Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN INKLUSI SD

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN INKLUSI


DISEKOLAH

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : 5
1. INTAN FAJARRITA UTAMI 2019143146
2. FERAWATI 2019143122
3. MARETA ELVIANA PUTRI 2019143140
4. M TATANG BUDIMAN 2019143149

KELAS :6D
DOSEN PENGAMPU : NURLAELA M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
PERIODE 2021 – 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan rahmat-Nya yang telah memberikan kekuatab kepada kami sehingga kami
dapat menyusun makalah yang berjudul “Pengelolaan Pendidikan Inklusi Disekolah”.
Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnnya secara khusus
kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Nurlela, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
“Pendidikan Inklusi”.
Kami menyadari dengan sepenuh hati bahwasanya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga kami dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam makalah
ini serta dapat membantu dalam penyusunan tugas-tugas atau makalah-makalah
berikutnya. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada siapapun yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini.

Palembang, 23 Maret 2022

Penulis
Landasan Teori

A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Inklusif


Pendidikan berkaitan erat hubungannya dengan manusia atau mahluk hidup yang
berakal sebagai pendidik atau peserta didik. Pendidikan adalah bagian penting dalam
pembentukan seorang manusia menjadi seseorang yang lebih baik dari berbagai aspek
sisi kehidupan. Pendidkan merupakan hak dasar untuk semua individu, bahkan untuk
segala situasi dan kondisi dari suatu individu tersebut, karena pendidikan ialah fondasi
untuk pembelajaran seumur hidup. Dengan memperoleh ilmu pengetahuan diharapkan
individu mampu mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat bersaing dengan
masyarakat.
Pendidikan merupakan kebutuhan wajib bagi semua individu, termasuk untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Selama ini anak berkubutuhan khusus mengikuti
pendidikan yang sesuai dengan kelainannya. Secara tidak langsung hal ini telah
mendeskriminasi anak berkabutuhan khusus, akibatnya menghambat proses saling
mengenal antara anak reguler dengan anak berkebutuhan khusus. Dampaknya anak
berkebutuhan khusus menjadi tersingkirkan dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Berkaitan dengan upaya pemenuhan hak pendidikan tanpa deskriminasi muncullah
pendidikan inklusi. Menurut Sunaryo (2009) “Pendidikan inklusi merupakan suatu
pendidikan, dimana semua siswa dengan kebutuhan khusus diterima di sekolah reguler
yang berlokasi di daerah tempat tinggal mereka dan mendapatkan berbagai pelayanan
pendukung dan pendidikan sesuai dengan kebutuhanya". Sebagaimana yang ditegaskan
melalui surat edaran Dirjen Dikdasmen No.380 tahun 2003 yang menyatakan
“Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengikut sertakan anak-anak yang
memiliki kebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak normal lainya.
Pelaksanaan atau penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat yang
harus terpenuhi untuk tatanan pendidikan yang berbasis inklusi.
Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai
model sebagai berikut: Kelas reguler (inklusi penuh) yaitu anak berkelainan belajar
bersama anak lain (normal) sepanjang hari dikelas reguler dengan menggunakan
kurikulum yang sama, Kelas reguler dengan cluster yaitu anak berkelainan belajar
bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, Kelas reguler
dengan pull out yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk
belajar dengan guru pembimbing khusus, Kelas reguler dengan cluster dan pull out yaitu
anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk
belajar dengan guru pembimbing khusus, Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
yaitu anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam
bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler, Kelas
khusus penuh yaitu Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Dari pengertian di atas bisa di simpulkan bahwa terdapat sekkolah luar biasa ( SLB )
didalam sekolah Inklusi. Jadi peserta didik berkebutuhan khusus hanya belajar di ruang
khusus tanpa belajar di ruang reguler. sehingga kurikulum yang di gunakan disesuiakan
dengan siswa berkebutuhan khusus dan guru yang mengajar harus memiliki latar
belakang S1 Pendidikan Luar Biasa.
Dalam kelas inklusi seperti yang ditetapkan tujuannya dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki Potensi kecerdasan
dan/atau bakat Istimewa bahwa; (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengankebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif
bagi semua peserta didik.
Pembelajaran dapat terlaksana jika terjadinya interaksi antara guru dan anak didik
dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Sejalan dengan yang
telah diatur oleh pemerintah dalam Permendiknas No 41 tahun 2007 menyatakan
“pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.” Melalui keterampilan yang dikuasainya, guru dituntut
untuk dapat mengelola pembelajaran dengan baik, sehingga tujuan suatu pembelajaran
dapat dicapai oleh anak didik. Pengelolaan pembelajaran tidak hanya berfokus pada
pengelolaan pengajaran tetapi juga memfokuskan pada pengelolaan kelas tetapi juga
pengelolaan kelas hanya saja dalam pelaksana guru kelasnya dilakukan secara bersamaan.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif ini sudah dilandasi oleh dasar hukum yang telah
diatur dalam Permendiknas no. 70 tahun 2009 yang menyatakan “pendidikan inklusif
merupakan sistem penyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik yang memiliki kelaianan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.” Jadi, sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif merupakan sekolah yang menerima anak-anak
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran bersamasama dengan anak-anak
pada umumnya.Adapun dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif tidaklah
mudah. Hambatan-hambatan yang sering terjadi pada sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif ini adalah kurangnya dukungan dari berbagai pihak setempat (Taufan & Mazhud,
2016).
Pada umumnya, tingkat intelegensi yang dimiliki oleh anak berkesulitan belajar
sama dengan anak pada umumnya bahkan intelegensi yang dimiliki oleh anak
berkesulitan belajar ada yang diatas rata-rata anak pada umumnya, anak berkesulitan
belajar tidak hanya disebabkan oleh disfungsi neurologis tetapi juga disebabkan oleh
ketidaktepatan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. kesulitan yang tampak
pada anak didik tersebut ialah, ketika membaca teks bacaan, anak didik membaca dengan
lambat, tidak memperhatikan tanda baca sehingga tidak memiliki intonasi yang sesuai
dengan teks bacaan yang dibaca, selain itu anak didik juga sering menghilangkan atau
menambakan kata atau suku kata dalam membaca. Ketika ditanya mengenai isi teks
bacaan, anak didik kesulitan untuk menjelaskan apa isi teks bacaan yang yang telah
dibacanya. Kesulitan yang dialami oleh anak didik, sangat mempengaruhi bidang
pembelajaran yang lain yang terdapat teks bacaan didalamnya. Karena sebagian besar
informasi yang kita dapatkan didunia ini didapat melalui membaca. dengan membaca kita
dapat memhaami berbagai informasi yang dibutuhkan dalam kehidupan.
Anak yang mengalami kesulitan dalam belajar bahasa maka akan memiliki
dampak bagi perkembangan intelektual, emosi, soaial, dan mempengaruhi
keberhasilannya dalam mengikuti pembelajaran dari berbagai bidang studi. Selain itu,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan anak didik
untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia. Pembelajaran bahasa juga diharapkan membantu anak didik mengenal dirinya,
budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi
dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta
menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas, guru kelas selalu merancang
rencana pembelajaran. Sebelum tahun ajaran baru, guru kelas membuat perangkat
pembelajaran yang terdiri dari program tahunana, program semester, silabus, analisis SK
& KD, penilaian serta RPP. Pihak yang terlibat dalam membuat perangkat ini ialah guru
kelas dan kepala sekolah. Hal ini dikarenakan di sekolah ini memang tidak tersedia guru
pendidikan khusus (GPK).
Guru kelas hanya membuat satu perangkat pembelajaran yang digunakan untuk
seluruh anak didik di kelas termasuk anak didik yang mengalami kesulitan belajar.
Kendala-kendala yang dialami oleh guru kelas dan kepala sekolah dalam merancang
perangkat pembelajaran ini seperti dalam merancang RPP. Kesulitan ini berupa kesulitan
dalam menentukan media pembelajaran yang akan digunakan, menentukan metode serta
strategi pembelajaran yang akan digunakan di kelas yang terdapat anak berkesulitan
belajar terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, menentukan media,
strategi dan metode pembelajaran bahasa Indonesia untuk anak didik berkesulitan belajar
juga sulit ditambah anak didik tersebut yang mengalami kesulitan belajar pada bidang
bahasa Indonesia. Sedangkan, pada pelaksanaan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh
guru kelas, yang menjadi perhatian guru kelas sebelum melaksanakan pembelajaran ialah
memperhatikan kebersihan dan kerapihan ruang kelas dimana posisi meja dan kursi harus
terletak dengan rapi. Selain itu, dalam melaksanakan pembelajaran guru kelas
menggunakan banyak pendekatan pengelolaan kelas. Penggunaan pendekatan ini
tergantung pada permasalahan-permasalahan yang dialami oleh guru kelas dalam
melaksanakan pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung, guru kelas selalu
mengingatkan kepada seluruh anak didik tentang kesepakan yang telah dibuat
sebelumnya. Kesepakan ini berlaku untuk seluruh pembalajaran dan untuk seluruh anak
didik termasuk anak didik berkesulitan belajar. Kesepakatan yang dibuat oleh guru kelas
dan anak didik ini memiliki konsekwensi jika ada anak didik yang melanggarnya.
Perhatian guru kelas juga tertuju pada penempatan posisi duduk anak didik.
Anak didik yang biasa posisi duduk dibelakang tidak selama akan duduk diposisi
belakang. Setiap sekali dalam sebulan, posisi anak duduk akan selalu di pindahkan.
Namun, ada beberapa anak didik yang posisi duduknya selalu didepan seperti anak didik
yang mengalami mata minus. Jika anak didik tersebut dipindahkan untuk duduk diposisi
belakang, maka akan mengganggu anak tersebut dalam menerima pembelajaran.
Sedangkan bagi anak yang mengalami kesulitan belajar membaca pengaturan posisi
duduknya sama dengan pengaturan posisi duduk anak didik yang lain.
Anak didik yang banyak dengan kondisi ruang kelas yang kecil menjadi kesulitan
bagi guru kelas dalam mengatur posisi duduk anak didik. Posisi duduk anak didik akan
saling berdekatan dan berkemungkinan besar memicu anak didik untuk saling mengobrol
dan saling bercanda satu dengan yang lainnya kelasnya, bukan tidak mungkin juga akan
sangat mudah terjadi pertengkaran antara satu dengan yang lain guru kelasya. Terutama
bagi anak didik yag mengalami kesulitan belajar yang memiliki karakteristik konsentrasi
mudah terpecah dan mudah bosan sehingga anak tersebut lebih memiliki mengobrol
dengan teman sebelahnya dan kelas menjadi ribut. Keadaan ruang kelas yang kecil juga
memperkecil aksesibilitas bagi anak didik jika mereka ingin izin keluar ruangan.
Selanjutnya, upaya yang dapat dilakukan guru kelas dalam mengatasi berbagai
permasalahan dalam melaksanakan pengelolaan kelas pada pembelajaran bahasa
Indonesia yaitu dengan menjaga keadaan ruang kelas agar tetap tenang, maka dari itu,
guru kelas sengaja membuat kesepakatan antara guru kelas dan anak didiknya.
Kesepakatan yang dibuat memang direalisasikan oleh guru kelas agar anak perilaku anak
didiknya sedikti demi sedikit dapat berubah. Agar anak didik tetap nyaman di kelas dalam
mengikuti pembelajaran, guru kelas sengaja memajang hasil karya anak didik yang telah
mereka buat agar anak didik merasa bangga hasil karyanya di pajang di kelas.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, agar anak tidak bosan, sesekali guru kelas
menukar posisi duduk anak didik namun, ada beberapa yang posisi duduknya tetap karena
ada suatu hal seperti anak didik yang memiliki mata minus sehingga posisi duduknya
tetap berada di depan.
Pengelolaan Pendidikan Inklusi yang berkualitas diperlukan manajemen
pendidikan yang berkualitas pula. Salah satunya belum terlaksana dengan maksimal
program jangka pendek yang dicanangkan, terdapat kekurangan dipihak manajerial yakni
Dinas Pendidikan maupun guru sebagai tenaga pendidik yang sebagian belum memahami
konsep serta belum mampu memanfaatkan kurikulum yang dirancang bagi ABK di
sekolah inklusi (Ganda, 2009). Usman (2000) menyatakan manajemen mempunyai fungsi
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Implementasi manajemen pendidikan inklusi pada SD Negeri Kota Padang merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mencapai pemerataan pendidikan dan keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkualitas
dan berkelanjutan. Dalam manajemen Pendidikan Inklusi juga membutuhkan waktu dari
guru untuk mempersiapkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap
anak. Dalam pengelolaan Pendidikan Inklusi, tanggung jawab utama (key person) berada
dipundak kepala sekolah (school principals). Dikatakan demikian karena kepala sekolah
merupakan faktor kunci efektif tidaknya suatu sekolah. Kepala sekolah dikatakan sebagai
faktor kunci karena kepala sekolah memainkan peranan yang sangat penting dalam
keseluruhan spektrum pengelolaan sekolah.Sebagai manajer pendidikan yang
profesional, kepala sekolah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sukses tidaknya
sekolah yang dipimpinnya, sehingga dalam menerapkan pengelolaan Pendidikan Inklusi,
peran kepala sekolah sangat menentukan keberhasilan pengelolaan membuat peserta
didik lebih cerdas (Mulyasa, 2003). Wahjosumidjo (2002) mengartikan bahwa Kepala
Sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi
interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran
pengelolaan pendidikan inklusif di sekolah regular sangat memerlukan dukungan teknis,
terutama bagi anak dengan kecacatan khusus, seperti autisme, tuna netera, tuna grahita,
dan tuna rungu. Oleh karena itu pemerintah perlu menyiapkan institusi yang membantu
sekolah regular penyelenggara pendidikan inklusif, berupa pusat sumber. Oratua,
keluarga, masyarakat, sekolah, pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan untuk
memproleh informasi yang luas, mendapatkan pelatihan berbagai keterampilan,
memperoleh berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan inklusif. Untuk
mewujudkan kesamaan hak dalam memperoleh pelayanan pendidikan bagi penyandang
cacat telah tersedia pelayanan pendidikan inklusi, yang memungkinkan penyandang cacat
untuk belajar bersama-sama dengan anak normal di sekolah umum.
pengelolaan pembelajaran inklusi secara keseluruhan sudah dilaksanakan secara
optimal namun masih terdapat beberapa aspek yang masih perlu diperbaiki yaitu; pada
aspek perekrutan GPK yang dilaksanakan oleh pihak departemen inklusi, perancangan
perangkat pembelajaran, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran yang dilakukan oleh
guru kelas, serta perancangan IEP yang dilakukan oleh GPK.

B. Pengelolaan Pendidikan Inklusi


1. Prinsip Pembelajaran Inklusi
Prinsip pembelajaran inklusi terdiri dari prinsip umum dan prinsip khusus.
Bani Delphie menyebutkanPrinsip umum pembelajaran meliputi motivasi,
konteks, keterarahan, hubungan sosial, belajar sambil bekerja, individualisasi,
menemukan, dan prinsip memecahkan masalah. Prinsip khusus disesuaikan
dengan karakterisktik spesifik dari setiap penyandang kelainana siswa.
Misalnya untuk anak tunanetra menggunakan prinsip kekonkritan, prinsip
pengalaman yang menyatu, dan prinsip belajar sambil melakukan. Siswa
tunarungu menggunakan prinsip keterarahan wajah, siswa tunalaras
memerlukan prinsip yang meliputi kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang
mengarah, pemanfaatan waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan
kepatuhan terhadap orang tua, setia kawan dan idola, serta perlindungan.
Sedangkan untuk siswa tunagrahita diperlukan prinsip yang berkaitan dengan
bentuk-bentuk atensi yang meliputi waktu atensi, fokus, dan selektivitas,
memperkuat daya ingatan atau memori, dan sebagainya.Penjelasan tentang
prinsip umum dan khusus pada prinsip pembelajaran inklusi dapat dilihat pada
pendapat Tarmasnyah, yaitu:
Prinsip Umum
(1) Motivasi: senantiasa harus memberikan motivasi kepada siswa, agar tetap
memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam belajar.
(2) Konteks: dalam pembelajaran hendaknya memanfaatkan sumber yang ada
dilingkungan sekitar. Hindari pengulangan materi pembelajaran.
(3) Keterarahan: pusatkan tujuan secara jelas, menyiapkan alat yang sesuai serta
mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat.
(4) Hubungan sosial: kembangkan strategi pembelajaran yang mampu
mengoptimalkan interaksi sosial antar warga belajar.
(5) Belajar sambil bekerja: berikan kesempatan untuk melakukan praktik atau
percobaan penelitian/pengamatan.
(6) Individual: mengenali kemampuan dan karakteristik setiap anak secara
mendalam, sehingga masing-masing anak mendapat perhatian yang sesuai.
(7) Menemukan: upayakan anak terlibat secara aktif untuk menentukan
pemecahan masalah yang dihadapinya.
(8) Pemecahan masalah: ajukan berbagai permasalahan yang ada dilingkungan
sekitar, anak dilatih untuk merumuskan, mencari data, menganalisis, dan
memecahkannya sesuai dengan kemampuannya.

Prinsip Khusus :
(1) Gangguan penglihatan: belajar bagi anak dengan gangguan penglihatan,
terutama melalui pendengaran dan perabaan, gunakan benda-benda konkrit
dalam pelaksanaan pembelajaran. Buku bicara (kaset rekaman) sangat
membantu dalam pengayaan materi pelajaran.
(2) Gangguan pendengaran/komunikasi: dalam komunikasi dengan anak yang
mengalami gangguan pendengaran hendaknya dilakukan dengan keterarah
wajahan, membaca bibir atau melihat gerak bibir dalam memberikan
penjelasan hendakanya berhadapan dalam posisi sejajar.
(3) Keberbakatan: anak cerdas atau anak berbakat materi pembelajaran harus
diberikan lebih cepat maka harus dilakukan pencepatan, selain pencepatan
juga dilakukan pengayaan.
(4) Mental intelektual: kasih sayang adalah prinsip utama yang harus diberikan
kepada anak dengan gangguan mental intelektual karena adanya gangguan
yang disebabkan oleh faktor neorolugis, maka harus diberikan layanan
habilitasi.
(5) Gangguan fisik-motorik: yang perlu diperhatikan dalam memberikan
layanan kepada anak-anak dengan gangguan fisik motorik adalah pelayanan
medis, pendidikan, sosial secara terpadu dan berkesinambungan dalam
institusi habilitasi atau rehabilitasi.
(6) Gangguan penyesuaian sosial: yang diperlukan bagi mereka adalah aktifitas,
atau kegiatan terutama dalam mengisi waktu luangnya. Kegiatan yang
sesuai dengan norma-norma budaya.

Masyarakat setempat. Berikan kebebasan namun yang terarah dan terprogram. Hal
lain yang tidak kalah pentingnya adalah menegakkan disiplin dan kepatuhan, sehingga
dapat mengembalikan mereka dalam kehidupan dimasyarakat.

2. Pengelolaan Kelas Inklusi


1) Pengelolaan Kelas Secara Akademik
Dalam melakukan pengelolaan kelas inklusi dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu
perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan dan penilaian.
a. Perencanaan Pembelajaran Inklusi
Perencanaan merupakan sebuah proses yang dilakukan apabila kita akan
memulai sebuah kegiatan, dengan perencanaan yang baik maka tujuan dari
setiap kegiatan akan mudah untuk dicapai. Begitu pula dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas, dimana perencanaan sangat dibutuhkan agar
setiap rangkaian kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat tersampaikan
kepada peserta didik.
Menurut Wina Sanjaya, perencanaan pembelajaran adalah Proses
pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan
pembelajaran tertentu, yakni perubahan perilaku serta rangkaian kegiatan yang
harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan
memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Hasil akhir dari
proses pengambilan keputusan tersebut adalah tersusunnya dokumen yang
berisi tentang hal-hal di atas sehingga selanjutnya dokumen tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam melaksankan proses belajar, Sama
halnya dengan pendapat di atas, Lukmanul Hakim juga menjelaskan
perencanaan pembelajaran merupakan suatu ide dari orang yang merancangnya,
tentang bentuk-bentuk pelaksanaan proses pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan untuk mengkomunikasikan ide tersebut dituangkan dalam
bentuk perencanaan tertulis.
Dari kedua pendapat di atas dapat dilihat bahwa konteks perencanaan
dalam pembelajaran erat kaitannya dengan pembuatan tujuan dan langkah
proses belajar yang dibuat ke dalam bentuk tertulis untuk dijadikan pedoman
dalam proses pembelajaran. Adapun dalam perencanaan pembelajaran kita
sudah sering kali mendengar istilah RPP atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. RPP merupakan rencana yang menggambarkan prosedur dan
manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar
yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkanRencana pembelajaran
sangatlah penting perannya dalam proses pembelajaran, karena menjadi salah
satu acuan penting berhasil tidaknya pembelajaran yang dilaksanakan. RPP
tidak akan hanya memberi kesempatan menyajikan pembelajaran yang lebih
baik, namun yang terpenting adalah adanya kesempatan untuk melakukan
refleksi atas apa yang telah dibelajarkan selama ini. Sama dengan pendidikan
pada umumnya, RPP di kelas inklusi bersifat klasikal artinya dibuat dan
diperuntukkan bagi semua peserta didik secara bersama, baik peserta didik
berkebutuhan khusus maupun peserta didik normal. Oleh karena itu RPP di
kelas inklusi pada dasarnya sama dengan rencana pembelajaran yang umum
baik berkaitan dengan elemen yang terkandung di dalamnya, struktur, maupun
cara pengembangannya. Untuk mewadahi pengaturan pelaksanaan
pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus maka perlu dibuatkan
catatan tambahan pada RPP umum yang dibuat oleh guru seperti contohnya bagi
peserta didik yang mengalami tunanetra ditambahkan catatan tentang
penggunaan media globe timbul dan bentuk tulisan braile.
C. Pengelolaan Kelas Secara Adminsitratif
Pengelolaan secara administratif dilakukan dengan menata ruang kelas dimana
situasi di dalam kelas dilengkapi dengan berbagai perlengkapan yang dapat memudahkan
proses belajar peserta didik inklusi, membuat mereka merasa nyaman dan aman sehingga
pembelajaran dikatakan efektif.
Pada pelaksanaannya sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi harus
memperhatikan bagaimana penataan ruang kelasnya seperti pada pintu masuk dan ruang
kelas dengan lantai yang sejajar sehingga memudahkan kursi roda dapat keluar masuk,
kemudian pembuatan guiding block dan simbol braille untuk mempermudah peserta didik
tunanetra, penyediaan display visual untuk memudahkan peserta didik tunarungu, kursi
dan meja dibuat dari bahan yang kuat serta ringan dan bersifat movable, formasi tempat
duduk peserta didik dapat dibuat secara bergantian atau bervariasi sesuai dengan
kebutuhan seperti contohnya formasi U, formasi lingkaran, formasi setengah lingkaran,
formasi tapal kuda, dan sebagainya. Penempatan peserta didik berkebutuhan khusus juga
sebaiknya diperhatikan misalnya menempatkannya pada baris depan kelas, atau di dekat
guru agar memudahkan komunikasi dan penyampian materi, tidak hanya itu mereka juga
sebaiknya di dekatkan dengan peserta didik normal dengan tujuan memberikan
pengalaman belajar bagi peserta didik.penataan dan perlatan kelas juga memperhatikan
aspek keamanan peserta didik inklusi, diantaranya:
(a). Sudut-sudut dinding, papan tulis, meja, kursi, almari dan peralatan lainnya tidak
dibuat runcing/tajam.
(b). Meminimalkan tempat yang curam dan tangga.
(c). Meminimalkan peralatan yang menjorok yang membahayakan bagi tunanetra.
(d). Meminimalkan penempatan alat yang sulit dijangkau oleh siswa berkebutuhan
khusus.
(e). Penempatan yang relatif menetap, supaya mudah dikenali oleh tunanetra.
(f). Tidak menempatkan barang secara mendadak di tempat atau jalur yang sering
dilewati peserta didik inklusi.
Akan lebih baik jika pihak sekolah memperhatikan aspek penataan kelas, karena
meski tidak berdampak langsung namun hal itu akan mempengaruhi proses pembelajaran.
Terlebih bagi peserta didik berkebutuhan khusus, keamanan menjdi hal penting yang
Harus diperhatikan mengingat mereka memiliki banyak keterbatasan dalam
melaksanakan berbagai kegiatan di kelas. Istilah manajemen diartikan sama dengan
istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayaguna kan
sumber-sumber, baik personal maupun materiel, secara efektif dan efisien guna
menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. istilah menajemen
diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan segala usaha bersama untuk
mendaya gunakan sumber-sumber. Yaitu mendayagunakan sumber personal maupun
materiel, secara efektif dan efisien gu na menunjang tercapainya tujuan pendidikan di
sekolah secara optimal. Manajemen menurut Efendi, (2013) diartikan sama dengan istilah
administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan
sumber sumber, baik personal maupun materiel, secara efektif dan efisien guna
menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai
fungsi yang sama. Seperti diuraikan oleh Direktorat PLB (2004: 5). Fungsi pokok
manajemen meliputi:
1. Merencanakan (planning),
2. Mengorganisasikan (organizing),
3. Mengarahkan (directing),
4. Mengoordinasikan (coordinating),
5.Mengawasi (controlling),
6. Mengevaluasi (evaluating).
Manajemen (berbasis) sekolah, memberikan kewenangan pe nuh kepada pihak
sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengoordinasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen pendidikan sekolah yang
bersangkutan. Menurut Effendi (2013) manajemen sekolah akan efektif dan efisien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesio nal. Sumber daya yang
profesional akan mampu mengelola orga nisasi sekolah secara baik. Mengelola
kurikulum yang sesuai de ngan tingkat perkembangan dan karakteristik masing-masing
siswa. Pembinaan sumber daya tenaga kependidikan yang andal. Sarana prasarana yang
memadai dalam mendukung kegiatan pem belajaran. Membina kerja sama kemitraan
dengan masyarakat dan dunia usaha yang ada. Tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan
dana yang sesuai dengan fungsinya. Apabila dalam satu kelas terdapat anak berkebutuhan
khusus, berdasarkan asesmen kondisinya berat yang tidak memungkinkan dapat
mengikuti pendidikan di sekolah dalam seting inklusi. Se perti dilakukan di negara-negara
yang sudah maju, ketika sekolah khusus (SLB) pada umumnya sudah ditutup Namun bagi
anak anak yang kondisinya berat, disediakan tempat layanan Pendidikan khusus

1. Manajemen Kesiswaan
Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya mem beri
kesempatan dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan
mengikuti pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar
memudahkan pengelolaan kelas, seyogianya gianya setiap kelas inklusi
dibatasi tidak lebih dari dua jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak
lebih dari 5 (lima) anak.
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan
kesiswaan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar,
tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen
kesiswaan meliputi antara lain:
(1) penerimaansiswa baru;
(2) program bimbingan dan penyuluhan
(3) pengelompokan belajar siswa;
(4) kehadiran siswa;
(5) mutasi siswa;
(6) papan statistik siswa;
(7) buku induk siswa.
2. Manajemen Kurikulum
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum mu atan lokal.
Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Adapun kurikulum muatan lokal merupakan
kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang
disusun oleh Dinas Pendidikan provinsi dan/atau kabupaten/kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak
(reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan
karakteristik siswa. Modifikasi dapat dila kukan dengan cara cara:
1) modifikasi alokasi waktu,
2) modi fikasi isi/materi,
3) modifikasi proses belajar-mengajar,
4) modifikasi sarana-prasarana,
5) modifikasi lingkungan belajar,
6) modifikasi pengelolaan kelas.
Manajemen Kurikulum (program pengajaran) sekolah inklusi antara lain
meliputi:
1) modifikasi kurikulum nasional sesuai de ngan Kemampuan awal awal dan
karakteristik siswa (anak luar biasa);
2) menjabarkan kalender pendidikan;
3) menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar;
4) mengatur pelaksa naan penyusunan program pengajaran persemester dan
persiapan pelajaran;
5) mengatur pelaksanaan penyusunan program kuriku ler dan ekstrakurikuler,
6) mengatur pelaksanaan penilaian;
7) mengatur pelaksanaan kenaikan kelas;
8) membuat laporan ke majuan belajar,
9) mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.

3. Manajemen Tenaga Kependidikan


Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/ atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah
meliputi tenaga pendidik (guru) pengelola satuan pendidikan, pustakawan,
laboran, dan sumber belajar. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu guru
kelas. Guru mata pelajaran (pendidikan Agama serta pendidikan jasmani dan
kesehatan), dan guru pembimbing khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi:
1) Inventarisasi pegawai,
2) Pengususlan formasi pegawai,
3) Peng usulan pengangkatan, kenaikan tingkat, kenaikan berkala, dan mutase
4) Mengatur usaha kesejahteraan;
5) Mengatur pemba gian tugas.
4. Manajemen Sarana-Prasarana
Di samping menggunakan sarana prasarana seperti halnya anak normal,
anak luar biasa perlu puta menggunakan sarana pra sarana khusus sesuai dengan
jenis kelainan dan kebutuhan anak. Manajemen sarana-prasarana sekolah
bertugas merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengoordinasikan,
mengawa si, dan mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana
agar dapat memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar
mengajar

5. Manajemen Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar mengajar ber sama komponen
komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
memerlukan biaya.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan
dana khusus, yang antara lain untuk keperluan
(1) kegiatan identifikasi input siswa,
(2) modifikasi kurikulum,
(3) insentif bagi tenaga kepen didikan yang terlibat,
(4) pengadaan sarana prasarana,
(5) pem berdayaan peran serta masyarakat,
(6) pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana ban tuan sebagai
stimulasi, baik dari pemerintah pusat maupun pe merintah daerah. Namun untuk
penyelenggaraan program selan jutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama
orangtua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta
pemerintah daerah dapat menanggulanginya dalam pelaksanaannya,
manajemen keuangan menganut asas Demisahan tugas antara fungsi:
(1) otorisator,
(2) ordonator;
(3) bendaharawan.
Otorisator adalah pejabat yang diberi wewe nang untuk program sekolah,
baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang melaksanakan, maupun
yang akan dilaksanakan se hingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas
tentang sekolah yang bersangkutan

6. Manajemen Layanan Khusus


Siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak Hak luar
biasa, agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan
manajemen layanan khusus Manajemen layanan khusus ini mencakup
manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana-prasarana,
pendanaan, dan lingkungan. Ke pala sekolah dapat menunjuk stafnya, terutama
yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan manajemen layanan khusus
ini.
Manajemen pendidikan inklusif secara umum tidak terlepas dari
manajemen pendidikan secara umum. Manajemen pendidikan merupakan seni
dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efisien. Pengertian manajemen sendiri secara sederhana adalah
seni melaksanakan kegiatan melalui orang-orang (the art of getting things done
through people) Manajemen dibutuhkan karena tiga hal, yaitu:
a) untuk mencapai tujuan;
b) untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling
bertentangan; dan
c) untuk mencapai efisiensi dan efektifitas
Efisiensi dan efektifitas merupakan dua komponen penting yang diperlukan
dalas menentukan atau mengukur kinerja suatu lembaga atau organisasi,
Manajeme pendidikan secara harfiah berarti pengelolaan Manajemen
pendidikan inklusif merupakan proses pengaturan dan pengelola sumber daya
yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif meliputi perencanaan,
pelaksanaan, menitoring, dan evaluasi serta tindak lanjut hasil evaluasi
Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses yang terkait erat dengan
tujuan dan efektifitas serta efisiensi penyelenggaraan sistem penyelenggaraan
pendidikan baseluruh anak, tanpa kecuali. Pada tataran mikro, manajemen
pendidikan inklusif diartikan sebagai upaya untuk mengelola sumber daya
pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang
kondusif agar peserta didik dapat menunjukkan potensinya secara optimal.

Sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusif harus mempersiapkan


kelas inklusif yang dijadikan tempat untuk berlangsungnya pembelajaran dengan tujuan
untuk memenuhi semua kebutuhan siswa Menurut Booth (2013), kelas inklusif
merupakan tempat untuk belajar secara bersama-sama, berkolaborasi, terlibat aktif untuk
mempelajari dan mengajarkan dalam suatu kebersamaan. Kelas inklusif ditunjukkan
dengan adanya keberagaman, perbedaan tetapi memberikan dasar yang kuat bagi setiap
anak untuk mengembangkan sikap saling menghormati dan menghargai sesama anggota
kelas lainnya

Menurut McLeskey, dkk. (2000), Waldron dan McLeskey (2010). kelas inklusif
yang sukses merupakan kelas yang selalu dinamis dan mengalami perubahan positif, serta
memastikan bahwa setiap anak dapat menerima anak lain dalam kebutuhan khusus,
belajar bersama, serta berperan aktif dalam pembelajaran dan komunitas sosial Tujuan
kelas inklusif sangat jelas bahwa kelas inklusif memberikan aspek pendidikan yang sesuai
bagi semua siswa, meliputi isi kurikulum, tujuan, dan sasaran yang sangat relevan dengan
tingkat kelas tertentu. Semua siswa dipastikan mendapat akses yang fleksibel terhadap
pembelajaran yang berkualitas, terlepas dari hambatan atau kecacatan siswa yang
dimiliki, tingkat akademik, perilaku, gaya belajar, kelemahan, dan kekuatan yang dimiliki
siswa (D'Amico dan Gallaway, 2010)
Perancangan kelas inklusif yang efektif membutuhkan struktur kelas yang dapat
diwujudkan dalam bentuk yang dapat mengakomodir keberagaman semua anak. Hal ini
menunjukkan efektivitas sekolah inklusif yang ditunjukkan oleh perbedaan perilaku dan
keragaman dalam belajar agar dapat mencapai prestasi akademik dan pengembangan
sosial semua siswa tanpa terkecuali (Kugelmass, 2004). Untuk itu, diperlukan sumber
daya manusia yang dapat menciptakan kelas yang dapat mengakomodir semua kebutuhan
siswa. Menurut Sapon-Shevin (2007), kelas inklusif merupakan tempat yang sangat baik
bagi siswa untuk mempraktikkan-memberi dan menerima sebagai bentuk saling
menghargai dan menghormati orang lain.

D. Strategi pembelajaran inklusif


Strategi pembelajaran inklusif perlu dirancang secara khusus, mengingat ABK
memerlukan itu, walaupun belajar bersama-sama dengan anak lain pada umumnya.
Strategi pembelajaran khusus dimaksudkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan
hambatan saat mengikuti proses pembelajaran. Mereka (ABK) mungkin memerlukan
berbagai modifikasi dalam komponen pembelajarannya, seperti metode, materi, tujuan,
media dan evaluasi belajar yang disesuaikan dengan kondisi, hambatan dan
kebutuhannya.
Modifikai strategi pembelajaran ABK tanpa merubah atau menganggu strategi
pembelajaran bagi anak lain pada umumnya, tetapi mereka bersama-sama terlibat dalam
proses pembelajaran. Untuk itu, modifikasi komponen pembelajarannya yang tepat bagi
ABK harus dilakukan dengan mempertimbangkan semua informasi tentang anak yang
telah diperoleh dari hasil kegiatan asesmen.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan 47 Implementasi
Pendidikan Inklusif pembelajaran pada kelas inklusif, antara lain merencanakan
pengelolaan kelas, merencanakan pengorganisasian bahan, merencanakan strategi
pendekatan kegiatan belajar-mengajar, merencanakan prosedur kegiatan belajar
mengajar, merencanakan penggunaan sumber dan media belajar, serta merencanakan
penilaian.
Pelaksanaan pembelajaran, meliputi melaksanakan apersepsi, menyajikan materi
/bahan pelajaran, mengimplementasikan metode, sumber/media belajar, dan bahan
latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa, serta sesuai dengan
tujuan pembelajaran, mendorong siswa untuk terlibat secara aktif, mendemonstrasikan
penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam kehidupan, membina hubungan
antara pribadi, antara lain: bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa,
menampilkan kegairahan dan kesungguhan, serta mengelola interaksi antar pribadi.
Prinsip-prinsip pembelajaran, antara lain:
a. Prinsip motivasi: guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada siswa
agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan
belajar-mengajar,
b. Prinsip latar/konteks: guru harus mengenal siswa secara mendalam,
menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan
sekitar, dan semaksimal mungkin menghindari pengulangan-pengulangan
materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi anak,
c. Prinsip keterarahan: setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus
merumuskan tujuan secara jelas, menyiapkan bahan dan alat yang sesuai, serta
mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat,
d. Prinsip hubungan sosial: dalam kegiatan belajar-mengajar, guru perlu
mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan siswa dan
lingkungan, serta interaksi banyak arah,
e. Prinsip belajar sambil bekerja: dalam kegiatan pembelajaran, guru harus
banyak memberi kesempatan kepada anak untuk 48 BUKU PANDUAN
PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR melakukan praktek atau
percobaan atau menemukan sesuatu melalui pengamatan, penelitian dan
sebagainya,
f. Prinsip individualisasi: guru perlu mengenal kemampuan awal dan
karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun
ketidak mampuannya dalam menyerap materi pelajaran, kecepatan maupun
kelambatannya dalam belajar, dan perilakunya, sehingga setiap kegiatan
pembelajaran masing-masing anak mendapat perhatian dan perlakuan yang
sesuai,
g. Prinsip menemukan: guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang
mampu memancing anak untuk terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial
dan atau emosional.
h. Prinsip pemecahan masalah: guru hendaknya sering mengajukan berbagai
persoalan/problem yang ada di lingkungan sekitar, dan anak dilatih untuk
merumuskan, mencari data, menganalisis, dan memecahkannya sesuai
kemampuannya.
E. Program Pendidikan Inklusi
Program pendidikan inklusi sudah diterapkan berorientasi terhadap pelayanan
kepada anak, sehingga kebutuhan setiap anak terpenuhi. Program pendidikan inklusi tidak
hanya diterapkan pada anak yang memiliki kebutuhan khusus tetapi untuk semua anak
karena pada dasarnya setiap anak memiliki karakteristik, keunikan, dan keberagamaan
secara alamiah sudah ada pada diri anak. Karakteristik setiap anak ini yang harus
difasilitasi dalam semua jenjang pendidikan pada umumnya dan pendidikan anak usia
dini pada khususnya. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang mengatur setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu baik yang mengalami kelainan fisik,
mental, emosional, intelektual, memiliki bakat istimewa, dan yang tinggal di daerah
terpencil. Undang-Undang tentang sitem pendidikan ini menjelaskan bahwa pendidikan
inkusi tidak hanya untuk anak-anak yang mengalami kebutuhan secara fisik tetapi juga
untuk anak-anak yang mempunyai kebudayaan, sosial, geografi dan bahasa yang berbeda
untuk mendapatkan layanan pendidikan yang sama sesuai kebutuhan setiap anak sehingga
dapat menstimulai perkembangan, pengetahuan dan keterampilan anak. Kondisi di
lapangan masih banyak sekolah-sekolah pada umumnya dan PAUD pada khususnya
untuk melaksanakan program pendidikan inklusi. Selain ketidaksiapan sumber daya
manusia dan sarana prasarana, ketidaktahuan tentang tujuan dan manfaat yang diperoleh
anak baik anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan. Pelaksanaan pendidikan
di lapangan cenderung menilai bahwa jika anak berkebutuhan khusus diberikan
pelayanan pendidikan yang sama dan bersamaan dengan anak normal maka hanya akan
mengganggu proses pendidikan dan pengaruh tidak baik pada anak normal. Pola
pendidikan seperti ini akan membawa dampak pada anak baik anak berkebutuhan khusus
maupun anak normal, yaitu apatis, tidak menghormati, tidak percaya diri, individualisme,
dan tidak siap hidup dimasyarakat. Padahal program pendidikan inklusi ini memberikan
pendidikan tentang nilai perbedaan dan keberagamaan sehingga anak-anak akan saling
menghormati dan membantu satu sama lain sebagai bekal menghadapi kehidupan
bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan konsep negara Indonesia, yaitu memiliki berbagai
keberagaman budaya, bahasa, sosial, geografi, agama, dsb (Kusuma, 2017).
Ada empat macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Yakni
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan International
Journal of Elementary Education, Vol. 3, No. 3, 2019, pp. 267-274. 270 IJEE. P-ISSN:
2579-7158 E-ISSN: 2549-6050 kompetensi profesional. Ada juga yang berpendapat
bahwa seorang guru itu ahli atau bukan bisa dilihat dari sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seorang guru ahli atau profesional (expert teacher) (Aspat , 2016).
Anak berkebutuhan khusus merupakan kondisi dimana anak memiliki perbedaan
dengan kondisi anak pada umumnya, baik dalam faktor fisik, kognitif, maupun
psikologis, dan memerlukan penanganan semestinya sesuai dengan kebutuhan anak
tersebut (Eka Sari Setianingsih, 2018: 141). Dengan diterimanya peserta didik- peserta
didik berkebutuhan khusus disetiap satuan pendidikan umum/ kejuruan berarti telah
memulai untuk menyelenggarakan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta didik berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan
khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan
perkembangan (barier to learning and development). Mereka memerlukan layanan
pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang
dialami oleh masing- masing anak. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak
berkebutuhan khusus permanen yang memerlukan pendidikan khusus (PK) dan anak
berkebutuhan khusus temporer yang memerlukan layanan pendidikan khusus (LPK).
Pendidikan inklusi merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama sama dengan peserta didik
pada umumnya. Menurut pasal 2 Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusi bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah: (a)
memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/ atau
bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya; (b) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Pendidikan inklusi
memiliki fungsi untuk menjamin semua peserta didik berkebutuhan khusus mendapat
kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhannya dan bermutu di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, dan
menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi peserta didik berkebutuhan
khusus untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Dengan mulai diberlakukannya penyelenggaran pendidikan inklusi maka
Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangannya mulai menunjuk beberapa
sekolah umum/ kejuruan untuk mulai menyelenggarakan pendidikan inklusi. Hal yang
menggembirakan ternyata banyak pula sekolah umum/ kejuruan yang diselenggarakan
oleh masyarakat (yayasan) atas inisiatif sendiri mulai menyelenggarakan pendidikan
inklusi. Kondisi seperti ini merupakan pertanda positif daam perkembangan pendidikan
inklusi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Harista, N. J., Pendidikan, J., Biasa, L., & Julistia, N. (2016). Diajukan kepada
Universitas Negeri Surabaya KASAR ANAK AUTIS. 1–10.

Anjarsari, A. D. (2018). Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Pada Jenjang Sd, Smp,


Dan Sma Di Kabupaten Sidoarjo. JPI (Jurnal Pendidikan Inklusi), 1(2), 91.
https://doi.org/10.26740/inklusi.v1n2.p91-104

Widiyanto, R., Uswatun, D. A., & Latip, A. E. (2021). Analisis Pengelolaan


Pembelajaran Inklusi dalam Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar DKI
Jakarta. 5, 10965–10975.

Dasar, S. (2021). Pengelolaan Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri Kota


Padang. 5(November 2009), 7222–7228.

Yunita Evi Isna, Sri Suneki, Husni Wakhyudin, (2019) Manajemen Pendidikan Inklusi
dalam Proses Pembelajaran dan Penanganan Guru Terhadap Anak Berkebutuhan
Khusus, International Journal of Elementary Education, 3(3), 19407-28481-1-
SM.pdf

Irdamurni, (2019), Pendidikan Inklusif, Jakarta, Kencana.

Rasmitadila, (2019), Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Depok, PT RajaGrafindo


Persada.

Garnida Dadang, (2015), Pengantar Pendidikan Inklusif, Bandung, PT Refika Aditama

Kerta Adhi Made, Ni Putu Senitawati, Buku Panduan Pendidikan Inklusif, Denpasar,
P.T. Percetakan Bali.

Anda mungkin juga menyukai