan bantuan
tembaga secara in vitro namun aktifitas Lipoksigenase dalam makrofag dan sel endotel
senyawa aterogenik sebelum dirubah menjadi senyawa ox-LDL, ada beberapa efek
proaterogenik dari ox-LDL adalah sebagai berikut (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007):
a. Bersifat kemotaktik terhadap monosit, sel otot polos dan limfosit T serta merangsang
instability plaque.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
b. Menghambat motilitas atau perpindahan makrofag sehingga makrofag ini akan dapat
c. Bersifat sitotoksik
j. Merangsang hiperkoagulasi
Gambar 2.14. Efek aterogenik dari ox-LDL (Kristian,Joseph, dan Harvey ,2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
paling penting pada proses sklerosis yang ditentukan oleh rangsangan growth factor seperti
PDGF, PGF, GPF. Sklerosis yang terjadi membentuk suatu kapsula fibrosa, bila terjadi
tekanan mekanik pada dinding pembuluh darah (wall stress) yang merupakan daerah yang
disekresikan oleh makrofag yang akan merangsang sitokin IL6 yang merupakan sitokin
proinflamatoris yang mempuyai peranan penting pada aterosklerosis. IL-6 juga dapat
merangsang sel makrofag untuk menghasilkan TNF-α serta merangsang SMC. Peran lain
IL-6 dan TNF-α dapat menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas sel endotel dan
produksi sitokin serta adhesi molekul. IL-6 akan mempengaruhi aktifitas MSR pada
pengambilan LDL oleh makrofag sampai terbentuk “foam cel” (Kristian,Joseph, dan
menentukan sifat aterogenetiknya. Peningkatan glikasi ion enzimatik pada LDL yang
oksidasi LDL. LDL pada penderita DM lebih mudah mengalami glikasi dan lebih peka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
minimal (mm LDL). Dengan adanya proses glikasi LDL, akan terjadi transformasi
makrofag serta migrasi sel otot polos ke dalam sel busa. Hiperglikemia dapat pula
thrombus, fibrinolisis serta disfungsi endotel. Selain itu ikut berperan “advanced
bebas. Proses ini dikenal dengan sebutan “anti oxidative glycosylation” atau
superoksida (O2), radikal hidroksil (OH) dan hydrogen peroksida ( H2O2) yang semuanya
dapat menyebabkan terjadinya gangguan lipid. Radikal bebas ini juga akan menyebabkan
aktivitas “ aldosa reductase” (AR) dan “sorbitol dihydrogenase” (SDH). Aktivasi kedua
enzim ini menyusun “the polyol pathway”. Melalui “ the polyol pathway” ini tidak hanya
terjadi peningkatan sorbitol fructose, tetapi juga terjadi penurunan rasio NADH ke NAD+
Peningkatan glucose akan menurunkan pertahanan enzim antioksidan misalnya Cu, Zn-
atau “conjugated dienes”. Menurut penelitian “the San Antonio Heart Study”, penderita
Pengukuran terhadap radikal bebas reaktif adalah sukar karen adanya reaktivitas yang
tinggi, “ half life” yang singkat dan konsentrasi yang sangat rendah, sehingga diperlukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
metoda pengukuran yang lain terhadap hasil stress oksidatif. Anion superoksida secara
O2 + NO OONO
AGEs sehingga pada penderita ini terjadi peningkatan AGEs yang akan menghambat
dengan berat molekul 13 kDa yang merupakan bagian dari chemokine diproduksi oleh sel
endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, keratinosit, fibroblas, sel
mesangial, sel epitel tubulus, limfost dan makrofag. Kadarnya akan meningkat pada
stimulus oleh sitokin pro inflamasi tumor necrosis factor-α (TNF-α), interferon(IFN-У),
mengaktifkan monosit pada kondisi inflamasi yang kronik. Kerusakkan pembuluh darah
yang ditandai dengan terjadinya disfungsi endotel akan meningkatkan kebocoran LDL
dalam lumen pembuluh darah ke dinding pembuluh darah dimana LDL akan diubah
menjadi LDL yang teroksidasi, hal ini juga akan meningkatkan sekresi dari MCP-1 dari sel
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
endotel dan sel otot polos pembuluh darah. Pada saat terjadi injury pada pembuluh darah
monosit akan mengikat CCR2 pada membran leukosit dan akana membentuk komplek
CXCR2 (CXC chemokine reseptor 2). Interaksi antara MCP-1 dan CCR2 akan
mengaktifkan protein G reseptor yang menyebabkan monosit menumpuk pada sel endotel.
Monosit akan masuk ke celah sub endotelial dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang
akan mengikat LDL yang teroksidasi menjadi foam cell. Kondisi ini akan disertai sekresi
MCP-1 dan sitokin pro inflamasi lainnya pada sel endotel yang akan memperberat
terjadinya akumulasi lemak pada dinding pembuluh darah. Hal ini yang menunjukkan
menghambat progresivitas plaq dan mencegah terjadinya ruptur pada plaq yang stabil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
Gambar 2.15. Pengaruh MCP-1 terhadap disfungsi endotel dan produksi sitokin
(Jianlii, 2009)
Sel kardiovaskuler termasuk didalamnya sel endotel dan monosit jantung dapat
menghasilkan MCP-1 sebagai respon dari berbagai stimulus dengan adanyafaktor pencetus
dari akumulasi leukosit akan menyebabkan terjadinya inflamasi yang kronik. Peningkatan
kadar level MCP-1 juga ditemukan pada pasien penyakit jantung koroner dan kadarnya
meningkat pada pasien infark miokard akut. Peningkatan sirkulasi level MCP-1
atherosclerosis pada koroner dan peningkatan insiden penyakit jantung koroner. Pada
binatang percobaan menunjukkan bahwa MCP-1 merupakan faktor utama yang berperan
dalam kejadian iskemia miokard pada 5 jam pertama setelah reperfusi. Pada percobaan
tikus dengan miokard infark, pemberian antibodi MCP-1 significan mengurangi perluasan
infark, mengurangi dilatasi ventrikel dan memperbaiki fungsi jantung. ( Jianli dkk, 2009;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
9. N-Asetil Sistein
N-Asetil Sistein bekerja sebagai direct antioxidant karena mempunyai gugus thiol
(SH) bebas yang dapat berinteraksi langsung dengan elektron dari ROS. Interaksi N-Asetil
Sistein dengan ROS menyebabkan pembentukan radikal N-Asetil Sistein thiol dan N-Asetil
Sistein disulfid sebagai produk akhir utama. Selain itu N-Asetil Sistein juga berperan
sebagai antioksidan tidak langsung di mana N-Asetil Sistein akan dimetabolisme sebagai
Antioksidan melindungi DNA didalam gen dari serangan radikal bebas. Pertahanan
antioksidan yang kuat dapat menghentikan radikal bebas sebelum mereka dapat menyerang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
Glutation (GSH) adalah nature master antioxidant yang paling kuat/ powerful,
dapat menurunkan respon inflamasi agar inflamasi pada PGK tidak semakin menjadi
kronik dengan meningkatkan fungsi imun dan sebagai detoxifier tubuh (Kleinman dkk.,
2003).
Glutation tidak bisa diberikan secara oral karena akan mengalami degradasi dan
rusak oleh asam lambung dan ensim oleh karena itu harus dibentuk didalam tubuh dengan
(yang mana berfungsi sebagai cadangan), paru dan ginjal. Sintesis terjadi didalam
sitoplasma seluler dalam dua tingkat ensimatik yang terpisah. Pertama, asam amino asam
glutamat dan sistein diikat oleh gama glutamilsistein sintetase dan yang kedua glutation
N-Asetil sistein bekerja diluar sel untuk mengurangi sistin (cystine) menjadi sistein
(cysteine) dimana dapat ditranspor kedalam sel 10 kali lebih cepat dibandingkan sistin dan
glutation, NAS berperan sebagai indirect antioxidant dimana akan meningkatkan aktivitas
mengkatalisasi detoksifikasi peroksid.NAS juga bekerja secara langsung pada radikal bebas
sebagai direct antioxidant karena memiliki gugus tiol (SH) bebas yang dapat berinteraksi
langsung dengan elektron dari ROS atau RNS. Interaksi dengan ROS menyebabkan
pembentukan radikal NAS tiol dan NAS disulfid sebagai produk akhir utama. NAS adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
powerful free radical scavenger dan dapat mengurangi radikal bebas HO dan H2O2. NAS
menjadi obat yang sangat baik untuk mengontrol inflamasi sistemik seperti pada pasien
Farmakodinamik NAS
a. N-Asetil sistein sebagai pre-cursor Glutation (GSH) atau indirect antoxidant, direct
kemokin, sitokin (TNF, interleukin, interferon) agar bekerja tidak berlebihan sehingga
memfagositosis dan melisis bakteri atau benda asing, sehingga memperbaiki daya
keseimbangan redox ini sangat penting dalam mengatur respon terhadap inflamasi
d. N-Asetil sistein mencegah kerusakan membran sel dan lipid peroksidasi sehingga tidak
Sebagai hasil akhir kerja NAS sebagai immune booster dapat mengurangi frekuensi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
e. N-Asetil sistein memperbaiki struktur, bentuk dan fungsi sel darah merah sebagai
f. N-Asetil sistein bekerja sebagai true-mucolytic pada bronkhitis dan penyakit paru
g. N-Asetil sistein mempunyai aktivitas fluidikasi atau pencairan yang kuat terhadap
sekresi mucus dan mukopurulen dengan jalan depolimerisasi dari kompleks asam
dan purulenta dari sputum dan sekresi-sekresi lainnya, tambahan pula obat ini berefek
h. Keracunan paracetamol aksidental atau sengaja. Dosis awal secara oral 140 mg/kg
dengan 70 mg/kg berat badan yang diberikan setiap 4 jam selama 1-3 hari(Cuzzocrea
dkk., 2001).
Pada penderita dengan riwayat gastritis, sebaiknya diberikan setelah makan. Karena
mengandung sucrose, tidak dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus atau dapat
diberikan bila kadar glukosenya terkontrol dalam batas normal. Pada beberapa penelitian
baik pada hewan maupun manusia menunjukkan pemberian Acetylcysteine pada kehamilan
dan ibu menyusui tidak menimbulkan efek teratogenik maupun efek samping berbahaya
akan tetapi seperti obat-obatan lainnya pemberiannya hanya pada kasus yang benar-benar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
Souto, 2008).
Tidak adanya efek samping yang bermakna selama periode puluhan tahun (>45
banyak uji klinik kontrol internasional yang telah dilakukan pada lebih dari 3000 pasien,
tidak ada reaksi efek samping bermakna secara statistik.Banyak uji klinik NAS dengan
indikasi khusus menggunakan dosis tinggi atau dalam pengobatan jangka panjang telah
memperlihatkan bahwa obat NAS ditoleransi dengan sangat baik bila diberikan secara oral
atau parenteral. Pada laporan selama lebih dari 2 tahun pada 5 negara Eropa dimana NAS
dosis lebih tinggi NAS untuk kasus berat, karena batas keamanan (safety margin) NAS
sangat luas dan LD 50 adalah 7.888 mg/ kg berat badan (Heloisa, 2005; Borras dkk.,
2007;Aguiar-Souto, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
Setelah pemberian N-Asetil Sistein perinjeksi, N-Asetil Sistein akan akan diserap
plasma dan konsentrasi plasma puncak 0.35-4 mg/ L dicapai dalam 1-2 jam sedangkan
distribusi volume mengikat protein plasma berkisar 0.33-0.47 L/ kg. N-Asetil Sistein akan
mencapai waktu paruh 4 jam setelah injeksi intravena. Klirens ginjal 0.190-0.211 L/ h/ kg
dan sekitar 70% dari pembersihan tubuh total nonrenal (Nolin dkk, 2010).
commit to user