Anda di halaman 1dari 7

Dermatitis atopik dan sindrom metabolik

Uwe Wollina, MD

Pendahuluan

Dermatitis atopik (AD) merupakan penyakit kulit inflamasi kronik relaps yang
mengenai sekitar 20% anak (Gambar 1 dan 2). AD merupakan bagian dari rangkaian
atopik, bersamaan dengan rhinokonjungtivitis alergi dan asma alergi. Pada lebih dari
90% kasus, manifestasi awal AD terlihat dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hampir
seperempat anak tersebut berlanjut mengalami AD pada masa dewasa.1
Pada usia pra-sekolah, sepertiga anak dengan AD menderita alergi makanan (telur, susu
sapi, kacang). Anak dengan AD sedang hingga berat memiliki risiko 50% untuk
mengalami asma, dan 75% berisiko mengalami demam hay.2, 3

Diagnosis AD dibuat berdasarkan kriteria klinis (Gambar 3 dan 4).4-6 Faktor genetik dan
epigenetik memodulasi AD. Mutasi gen null filaggrin (FLG) merupakan faktor risiko
paling signifikan untuk AD. Penelitian hubungan genetik mengidentifikasi lebih dari 30
lokus berisiko pada gen-gen yang terlibat dalam fungsi barrier epidermal dan respon
imun. Penelitian genetik dan epigenetik menunjukkan dua jalur mayor yang terlibat
dalam AD: sistem imun bawaan dan adaptif dan fungsi barrier epidermal.7,8
Konsentrasi sfingosin metabolit antimikroba dan peptida katelisidin dan defensin
antimikroba menurun pada kulit subjek dengan AD, berkontribusi dalam meningkatnya
risiko infeksi kutaneus pada AD.9

Sindrom metabolik

Sindrom metabolik (MetS) telah di definisikan oleh Federasi Diabetes Internasional,10,


11
World Health Organization,12 dan National Cholesterol Education Program Adult
Treatment Panel III (NCEP ATP III).13 MetS dikonfirmasi dengan ditemukan
setidaknya tiga dari lima faktor berikut: obesitas abdominal, hipertrigliseridemia, kadar
kolesterol densitas tinggi (HDL) yang rendah, hipertensi, dan terganggunya glukosa
puasa.

MetS telah menjadi masalah di seluruh dunia (Tabel 1).14-21 Meskipun patogenesis
kompleks dari MetS belum benar-benar jelas, telah diketahui beberapa faktor.
Contohnya, asupan makanan karbohidrat dan lemak kalori tinggi yang dapat
menimbulkan obesitas dan MetS.11-13, 22

Model hewan

Pada model tikus NC/Nga dengan AD, sensitisasi dengan pikril klorida menimbulkan
dermatitis pruritus eksematosa. Tikus tersebut lebih lanjut ditandai dengan berat badan
dan kenaikan berat badan yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan kontrol.
Berat hepar dan ginjal tidak berbeda secara signifikan. Analisis metabolisme lemak
hepar pada tikus dengan AD menunjukkan kadar trigliserida dan kolesterol total yang
lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kadar fosfolipid mencapat 96% kontrol. Reaksi
rantai polimerasi real time dari ekspresi mRNA hepar dari gen-gen yang terlibat dalam
metabolisme gula dan lemak mengidentifikasi adanya peningkatan kadar Igfbp1 mRNA
(sinyal insulin) empat kali lipat dan penurunan Acox1 dan Cpt2 (oksidasi asam lemak
β), Pparα (metabolisme lipid), dan Cyp7a1 (metabolisme sterol) yang signifikan.
Perubahan metabolisme hepar mempredisposisikan hewan terhadap MetS.23

Keratinosit merupakan sumber dari berbagai sitokin dan interleukin. Telah


dispekulasikan bahwa inflamasi kulit kemungkinan memiliki efek negatif terhadap
patologis mayor seperti penyakit kardiovaskular, obesitas, dan gangguan hepar dan
ginjal. Pelepasan sitokin proinflmasi dari keratinosit yang berkelanjutan, misalnya,
interleukin-1 (IL-1) pada model tikus KASP1Tg atau KIL-18Tg (+), dapat
menyebabkan perubahan sklerotik vaskular, menimbulkan stenosis dan atrofi jaringan
adiposa. Aplikasi antibodi melawan IL-1 mencegah remodeling jaringan adiposa.24

Hubungan pasien dengan sindrom metabolik

Penelitian pada manusia mengenai kemungkinan hubungan AD dan MetS masih jarang
dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya, seperti psoriasis atau hidradenitis
supuratif/acne inversa.25 Penelitian nasional terbaru menganalisis data sekunder yang
diperoleh dari 1.6 juta individu dari asuransi kesehatan Jerman (Gmuender Ersatzkasse).
Prevalensi AD dan psoriasis diperkirakan sebesar 3.7% dan 2.8%. Berlawanan dengan
psoriasis, tidak ada peningkatan rasio prevalensi untuk faktor terkait MetS seperti
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan diabetes melitus pada kohort AD. Komorbiditas
terkait AD adalah rhinokonjungtivitis alergi (rasio prevalensi 3.8), asma (3.1), impetigo
(5.0), vitiligo (2.6), dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (2.0). Rasio
prevalensi untuk faktor terkait MetS adalah sebagai berikut pada AD: hiperlipidemia
(0.9), obesitas (1.2), hipertensi arteri (0.8), diabetes melitus (0.8), dan penyakit jantung
iskemik (0.8).26 Risiko yang lebih rendah untuk komorbiditas kardiovaskular dan
diabetes melitus tipe I pada dewasa dengan AD juga telah dilaporkan dalam tiga
penelitian besar lainnya dari Jerman dan Denmark dan sebuah metaanalisis.27-30

Berlawanan dengan penelitian Eropa, sebuah metaanalisis dari 30 penelitian dari Asia
dan Amerika Serikat menemukan rasio odd yang lebih tinggi untuk AD pada anak dan
dewasa dengan obesitas.31 Satu kelompok telah menemukan hubungan antara obesitas
berkepanjangan pada masa kanak-kanan awal dan peningkatan risiko AD, secara umum
maupun keparahannya.32 Anak dengan AD berat menunjukkan aktivitas fisik dan
partisipasi olahraga yang kurang.33

Di Taiwan, lebih dari 40.000 pasien dewasa dengan AD dan kontrol telah dianalisis
dalam sebuah penelitian nasional dari 2005 hingga 2008 untuk stroke iskemik. Dalam
penelitian ini, AD meningkatkan risiko stroke iskemik sebesar 1.33.34 Hal ini sesuai
dengan penelitian terbaru dari Korea Selatan, dimana AD berhubungan dengan MetS
dan meningkatkan kadar trigliserida pada anak perempuan dan wanita. Rasio odd untuk
anak perempuan dan wanita dengan AD adalah 2.9 untuk MetS, 1.7 untuk obesitas
sentral, dan 2.2 untuk hipertrigliseridemia. Sebagai faktor kemungkinan untuk
perbedaan jenis kelamin, estrogen mengaktifkan eosinofil dan menghambat kortisol
telah didiskusikan.35 Inflamasi kronik pada obesitas tampaknya lebih erat kaitannya
dengan asma dibandingkan AD.36, 37

Dermatitis atopik sindromik dan penyakit terkait

Terdapat beberapa penyakit sindromik dengan AD sebagai salah satu kemungkinan


tampilan kutan. Tabel 2 meringkaskan penyakit sistemik yang ditemukan pada sindrom
tersebut dan kemungkinan hubungannya dengan MetS.

Sindroma hiper IgE (HIES, juga diketahui sebagai sindroma Job) merupakan
imunodefisiensi. Dikarakteristikkan dengan konsentrasi IgE serum yang sangat tinggi,
kerentanan terhadap infeksi bakteri dan jamur, dan penyakit kulit seperti AD. Mutasi
negatif dominan pada gen STAT3 telah teridentifikasi pada sejumlah kasus HIES
sporadik dan autosomal-dominan. Defek pada sinyal IL-6 dan IL-10 menghasilkan
terganggunya perkembangan limfosit Th17 dan perkembangan limfosit iTreg regulator
yang tidak seharusnya.38 HIES dengan dedikator defisiensi sitogenesis 8 (DOCK8)
dikarakteristikkan dengan infeksi viral yang berat dan predisposisi terhadap malignansi
pada usia muda. Sebagian besar defisiensi DOCK8 bersifat autosomal resesif.
Defisiensi tirosin kinase 2 (Tyk2) merupakan subtipe HIES lainnya. Pasien tersebut
rentan terhadap infeksi mikobakteri.39 Baru-baru ini, HIES fosfoglukomutase 3 (PGM3)
autosomal-resesif telah ditambahkan dalam famili HIES.40

Sindroma Wiskott-Aldrich merupakan imunodefisiensi primer terkait X yang


disebabkan oleh mutasi gen protein WAS. Trias klasiknya terdiri dari infeksi rekuren,
trombositopenia, dan AD.41

Sindroma displasia ektodermal (EDS) merupakan kelompok heterogen gangguan yang


mengenai jaringan derivat ektodermal, seperti kulit, gigi, rambut, dan kuku. EDS
berhubungan dengan peningkatak prevalensi penyakit atopik, termasuk AD. AD
ditemukan sebanyak hampir 60% pada EDS anak dibandingkan 8.2% pada kontrol.
Gangguan fungsi barrier kulit dan mukosa oleh EDS bisa jadi merupakan penyebab dari
hal ini.42

Sindroma Netherton merupakan penyakit autosomal-resesif langka akibat mutasi


hilangnya fungsi inhibitor serine protease Kazal tipe 5 (SPINK5) yang menyandikan
inhibitor terkait limfoepitelial Kazal tipe 5 (LEKTI-1). Hal ini menimbulkan defek
regulasi translasi kallikrein menjadi inflamasi kulit berat dan kecenderungan terjadinya
alergi. Anomali batang rambut dan dermatosis berskuama AD-like merupakan petunjuk
klinisnya.43

Peeling skin disease merupakan kelainan autosomal-resesif, dikarakteristikkan dengan


mengelupasnya kulit secara spontan dan terus menerus. Penghapusan homozigot atau
mutasi nonsense dari gen CDSN bertanggung jawab terhadap defisiensi
korneodesmin.44, 45

AD dengan iktiosis folikularis, atrisia, dan fotofobia merupakan gangguan terkait X


yang langka yang diketahui sebagai sindroma iktiosis folikularis, alopesia, dan fotofobia
(IFAP). Penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen MBTPS2 pada kromosom Xp22.46

Mutasi pada gen desmoplakin (DSP) atau pada gen desmoglein 1 (DSG1) dapat
menyebabkan sindroma SAM. SAM merupakan singkatan untuk dermatitis berat, alergi
multipel, dan metabolic wasting.47, 48

Sindroma minimal change nefrotic (MCNS) sering berhubungan dengan penyakit


atopik, termasuk AD. Polimorfisme prohibitin-2 heterozigot telah terdeteksi pada
beberapa pasien MCNS. Hipotesis terbaru untuk MCNS adalah menurunnya toleransi
terhadap spesimen oksigen reaktif, menimbulkan kehilangan protein renal.49

Kesimpulan

Hubungan antara AD dengan MetS masih belum jelas. Meskipun data terbaru
menunjukkan bahwa ini mungkin tergantung pada faktor gaya hidup dan genetik,
dengan risiko yang rendah di Eropa namun lebih tinggi di Asia dan Amerika Serikat.
Detail-detail yang memberikan hasil yang saling bertentangan masih belum dapat
dipahami sepenuhnya.

Anda mungkin juga menyukai