Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KARYA WISATA

PERANAN CANDI BOROBUDUR


SEBAGAI OBYEK WISATA DAN BUDAYA INDONESIA

OLEH :
IDA BAGUS SATWIKA DHARMA ANAGATHA
KELAS XII IPS I
NOMOR ABSEN : 28

SMA (SLUA) SARASWATI


DENPASAR
BALI
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.
Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional di
SLUA Saraswati 1 Denpasar.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat :

1. Bapak Ir. I Made Budi Adnyana, selaku Kepala Sekolah SLUA Saraswati 1 Denpasar.
2. Ibu Dra. Ida Ayu Ketut Kendran, selaku Wakil Kepala Sekolah Kurikulum SLUA Saraswati 1
Denpasar.
3. Bapak Dr. Ir. Deden Ismail, MSi., selaku ketua panitia pelaksana pembelajaran KTSP
kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
4. Bapak Dr. Drs. C. Sri Murdo Yuwono, MSi., selaku wakil ketua panitia pelaksana
pembelajaran KTSP kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
5. Bapak Drs. I Made Resika, selaku sekretaris panitia pelaksana pembelajaran KTSP
kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
6. Ibu Ni Nyoman Jani Artini, SS., selaku bendahara panitia pelaksana pembelajaran KTSP
kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
7. Bapak/Ibu guru pendamping dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya
karya tulis ini.

Denpasar, Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………… i


DAFTAR ISI ………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….. 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………. 1
1.4 Manfaat …………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………… 3
BAB III METODE PENULISAN …………………………… 4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………… 5
4.1 Lokasi Candi Borobudur …………………………………… 5
4.2 Sejarah Candi Borobudur…………………………………… 5
4.3 Karmawibhangga …………………………………………… 7
4.4 Tingkatan Ranah Spiritual Candi Borobudur ………………… 8
4.5 Pembangunan Candi Borobudur …………………………… 10
4.6 Tahapan Pembangunan Candi Borobudur …………………… 11
4.7 Pemugaran Candi Borobudur ……………………………… 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………… 15
5.1 Kesimpulan………………………………………………… 15
5.2 Saran …………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………… 16
LAMPIRAN ……………………………………………… 17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era globalisasi saat ini, banyak kesempatan yang diperoleh bagi siswa-siswa Sekolah Menengah
Atas (SMA) yang sedang menjalani proses pendidikan di masa depan, untuk dapat mengenal jati diri mereka
agar nantinya dapat bersaing dan bersinergi baik di dunia pendidikan tinggi maupun di masyarakat. Sistem
belajar mengajar tidak hanya di bangku sekolah saja akan tetapi bisa dilakukan juga di luar kelas (outing
class) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pendidikan.
Oleh karena itu dilakukan kegiatan wajib bagi anak-anak kelas XI yang akan naik ke kelas XII dimana hasil
kegiatan ini akan dilaporkan dalam suatu tulisan berupa karya ilmiah oleh setiap siswa kelas XII sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional di SLUA Saraswati 1 Denpasar.
Untuk itu pada akhir Semester Genap tahun ajaran 2015/2016 SMA Saraswati 1 Denpasar melaksanakan
Pembelajaran Kurikulum 2013 di Luar Kelas melalui Kegiatan Wisata Ilmiah Java Overland (Blambangan-
Jakarta-Bandung-Jogjakarta) dari tanggal 11 Juni 2016 – 18 Juni 2016 yang diikuti oleh lebih kurang 280
orang siswa.
Salah satu agenda kegiatan wisata ilmiah itu adalah mengunjungi candi Budha terbesar di dunia yaitu
candi Borobudur. Candi Borobudur ini merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia
bahkan dunia selain Bali dimana Bali sudah terkenal sebagai daerah destinasi wisata dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :
bagaimanakah peranan candi Borobudur sebagai obyek wisata dan budaya di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mempelajari dan memahami tentang candi Borobudur sebagai budaya
warisan bangsa Indonesia.
2. Menanamkan rasa kebangsaan bahwa bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam
budaya .
3. Menanamkan rasa kebersamaan agar di kemudian hari mampu melakukan kerja
sama secara organisasi baik di pendidikan lebih tinggi maupun di masyarakat.
4. Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa agar terlatih di dalam
menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan.
5. Melatih siswa agar dapat membuat laporan kegiatan yang dilakukan di mana hal ini
sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan tentang candi Borobudur.
2. Siswa dapat mengetahui keberagaman budaya bangsa Indonesia.
3. Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa terutama objek-objek wisata di
pulau Jawa.
4. Melatih siswa agar dapat membuat laporan karya ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Candi Borobudur adalah candi terbesar bagi pemeluk agama Budha dan salah satu dari tujuh keajaiban dunia
sehingga terkenal sampai ke manca negara. Candi ini terletak di Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasinya kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah
barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh
kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari
keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat
sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya
penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas
upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam
daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan di mana tiap tahun umat Buddha yang
datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati hari Tri
suci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.

BAB III
METODE PENULISAN

Di dalam pengumpulan data karya tulis ini penulis menggunakan beberapa metode antara lain :

1. Metode Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan


secara langsung pada objek yang di teliti.
2. Metode Interview, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan wawancara atau
tanya jawab secara langsung kepada pemandu wisata.
3. Metode Kepustakaan, yaitu suatu metode dimana data-data didapatkan dengan cara
membaca dari berbagai macam buku pengetahuan yang isinya berkaitan dengan penyusunan
laporan karya tulis ini.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Candi Borobudur


Pada tanggal 16 Juni 2016 peserta studi tur mengunjungi candi Budha terbesar di dunia yaitu Candi
Borobudur, setelah mengunjungi obyek wisata di Jakarta dan Bandung. Candi ini terletak
di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasinya kurang lebih 100 km di sebelah barat daya
Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
4.2. Sejarah Candi Borobudur
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan
secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di
Nusantara, misalnya : gerbang (gapura), dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula
nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak
diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas
Raffles. Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih
tua yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk
mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur
adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.
Nama Bore-Budur yang kemudian ditulis BoroBudur kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa
Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro) kebanyakan candi memang
seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur'
mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba" maka bermakna, "Boro
purba". Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti
gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini
kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-
lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan
kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur.
Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal
dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya
kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang
berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor
pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti
Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari
wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan
raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur
diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai
penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk
memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang
berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa
Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti
"Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di
dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran
melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca
Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar
teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa
berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna
dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari
alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk
melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum
jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga
tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah
tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan
purbakala lainnya, di antaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan
bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar
Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi
bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon
ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa
arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha.
Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi.
Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia.
4.3. Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung
tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan
cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab
akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan
hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak
pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan di akhiri untuk menuju kesempurnaan.
Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief
Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
4.4. Tingkatan Ranah Spiritual Candi Borobudur
Ada 3 tingkatan ranah spiritual dalam candi Borobudur yaitu :
1. Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau
"nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk
memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel
cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara
disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki
tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
2. Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh
para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan
1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu
adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu
ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar.
Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar
langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah
Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat
tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya
akan hiasan dan ukiran relief.
3. Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh
dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak
berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia
sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada
pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang
mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras
lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih
besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya
berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-
lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini
dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi
tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan
berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di
dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga
Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal
melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung yang tidak
selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung
yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang
dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan
kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan
sempurna di mana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas
dari lingkaran samsara.
4.5. Pembangunan Candi Borobudur
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa
kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang
tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan
abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai
dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala
itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75-
100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama
Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang
taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya
beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran
Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan
pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya
10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang
hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan
sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi
Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris
Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk
menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada Sangha (komunitas
Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk
memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778
Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah
menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja
menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga
terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa Syailendra yang menganut Buddha
dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada
tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang
di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban
wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak
percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini
yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
4.6. Tahapan Pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang
sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan
berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur
memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil
dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
1. Tahap pertama : Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan
kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan
pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit,
bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang
membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya
dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian
diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup
struktur asli piramida berundak.
2. Tahap kedua : Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar
yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga : Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa
tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil
dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di
tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus
kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur
semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur
sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong
bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada
bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan
runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan
menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan
hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan
struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus
menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat : Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar
langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
4.7. Pemugaran Candi Borobudur
Adapun pemugaran candi Borobudur telah dilakukan berulang kali dari mulai ditemukannya sampai saat ini
sebagai berikut :
1. Tahun 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar
adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk
menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
2. Tahun 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
3. Tahun 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan
candi Borobudur.
4. Tahun 1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
5. Tahun 1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat
krisis malaise dan Perang Dunia II.
6. Tahun 1956 - Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke
Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
7. Tahun 1963 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi
berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
8. Tahun 1968 - Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk
menyelamatkan Borobudur.
9. Tahun 1971 - Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai
Prof.Ir.Roosseno.
10. Tahun 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara
dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika
Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
11. Tahun 10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur;
pemugaran selesai pada tahun 1984
12. Tahun 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi
Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstremis
yang dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
13. Tahun 1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Candi Borobudur berperanan besar sebagai obyek wisata dan budaya di Indonesia
bahkan dunia dimana candi ini memiliki nilai budaya dan historis yang adi luhung.
2. Sebagai destinasi wisata yang utama candi Borobudur semestinya mampu menarik
jutaan wisatawan tiap tahunnya sehingga menambah devisa Negara.
5.2 Saran
1. Sebagai warisan dunia candi Borobudur sudah semestinya kita rawat dan jaga
sehingga anak cucu kita nanti dapat mengetahui bahwa bangsa Indonesia bangga
mempunyai candi Borobudur.
2. Saat peserta studi tur sedang berada di objek wisata disarankan agar waktu
berkunjungnya lebih lama, sehingga siswa dapat menikmatinya.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soekmono, Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia, Jakarta: Pustaka Jaya (1978)
Drs. R. Soekmono, (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. p. 46.
Purnomo Siswoprasetjo (Wednesday, July 04 2012, 4:50 PM)."Guinness names Borobudur world’s largest Buddha
temple"
R. Murdani Hadiatmadja (no year). Keterangan-keterangan tentang Karaton Yogyakarta. Yogyakarta:
Tepas Pariwisata Karaton Ngayogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai