Anda di halaman 1dari 8

ULUMUL HADITS

PENDEKATAN DAN LANGKAH-LANGKAH MEMAHAMI HADIST


SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL A. PENDAHULUAN
Kata hadis berasal dari bahasa Arab, al-hadis; jamaknya: al-ahadis,
Disusun Oleh :
al-hidsan dan al-hudsan. Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti,
ARIFA NABILA
MUSLIMAH
antaranya: al-jadid (yang baru), lawan dari al-qadim (yang lama); dan al-
NAJWA QURATUL AINI
khabar (kabar atau berita). Hadits menurut istilah ahli hadits adalah: Apa
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa ucapan,
perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau
Mata Kuliah : Ulumul Hadist
Dosen Pembimbing : sesudahnya. Sedangkan menurut ahli ushul fikih, hadits adalah perkataan,
Fakri, S.H.I., M.A. perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam setelah kenabian.
Hadits Nabi mulai terjadi pada masa kenabian (al-nubuwwah). Sifat-
sifat luhur pribadi Nabi yang terlihat sebelum masa kenabian menjadi
anutan juga. Sedang kegiatan Nabi sebelum masa kenabian dan tidak
dicontohkan lagi pada masa kenabian, misalnya kegiatan menyepi (al-
tahannus) di Gua Hira', tidak menjadi anutan. Sebagian ulama lagi
menyatakan, hadis Nabi telah terjadi sebelum dan dalam masa kenabian.
Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena
yang dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan apa yang menjadi
UINIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang
FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI terjadi setelah kenabian. Konsep hadits berkaitan dengan kehidupan
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2023 M/ 1444 H Rasulullah SAW yang dipetik dari seluruh ucapan, perbuatan dan tindakan
beliau yang ditafsirkan oleh para sahabat sebagai sikap menyetujui atau kepada siapa ditujukan, bahkan tidak mempertimbangkan dalil-dalil
tidak menyetujui sesuatu yang disebut taqrir. lainnya. Karna itu, setiap hadist Nabi Muhammad SAW yang dipahami
Adapun cara pengambilan dan penerimaan hadits dari para rawi yaitu; secara tekstual berarti petunjuk yang diakndung didalamnya bersifat
Al-sima’ (mendengar hadits dari guru), Al-‘ardh (membaca hadist di universal. Dari definisi diatas, maka yang menjadi perhatian memahami
hadapan guru), Al-ijazah, Al-munawalah, Al-mukatabah, Al-i‘lam, Al- hadist secara tekstual adalah makna-makna kata dan struktur gramatika
wijadah. Oleh karena itu, membahas hadist perlu kehati-hatian dan teks. Teks menjadi bagian yang paling sentral dalam konstalasi
melebihi norma-norma ilmiah karena pembenaran terhadap perilaku pemahaman pesan-pesan Nabi Muhammad SAW, sehingga konteks
Rasulullah SAW. cenderung terabaikan. Di sisi lain, pendekatan tekstual cenderung
melahirkan kesimpulan yang parsialistik.
B. PEMBAHASAN 2. Pengertian pendekatan memahami Hadist secara Kontekstual
1. Pengertian pendekatan memahami Hadist secara Tekstual Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam KBBI
Pemahaman hadist secara tekstual adalah metode yang paling awal mengandung dua arti: 1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat
digunakan dalam memahami hadist-hadist Nabi Muhammad SAW. mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada
Secara bahasa kata teks bermakna “kata-kata asli dari pengarangnya” atau hubungan dengan suatu kejadian. Kedua arti dapat digunakan karena tidak
“sesuatu yang tertulis”. Kata tekstual adalah kata sifat dari kata teks terlepas dari istilah dalam kajian pemahaman hadist.
sehingga bermakna bersifat teks atau bertumpu pada teks. Dari sini maka Pemahaman kontekstual atas hadist Nabi Muhammad SAW berarti
secara istilah pendekatan tekstual berkaitan dengan pemahaman hadist memahami hadist berdasarkan kaitannya dengan peristiwa-peristiwa dan
adalah memahami makna dan maksud yang terkandung dalam hadist- situasi ketika hadist diucapkan, dan kepada siapa pula hadist itu ditujukan.
hadist Nabi Muhammad SAW dengan cara bertumpu pada analisis teks Artinya, hadist Nabi Muhammad SAW hendaknya ditangkap makna dan
hadist. maksudnya hanya memalui redaksi lahiriah tanpa mengaitkannya dengan
Istilah pemahaman tekstual dimaksudkan sebagai pemahaman aspek-aspek kontekstual.
terhadap kandungan petunjuk suatu hadist Nabi Muhammad SAW Dengan demikian maka dalam pendekatan kontektual, seperti apa
berdasarkan teks atau matan hadist semata tanpa mempertimbangkan yang dikatakan Qamaruddin Hidayat, seorang penafsir atau pembaca lalu
bentuk dan cakupan petunjuk, kapan dan apa sebab terjadinya, serta memposisikan sebuah teks kedalam sebuah jaringan wacana. Ibarat
sebuah gunung es, sebuah teks adalah fenomena kecil dari puncak gunung 1. Analisis kebahasaan, yakni analisis di mana makna sebuah
yang tampak dipermukaan. Oleh karena itu tanpa mengetahui latar kata merupakan fokus utamanya.
belakang sosial budaya dari mana dan dalam situasi apa sebuah teks itu 2. Analisis kaedah ushul fiqh, yakni analisis yang menitik
muncul, maka sulit mengungkapkan makna pesan dari sebuah teks. beratkan pada persoalan dilalah.
3. Analisis dengan metode ta'wil, yakni analisis yang berusaha
3. Cara-cara memahami Hadist secara Tekstual dan contohnya memberi makna lain pada sebuah kata
Pendekatan tekstual cenderung melahirkan kesimpulan yang
parsialistik. Hal ini karena teks tidak diletakkan dalam konstelasi hadis- a. Analisis Kebahasaan
hadis Nabi saw yang lebih luas sehingga tidak terlalu membutuhkan hadis- Berkaitan dengan analisis kebahasaan, pemaknaan merupakan
hadis lain dalam analisisnya. Kalaupun ada, pengaitan dengan hadis- hadis bagian yang paling penting, baik dari sisi kata secara terpisah maupun kata
lain terbatas pada kepentingan analisis teks tertentu, seperti 'am dan khash, dalam kaitannya dengan partikel atau kata lainnya. Sebagai sebuah bahasa
muthlaq dan muqaiyyad. agama, terutama dalam menjelaskan hal-hal yang bersifat metafisis seperti
Dalam kaitannya dengan metode pemahaman hadis ulama tentang Allah, surga, neraka, dan lain-lain sebagainya, maka bahasa yang
mutaqaddimin, para ulama telah memperagakan berbagai pendekatan dipakai, agar dapat dipahami oleh pendengar atau pembaca, tentu bahasa
dalam karya-karya syarh merekas maupun karya-karya lainnya. Meskipun yang berada dalam jangkauan wilayah pengamalan empiris dan inderawi.
kebanyakan berbentuk aplikasi tanpa menyebutkan bentuk metode yang Karena itu sering terlihat beberapa hadist Nabi saw menjelaskan Allah
dipakai, namun para penulis dapat membuat klasifikasi pendekatan dalam seperti halnya manusia. Sebagai contoh terdapat dalam hadis berikut ini:
memahami hadis Nabi saw. ‫َع ْن َأِبْي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل َيْن ِز ُل‬
Sebagai metode yang bertumpu pada teks, maka ilmu bahasa dan ‫َر ُّبَنا َتَباَر َك َو َتَع اَلى ُك َّل َلْيَل ٍة ِإَلى الَّس َم اِء الُّد ْنَيا ِح ْيَن َيْبَقى ُثُلُث الَّلْي ِل اآلِخ ُر َيُق ْو ُل َم ْن‬
،‫اري‬SS‫َيْدُع ْو ِنْي َفَأْسَتِج ْيَب َلُه َم ْن َيْس َأُلِنْي َفُأْع ِطَي ُه َم ْن َيْس َتْغ ِفُر ِنْي َف َأْغ ِفَر َل ُه )رواه البخ‬
ushul fiqh merupakan bagian yang paling utama sebagai alat analisis
‫ ومسلم‬،‫واللفظ له‬.
utamanya. Para ulama, terutama Imam al-Syafi'i, dianggap paling berjasa
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), bahwa Rasulullah saw
dalam merumuskan metodologi memahami dalil-dalil syara' dengan
bersabda: Tuhan kami (Allah) tabaraka wa ta‘ala turun ke langit dunia
metode tekstual. Dari sini maka metode tekstual dapat dilihat dalam tiga setiap malam ketika sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman:
Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Siapa yang
analisis, yaitu:
meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampun
kepada-Ku, maka akan Aku ampuni [H.R. al-Bukhari dan Muslim, dengan Dalam hadis di atas ada shighat amr (bentuk kata perintah), yakni
lafaz al-Bukhari].
kata : ‫( اقرؤوا‬bacalah). Dalam kaedah ushul fiqh, bentuk amr dapat saja
Dalam hadis di atas Allah digambarkan seperti manusia turun naik menunjukan perintah wajib, anjuran atau kebolehan. Perintah membaca al-
ke langit dunia. Ini berarti bahwa Allah terlihat sama dengan makhluk- Qur'an dalam ayat tersebut menunjukan anjuran (al-nadab), karena ada
Nya. Kesulitan memahami hadis ini membuat sebagian ulama menyatakan qarinah (indikator) yang menunjukan adanya manfaat, tanpa disertai
hadis ini berkualitas lemah (dha'if). ancaman bagi orang yang tidak membacanya.
c. Analisis dengan menggunakan Ta'wîl
b. Analisis dengan Kaedah Ushul Secara bahasa ta'wîl berasal dari kata al-awl (‫ )األول‬yang berarti
Analisis dalam pendekatan tekstual sebagaimana dijelaskan kembali ke asal( ‫وع الى األصل‬SS‫ ) الرج‬sedangkan pengertian istilah, ta'wîl
yang menggunakan kaedah usul dalam karya- karya ushul fiqh berkaitan adalah memalingkan makna kata dari makna dasarnya kepada suatu makna
dengan persoalan antara lain: 1) persoalan perintah (amr), larangan (nahy), yang dipahami dimana makna yang dipahami itu lebih sesuai dengan al-
dan (pilihan) takhyîr, 2) persoalan lafaz 'âm dan khâsh, 3) lafaz bebas Qur'an dan sunnah.
(muthlak) dan terkait (muqayyad), 4) lafaz yang diucapkan (manthuq) dan Dari definisi terlihat bahwa pemalingan makna disebabkan oleh
lafaz yang dipahami (mafhum), dan 5) kejelasan dan ketidakjelasan suatu qarinah yang kuat, yaitu adanya pertentangan atau kesulitan
maknanya meliputi (muhkam, mufassar, nas, zâhir, khafi, musykil, memahami hadis bila dipahami dengan makna dasarnya bila dihadapkan
mujmal, dan mutasyabih). Berkaitan dengan kaedah memahami amr, dan dengan dalil lain, baik al-Qur'an maupun hadis-hadis Nabi saw. Sementara
nahy misalnya pada hadis berikut: makna yang lain dipahami lebih sesuai dengan al-Qur'an dan hadis.
Tetapi dapat juga qarinah ini bersifat 'aqliah, tidak dapat ditangkap
‫صلى الله‬- ‫ سمعُت رسول الله‬:‫ قال‬-‫رضي الله عنه‬- ‫عن أبي أمامة الباهلي‬ maknanya karena menyalahi fakta atau realitas yang disimpulkan oleh
‫ اقرؤوا القرآَن فإَّن ه يأتي يوم القيامة َش ِفيًعا ألصحابه‬:‫ يقول‬-‫عليه وسلم‬
ilmu pengetahuan modern. Itu sebabnya beberapa rumusan definisi lain,
Dari Umamah RA bahwa Nabi SAW bersabda, ''Bacalah disebutkan dalil yang menjadi qarinah pemalingan tersebut dapat berupa
Alquran, karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela dalil naqli maupun dalil 'aqli. Sebagian ulama menjelaskan bahwa kata
(pemberi syafaat) bagi orang yang mempelajari dan menaatinya.'' yang dita'wilkan itu adalah kata mengandung beberapa pengertian, baik
(HR Muslim)
ditinjau dari segi bahasa seperti makna hakikat dan makna majazinya.
Oleh karena itu ta'wil tidak dibolehkan terhadap kata-kata yang jelas dan biasa dipahami, tetapi lebih luas dari itu meliputi: konteks historis-
dapat dipahami maknanya. sosiologis, di mana asbab al- wurud merupakan bagian darinya.
Langkah awal dalam melakukan ta'wil adalah menemukan qarinah Dengan demikian, pemahaman kontekstual atas hadis Nabi saw
(indikasi) yang mengharuskan seseorang menarik makna lain di luar berarti memahami hadis berdasarkan kaitannya dengan peristiwa-peristiwa
makna dasarnya. Bila tidak ada qarinah, maka tidak perlu dilakukan dan situasi ketika hadis diucapkan, dan kepada siapa pula hadis itu
pendekatan ta'wil. Makna kata yang dita’wilkan harus berkaitan dengan ditujukan. Artinya, hadis Nabi Muhammad saw hendaknya tidak
makna dasar dalam artian dapat berupa makna substansialnya maupun ditangkap makna dan maksudnya hanya melalui redaksi lahiriah tanpa
makna majazinya yang populer dalam masyarakat. Kata kucing besar mengkaitkannya dengan aspek-aspek kontekstualnya. Meskipun di sini
dita’wilkan dengan harimau masih dapat diterima karena kedua kata kelihatannya konteks historis merupakan aspek yang paling penting dalam
tersebut berkaitan di mana kucing besar adalah makna majazi dari sebuah pendekatan kontekstual, namun konteks redaksional juga tak dapat
harimau. Tetapi kata kucing besar diberi takwil sebagai gajah, maka ini diabaikan. Yang terakhir ini tak kalah pentingnya dalam rangka
sama sekali tidak dapat diterima karena tidak berkaitan dan tak dapat membatasi dan mengungkap makna yang lebih luas (makna filosofis)
dipahami. sehingga hadis tetap menjadi komunikatif.
Dengan demikian maka dalam pendekatan kontekstual, seperti apa
4. Cara-cara memahami Hadist secara Kontekstual dan contohnya yang dikatakan Qamaruddin Hidayat, seorang penafsir atau pembaca lalu
Cara-cara pemahaman kontekstual atas hadist adalah memahami memposisikan sebuah teks ke dalam sebuah jaringan wacana. Ibarat
hadis-hadis Rasulullah saw dengan memperhatikan dan mengkaji sebuah gunung es, sebuah teks adalah fenomena kecil dari puncak gunung
keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatar belakangi yang tanpak di permukaan. Oleh karena itu tanpa mengetahui latar
munculnya hadis-hadis tersebut, atau dengan kata lain, dengan belakang sosial budaya dari mana dan dalam situasi apa sebuah teks itu
memperhatikan dan mengkaji konteksnya. Dengan demikian asbab al- muncul, maka sulit mengungkapkan makna pesan dari sebuah teks.
wurud dalam kajian kontekstual dimaksud merupakan bagian yang paling
penting. Tetapi kajian yang lebih luas tentang pemahaman kontekstual 5. Hadist-hadist yang dapat dipahami secara Tekstual dan
tidak hanya terbatas pada asbab al-wurud dalam arti khusus seperti yang Kontekstual
Hadist Nabi yang dapat dipahami secara Tekstual dan Kontekstual memberi petunjuk adanya perintah berupa kewajiban dan anjuran, di
contohnya: samping adanya larangan berupa hukum haram dan hukum makruh. Bagi
orang yang beriman kegiatan hidup di dunia ini tidak bebas tanpa batas.
‫ الدنيا ِس جُن‬: ‫ قال رسول هللا صل هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
Ibarat penghuni penjara maka dibatasi hidupnya oleh berbagai perintah
‫ وَج َّنُة الكافر‬،‫المؤمن‬
dan larangan. Bagi orang kafir dunia adalah surga sebab dalam menempuh
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -
hidup dia bebas dari perintah dan larangan tersebut.
ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dunia itu penjara bagi mukmin dan
surga bagi orang kafir".
6. Syarat-syarat pemahaman makna hadits secara Kontekstual
Secara tekstual hadis tersebut menjelaskan bahwa dunia ini adalah
Secara umumnya pendekatan kontekstual merangkumi tiga elemen
penjara bagi orang yang beriman. Karenanya selama hidup di dunia orang
utama yaitu historis, sosiologi dan antropologis. Untuk memahami makna
yang beriman harus selalu dalam penderitaan. Kebahagiaan hidup barulah
hadist secara kontekstual diperlukannya beberapa syarat:
dirasakan oleh orang yang beriman tatkala telah berada di surga, yakni di
akhirat kelak. Bagi orang yang kafir hidup di dunia ini adalah surga dan di
a. Melakukan pendekatan Historis
akhirat kelak orang kafir berada dalam neraka.
Salah satu langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian
Ada kalangan ulama yang menyatakan bahwa kualitas matan hadis
matan hadist adalah mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi
tersebut lemah bahkan palsu. Alasan yang diajukan ialah bahwa
munculnya suatu hadist. Kajian mendalam terhadap sejarah hidup Nabi
kandungan matan hadis itu bertentangan dengan petunjuk umum agama
Muhammad SAW menjadi bagian yang sangat penting. Sebab,
Islam yang mendorong para pemeluknya untuk bekerja keras untuk
pemahaman terhadap sejarah hidup Nabi akan memberikan perspektif
kebaikan hidup di dunia, di samping untuk kebaikan hidup di akhirat.
yang lebih luas tentang ruang dan waktu munculnya sebuah hadist.
Penilaian yang demikan itu wajar timbul karena pemahaman yang
digunakan adalah pemahaman secara tekstual. Padahal, matan hadis
b. Melakukan pendekatan Sosiologis
tersebut sangat dimungkinkan untuk dipahami secara kontekstual.
Keadaaan sosial kemasyarakatan dan tempat serta waktu terjadinya,
Pemahaman yang lebih tepat terhadap petunjuk hadis di atas adalah
memungkinkan utuhnya gambaran pemaknaan hadist yang disampaikan ,
pemahaman secara kontekstual, yakni bahwa kata penjara dalam hadis itu
dimana dan untuk tujuan apa diucapkan. Realitas sosial budaya menjadi Hadist merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-quran.
pertimbangan yang penting. Memahami hadist sangatlah penting bagi kita yang mewarisi hadist-hadist
Oleh karena itu, pendekatan ini dapat dimanfaatkan sehingga dari nabi, sahabat, dan para tabi’- tabi’in, oleh karena itu perlu kehati-
diperoleh hal-hal yang bermanfaat secara optimal dari hadist yang hatian dalam membahasnya. Pendekatan memahami hadist secara tekstual
disampaikan sehingga maksud hadist benar-benar menjadi jelas dan adalah pedekatan awal yang dilakukan dalam memahami hadist Nabi
terhindar dari berbagai perkiraan yang menyimpang. dengan bertumpu pada analisis teks hadist, akan tetapi dalam melakukan
upaya memahami hadis tidak bisa hanya dengan menggunakan metode
c. Melakukan pendekatan secara Antropologis tekstual maka dari itu dalam rangka menanggapi perkara ini perlu
Ketika melakukan pertimbangan maka melakukan pendekatan dihadirkan pendekatan kontekstual. Dengan memahami hadist secara
pemahaman secara antropologis yang menjadi dasar ketetapan Nabi SAW tekstual dan kontekstual akan melahirkan pemahaman yang sesuai dengan
menjadi sangat penting. Pendekatan ini harus dipahami dalam suasana ajaran islam. Metode tekstual dapat dilihat dengan beberapa analisis yaitu:
sosial-budaya dalam ruang dan waktu hadist diucapkan Nabi, lalu a. Analisis Kebahasaan
setelahnya itu ditarik dan diletakkan ke dalam realitas sosial budaya b. Analisis dengan Kaedah Ushul
dimana seorang penafsir dan pembaca hidup, sehingga pendekatan ini c. Analisis dengan Menggunakan Ta'wîl
menjadi jembatan atau tambatan antara dua realitas sosial-budaya yang Cara-cara pemahaman kontekstual atas hadist adalah memahami
berbeda. hadis-hadis Rasulullah SAW dengan memperhatikan dan mengkaji
Jika ‘illat masih terdapat dalam realitas sosial budaya penafsir atau keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatar belakangi
pembaca, hadist tersebut dapat dipahami dalam ruang dan waktu dimana ia munculnya hadis-hadis tersebut, atau dengan kata lain, dengan
diucapkan. Tetapi, bila ‘illat itu tidak ada lagi dalam realitas sosial budaya memperhatikan dan mengkaji konteksnya. Dengan demikian, pemahaman
penafsir atau pembaca hadist, maka hadist tersebut tidak lagi dipahami kontekstual atas hadis Nabi saw berarti memahami hadis berdasarkan
seperti pada waktu dan ruang hadist itu diucapkan. kaitannya dengan peristiwa-peristiwa dan situasi ketika hadis diucapkan,
dan kepada siapa pula hadist itu ditujukan.Untuk memahami makna hadist
C. PENUTUP secara kontekstual diperlukannya beberapa syarat:
a. Melakukan pendekatan Historis
b. Melakukan pendekatan Sosiologis
c. Melakukan pendekatan secara Antropologis

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Beni Ahmad Saebani, M.SI. dan H. Ayat Dimyati, M.Ag. 2016. Teori Hadis.
Bandung: Pustaka Setia

KH. M. Ma’shum Zein, M.A. 2013. Ilmu Memahami Hadits Nabi: cara
praktis menguasai ulumul hadits dan mustholah hadits. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren

Manna’ al-Qaththan. 2005. Pengantar Studi Ilmu Hadits. (Terj. Mifdhol


Abdurrahman). Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Muhammad Zaini, M. Ag. 2013. Metode Pemahaman Hadis Dari Masa ke


Masa. Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh (Nasa).

Nuruddin ‘Itr. 2012. ‘Ulmul Hadits. (Terj.). Bandung: Remaja Rosdakarya

Syuhudi Ismail. 2005. Kaedah Keshahihan Sanad Hadits. Jakarta: Bulan


Bintang. Cet. III.

Anda mungkin juga menyukai