Anda di halaman 1dari 18

MODUL PENDIDIKAN AGAMA HINDU

(UNV118)

MODUL 6
PERAN STUDI VEDA DALAM MEMBANGUN PEMAHAMAN MAHASISWA
TENTANG EKSISTENSI VEDA SEBAGAI KITAB SUCI DAN SUMBER HUKUM

DISUSUN OLEH
DR. NI NYOMAN SUDIANI, M.FIL.H

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 20
Peran Studi Veda Dalam Membangun Pemahaman Mahasiswa tentang
Eksistensi Veda sebagai Kitab Suci dan Sumber Hukum

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menunjukkan peran studi Veda dalam membangun pemahaman mahasiswa


tentang eksistensi Veda sebagai Kitab Suci dan Sumber Hukum.
2. Memahami dan mendeskripsikan kembali dengan baik peran studi Veda dalam
membangun pemahaman mahasiswa tentang eksistensi Veda sebagai Kitab
Suci dan Sumber Hukum.

B. Uraian dan Contoh

1. Peran Studi Veda Dalam Membangun Pemahaman Mahasiswa tentang


Eksistensi Veda sebagai Kitab Suci dan Sumber Hukum.

Berbicara tentang Veda berarti kita membicarakan mengenai kebenaran abadi.


Berbicara tentang Veda juga berarti membicarakan seluruh pengetahuan yang
terdapat di dunia ini. Veda adalah sumber dari segala pengetahuan, dimana kata
Veda sendiri berarti pengetahuan. Tuhan mewahyukan semua pengetahuan yang
terdapat di alam semesta ini dalam satu kitab suci yaitu Veda. Di dalam Veda
termuat pengetahuan yang bersifat duniawi dan pengetahuan spiritual, pengetahuan
yang bersifat duniawi dikatakan pengetahuan yang lebih rendah tingkatannya
daripada pengetahuan spiritual. Pengetahuan duniawi disebut kelompok Apara
Vidya, sedangkan pengetahuan spiritual disebut Para Vidya. Di dalam ajaran Hindu,
baik Apara Vidya maupun Para Vidya sebenarnya memiliki tujuan akhir yang sama
yaitu sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, menyatukan diri
kepada Tuhan, kebahagiaan abadi (Ananda) yaitu pembebasan atau moksa.
Pengetahuan yang bersifat keduniawian digunakan untuk mencapai atau
menciptakan kesejahteraan umat manusia di jagat raya ini, sedangkan pengetahuan
spiritual adalah pengetahuan untuk membebaskan umat manusia dari keterikatan
terhadap kenikmatan duniawi, sehingga dapat mencapai kebahagiaan abadi atau
moksa. Kedua pengetahuan dalam Veda tersebut saling melengkapi, dimana
pengetahuan Para Vidya berguna untuk menuntun umat manusia ketika mengarungi
kehidupan duniawi, contohnya seorang pedagang selalu berlaku jujur kepada
pembeli karena dia mengetahui bahwa perbuatan berbohong akan mendapatkan
hukuman atau Karma Phala. Begitu pula pengetahuan Apara Vidya bermanfaat
untuk mengaplikasikan ajaran agama, contohnya seorang dokter mengabdikan
hidupnya di desa untuk mengobati masyarakat karena dia menganggap sebagai
umat beragama harus saling tolong-menolong. Demikian lengkapnya pengetahuan
yang terdapat pada Veda sehingga apapun yang dibutuhkan oleh umat manusia
dapat dicari di Veda, karena Veda menyediakan semuanya. Veda dikatakan sebagai
sumber kebenaran universal yang bersifat abadi karena kebenaran yang terdapat
pada Veda dapat berlaku untuk seluruh umat manusia, berlaku di segala jaman dan
berlaku di segala tempat dan kebenarannya tidak pernah musnah dan tidak
terbantahkan sebab Veda bukan ciptaan atau karangan manusia akan tetapi wahyu
dari Tuhan.
Eksistensi Veda adalah berbicara tentang keberadaan kitab Suci Veda yang
diterima oleh umat Hindu sebagai kitab penuntun sehari-hari dalam kehidupan ini,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 20
sehingga setiap umat dapat bertingkah laku sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan dalam ajaran agama atau dalam kitab Suci Veda tersebut. Untuk
membicarakan mengenai eksistensi Veda tersebut maka ada beberapa hal yang
harus diketahui oleh umat Hindu sehingga menyakini Veda sebagai kitab suci, antara
lain: Kedudukan Veda yang akan membahas tentang: pengertian Veda, bahasa yang
dipergunakan pada Veda; dan pembagian kitab Suci Veda: bagian-bagian Veda, dan
klasifikasi kitab suci Veda (Sudiani, Untung, & Raharjo, 2019, p. 58).
Veda merupakan kitab suci Agama Hindu dan sudah dipercaya sebagai
penuntun umat dalam bertingkah laku, oleh karena itu Veda disebut Kitab Suci. Suci
artinya tidak ternoda, tidak ada kesalahan, dan bila dikaitkan dengan Kitab Suci
Veda, maka yang dimaksud suci di sini adalah kebenaran yang abadi. Veda adalah
kebenaran yang abadi, kenapa demikian karena Veda bukan hasil dari karya
manusia sehingga jauh dari segala unsur-unsur kepentingan kelompok, dan
kepentingan perorangan. Veda merupakan Wahyu dari Tuhan atau Brahman yang
diterima oleh para Maha Ṛṣi Agung, oleh karena itu segala ajaran yang terdapat
pada Kitab Suci Veda mengandung kebenaran yang abadi yaitu kebenaran yang
tidak akan pernah punah, dan kebenaran yang universal yaitu kebenaran yang
berlaku di semua tempat, untuk semua orang, dan berlaku di segala jaman (Sudiani
et al., 2019, p. 58).

a. Pengertian Veda
Sebelum mengulas Veda lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui pengertian
kata Veda itu sendiri. Kata Veda dapat dikaji melalui 2 pendekatan yaitu berdasarkan
etimologi (akar kata) dan berdasarkan semantik (pengertiannya). Secara etimologi
kata Veda berasal dari bahasa Sanskerta, dari akar kata “Vid”, yang artinya
mengetahui dan akar kata ini berubah menjadi kata benda yaitu Veda, yang artinya
kebenaran, pengetahuan suci, kebijaksanaan dan secara semantik Veda berarti kitab
suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu
(Ngurah & dkk, 1999, p. 35) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58). Akar kata ‘vid’ juga
muncul dalam bahasa Latin ‘videre’, artinya ‘melihat’, dan dalam bahasa Inggris ‘wit’
artinya ‘menyaksikan’ (Suamba, 2003, p. 169) (Suamba, 2003)dalam (Sudiani et al.,
2019, p. 58). Sedangkan Max Muller mengatakan bahwa Veda pada mulanya berarti
mengetahui atau pengetahuan, dan nama ini diberikan oleh para brahmana bukan
untuk satu karya, tetapi kepada seluruh kesusastraan suci kuno. Maharṣi Sāyana
menyatakan bahwa Veda adalah wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung
ajaran yang luhur (trancendental) untuk kesempurnaan umat manusia serta
menghindarkannya dari perbuatan jahat (Ngurah, 1999:35 dalam (Sudiani et al.,
2019, p. 58)).
Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Veda menyatakan
bahwa Ṛgveda bukan saja monument tertua umat manusia, tetapi juga dokumentasi
di Timur yang paling tua. Susastra ini lebih tua dari Yunani maupun Israel dan
memperlihatkan perabadan yang tinggi di antara mereka yang dapat dijumpai dalam
mantra-mantra Veda (1908) (Radhakrishnan & Mantik, 2008, p. 15) dalam (Sudiani
et al., 2019, p. 58). Menurut Swamī Dayānanda Sarasvatī dalam bukunya Ṛgveda di
Bhāṣya Bhumika ‘Penjelasan dan komentar terhadap Ṛgveda’ yang ditulisnya dalam
bahasa Hindi menyatakan kata Veda berasal dari empat urat kata atau akar kata
kerja sebagaimana uraian berikut;
1. Vid : mengetahui (Anādi, Set, Parasmaipada) – Vetti
2. Vid : menjadi ada (Divadi, Anit) – Vidyāte
3. Vid : membedakan (Rudhadi, Anif) – Vinte

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 20
4. Vid : mencapai (Tudadi, Set) – Vindati atau Vindate (Sudiani et al., 2019, p.
58).
Tentang arti Veda, S. Radhakrishnan lebih jauh menyatakan bahwa Ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan dalam tahap kedua disebabkan oleh pengkajian
yang lebih mendetail, sedang kebijaksanaan (Veda) adalah pengetahuan tahap awal
(tingkatan yang pertama) yang diturunkan dari prinsip tak terciptakan. Veda bukan
hasil susastra yang satu seperti Bhagavadgitā atau bukan pula kumpulan dari
beberapa buku dalam suatu masa tertentu seperti Tri Pitaka agama Buddha atau
Kitab Injil agama Kristen, tetapi suatu susastra yang menyeluruh dari abad ke abad
dan disampaikan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Ketika tidak ada
buku ingatanlah yang kuat dan tradisi sangat pasti. Untuk memberikan kesan pada
orang-orang agar bersedia memelihara susastra ini, Veda disampaikan sebagai
pengetahuan suci atau wahyu. Kesuciannya timbul secara spontan berdasarkan
umur dan nilai-nilai yang terkandung dalam isi Veda tersebut. mulai sejak itu Veda
menjadi landasan berpikir dan berperasaan bagi banyak orang (Radhakrishnan &
Mantik, 2008, p. 16) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).

b. Bahasa dalam Veda


Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa diyakini kebenarannya oleh
seluruh umat Hindu. Pada saat wahyu Veda tersebut disebarluaskan oleh para ṛṣi di
India menggunakan bahasa lisan (oral) yang dilakukan dalam masa yang amat
panjang sebelum ditemukannya tulisan. Dengan demikian tradisi bahasa lisan jauh
lebih tua dibandingkan dengan bahasa tulisan karena bahasa lisan dimulai ketika
terjadi kontak antar sesama manusia, dalam hal ini termasuk pula bahasa isyarat.
Bila kita merenungkan kembali dan mengamati dengan seksama, maka bahasa yang
digunakan dalam Veda adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat di tempat
wahyu itu diturunkan (Tim Penyusun, 2009:31) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).
Melihat hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu itu diterima
menurut bahasa yang digunakan oleh mereka yang menerima wahyu itu dan para ṛṣi
penerima wahyu Veda menggunakan bahasa Sanskerta dan bahasa ini tetap juga
digunakan sampai berkembangnya susastra Veda pada jaman sesudah Veda itu
dihimpun dalam empat himpunan yang disebut dengan Saṁhitā (Tim Penyusun,
2009:31) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).
Istilah atau nama Sanskerta sebagai nama bahasa ini dipopulerkan oleh
seorang Mahaṛṣi yang bernama Pānini. Mahaṛṣi Pānini pada waktu itu mencoba
menulis sebuah kitab Vyākarana, yaitu kitab tata bahasa Sanskerta yang terdiri dari
8 Adhyāya atau bab yang terkenal dengan nama Aṣṭādhyāyi yang mencoba
mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Veda adalah bahasa deva-
deva yang dikenal pula dengan nama daivivak yang artinya ‘bahasa atau sabda
devatā’ (Titib, 1996, p. 16) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).
Beberapa tahun kemudian atas jasa mahaṛṣi Patañjali yang menulis kitab
Bhaṣa dan merupakan buku kritik terhadap karya Pānini yang ditulis pada abad ke II
sebelum masehi, makin terungkaplah nama Daivivak untuk menamai bahasa yang
digunakan dalam Veda termasuk pula digunakan dalam kitab-kitab Itihāsa (sejarah),
Purāṇa (sejarah kuno), smṛti/dharmaśāstra (kitab-kitab hukum), kitab-kitab āgāma
(pegangan bagi Sampradaya atau Pakṣa seperti Śaivāgama, Tantrāyaṇa, dan lain-
lain), juga bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab darśana (filsafat Hindu) dan
susastra Hindu lainnya atau yang berkembang pada zaman sesudahnya (Tim
Penyusun, 2012:33) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).
Penulis yang tampil sesudah Mahaṛṣi Pānini adalah Mahaṛṣi yang terkenal
dengan nama Kātyāyaṇa yang hidup pada abad V sebelum masehi. Mahaṛṣi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 20
Kātyāyaṇa dikenal pula dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu karyanya
diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno pada jaman Majapahit yaitu kitab
Sarasamuccaya, sedangkan Mahaṛṣi Pānini hidup pada abad VI sebelum masehi
(Tim Penyusun, 2012:33) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 58).
Bahasa-bahasa di India dan di Eropa mempunyai sumber yang sama dan
menggambarkan adanya hubungan dalam cara berpikir. Dalam sumber dan
perubahan kata-kata, Sanskerta, Yunani dan Latin menunjukkan persamaan yang
mencolok. Sir William Jones menerangkan hal dengan menelusuri jejak mereka yang
ternyata mempunyai sumber yang sama. Bahasa Sanskerta, kata Sir Willian Jones
pada tahun 1786 di depan Asiatic Society of Bengal, “apapun asalnya, mempunyai
struktur yang luar biasa; lebih sempurna dari bahasa Yunani; lebih indah dari bahasa
Latin dan lebih halus dari keduanya dan juga menunjukkan hubungan yang sangat
dekat dengan keduanya, baik dalam akar kata kerja maupun dalam susunan tata
bahasanya dari pada yang bisa dihasilkan dari suatu hal yang kebetulan; demikian
kuat hubungan ini sehingga tidak akan ada ahli bahasa yang mengadakan penelitian
tanpa akan sampai pada kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai sumber yang
sama, yang mungkin sudah tidak ada lagi. Dengan alasan yang sama pula kita dapat
menganggap bahwa Bahasa-bahasa Gothic dan Celtic, walaupun dengan idiom
yang berbeda, mempunyai asal yang sama dengan Sanskerta; hal yang sama juga
bisa dikatakan tentang bahasa Parsi lama” (Radhakrishnan & Mantik, 2008, p. 11).
Berdasarkan penjelasan Sir Willian Jones tersebut menunjukkan bahwa memang
benar bahasa Sanskerta adalah bahasa yang luar biasa yang pernah ada di dunia
ini. Begitupula mengenai adanya hubungan ketiga bahasa tersebut dapat dibenarkan
karena agama pertama yang turun ke dunia ini adalah Sanatana Dharma yang
dikenal dengan nama agama Hindu saat ini dengan kitab sucinya Veda yang ditulis
dengan menggunakan Bahasa Sanskerta, sehingga kemungkinan bahasa yang lahir
belakangan tidak akan jauh berbeda dengan bahasa yang lahir pertama.
Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Veda, kemudian
para ahli membedakan bahasa Sanskerta ke dalam 3 kelompok, yakni:
1) Bahasa Sanskerta Veda (Vedic Sanskrit) yakni bahasa Sanskerta yang
digunakan dalam Veda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan
bahasa Sanskerta yang kemudian digunakan dalam berbagai susastra Hindu,
seperti dalam Itihāsa, Purāṇa, Dharmaśāstra dan lain-lain.
2) Bahasa Sanskerta Klasik (Classical Sanskrit), yakni bahasa Sanskerta yang
digunakan dalam karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihāsa (Rāmāyaṇa
dan Mahābhārata), Purāṇa (18 Mahāpurāṇa dan 18 Upapurāṇa), Smṛti (kitab-
kitab Dharmaśāstra), kitab-kitab Āgama (Tantra) dan Darśana yang
berkembang sesudah Veda.
3) Bahasa Sanskerta Campuran (Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh
para ahli menamai Sanskerta Kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik
Sanskerta Campuran maupun Sanskerta Kepulauan keduanya ini tidak murni
menggunakan kosa kata atau tata bahasa Sanskerta sebagaimana digunakan
dalam dua pengelompokan sebelumnya (Sanskerta Veda dan Sanskerta
Klasik) (Ngurah & dkk, 1999, pp. 44–45) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 59).
Dalam mempelajari Veda dan susastra Hindu yang lain, pengenalan terhadap
bahasa Sanskerta sangat diperlukan dan bagi kita di Indonesia disamping mengenal
bahasa Sanskerta juga sangat baik untuk memahami pula bahasa Jawa Kuno
(Ngurah, 1999:45) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 59).
Timbul pertanyaan, “apakah dalam pengucapan doa mutlak menggunakan
bahasa Sanskerta?”. Tentunya hal ini tidak mutlak sebab doa adalah cetusan hati
atau bahasa hati yakni bahasa ibu yang mudah kita pahami. Akan tetapi bila doa

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 20
tersebut menggunakan bahasa Sanskerta, maka pengucapannya juga memakai
bahasa Sanskerta, contohnya mantra Gāyatri, Mahāṁṛtyunjaya-mantra dan lain-lain
yang merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena mantram dalam kitab
Suci Veda ditulis dalam bahasa Sanskerta, maka dari itu sudah seharusnya umat
Hindu memiliki pemahaman terhadap bahasa Sanskerta. Tentang pengucapan
mantram, kitab Nirukta I.18 menyatakan sebagai berikut:
“seseorang yang mengucapkan mantram (Veda) dan tidak memahami makna
yang terkandung dalam mantram (Veda) itu, tidak pernah memperoleh
penerangan seperti halnya sebatang kayu bakar, walaupun disiram dengan
minyak tanah, tidak akan terbakar bila tidak disulut dengan api. Demikian orang
yang hanya mengucapkan (membaca) mantram (Veda) tidak mendapatkan
cahaya pengetahuan yang sejati”.
Penyelidikan terhadap bahasa Sanskerta di Barat telah dimulai sejak
permulaan abad ke XVII dan motifnya tidaklah murni pada waktu itu, tetapi didorong
oleh keinginan untuk menyebarkan missi agama Kristen. Hal ini dibuktikan dengan
tulisan-tulisan Dr. Max Muller pada tahun 1886. Di Indonesia usaha menterjemahkan
karya Sanskerta ke dalam Jawa Kuno telah lama dirintis di Jawa Tengah dan Jawa
Timur pada masa kejayaan kerajaan Hindu Nusantara termasuk Bali (Ngurah & dkk,
1999, pp. 45–46) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 59).
Mengingat bahasa yang digunakan dalam kitab Suci Veda adalah bahasa
Sanskerta, maka dari itu sudah seharusnya setiap umat Hindu mempelajari dan
mengetahui bahasa Sanskerta (Sudiani et al., 2019, p. 59). Pengetahuan Bahasa
Sanskerta penting bagi umat Hindu sehingga umat dapat mengetahui arti dan makna
mantra-mantra yang terdapat pada kitab suci Veda, walaupun bahasa Sanskerta
tidak mutlak digunakan ketika umat Hindu melakukan persembahyangan.
Menggunakan bahasa daerah atau bahasa ibu ketika kegiatan persembahyangan
juga dibenarkan sebab umat percaya bahwa Tuhan mengerti dan memahami semua
bahasa di dunia ini karena Tuhanlah pencipta bahasa itu. Oleh karena itu setiap suku
di nusantara ini masih menggunakan bahasa setempat ketika memuja Tuhan.

c. Para Ṛṣi Penerima Wahyu Veda


Perlu juga ditandaskan di sini bahwa Veda pada mulanya diterima secara
lisan dan disampaikan pula secara lisan, mengingat pada waktu Veda diturunkan itu
belum dikenal tulisan. Mahāṛṣi Vyāsa yang menyusun atau menuliskan kembali
ajaran Veda dalam 4 himpunan (Samhita) yang dibantu oleh 4 orang siswa beliau.
Keempat siswa tersebut masing-masing ditugaskan oleh Mahāṛṣi Vyāsa untuk
menyalin:
1. Pulaha atau Paila diyakini menyusun Ṛgveda,
2. Vaiśampayana menyusun Yajurveda,
3. Jaimini menyusun Sāmaveda, dan
4. Sumantu menyusun Atharvaveda.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 20
Gambar 1.1. Mahaṛṣi Veda Vyasa
Sumber: www.google.com diakses 31/3/2020

Jauh sebelum masa penyusunan dari wahyu-wahyu Veda yang dilakukan oleh
Mahāṛṣi Vyāsa beserta siswa-siswa beliau, ada banyak Mahāṛṣi penerima wahyu
atau sabda suci Veda yang dalam Veda Sruti disebutkan nama beliau beserta sabda
suci yang diterima-Nya. Para ṛṣi yang menerima wahyu Veda tersebut terdapat tujuh
orang ṛṣi dikenal dengan nama Sapta ṛṣi, yang di antaranya:
1. Ṛṣi Gṛtsamada
2. Ṛṣi Viśvamitra
3. Ṛṣi Vamadevā
4. Ṛṣi Ātri
5. Ṛṣi Bhāradvāja
6. Ṛṣi Vasiṣtha
7. Ṛṣi Kanva (Adiputra, 2009:15).
Selain nama-nama Ṛṣi telah dikemukan di atas, tampaknya penggunaan
sebutan Ṛṣi itu telah cukup merasuk dalam tradisi umat Hindu sampai ke Bali. Dalam
mempelajari perkembangan agama Hindu di daerah ini, kita jumpai pula tokoh-tokoh
yang juga disebut Sapta Ṛṣi yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
agama Hindu. Di Bali mengenal adanya Pancaṛṣi seperti: (1) Mpu Agnijaya, (2) Mpu
Kuturan, (3) Mpu Semeru, (4) Mpu Gana, (5) Bharadah. Mpu Agnijaya menurunkan 7
pandita yang juga dikenal dengan Sapta Ṛṣi (Sanak Sapta Ṛṣi) di Bali (Ngurah,
1999:53) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 60).
Selanjutnya akan dibahas kedudukan Veda sebagai kitab suci. Adapun
kedudukan Veda adalah: Veda sebagai kitab suci agama Hindu memuat ajaran-
ajaran kesempurnaan yang kekal dan abadi yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha
Esa (Brahman) demi kesucian jiwa dan kedamaian hidup. Ia kekal abadi dan
universal sifatnya, tidak untuk jaman dahulu saja dan tidak pula untuk golongan
tertentu saja, tetapi ia merupakan kepunyaan umat manusia yang mencari
kesempurnaan hidup, kedamaian atas dasar cinta suci (Sudharta dan Punia Atmaja,
2001:37). Dengan demikian Veda memiliki kedudukan yang sangat signifikan bagi
kelangsungan keagamaan umat Hindu dikarenakan cakupan ajaran yang terkandung
dalam Veda begitu luas bagi kehidupan manusia. Adapun kedudukan Veda sebagai
kitab Suci adalah, antara lain:
a) Veda Kitab Suci, sumber ajaran Agama Hindu
Veda merupakan kebenaran abadi yang diwahyukan Tuhan kepada para ṛsi
agung India jaman dahulu kala, dan selanjutnya sebagai kitab suci agama Hindu
(Sivananda, 2003, p. 13). Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang
kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu.
Sebagai kitab suci agama Hindu, maka ajaran Veda diyakini dan dipedomani oleh

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 20
umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktu tertentu.
Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan
(mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang disebut apauruseya. Apapun
yang diturunkan sebagai ajaran-Nya kepada umat manusia adalah ajaran suci
terlebih lagi bahwa isinya itu memberikan petunjuk atau ajaran untuk hidup suci.
Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari
Vedalah mengalir ajaran agama Hindu. Ajaran Veda dikutip kembali dan
memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab susastra Hindu pada masa berikutnya.
Dari kitab Veda (Śruti) mengalirlah ajarannya dan dikembangkan dalam kitab-kitab
Smṛti, Itihāsa, Purāṇa, Tantra, Darśana dan Tattwa-tattwa yang kita warisi di
Indonesia.
Swami Sivananda, seorang yogi besar di abad modern ini menyatakan, Veda
adalah kitab tertua dari perpustakaan umat manusia. Kebenaran yang terkandung
dalam semua agama berasal dari Veda dan akhirnya kembali kepada Veda. Veda
adalah sumber ajaran agama, sumber tertinggi dari semua sastra agama, berasal
dari Tuhan Yang Maha Esa, Veda diwahyukan pada permulaan adanya
pengertian waktu.
Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan di
Sunya Loka nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai
pada nafasnya yang terakhir. Veda tidak terbatas pada tuntunan hidup individual,
tetapi juga dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana
hendaknya seseorang atau masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas
individu dan tugas-tugas umum sebagai anggota masyatakat, demikian pula
bagaimana seorang rohaniawan bertingkah laku, tugas dan kewajiban kepada
negara atau pemerintah dalam mengemban tugasnya. Segala tuntunan hidup
ditunjukkan kepada kita oleh ajaran Veda yang terhimpun dalam kitab-kitab
Saṁhitā, Brāhmaṇa, Āraṇyaka dan Upaniṣad, maupun yang dijelaskan kembali
dalam kitab-kitab susastra Veda atau susastra Hindu lainnya (Titib, 1996, pp. 19–
20) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 60). Kehidupan bermasyarakat menjadi
harmonis disebabkan oleh Veda mengatur mengenai tata cara hidup
bermasyarakat (Sudiani et al., 2019, p. 60). Begitupula kehidupan seseorang
menjadi tentram apabila dapat mengikuti tuntunan hidup yang telah ditetapkan
oleh Veda.
b) Veda, Wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Seperti halnya setiap ajaran agama memberikan tuntunan untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia lahir dan batin dan diyakini pula
bahwa ajaran agama itu bersumber pada kitab suci, demikian pula umat Hindu
yakin bahwa kitab sucinya itu merupakan wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha
Esa yang disebut Śruti yang artinya yang didengar (revealed teachings). Veda
sebagai himpunan sabda atau wahyu berasal dari Apauruṣeya (yang artinya
bukan dari manusia), sebab para ṛṣi penerima wahyu berfungsi hanya sebagai
instrument (sarana) dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan ajaran suci-
Nya.
Terhadap pernyataan ini Svāmī Dayānanda Sarasvati menyatakan, “Veda
adalah sabda-Nya dan segala Kuasa-Nya bersifat abadi”. Beliau juga
menambahkan: Ṛgveda, Yajurveda, Sāmaveda dan Atharvaveda berasal dan
merupakan sabda-Nya, Tuhan Yang Maha Agung dan Sempurna. Para Brāhmaṇa
yang memiliki kekuasaan yang menjadikan diri-Nya sendiri, penuh kesadaran,
supra empiris, supra realitas, sumber kebahagiaan dan Veda merupakan sabda-
Nya yang bersifat abadi”. Svāmī Dayānanda mengacu kepada Yajurveda yaitu:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 20
Tasmād yajñat sarvahuta
ṛcaḥ sāmāni yajñire,
chandaṁsi yajñire tasmād
yajus tasmād ajayata.
(Yajurveda XXXI.7)
Artinya
“Dari Tuhan Yang Maha Agung dan kepada-Nya umat manusia
mempersembahkan berbagai yajña, dari pada-Nya muncul Ṛgveda, dan
Sāmaveda. Daripada-Nya muncul Yajurveda dan Atharvaveda” (Griffith, 2009,
p. 90).
Tentang para ṛṣi yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan
menyampaikan secara lisan melalui tradisi kuno yakni sistem perguruan yang
disebut “paraṁpara”, seorang filologist Veda dan penyusun kitab Nirukta bernama
Yaskācārya menyatakan bahwa para ṛṣi adalah seperti apa yang tercantum dalam
kitab Nirukta, sebagaimana mantram berikut:
Sakṣat kṛta dharmana ṛsayo
bubhuvuste ‘sakṣat kṛta dharmabhya
upadesena mantran sampraduh.
(Nirukta I.19)

Artinya
“Para ṛṣi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma
(kebenaran, hukum tertinggi) dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal
tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum
merealisasikan hal itu”.

Ṛsayo mantradrastaraḥ ṛṣirdadarśanat


Stoman dadarsety aupamanyavaḥ,
Yadenan tapasyamānan brāhmasvayambhu
Abhyanarsat tad ṛṣinam ṛṣtvaṁ iti vijñayate.
(Nirukta II.11)
Artinya
“para ṛṣi adalah mereka yang menerima wahyu. Kata ṛṣi berarti ‘drasta’.
Ācārya Upamanyu menyataka: “mereka yang karena ketekunannya
melakukan Tapa, menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa disebut Ṛṣi”.

Berdasarkan kutipan tersebut di atas, secara jelas dapat dipahami bahwa


para ṛṣi adalah mereka yang menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa karena
kesucian pribadinya, mereka menerima sabda suci-Nya. Kata ṛṣi berasal dari akar
kata dṛṣ yang artinya ‘melihat atau memandang’, dalam pengertian yang lebih luas
berarti memperoleh atau menerima wahyu, oleh karena itu seorang ṛṣi disebut
mantradraṣṭa (mantradrāṣṭarah itiṛṣih). Ada beberapa cara seorang ṛṣi menerima
wahyu Tuhan Yang Maha Esa yaitu melalui:
1) Svaranada, yakni gema yang diterima para ṛṣi dan gema tersebut berubah
menjadi sabda atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa, kemudian wahyu itu
disampaikan kepada para siswanya di dalam āśrama (pāśraman).
2) Upaniṣad, yakni pikiran para ṛṣi dimasuki oleh sabda Brahmān sehingga
pikiran para ṛṣi itu berfungsi sebagai sarana yang menghubungkan Tuhan
Yang Maha Esa denga para siswa ṛṣi tersebut. Sabda ṛṣi (guru) adalah sabda
Brahmān yang disampaikan dalam suasana pendidikan dalam garis

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 20
perguruan yang disebut “parampara”. Para siswa duduk dekat di bawah guru
untuk menerima ajaran-Nya.
3) Darśana atau Darśanam, yakni ṛṣi atau orang suci berhadapan dengan dewa-
dewa seperti halnya Arjuna berhadapan dengan Dewa Indra atau Śiva dalam
suatu pandangan gaib dengan mata rohani.
4) Avatāra, yakni manusia berhadapan dengan Avatāra-Nya, seperti halnya
Arjuna menerima wejangan suci Bhagavadgita dari Śri Kṛṣṇa, Sang Purna
Avatāra (Titib, 1996, pp. 20–22) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 60).

c) Veda Sebagai Sumber Hukum Hindu


Mahāṛṣi Manu, peletak dasar hukum Hindu menjelaskan bahwa Veda adalah
sumber dari segala sumber dharma atau hukum Hindu, pernyataan tersebut
terdapat pada kitab Mānava Dharmaśāstra, yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Vedo ‘khilo dharma mūlaṁ
smṛti śile ca tad vidām,
ācāraścaiva sādhūnām
ātmanastuṣṭir eva ca.
(Mānavadharmaśāstra II.6)
Artinya
“Veda merupakan sumber pertama dari dharma, kemudian barulah Smṛti,
kemudian adat istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang bijak
yang mendalami ajaran suci Veda; juga tata cara kehidupan orang suci dan
akhirnya kepuasan pribadi” (Pudja & Sudharta, 2004, p. 31).
Berdasarkan kutipan sloka di atas, maka dapatlah disusun struktur sumber-
sumber hukum Hindu dan stratifikasi hukum Hindu berdasarkan sebagai berikut:
1) Veda (Sruti)
2) Smrti (Dharmasastra)
3) Sila (tingkah laku orang suci)
4) Acara (tradisi yang baik)
5) Atmanastusti (keheningan hati) (Titib, 1996, pp. 28–29).
Sloka dalam kitab Mānava Dharmaśāstra sangat jelas menyebutkan bahwa
dalam ajaran Hindu tidak hanya berpatokan pada satu sumber hokum saja yaitu
kitab suci Veda, akan tetapi sumber hukum Hindu juga termasuk tradisi, tingkah
laku yang baik dan kepuasan hati sebagai seorang pemuja. Adanya berbagai
sumber hokum tersebut karena ajaran Hindu tidak bersifat dogma yang harus
melaksanakan ajaran agama sama persis seperti di daerah tempat agama Hindu
berasal, akan tetapi dapat disesuaikan tergantung pada desa, kala, dan patra.
Veda di manapun dia diterapkan tidak pernah memusnahkan tradisi yang telah
ada dan berkembang di suatu daerah, namun Veda justru melestarikan tradisi
yang telah berkembang di daerah tempat Veda tersebut diajarkan. Bentuk, tata
cara pelaksanaan, dan bahan yang dipergunakan dalam pelaksanaan ajaran
Veda boleh berbeda asalkan intinya adalah sama, contoh: di India untuk
mensucikan arca dipergunakan susu, namun di Bali untuk mensucikan arca dan
pelinggih dipergunakan tirtha (Sudiani et al., 2019, p. 59).
Untuk menegaskan tentang kedudukan sumber-sumber hukum Hindu itu
tersebut, lebih jauh dalam kitab Mānava Dharmaśāstra menyatakan:
Śrutistu vedo vijñeyo
dharma sastran tu vai smṛtih,
te sarvārthesvamīmāṁsye
tābhyāṁ dharmo hi nirbabhau.
(Mānavadharmaśāstra II.10)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 20
Artinya
“Sesungguhnya Śruti adalah Veda, Smṛti adalah Dharmasastra, keduanya
tidak boleh diragukan kebenarannya dalam keadaan apa pun sebab keduanya
adalah sumber kebenaran agama dan hukum” (Pudja & Sudharta, 2004, p.
32).
Kitab-kitab Smṛti merupakan Dharmaśāstra atau kitab-kitab hukum didukung
pula oleh Sarasamuccaya 37 yang terjemahannya dalam Bahasa Jawa Kuno dan
Bahasa Indonesia menyatakan hal tersebut, sebagai berikut:
Śrutivedah samākhyato
dharmaśastraṁ tu vai smṛtih,
te sarvatheṣvamīmāṁsye
tābhyāṁ dharmo vinibhṛtah.

Nyang ujarakena sakareng. Sruti ngaranya sang hyang caturweda, sang


hyang dharmasastra; Smrti ngaranira, sang hyang Sruti, lawan sang hyang
Smrti, sira juga pramanakena, tutakena warawarah nira, ring asing prayojana,
yawat mangkana paripurna alep sang hyang dharmaprawrtti.
(Sarasamuccaya 37).
Artinya
“Yang perlu dibicarakan sekarang Sruti yaitu Catur Veda dan Smrti yaitu
Dharmasastra; Sruti dan Smṛti kedua-duanya harus diyakini, dituruti ajaran-
ajarannya pada setiap usaha; jika telah demikian, maka sempurnalah
kebaikan tindakan anda dalam bidang dharma” (Kajeng, 2003, p. 31).
Dari sloka Manava Dharmasastra dan Sarasamuccaya tersebut, ditegaskan
bahwa kedudukan Sruti dan Smṛti merupakan sumber kebenaran ajaran agama
yang tidak dapat dibantah (Titib, 1996, p. 29) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 60).
d) Veda Sebagai Ilmu Pengetahuan
Seluruh ajaran agama Hindu disebut Veda, sebagai kebenaran abadi
(Sanatana Dharma) Veda memuat ajaran filsafat, ritual dan kemasyarakatan, yang
termuat dalam banyak pustaka yang bersumber dari Sruti (Sabda Hyang Widhi)
(Adiputra, 2009:3). Disamping itu, Veda juga dikenal sebagai ilmu pengetahuan.
Hal ini kalau kita mengartikan kata Veda dilihat dari kata Veda itu sendiri. Veda di
dalam bahasa Sanskerta berarti pengetahuan. Apabila kita mengartikan Veda
sebagai pengetahuan, maka setiap ilmu pengetahuan adalah Veda. Ini tidak benar
sepenuhnya. Veda adalah pengetahuan yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat
manusia sebagai wahyu. Sebaliknya kata ‘widya’ adalah segala macam
pengetahuan yang dikembangkan oleh penemunya (manusia) melalui berbagai
riset (penelitian). Widya lebih bersifat duniawi, sedangkan Veda lebih bersifat
rohani.
Dengan mengemukakan bahwa Veda adalah pengetahuan atau semacam
ilmu pengetahuan, maka lebih lanjut kita mendapat keterangan bahwa
pengetahuan itu dapat dibedakan menjadi dua bidang, yaitu:
1) Pengetahuan Rohani atau segala macam pengetahuan rohani yang akan
menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan rohani, baik di dunia ini
maupun kelak sesudah mati. Pengetahuan semacam ini tergolong niwrtti
jnana dan jalannya sendiri disebut niwrtti marga. Adapun yang menjadi
sumber niwrtti jnana adalah Śruti.
2) Pengetahuan duniawi, yaitu pengetahuan yang akan menuntun manusia pada
upaya peningkatan kesejahteraan dan hidup bahagia di dunia ini. Ilmu
pengetahuan yang tergolong jenis ini disebut prawrtti jnana. Adapun sumber

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
20
utama dari pengetahuan ini adalah Dharmasastra (Penyusun, 2012, pp. 17–
18) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 60).

2. Pembagian Veda
Bhagavan Manu mengklasifikasikan Kitab Suci Veda menjadi dua
berdasarkan cara memperolehnya, antara lain: kitab Suci Veda Sruti dan Veda
Smerti. Veda Sruti dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu Ṛg Veda, Yajur
Veda, Sama Veda, dan Atharva Veda. Selanjutnya masing-masing Veda
mengandung 4 bagian. Adapun bagian-bagian Veda tersebut adalah:
1. Saṁhitā, yakni himpunan mantra-mantra Veda dalam pemujaan terhadap dewa
Veda untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dan alam baka.
2. Brāhmaṇa, yakni uraian yang menuntun orang-orang untuk melaksanakan
upacara-upacara yang berkenaan dengan pengorbanan yang merupakan prosa
penjelasan tentang cara penggunaan mantra dalam yajna atau upacara kurban.
3. Āraṇyaka merupakan teks-teks mistik yang disusun dan dipelajari dalam hutan
yang memberikan penafsiran filosofis dari upacara-upacara.
4. Upaniṣad, mengandung inti sari dari bagian pengetahuan Veda.
Demikian pula dalam hubungannya dengan isi kitab Veda secara umum dapat
dibedakan atas 2 jenis yaitu:
1. Yang menyangkut Karmakaṇḍa (yang menekankan pentingnya ajaran Karma,
termasuk upacara korban/yajña, dan upasana).
2. Yang menyangkut Jñānakaṇḍa (yang menekankan ajaran teologi dan
filsafat/kerohanian) (Ngurah & dkk, 1999, p. 58) dalam (Sudiani et al., 2019, p.
60).
Selanjutnya tentang isi Veda dapat pula kita menganalisa dengan menggunakan
dasar-dasar pendekatan sesuai kitab Bhagavadgītā, yakni mengelompokkan isi Veda
dalam 5 topik, sebagai berikut:
1. Yang mengandung ajaran Bhakti atau Bhaktiyoga
2. Yang mengandung ajaran Karma atau Karmayoga
3. Yang mengandung ajaran Jñāna atau Jñānayoga
4. Yang mengandung ajaran Rājayoga, dan
5. Yang mengandung ajaran Vibhūtiyoga atau ajaran yang bersifat mistis.
Untuk mempermudah sistem pembahasan isi Veda, maka di bawah ini akan
diuraikan tiap-tiap bagian dari Veda berdasarkan klasifikasi Veda tersebut, sebagai
berikut:

1. Śruti
Śruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan Yang
Maha Esa melalui para mahāṛṣi. Kata Śruti berasal dari kata Sanskerta “Śru” yang
berarti mendengar, sehingga Śruti berarti sabda suci yang didengarkan. Adapun
bagian-bagian kitab Veda Sruti, adalah:
a. Veda Saṁhitā, yang terdiri dari:
1) Ṛgveda Saṁhitā, adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga
merupakan Veda yang tertua. Ṛgveda Saṁhitā berisikan nyanyian-nyanyian
pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala.
2) Yajurveda Saṁhitā, adalah Veda yang terdiri atas mantra-mantra dan
sebagian besar berasal dari Ṛgveda. Yajurveda memuat ajaran mengenai
pokok-pokok yajus, pengetahuan suci tentang upacara korban. Terdapat 2
himpunan (resensi) yang sangat berbeda yaitu: Kṛṣṇa Yajurveda Saṁhitā
(Yajurveda hitam) dan Śukla Yajurveda Saṁhitā (Yajurveda putih).
Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 11 /
20
3) Sāmaveda Saṁhitā, adalah Veda yang merupakan kumpulan mantra dan
memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan dan pengetahuan suci tentang
irama menembangkan mantra-mantra Veda. Sāmaveda terdiri dari 1.875
mantra.
4) Atharvaveda Saṁhitā, adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran
yang bersifat magis. Atharvaveda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak
berasal dari Ṛgveda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari
seperti memohon kesembuhan dan lain-lain.
b. Brāhmaṇa, yakni uraian yang menuntun orang-orang untuk melaksanakan
upacara-upacara yang berkenaan dengan pengorbanan yang merupakan prosa
penjelasan tentang cara penggunaan mantra dalam yajña atau upacara kurban.
Adapun kitab Brāhmaṇa yang dimiliki oleh masing-masing kitab Veda Saṁhitā
adalah, sebagai berikut:

No Veda Saṁhitā Kitab-kitab Brāhmaṇa


1. Ṛgveda Saṁhitā 1. Kauṣītaki
2. Aitareya
2. Yajurveda Saṁhitā a. Śukla Yajurveda
1. Śatapatha

b. Kṛṣṇṇa Yajurveda
1. Taittirīya
3. Sāmaveda Saṁhitā 1. Tāṇḍya.
2. Ārśeya.
3. Vaṁśa.
4. Saṁhitopaniṣad.
5. Jaiminīyopaniṣad.
6. Talavakāra.
7. Sāmavidhāna
4. Atharvaveda Saṁhitā Gopatha

Tabel 2.1: Kitab Brāhmaṇa masing-masing Veda Saṁhitā

c. Āraṇyaka. Kitab Āraṇyaka merupakan teks-teks mistik yang disusun dan


dipelajari dalam hutan yang memberikan penafsiran filosofis dari upacara-
upacara. Masing-masing kitab Veda Saṁhitā memiliki kitab Āraṇyaka, kecuali
kitab Atharvaveda Saṁhitā. Adapun kitab Āraṇyaka setiap kitab Veda Saṁhitā,
antra lain:
No Veda Saṁhitā Kitab Āraṇyaka
1. Ṛgveda Saṁhitā 1. Kauṣītaki
2. Aitareya

Yajurveda Saṁhitā a. Śukla Yajurveda


1. Bṛhadāraṇyaka.
2. Jaiminīyopaniṣad (Talavakāra)

b. Kṛṣṇṇa Yajurveda
1. Taittirīya
2. Maitrāyaṇi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
20
Sāmaveda Saṁhitā 1. Jaiminīyopaniṣad.
2. Talavakāra

Atharvaveda Saṁhitā -

Tabel 2.2: Kitab Āraṇyaka masing-masing Veda Saṁhitā

d. Upaniṣad. Kitab Upaniṣad mengandung inti sari dari bagian pengetahuan Veda
(Sivananda, 2003, p. 15) dalam (Sudiani et al., 2019, p. 59). Upaniṣad berarti
ajaran yang bersifat rahasia (rahaṣyam). Upaniṣad terkandung ajaran tentang
teologi, ajaran filsafat Hindu yang sangat dalam dan meditasi atau kehidupan
menjadi pertapa di hutan, juga ajaran yoga untuk menghubungkan diri dengan
Tuhan tentang kehidupan di dunia ini (Titib, 1996, p. 97) dalam (Sudiani et al.,
2019, p. 59).

No Veda Saṁhitā Kitab Upaniṣad


1. Ṛgveda Saṁhitā 1. Kauṣītaki Upaniṣad
2. Yajurveda Saṁhitā a. Śukla Yajurveda
1. Bṛhadāraṇyaka.
2. Īśavasya (Ῑśā)

b. Kṛṣṇṇa Yajurveda
1. Taittirīya
2. maitrāyaṇi
3. Kaṭha
4. Śvetāśvatara
3. Sāmaveda Saṁhitā 1. Chāndogya.
2. Kena

4. Atharvaveda Saṁhitā 1. Praśna.


2. Māṇḍūka.
3. Māṇḍūkya
Tabel 2.3: Kitab Upaniṣad masing-masing Veda Saṁhitā

Apabila digabungkan kitab-kitab Brāhmaṇa, kitab Āraṇyaka, dan kitab Upaniṣad


yang dimiliki oleh masing-masing Veda Saṁhitā dapat dilihat sebagai berikut:
No Veda Kitab-kitab Kitab Āraṇyaka Kitab Upaniṣad
Saṁhitā Brāhmaṇa
1. Ṛgveda 1. Kauṣītaki 1. Kauṣītaki Kauṣītaki
Saṁhitā 2. Aitareya 2. Aitareya
2. Yajurved a. Śukla a. Śukla a.Śukla Yajurveda
a Yajurveda Yajurveda 1. Bṛhadāraṇya
Saṁhitā 1. Śatapatha 1. Bṛhadāraṇya ka.
ka. 2. Īśāvasya
2. Jaiminīyo (Īśā)
paniṣad
(Talavakāra)
b. Kṛṣṇṇa 3. b. Kṛṣṇṇa
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 13 /
20
Yajurveda b. Kṛṣṇṇa Yajurveda
1. Taittirīya Yajurveda 1. Taittirīya
1. Taittirīya 2. maitrāyaṇi
2. Maitrāyaṇi 3. Kaṭha
4. Śvetāśvatara
3. Sāmaved 1. Tāṇḍya 1. Jaiminīyopaniṣ 1. Chān
a 2. Ārśeya ad dogya
Saṁhitā 3. Vaṁśa 2. Talavakāra 2. Kena
4. Saṁhit
opaniṣad
5. Jaiminī
yopaniṣad
6. Talavak
āra
7. Sāmavi
dhāna
4. Atharvav Gopatha - 1. Praśna.
eda 2. Māṇḍūka.
Saṁhitā 3. Māṇḍūkya

Tabel 2.4: Kitab Brāhmaṇa, Āraṇyaka Upaniṣad masing-masing Veda


Saṁhitā

Gambar 2.1: Kitab Veda Śruti


Sumber: (Sudiani et al., 2019, p. 60).

3. Smṛti
Smṛti adalah Veda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Secara garis
besarnya Smṛti dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a. Kelompok Vedaṅga, yang terdiri dari 6 bidang Veda, yaitu:
1) Śikṣā, isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara yang tepat dalam
pengucapan mantra serta tinggi rendah tekanan suara.
2) Vyākaraṇa, merupakan ilmu tata 14ahasa dan menjadi suplemen batang
tubuh Veda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk
mengerti dan menghayati Veda Śruti tidak mungkin tanpa bantuan pengertian
dan 14ahasa yang benar.
3) Chanda, adalah cabang Veda yang khusus membahas aspek ikatan 14ahasa
yang disebut lagu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
20
4) Nirukta, memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang
terdapat di dalam Veda.
5) Jyotiṣa, isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk
pedoman dalam melakukan 15ahas.
6) Kalpa. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang:
a) Srautasutra, memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan
15ahas.
b) Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mangenai peraturan pelaksanaan
15ahas oleh orang-orang yang berumah tangga.
c) Dharmasutra, memuat berbagai aspek tentang peraturan hidup
bermasyarakat dan bernegara.
d) Sulvasutra, memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membangun
tempat ibadah.
b. Kelompok Upaveda, yang terdiri dari:
1) Āyurveda, ilmu tentang kesehatan
2) Dhanurveda, ilmu perang
3) Gandharvaveda, ilmu seni baik 15ahas dan tari
4) Arthaśātra, ilmu pemerintahan
c. Kelompok Upaṅgaveda, yang terdiri dari:
1) Dharmaśāstra, ilmu 15ahas
2) Purāṇa, disini juga termasuk Itihāsa. Purāṇa merupakan kumpulan
cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para
raja dan dewa-dewa. Kitab-kitab Purāṇa berjumlah 18 buah. Dan
Itihāsa adalah jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Rāmāyaṇa
dan Mahābhārata.
3) Kitab-Kitab Āgama, kitab-kitab tersebut meliputi: Saiva Āgama,
Vaisnava Āgama, dan Sakta Āgama
4) Darśana, adalah aliran filsafat Hindu yang secara garis besar
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu Astika dan Nastika. Kelompok
Astika terdiri dari: Samkhya, Mimamsa, Vaisesika, Nyaya, Yoga dan
Vedanta, sedangkan kelompok Nastika terdiri dari: Carvaka, Jaina, dan
Buddha.

Gambar 03: Kitab Veda Smṛti


Sumber: (Sudiani et al., 2019, p. 60)

Dinyatakan bahwa keseluruhan kepustakaan Sanskerta itu 15ahasa dan


duniawi. Śruti adalah akarnya; Smṛti, Itihāsa dan Purāṇa merupakan batangnya;
kitab-kitab Āgama dan Darśana merupakan cabang-cabangnya. Smṛti, Itihāsa,
Purāṇa, Āgama dan Darśana hanya merupakan pengembangan Veda, karena
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 15 /
20
sumber akhirnya adalah Veda. Tujuan bersama satu-satunya untuk memungkinkan
manusia menghilangkan kebodohannya dan mencapai kesempurnaan, kebebasan,
kekekalan dan kebahagiaan abadi, melalui pengetahuan tentang Tuhan atau Yang
Abadi. Tujuan kesemuanya adalah untuk membuat manusia seperti Tuhan dan
menjadi satu dengan-Nya (Sivananda, 2003, p. 37) dalam (Sudiani et al., 2019, p.
60).

C. Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan Veda Sruti?
2. Apakah yang dimaksud dengan Veda Smrti?
3. Bahasa yang digunakan dalam kitab suci Veda adalah bahasa Sanskerta,
dan setelah mengalami perkembangan akhirnya bahasa Sanskerta dibagi
menjadi tiga kelompok. Sebutkanlah kelompok bahasa Sanskerta tersebut!

D. Kunci Jawaban
1. Śruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan Yang
Maha Esa melalui para mahāṛṣi. Kata Śruti berasal dari kata Sanskerta “Śru”
yang berarti mendengar, sehingga Śruti berarti sabda suci yang
didengarkan. Kitab Veda Sruti terdiri dari Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda
dan Atharva Veda. Veda Sruti juga memiliki bagian-bagian, dan adapun
bagian-bagian kitab Veda Sruti, adalah Saṁhitā, Brāhmaṇa, Āraṇyaka dan
Upaniṣad.
2. Smṛti adalah Veda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Secara garis
besarnya Smṛti dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
Vedangga, Upaveda dan Upangaveda. Selanjutnya kelompok Upaveda
terdapat enam ajaran antara lain: Śikṣā, Vyākaraṇa, Jyotiṣa Chanda,
Nirukta, dan Kalpa. Kelompok Upaveda terdiri dari kitab: Āyurveda,
Dhanurveda, Gandharvaveda, dan Arthaśātra. Kelompok Upangaveda terdiri
dari: Dharmaśāstra, Purāṇa dan Itihāsa, Kitab-Kitab Āgama, dan Darśana.
3. Bahasa yang digunakan dlaam kitab suci Veda adalah Bahasa Sanskerta,
dan dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Veda,
kemudian para ahli membedakan 16ahasa Sanskerta ke dalam 3 kelompok,
yakni: (a) Bahasa Sanskerta Veda (Vedic Sanskrit) yakni 16ahasa Sanskerta
yang digunakan dalam Veda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan
dengan 16ahasa Sanskerta yang kemudian digunakan dalam berbagai
susastra Hindu, seperti dalam Itihāsa, Purāṇa, Dharmaśāstra dan lain-lain;
(b) Bahasa Sanskerta Klasik (Classical Sanskrit), yakni 16ahasa Sanskerta
yang digunakan dalam karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihāsa
(Rāmāyaṇa dan Mahābhārata), Purāṇa (18 Mahāpurāṇa dan 18 Upapurāṇa),
Smṛti (kitab-kitab Dharmaśāstra), kitab-kitab Āgama (Tantra) dan Darśana
yang berkembang sesudah Veda; dan (c) Bahasa Sanskerta Campuran
(Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli menamai Sanskerta
Kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik Sanskerta Campuran maupun
Sanskerta Kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau
tata 16ahasa Sanskerta sebagaimana digunakan dalam dua pengelompokan
sebelumnya (Sanskerta Veda dan Sanskerta Klasik).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
20
E. Daftar Pustaka
Griffith, R. T. . (2009). Yajurveda Samhita. (Dewanto, Ed.) (kedua). Surabaya:
Paramita. Retrieved from http://www.paramitapublisher.com
Kajeng, I. N. dkk. (2003). Sarasamuccaya (pertama). Surabaya: Paramita. Retrieved
from http://www.paramitapublisher.com
Ngurah, I. G. M., & dkk. (1999). Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan
Tinggi (Pertama). Surabaya: Paramita.
Penyusun, T. (2012). Modul Veda (Pertama). Jakarta: Bimas Hindu Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Pudja, G., & Sudharta, T. R. (2004). Mānava Dharmaśāstra (1st ed.). Surabaya:
Paramita.
Radhakrishnan, S., & Mantik, A. S. (2008). The Principal Upanisads (Pertama).
Surabaya: Paramita. Retrieved from http://www.paramitapublisher.com
Sivananda, S. S. (2003). All About Hinduism (Revisi). Surabaya: Paramita. Retrieved
from http://www.paramitapublisher.com
Suamba, I. . P. (2003). Dasar-Dasar Filsafat India (Pertama). Denpasar: PT
Mabhakti.
Sudiani, N. N., Untung, S., & Raharjo, S. H. (2019). Buku Materi Pokok Pendidikan
Agama Hindu. (S. H. Raharjo, Ed.) (Kedua). Banten: Universitas Terbuka.
Titib, I. M. (1996). Veda Sabda Suci (Pedoman Praktis Kehidupan) (1st ed.).
Surabaya: Paramita.

1. http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/mkdu4224-pendidikan-agama-hindu/#tab-id-4
diakses tanggal 1 April 2020.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
20

Anda mungkin juga menyukai