Anda di halaman 1dari 13

Diabetes Mellitus dan Stress Oksidatif—Tinjauan

Singkat
Asmat Ullaha,*, Abad Khana, Ismail Khanb

Abstrak Tubuh manusia secara terus menerus terpapar dengan berbagai tipe agen
yang menghasilkan produksi spesies reaktif yang disebut radikal bebas
(ROS/RNS) yang karena transfer dari elektron tak berpasangan bebasnya akan
mengakibatkan oksidasi dari mesin-mesin seluler. Dengan bertujuan untuk
menghilangkan efek dari spesies tersebut, tubuh memiliki sistem antioksidan
endogen atau memperoleh antioksidan eksogen dari diet yang akan menetralkan
spesies tersebut dan menjaga keseimbangan tubuh. Adanya keetidakseimbangan
antara RS dan antioksidan akan menghasilkan kondisi yang diketahui sebagai
“stress oksidatif” yang akan mengembangkan munculnya kondisi patologis salah
satu diantaranya adalah diabetes. Sebagian besar penelitian mengungkapkan
kesimpulan stress oksidatif pada pathogenesis diabetes oleh karena perubahan
sistem enzimatik, peroksidasi lipid, terganggunya metabolisme Glutathione, dan
menurunkan kadar vitamin C. Lipid, protein, kerusakan DNA, Glutathione,
dismutasi catalane dan superoksida adalah berbagai biomarker dari stress oksidatif
pada diabetes mellitus. Stress oksidatif mencetuskan komplikasi diabetes meliputi
stroke, neuropati, retinopati, dan nefropati. Tujuan dasar dari tinjauan ini adalah
untuk meringkas dasar stress oksidatif pada diabetes mellitus.

1. Diabetes mellitus

Demikian juga seperti Osteoporosis, sindrom Cushing dan Skleroderma, Diabetes


mellitus merupakan kelompok gangguan metabolisme yang dikarakteristikkan
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan
ketidakcukupan produksi atau aksi dari insulin yang diproduksi oleh pankreas di
dalam tubuh (Maritim et al., 2003). Insulin merupakan protein (hormon) yang
disintesis di sel beta pankreas sebagai respon dari berbagai stimuli seperti glukosa,
sulfonylurea, dan arginine tetapi glukosa merupakan faktor penentu mayor (Joshi
et al., 2007). Peningkatan kadar glukosa darah jangka panjang berhubungan
dengan komplikasi makro- dan mikro-vaskular yang akan menimbulkan penyakit
jantung, stroke, kebutaan dan penyakit ginjal (Loghmani, 2005). Disamping
hiperglikemia, terdapat beberapa faktor lainnya yang memainkan peran penting
dalam patogenesis diabetes seperti hiperlipidemia dan stress oksidatif yang akan
menimbulkan risiko tinggi terjadinya komplikasi (Kangralkar et al., 2010).

2. Tipe diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan dalam berbagai bentuk namun salah satu
bentuk klasifikasi adalah sebagai berikut (American Diabetes Association, 2004):

1. Diabetes tipe I (Dependen insulin) adalah akibat kerusakan sel beta yang
dimediasi oleh imun, mengakibatkan defisiensi insulin.
2. Diabetes idiopatik merupakan diabetes tipe I dengan etiologi yang tidak
diketahui dan diduga kuat akibat diturunkan.
3. Diabetes tipe II (Non-dependen insulin) adalah akibat kekurangan sekresi
insulin dan resistensi insulin.
4. Diabetes mellitus gestasional adalah berbagai bentuk intoleransi terhadap
glukosa dengan onset atau pertama kali dikenali pada kehamilan.

Tetapi diabetes paling banyak diklasifikasi secara dasar menjadi DUA tipe mayor:
Diabetes Tipe I (IDDM) dan Diabetes Tipe II (NIDDM).

3. Patofisiologi diabetes

Kapanpun seseorang mengonsumsi makanannya, terdapat peningkatan kadar


glukosa darah yang menstimulasi sekresi insulin dan menimbulkan peningkatan
transportasi, biotransformasi, dan penyimpanan di jaringan otot dan lemak. Pada
kondisi puasa, glukosa dalam darah disediakan oleh hepar yang digunakan oleh
otak, tanpa adanya ketergantungan terhadap insulin. Selain penyimpanan glukosa,
insulin juga menghambat sekresi glukagon dan menurunkan konsentrasi asam
lemak serum sehingga mengakibatkan penurunan produksi glukosa di hepar
(Kangralkar et al., 2010). Insufisiensi insulin atau resistensi terhadap insulin pada
tubuh mengakibatkan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan yang berakibat
pada timbulnya hipoglikemia intraseluler dan hiperglikemia ekstraseluler.
Hipoglikemia intraseluler mengakibatkan glukogenesis dan glukoneogenesis yang
menimbulkan pemecahan lemak (mengakibatkan ketoasidosis diabetik) dan
menurunkan sintesis protein dan gamma globulin (mengakibatkan cachexia,
polifagia, dan gangguan penyembuhan luka), sedangkan hiperglikemia
ekstraseluler akan mengakibatkan komi hiperglikemik dan diuresis osmotic
(Ozougwu et al., 2013) (Lihat Gambar 1).

3.1 Patogenenis Diabetes mellitus tipe I (IDDM)

Pada diabetes mellitus dependen insulin (IDDM) terdapat defisiensi sekresi


insulin akibat destruksi sel beta pancreas akibat autoimun yang mengakibatkan
gangguan metabolik yang berhubungan dengan IDDM (Ozougwu et al., 2013).
Tahap akhir dari destruksi sel β menunjukkan onset penyakit klinis yang
mengarah ke diabetes mellitus tipe I dimana monosit yang mengalami infiltrat,
limfosit dan campuran pseudoatrofikislet dengan beberapa sel yang
mensekresikan somatostatin, glikogen dan polipeptida pankreatik, sebagai akibat
proses imunogenik, akan menginduksi timbulnya penyakit (Al Homsi dan Lukic,
1992; Gill dan Haskins, 1993; Yagi et al., 1992). Autoimunitas, susunan genetik
dan faktor lingkungan bertanggung jawab untuk destruksi sel islet (Michael et al.,
2000).

3.2 Patogenesis Diabetes mellitus tipe II (NIDDM)

Pada diabetes mellitus non dependen insulin (NIDDM) terdapat kerusakan


mekanisme tertentu yang menjaga regulasi antara sensitivitas jaringan terhadap
insulin yang berikutnya akan mengakibatkan gangguan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan gangguan aksi insulin melalui resistensi insulin (Defronzo dan
Lily, 1987). Pada diabetes tipe ini, defek genetik multipel, dan faktor lingkungan
tertentu terutama obesitas bertanggung jawab terhadap defek sel beta dan
resistensi insulin jaringan perifer (Michael et al., 2000).

4. Komplikasi diabetes

Diabetes merupakan kelainan dimana pasiennya berisiko untuk mengalami


komplikasi kapanpun. Komplikasi dapat bersifat makrovaskular (penyakit jantung
koroner, penyakit vaskular perifer dan stroke), mikrovaskular (neuropati,
retinopati, dan nefropati) maupun mikro- dan makrovaskular (kaki diabetes).
Mortalitas dan morbiditas dari diabetes lebih banyak berhubungan dengan
degenerasi makrovaskular dibandingkan dengan risiko komplikasi mikrovaskular
pada orang usia lanjut (Wallace, 2004). Secara umum, komplikasi diabetes
mellitus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok (Wallace, 2004; Mohan,
2002) (lihat Tabel 1):

a. Komplikasi metabolik akut: Bersifat jangka pendek dan meliputi


hipoglikemia, ketoasidosis dan koma hiperosmolar non-ketotik.
b. Komplikasi lanjut sistemik: Bersifat kronis jangka panjang seperti
komplikasi yang meliputi nefropati diabetikum, mikroangiopati, neuro-
dan retinopati diabetikum, aterosklerosis dan infeksi.

5. Tinjauan radikal bebas

5.1 Radikal bebas

Radikal bebas adalah suatu zat kimia reaktif yang merupakan spesies dengan
hidup yang singkat dengan satu atau lebih elektron tak berpasangan. Mereka dapat
dipertimbangkan sebagai sinyal buruk yang tidak dapat dihindarkan yang terlibat
dalam proses diferensiasi dan migrasi normal. Radikal bebas tersebut
menginduksi kerusakan sel dengan melepaskan elektron tak berpasangan yang
mengakibatkan oksidasi dari komponen dan molekul sel (Bansal dan Bilaspuri,
2011). Secara umum sangat tidak stabil dan sangat reaktif.

5.2 Tipe radikal bebas

Radikal bebas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe berikut:

1. Spesies oksigen reaktif (ROS).


2. Spesies nitrogen reaktif (RNS) (Droge, 2011).
3. Spesies klorin reaktif (RCS) (Freidovich, 1999).
5.3 Peran biologis radikal bebas

Seperti yang didiskusikan sebelumnya, radikal bebas dianggap sebagai hal buruk
yang diperlukan, mereka memainkan peran dalam asal usul dan evolusi
kehidupan. Mereka dianggap penting untuk mengaktivasi berbagai jalur sinyal di
dalam sel, seperti Mitogen activated protein kinase (MAPK) dan jalur extra-
cellular-signal-regulated kinase (ERK) yang merubah ekspresi gen, dan juga
koordinasi dengan dismutasi superoksida yang menginisiasi kematian sel (Cho
dan Wolkenhauer, 2003). Misalnya, RNS yang diproduksi oleh neuron bertindak
sebagai neurotransmitter dan yang digenerasi oleh makrofag bertindak sebagai
mediator imunitas. Ia juga bertanggung jawab terhadap adhesi leukosit, trombosis,
angiogenesis dan tonus vaskular. Dengan cara yang serupa ROS terlibat dalam
transkripsi gen, transduksi tunggal dan regulasi aktivitas lainnya di sel (Fang et
al., 2002).

5.4 Produksi dan pencarian radikal bebas

Baik substansi eksogen dan endogen menghasilkan radikal bebas di sel dan
sekitarnya. Mereka dapat diproduksi dari reaksi non-enzimatik oleh gabungan
organik dengan oksigen dan juga yang diinisiasi oleh radiasi ionisasi (Pham-Huy
et al., 2008). Proses ini juga dapat terjadi di mitokondria oleh fosforilasi oksidasi.
Sumber lainnya meliputi radiasi, ROS, RNS, produksi netrofil dan makrofag, zat
kimia, merokok, beedi, rokok dan limbah industri (Sen et al., 2010). Sekarang
dengan tujuan untuk mencari efek merusak dari radikal bebas tersebut, tubuh
memiliki mekanisme yang berbeda untuk menghasilkan antioksidan, secara
endogen atau eksogen, yang akan menetralkan peningkatan jumlah radikal bebas
dan menjaga sel tetap terlindungi dari efek toksiknya dan berkontribusi dalam
pencegahan lebih lanjut terhadap penyakit (Pham-Huy et al., 2008) (lihat Gambar
2).
6. Stress oksidatif dan antioksidan

Telah diketahui bahwa oksigen adalah faktor mayor yang membuat hidup
terbatas. Merupakan komponen penting dari kehidupan aerobik. Namun pada
beberapa keadaan, oksigen ini dapat menjadi pembunuh sel ketika ia
menghasilkan spesies reaktif yang menyebabkan nekrosis dan kemudian kematian
sel. RNS dan RCS juga menyebabkan oksidasi dengan menghasilkan mekanisme
tertentu yang mengganggu proses fisiologis normal didalam sel (Weseler dan
Bast, 2010). “Stress oksidatif” dapat digambarkan sebagai gangguan apapun
dalam keseimbangan antioksidan dan pro-oksidan akibat berbagai faktor seperti
penuaan, efek dan toksisitas obat, inflamasi dan/atau adiksi (Sies, 1985).
Umumnya, pembentukan yang berlebihan atau/dan kurangnya pembuangan
molekul reaktif seperti spesies nitrogen reaktif (RNS) dan spesies oksigen reaktif
(ROS) (Johansen et al., 2005). Oksigen merupakan spesies yang sangat reaktif
yang memiliki kemampuan untuk menjadi bagian dari molekul yang berpotensi
membahayakan dan merusak (Radikal bebas). Stress oksidatif menyebabkan sel
yang sehat dari tubuh kehilangan fungsi dan strukturnya dengan cara
menyerangnya. Hingga saat ini, patogenesis dari lebih 50 penyakit telah
dihubungkan oleh karena radikal bebas (lihat Tabel 2). Ketika kadar antioksidan
menjadi terbatas dan kerusakan ini dapat bersifat melemahkan dan kumulatif
(Mark Percival, 1996). Kerusakan DNA, protein dan makromolekul lainnya akibat
oksidasi telah dihubungkan dengan patogenesis dari berbagai variasi penyakit,
terutama kanker dan penyakit jantung (Halliwell, 1994).

Istilah “antioksidan” dapat diberikan untuk substansi apapun yang


availabilitasnya, bahkan dalam menit konsentrasinya menghambat atau menunda
oksidasi dari substrat. Terdapat beberapa spesies atau molekul, endogen
(disintesis secara internal) atau eksogen (dikonsumsi), yang memainkan peran
dalam pertahanan antioksidan dan dapat dipertimbangkan sebagai biomarker
stress oksidatif. Antioksidan dapat dibagi menjadi antioksidan pemecah rantai
atau antioksidan preventif, berdasarkan mekanisme aksinya (Somogyi et al.,
2007). Berbagai tipe antioksidan biologis meliputi, misalnya, Gluthatione
(teroksidasi/reduksi), Vitamin C&E, cystine, dll. (Savita Khanna 2000).

7. Stress oksidatif pada diabetes mellitus

Telah dipercayai bahwa stress oksidatif memainkan peran penting dalam


perkembangan terjadinya komplikasi vaskular pada diabetes khususnya diabetes
tipe 2 (Pham-Huy, 2008). Peningkatan kadar ROS pada diabetes dapat disebabkan
oleh penurunan destruksi atau/dan peningkatan produksi oleh katalase (CAT—
enzimatik/non-enzimatik), dismutasi superoksida (SOD) dan antioksidan
gluthatione peroksidase (GSH-Px). Variasi kadar enzim tersebut membuat
jaringan rentan terhadap stress oksidatif yang kemudian menimbulkan terjadinya
komplikasi diabetik (Lipinski, 2001). Berdasarkan penelitian epidemiologis,
mortalitas diabetik dapat dijelaskan oleh peningkatan penyakit vaskular selain
hiperglikemia (Pham-Huy, 2008).

7.1 Patofisiologi stress oksidatif pada diabetes

Saat ini, bukti telah mendukung adanya peran dari stress oksidatif dalam
patogenesis diabetes tipe 1 dan tipe 2. Pembentukan radikal bebas pada diabetes
oleh glikasi non-enzimatik protein, oksidasi glukosa dan peningkatan peroksidasi
lipid mengakibatkan kerusakan enzim, mesin seluler dan juga meningkatkan
resistensi insulin akibat stress oksidatif (Maritim et al., 2003). Berdasarkan
penelitian terakhir, lipid juga merupakan komponen apolipoprotein dari LDL yang
membentuk angregat oksidatif yang tak larut secara oksidatif akibat rantai silang
yang diinduksi oleh hidroksil radikal antara monomer apo-B yang bertanggung
jawab untuk kerusakan oksidatif pada komplikasi diabetes (Pham-Huy, 2008).
Pada diabetes mellitus, sumber utama dari stress oksidatif adalah mitokondria.
Selama metabolisme oksidatif di mitokondria, komponen dari oksigen yang
diperlukan direduksi dengan air, dan sisa oksigen diubah menjadi oksigen radikal
bebas (O•) yang merupakan ROS penting yang dikonversikan menjadi RS lain
seperti ONOO-, OH dan H2O2 (Moussa, 2008). Sinyal insulin dimodulasi oleh
ROS/RNS dengan dua cara. Di sisi lainnya, sebagai respon terhadap insulin,
ROS/RNS diproduksi untuk mengeluarkan seluruh fungsi fisiologis dan pada sisi
lainnya, ROS dan RNS memiliki regulasi negatif pada sinyal insulin,
menginterpretasikan untuk terjadinya resistensi insulin yang merupakan faktor
risiko untuk diabetes tipe 2 (Erejuwa, 2012).

7.2 Stress oksidatif dan komplikasi diabetes

Beberapa bukti dari penelitian telah menghubungkan antara diabetes dan stress
oksidatif dengan mengukur berbagai biomarker meliputi biomarker kerusakan
DNA dan produk peroksidasi lipid. Telah dipercayai bahwa pada onset dan proses
komplikasi diabetes yang lanjut, radikal bebas memiliki peran mayor karena
kemampuan mereka untuk merusak lipid, protein dan DNA (Ayepola, 2014).
Berbagai kondisi patologis diinduksi oleh stress oksidatif seperti Rhematoid
arthritis, Diabetes mellitus dan kanker (El Faramawy dan Rizk, 2011). Radikan
bebas dan stress oksidatif menginduksi komplikasi dari DM meliputi penyakit
arteri koroner, Neuropati, nefropati, retinopati (Phillips et al., 2004) dan stroke
(Asfandiyarova et al., 2007). Penelitian in vivo mendukung peran hiperglikemia
dalam pembentukan stress oksidatif yang mengakibatkan disfungsi endothelial
pembuluh darah pada pasien diabetes (Ceriello, 2006). Peningkatan kadar
glukosa dan insulin bersamaan dengan dyslipidemia pada pasien diabetes dengan
mikroangiopati akan menyebabkan stress oksidatif menimbulkan aterosklerosis
(Giugliano et al., 1995).

7.3 Biomarker stress oksidatif pada diabetes mellitus

7.3.1 Protein

ROS bereaksi dengan beberapa asam amino secara in vitro, menghasilkan apapun
dari protein yang mengalami denaturasi dan non-fungsional yang secara lebih
lanjut bertanggung jawab akan terjadinya stress oksidatif (Nishigaki et al., 1981).
Hiperglikemia diabetik, oleh karena proses produksi radikal bebas, menyebabkan
glikasi protein dan degenerasi oksidatif. Derajat dari glikasi protein tersebut
diperkirakan dengan menggunakan beberapa biomarker seperti hemoglobin
terglikasi dan kadar fruktosamin. Perubahan fungsi dan struktur enzim protein
antioksidan dapat disebabkan oleh karena glikasi nonenzimatik seperti
detoksifikasi radikal bebas yang mengakibatkan peningkatan stress oksidatif pada
diabetes (Maritim et al., 2003). Berdasarkan penelitian in vitro dari katalisis
myeloperoksidase konversi dari L-tyrosine menjadi 3,3-dityrosine yang
menyediakan persilangan antara rantai polipeptida dari protein yang sama atau
berbeda membuatnya menjadi biomarker yang tepat untuk oksidasi protein (Yla-
Herttuala, 1999).
7.3.2 Lipid

Diabetes mellitus menghasilkan gangguan pada profil lipid dimana membuat sel
menjadi lebih rentan terhadap peroksidasi lipid (Patricia, 2009). Penelitian
eksperimental menunjukkan bahwa asam lemak polyunsaturated di membran sel
sangat mudah diserang oleh radikal bebas akibat adanya ikatan multipel
(Butterfiel et al., 1998). Lipid hiperperoksida (LHP) melalui reaksi radikal
lanjutan akan menghasilkan asam lemak yang sangat reaktif dan toksik lipid
radikal yang membentuk LHP baru (Matough et al., 2012). Biomarker penting
dari stress oksidatif adalah peroksidase lipid yang merupakan area yang paling
banyak diteliti ketika membahas ROS (Hatice et al., 2004). Malondialdehyde
(MDA) dibentuk sebagai hasil dari lipid peroksidasi yang dapat digunakan untuk
mengukur peroksidase lipid setelah mereaksikannya dengan asam thiobarbiturat
(Esterbauer et al., 1991).

7.3.3 Vitamin

Vitamin merupakan bagian yang sangat penting dari sistem biologis karena ia
memainkan peran yang sangat penting dalam berbagai proses biokimia. Diantara
vitamin tersebut, Vitamin A, C dan E bertindak sebagai antioksidan dengan cara
mendetoksifikasi radikal bebas tersebut. Berbagai perubahan dari kadarnya
merupakan biomarker yang signifikan dari adanya stress oksidatif. Vitamin
tersebut juga meningkatkan toksisitas dengan menghasilkan pro-oksidan pada
keadaan tertentu. Kadar vitamin E dalam tubuh telah dilaporkan dapat meningkat
atau menurun pada diabetes. Namun, ditemukan laporan yang berbeda-beda
mengenai efek merusak dari vitamin E pada diabetes yang dapat menginduksi
perubahan vaskular (Maritim et al., 2003).

7.3.4 Glutathione

Diabetes menginduksi perubahan aktivitas enzim glutathione peroksidase dan


glutathione reductase. Enzim tersebut ditemukan pada sel yang memetabolisme
peroksida menjadi air dan mengubah glutathione disulfida kembali menjadi
glutathione (Maritim et al., 2003). Perubahan apapun pada kadarnya akan
membuat sel rentan terhadap stress oksidatif dan selanjutnya mengalami
kerusakan sel.

7.3.5 Katalase (CAT)

Katalase merupakan regulator dari metabolisme hydrogen peroksida yang, jika


berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan serius terhadap lipid, RNA dan DNA.
CAT mengubah H2O2 secara katalitik menjadi air dan oksigen dan kemudian
menetralkannya. Pada kasus defisiensi katalase, sel beta pankreas yang
mengandung mitokodria dalam jumlah besar, mengalami stress oksidatif dengan
menghasilkan ROS yang berlebihan yang akan menimbulkan disfungsi sel-β dan
selanjutnya mengalami diabetes (Dana Jamieson, 1986). Ketika menyelidiki
perubahan fungsional yang diinduksi oleh hiperglikemia, produksi hidrogen
peroksida, superoksida, polarisasi membran mitokondria, dan sidik jari ekspresi
gen dari enzim yang berhubungan di sel endotelial menunjukkan bahwa
hiperglikemia meningkatkan produksi hidrogen peroksida dan menurunkan
ekspresi gen yang diregulasi oleh CAT (Patel et al., 2013).

7.3.6 Dismutasi superoksida (SOD)

Dismutasi superoksida memberikan pertahanan lini pertama melawan kerusakan


sel yang dimediasi oleh ROS dengan mengkatalisasi sebagian superoksida, ROS
primer dalam metabolisme oksigen, menjadi oksigen molekular dan peroksida.
Dapat kita katakan bahwa superoksida mengalami dismutasi menjadi senyawa
lain yang tidak terlalu toksik oleh SOD (Tiwari et al., 2013).
8. Kesimpulan

Stress oksidatif telah ditampilkan dalam beberapa penelitian sebagai bagian dari
proses diabetes yang memainkan peran penting selama diabetes, meliputi
gangguan kerja insulin dan peningkatan kejadian komplikasi. Antioksidan tampak
bersifat prospektif dalam pengobatan diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2.
Peningkatan kadar radikal bebas oksigen dan nitrogen (ROS/RNS) telah
dihubungkan dengan peroksidasi lipid, glikasi non-enzimatik protein dan oksidasi
glukosa yang berkontribusi terhadap terjadinya diabetes mellitus dan
komplikasinya. Sebagian besar penelitian telah menunjukkan hubungan antara
stress oksidatif dan diabetes maupun komplikasinya yang berhubungan dengan
jantung, hepar, ginjal dan mata. Dengan demikian, stress oksidatif tampak lebih
mengkhawatirkan pada penyakit metabolik terutama diabetes tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai