Oleh Kelompok 8:
JURUSAN GIZI
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Masalah Gizi di Indonesia” dapat
selesai dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Program Gizi Masyarakat. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
E. Upaya Perbaikan Anemia Gizi Besi ............................................................. 18
II. 4 Masalah Gizi Gangguan Akibat Kurang Yodium ............................................ 19
A. Pengertian Gangguan Akibat Kurang Yodium ............................................ 19
B. Kelompok Rawan Gangguan Akibat Kurang Yodium................................. 20
C. Besaran Masalah Gangguan Akibat Kurang Yodium .................................. 21
D. Faktor Pemicu Gangguan Akibat Kurang Yodium ...................................... 22
E. Upaya Perbaikan Gangguan Akibat Kurang Yodium .................................. 24
II. 5 Masalah Gizi Kurang Vitamin A ....................................................................... 25
A. Pengertian Kurang Vitamin A ...................................................................... 25
B. Kelompok Rawan Kurang Vitamin A .......................................................... 26
C. Besaran Masalah Kurang Vitamin A............................................................ 26
D. Faktor Pemicu KurangVitamin A................................................................. 27
E. Upaya Perbaikan Kurang Vitamin A............................................................ 28
II. 6 Masalah Gizi Obesitas ......................................................................................... 29
A. Pengertian Obesitas ...................................................................................... 29
B. Kelompok Rawan Obesitas .......................................................................... 30
C. Besaran Masalah Obesitas ............................................................................ 30
D. Faktor Pemicu Obesitas ................................................................................ 33
E. Upaya Perbaikan Obesitas ............................................................................ 34
BAB III ....................................................................................................................... 37
PENUTUP ................................................................................................................... 37
III. 1 Kesimpulan .............................................................................................................. 37
III. 2 Saran ......................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39
iv
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Masalah gizi merupakan gangguan kesehatan yang terjadi akibat
ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan tubuh. Masalah gizi yang
terjadi pada masa tertentu akan menimbulkan masalah pembangunan di masa
selanjutnya, seperti masalah gizi yang terjadi pada masa anak-anak yang dapat
mengakibatkan tubuh mudah terserang penyakit dan akan mempengaruhi
proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh kedepannya. Masalah gizi di
Indonesia menjadi persoalan yang krusial mengingat masa depan bangsa yang
dipertaruhkan. Tidak dapat dipungkiri, terpenuhinya kebutuhan gizi
masyarakat merupakan indicator penting terhadap kemajuan suatu negara.
Sejumlah peneliti mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki masalah
gizi yang beragam dan cenderung meningkat dibandingkan beberapa negara
ASEAN lainnya. Ini artinya masalah gizi di Indonesia masih tinggi dan
membutuhkan penanganan segera.
Masalah gizi tersebut antara lain seperti gizi buruk, gizi kurang,
kekurangan vitamin A, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, dan
juga obesitas. Masalah gizi ini menjadi salah satu penentu kualitas sumber daya
manusia.
I. 2 Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Stunting?
2) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Kurang Energi Kronis?
3) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Anemia Gizi Besi?
4) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Gangguan Akibat Kurang
Yodium?
5) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Kurang Vitamin A?
6) Apakah yang dimaksud dengan masalah gizi Obesitas?
1
I. 3 Tujuan Makalah
1) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Stunting.
2) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Kurang Energi Kronis.
3) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Anemia Gizi Besi.
4) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Gangguan Akibat Kurang Yodium.
5) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Kurang Vitamin A.
6) Mahasiswa atau pembaca dapat memahami secara detail mengenai
masalah gizi Obesitas.
I. 4 Manfaat Makalah
Menambah wawasan penulis dan pembaca dalam bidang Program Gizi
Masyarakat untuk mengetahui secara detail mengenai masalah gizi di Indonesia
saat ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
merupakan masalah besar bagi tenaga kesehatan sebab stunting dapat
mempengaruhi pertumbuhan pada anak, serta mempengaruhi perkembangan
penurunan kemampuan kognitif dan motorik bagi anak hal ini jika tidak
ditangani sejak awal akan berlangsung sampai dewasa. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan stunting pada balita diantaranya postur tubuh ibu pendek,
jarak kehamilan yang telalu dekat, ibu yang masih remaja dan asupan nutrisi
yang kurang pada saat hamil
4
Berikut merupakan grafik angka stunting di Indonesia tahun 2021 yang
turun di tahun 2022:
5
yang memengaruhi ibu meliputi postur tubuh yang pendek, jarak
kehamilan yang terlalu dekat, usia ibu yang masih muda, dan kurangnya
asupan nutrisi selama kehamilan.
4) Keadaan bayi dan balita sangat memengaruhi pertumbuhannya, termasuk
risiko terjadinya stunting, yang sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang
diterima sejak lahir. Tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD),
kegagalan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, dan proses
penyapihan yang terlalu cepat dapat menjadi faktor yang berkontribusi
terhadap stunting. Dari segi pemberian makanan pendamping ASI
(MPASI), penting untuk memperhatikan kuantitas, kualitas, dan
keamanan pangan yang diberikan. Asupan zat gizi pada balita memiliki
peran penting dalam mendukung pertumbuhan sesuai dengan grafik
pertumbuhannya, agar tidak mengalami gangguan pertumbuhan (growth
faltering) yang dapat menyebabkan stunting.
5) Keadaan ekonomi sosial dan kebersihan tempat tinggal juga berhubungan
dengan kejadian stunting. Kondisi ekonomi berkaitan erat dengan
kemampuan untuk menyediakan asupan gizi yang memadai dan layanan
kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sementara itu, sanitasi dan
keamanan pangan dapat meningkatkan risiko infeksi. Penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kebersihan dan sanitasi yang buruk, seperti diare
dan kecacingan, dapat mengganggu penyerapan nutrisi selama
pencernaan. Beberapa penyakit infeksi pada bayi dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Jika kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu
yang cukup lama dan tidak diikuti dengan pemberian asupan yang
memadai untuk proses penyembuhan, dapat menyebabkan terjadinya
stunting.
6
optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik
yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat
global. Seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah
stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan,
kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan.
Karena itu, ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua
sektor dan tatanan masyarakat. Berikut merupakan upaya perbaikan stunting,
yaitu :
1) Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari
segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah “Isi
Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan,
memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap
membiasakan mengonsumsi buah dan sayur. Dalam satu porsi makan,
setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan
sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak
daripada karbohidrat.
2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang
kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai
dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai
cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya
memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta
memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Bersalin di
fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah
agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja
sampai bayi berusia 6 bulan.
3) Sanitasi dan Akses Air Bersih
7
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya
adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman
penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan
air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
8
saat persalinan, perdarahan, persalinan yang sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan (DepKes RI, 2004).
9
Masih tingginya prevalensi KEK ibu hamil di Bogor membuat peneliti ingin
mengetahui faktor yang mempengaruhi KEK ibu hamil agar didapatkan
intervensi yang paling tepat untuk mengatasi permasalah KEK di Indonesia.
10
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat
sakit atau parasit yang terdapat pada tubuh.
4) Pendapatan keluarga
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
makanan. Pada rumah tangga berpendapatan rendah, sebanyak 60 persen
hingga 80 persen dari pendapatan riilnya dibelanjakan untuk membeli
makanan. Artinya pendapatan tersebut 70-80 persen energi dipenuhi oleh
karbohidrat (beras dan penggantinya) dan hanya 20 persen dipenuhi oleh
sumber energi lainnya seperti lemak dan protein. Pendapatan yang
meningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran
termasuk besarnya pengeluaran untuk pangan
11
Selain mengikuti program yang dilakukan oleh puskesmas dan pemerintah,
WUS dan ibu hamil perlu melakukan perbaikan gizi secara mandiri. Asupan
nutrisi merupakan faktor utama penyebab KEK pada ibu hamil. Gizi ibu hamil
dikatakan sempurna jika makanan yang dikonsumsinya mengandung zat gizi
yang seimbang, jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak belebihan.
Makanan yang baik dan seimbang akan menghindari masalah di saat hamil,
melahirkan bayi yang sehat, dan memperlancar ASI. Apabila konsumsi energi
kurang, maka energi dalam jaringan otot/lemak akan digunakan untuk
menutupi kekurangan tersebut. Kekurangan energi akan menurunkan kapasitas
kerja, hal ini biasanya terjadi sebagai proses kronis dengan akibat penurunan
berat badan (Muhamad & Liputo, 2017).
Konsumsi biskuit ubi jalar ungu merupakan salah satu alternatif untuk
memperbaiki gizi masyarakat. Ubi jalan ungu merupakan ubi jalar yang
berwarna ungu pekat baik kulit maupun dagingnya serta memiliki produktivitas
yang tinggi, ubi jalar ungu varietas anitin-3 memiliki kandungan zat antosianin
relatif lebih tinggi dibanding varietas antin-1 dan antin-2. Biskuit ubi jalar ungu
merupakan salah satu produk diversifikasi pangan lokal akan potensi sumber
daya alam khususnya pemanfaatan ubi jalan ungu. Terdapat banyak zat gizi
yang ada pada biskuit ubi jalar ungu seperti karbohidrat, protein, zat besi, dan
vitamin C. Sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh dari biskuit ubi jalar
ungu khususnya kandungan zat gizi yang dapat digunakan sebagai makanan
alternatif untuk segala usia termasuk WUS sehingga tidak mengalami
KEK(Satrianegara & Alam, 2017).
Selain biskuit ubi jalar ungu, roti rumput laut lawi-lawi juga dapat menjadi
alternatif perbaikan gizi masyarakat. Roti rumput laut lawi-lawi memiliki
kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein nabati maupun
mineral. Untuk menambah kandungan gizi produk olahan berbahan dasar
rumput laut lawi-lawi dibutuhkan penambahan pangan lokal lain yang dapat
dioptimalkan keberadaannya dan merupakan sumber protein nabati serta kaya
12
akan Fe dan zat gizi lainnya. Kadar kandungan gizi makro dalam 100 gram roti
rumput laut untuk karbohidrat sebanyak 56,10%, untuk protein 11,42%, untuk
lemak 8,81%, dan zat besi (Fe) sebesar 20,9091 mg/kg. Hal tersebut
menunjukkan bahwa roti rumput laut lawi-lawi cocok digunakan sebagai
alternatif perbaikan gizi masyarakat substitusi dari tempe. Dengan perbaikan
gizi masyarakat dapat terhindar dari kejadian KEK, baik pada WUS dan ibu
hamil (Syarfaini et al., 2019).
13
Berdasarkan Permenkes Nomor 28 Tahun 2019 tentang angka kecukupan
gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia, kebutuhan zat besi pada
remaja perempuan usia 13 - 18 tahun adalah 15 mg/hari (Kemenkes RI, 2019).
Masalah kesehatan yang sering dialami remaja putri adalah anemia. Anemia
yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah anemia defisiensi besi
(Mahmudiono et al., 2021).
Anemia gizi adalah suatu keadaan dalam dengan kadar hemoglobin darah
yang lebih rendah daripada kadar hemoglobin normal sebagai akibat
ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya
untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal. Anemia gizi
besi yaitu anemia yang timbul karena kekurangan zat besi sehingga dalam
pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu. Kadar
normal Hb pada remaja putri usia 12- 15 tahun adalah 12 g/dl
Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya adanya anemia
gizi besi adalah kurangnya mengonsumsi zat besi yang berasal dari makanan
atau rendahnya absorpsi zat besi yang ada dalam makanan tersebut.
Ketersediaan zat besi dari makanan yang tidak baik mencukupi kebutuhan
tubuh akan mengakibatkan tubuh mengalami anemia gizi.
14
terkena anemia bahkan kendati tahu dengan kondisi tersebut, mereka
berangapan anemia bukan merupakan masalah kesehatan. Kesehatan pada
remaja dengan anemia belum menjadi fokus yang utama bagi pemerintah yang
masih berfokus pada masalah anemia pada ibu hamil.
15
Berikut prevalensi anemia gizi besi pada remaja Indonesia:
16
melekat pada kait oral yang kemudian dapat menyebabkan iritasi, alergi
sampai dengan kehilangan darah pada manusia.
3) Kebiasaan mengkonsumsi teh atau kopi setelah makan
Kebiasaan minum kopi, teh serta mengkonsumsi kacang kedelai setelah
makan dapat menjadi faktor terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan pada
makanan dan minuman tersebut terdapat kandungan kafein, tanin, oksalat,
fitat yang merupakan inhibitor atau penghambat dari penyerapan zat besi.
4) Durasi tidur
Durasi normal remaja dan dewasa untuk tidur adalah 6-8 jam. Tidur
merupakan kebutuhan penting manusia yang harus dipenuhi agar tubuh
dapat berfungsi dengan baik dan normal. Pada saat kondisi tidur, tubuh akan
mengalami proses pemulihan untuk dapat mengembalikan energi dan
stamina tubuh, sehingga pada saat bangun tubuh akan berada dalam kondisi
yang prima dan optimal.
5) Kurangnya asupan vitamin C
Kurangnya asupan vitamin C dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Vitamin C dibutuhkan tubuh untuk dapat membantu proses penyerapan zat
besi dengan cara melakukan reduksi terhadap Fe3+ sehingga berubah
menjadi Fe2+ di dalam usus halus. Akibatnya zat besi menjadi lebih mudah
diabsorbsi oleh tubuh. Selain dengan mereduksi Fe3+, keasaman dari
vitamin C dapat meningkatkan penyerapan zat besi hingga mencapai 30%
6) Faktor ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya anemia, hal ini
dikarenakan pada golongan yang memiliki pendapatan lebih rendah akan
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang beragam
dan bergizi. Golongan yang secara ekonomi kurang baik sehari-harinya
cenderung mengkonsumsi protein nabati misalnya tahu dan tempe dan
sumber lauk hewani pun terbatas. Sumber protein hewani seperti daging
merah yang merupakan salah satu sumber makanan dengan kandungan zat
17
besi tinggi akan sangat jarang mereka konsumsi hal ini dikarenakan
biayanya yang mahal.
18
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan gizi merupakan pemahaman mengenai
makanan dan komponen zat gizi, sumber zat gizi, makanan yang aman
dikonsumsi, dan cara yang tepat untuk mengolah bahan makanan, serta pola
hidup sehat. KIE atau Komunikasi, Informasi, dan Edukasi merupakan salah
satu kegiatan dalam program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
Defisiensi Besi pada Remaja (Larasati et al., 2021). Pemberian KIE dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan tentang anemia dan perubahan pola makan
sehingga asupan zat besi bisa tercukupi dan remaja dapat terhindar dari anemia
(Zulaekah & Widajanti, 2010). Pengetahuan gizi yang baik tentang anemia
akan memengaruhi sikap remaja putri dalam memilih bahan makanan sumber
zat besi, menghindari makanan penghambat zat besi, dan kepatuhan
mengkonsumsi tablet tambah darah (R. D. Putri et al., 2017)
19
perkembangan fisik dan mental, yang gejalanya sangat bervariasi tergantung
pada tingkat tumbuh kembang manusia akibat kekurangan yodium itu sendiri.
Yodium merupakan zat gizi mikro pembentuk hormone tiroid, tiroksin (T4),
dan triodotironin (T3) yang bermanfaat bagi perkembangan sistem saraf pusat
serta tumbuh kembang manusia. Walaupun manusia memerlukan asupan
yodium dalam jumlah yang kecil, namun yodium memiliki peranan yang
penting dalam menjaga fungsi fisiologis tubuh agar tetap berfungsi secara
optimal.
20
belum memiliki kelenjar tiroid. Apabila selama masa kehamilan sang ibu
kurang memperhatikan asupan yodium, maka dapat menyebabkan gangguan
tumbuh kembang bagi janin yang ada di dalam kandungannya. Beberapa akibat
yang dapat ditimbulkan tersebut diantaranya adalah bayi yang dilahirkan akan
mengalami kretinisme hingga yang paling fatal adalah bayi meninggal setelah
lahir. Oleh karena itu, kecukupan hormon tiroid dari ibu berperan sangat
penting untuk mencegah terjadinya hipotiroidisme pada janin yang
dikandungannya.
Disamping itu, jika dilihat berdasarkan ekskresi yodium urin pada ibu hami
dan anak usia sekolah menunjukkan bahwa masih tingginya angka ibu hamil
dan anak sekolah yang memiliki angka EIU kurang dari normal. Dimana hal
tersebut menunjukkan rendahnya kadar yodium di dalam tubuh. Oleh karena
itu, semakin tinggi prevalensi GAKY di Indonesia, maka pembangunan sumber
daya manusia di Indonesia akan semakin terhambat.
21
D. Faktor Pemicu Gangguan Akibat Kurang Yodium
Berikut merupakan faktor pemicu dalam terjadinya kondisi GAKY
tersebut, diantaranya adalah:
1). Asupan makan dan kebiasaan makan
Dalam hal ini asupan makan sangat berperan dalam terjadinya kondisi
GAKY, terutama kurangnya asupan zat gizi mikro yakni yodium yang
terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama. Seperti pada pola makan ibu
hamil pastinya tidak akan sama dengan kondisi sebelum hamil. Pada masa
kehamilan, tentunya akan terjadi peningkatan kebutuhan energi,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Hal ini seringkali
diabaikan sehingga berakibat pada menurunnya kondisi kesehatan yang
pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terjadinya GAKY pada ibu hamil.
2). Status Gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan selama masa
kehamilan. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap status
kesehatan ibu dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin di
dalam kandungan. Pada Ibu hamil akan mengalami perubahan kebutuhan
gizi tergantung dari kondisi kebutuhan ibu hamil itu sendiri.
3). Usia Ibu
Usia ibu dalam hal ini juga berkaitan dengan kebutuhan gizi yang
diperlukan tubuh selama masa kehamilan. Semakin muda usia dari ibu
22
hamil maka tentunya akan memerlukan tambahan gizi yang lebih banyak
pula. Selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sang ibu,
juga digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang
dikandung. Sedangkan semakin tua usia ibu hamil, maka akan memerlukan
asupan zat gizi tertentu yang lebih banyak dikarenakan fungsi organ yang
semakin melemah sehingga nantinya dapat mendukung selama kehamilan
sang ibu.
4). Parietas
Parietas merupakan banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang
perempuan. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak
bayi yang dilahirkan baik dalam kondisi hidup atau meninggal dapat
mempengaruhi status gizi ibu selama kehamilan. Pada ibu yang memiliki
status paritas banyak akan memerlukan zat gizi yang banyak untuk
menunjang pemulihan kondisi tubuh setelah melahirkan.
5). Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi ekonomi serta pengetahuan ibu hamil dan keluarga memiliki peran
yang besar terhadap kecukupan zat gizi bagi ibu hamil. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan untuk memperoleh makanan sumber zat gizi yang
dibutuhkan dalam menunjang proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Disamping itu, pengetahuan tentang pentingnya mengonsumsi
garam beryodium sesuai dengan takaran yang dibutuhkan akan berpengaruh
terhadap asupan yodium rumah tangga.
6). Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang menjadi faktor risiko dalam hal ini adalah berkaitan
dengan daerah endemik GAKY yang disebabkan karena kandungan yodium
pada tanah dan tanaman yang rendah serta tingginya asupan bahan makanan
yang mengandung zat goitrogenik. Makanan yang mengandung zat
goitrogenik tinggi yang dimaksud adalah ubi kayu, jagung, dan rebung yang
merupakan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Penggunaan
23
pestisida, racun ikan, serta kontaminasi timbal dan merkuri juga menjadi
salah satu penyebab terjadinya GAKY.
24
mengenai pentingnya asupan garam beryodium, advokasi, edukasi dan
penyuluhan mengenai ancaman GAKY dan dampak yang ditimbulkannya.
4. Surveilans GAKY
Surveilains merupakan salah satu indikator kesinambungan program
GAKY. Surveilans GAKY ini berisi mengenai pemantauan yang dilakukan
secara terus-menerus terhadap indikator GAKY di masyarakat, sehingga
pemerintah dapat menentukan langkah-langkah penanggulangan yang
tepat.
25
Xeroptalmia (%) 0,5
Retinol <0,7 µmol/L (%) 15
B. Kelompok Rawan Kurang Vitamin A
Salah satu masalah gizi utama di Indonesia adalah kekurangan vitamin A
(KVA) yang kerap banyak ditemukan terjadi pada bayi dan balita. Kekurangan
vitamin A di kalangan bayi dan balita merupakan permasalahan gizi yang tidak
dapat dianggap remeh karena bukan hanya menyebabkan kebutaan permanen,
kekurangan vitamin A (KVA) juga dapat mengakibatkan mudahnya anak dan
balita terjangkit penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia,
rabun senja dan akhirnya mengakibatkan kematian. Peranan vitamin A dalam
tubuh seperti katalis yang memperkuat sel-sel dalam tubuh. Oleh karena itu
balita dan anak-anak sangat membutuhkan vitamin A guna mendukung
perkembangan tubuh dan menjaga kesehatannya.
26
vitamin A adalah DI Yogyakarta (99,9%), sedangkan provinsi dengan
persentase terendah adalah Papua (20,7%).
27
mencukupi kebutuhan vitamin A sampai dengan usia 6 bulan kehidupan
bayi.
4. Kurang nya pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama juga dapat
menjadi pemicu terjadinya kekurangan vitamin A pada anak balita.
5. Keadaan ekonomi sosial keluarga juga berhubungan dengan kejadian
kekurangan vitamin A (KVA). Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan
keluarga memperoleh dan menyediakan konsumsi pangan yang kaya akan
vitamin A serta kapsul vitamin A bagi anak balita.
6. Terjadi gangguan pada proses penyerapan makanan dalam tubuh yang
disebabkan karena diare, rendahnya konsumsi lemak, protein dan seng.
28
berdaun hijau, tomat, wortel, buah, hati sapi, minyak ikan, telur, dan lain
sebagainya.
3. Pemberian edukasi pengetahuan kepada ibu balita dan masyarakat
mengenai pentingnya pemberian kapsul vitamin A.
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17.0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0-18.4
Normal 18.5-25.0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1-27.0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27
29
obesitas sentral. Obesitas sentral tersebut adalah terjadinya penumpukan lemak
dalam tubuh bagian perut. Penumpukan ini diakibatkan oleh jumlah lemak
berlebih pada jaringan lemak subkutan dan lemak visceral perut.
30
Selama beberapa dekade terakhir, kelebihan berat badan dan obesitas terus
meningkat di semua kelompok usia. Data RISKESDAS menunjukkan
peningkatan tajam pada prevalensi dalam beberapa tahun terakhir yaitu, 28,9%
pada tahun 2013 yang meningkat menjadi 35,4% pada tahun 2018.
31
Berikut prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa
Indonesia usia >18 tahun menurut jenis kelamin dan wilayah tempat
tinggal:
32
D. Faktor Pemicu Obesitas
1) Pola makan yang tidak baik atau tidak sehat
Obesitas umumnya disebabkan karena pola makan, dimana jumlah
asupan energi berlebih daripada kebutuhannya sehingga menyebabkan
kelebihan berat badan. Pemilihan jenis makanan tinggi kalori yang
cenderung dengan kandungan lemak dan tinggi gula serta kurang serat,
menyebabkan ketidak seimbangan energi.
2) Kurang aktivitas
Pola aktivitas yang sedentary (kurang gerak) juga menyebabkan energi
yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari cenderung lebih sedikit
dengan energi yang dikonsumsi. Modernisasi dan kemajuan teknologi
juga telah mengurangi tingkat aktivitas fisik, seperti yang ditandai
dengan berjam-jam waktu duduk di depan layar dan pekerjaan yang
terikat dengan meja seperti di kantor membuat aktivitas bergerak
semakin berkurang.
3) Konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu yang lama
Konsumsi obat-obatan jenis steroid yang digunakan dalam jangka
waktu lama untuk terapi asma, osteoarthritis (peradangan kronis di
33
sendi), dan alergi yang dapat menyebabkan meningkatnya nafsu
makan sehingga meningkatkan juga risiko obesitas.
4) Mengubah kebiasaan makan
Urbanisasi dan globalisasi telah menyebabkan pergeseran preferensi
makanan. Pola makan tradisional yang kaya akan sayuran dan biji-
bijian telah digantikan oleh pola makan tinggi karbohidrat olahan,
gula, dan lemak tidak sehat. Serta makanan cepat saji dan gerai ritel
modern telah tumbuh secara eksponensial selama beberapa dekade
terakhir yang membuat makanan dan minuman tinggi gula, garam dan
lemak tersedia luas dan terjangkau diseluruh Indonesia.
5) Faktor sosial ekonomi
Kesenjangan sosial ekonomi juga mempengaruhi epidemi obesitas.
Populasi yang keadaan ekonominya kurang mungkin memiliki akses
terbatas untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang
sehingga pemilihan makanan yang padat kalori dengan harga yang
murah lebih banyak tersedia dan dijadikan pilihan.
34
1) Pengaturan makan yang baik dan benar
Pengaturan makan bagi orang obesitas disarankan untuk menggunakan
piring makan model T. dengan menggunakan piring makan model T orang
obesitas diharuskan untuk mengonsumsi sayur dua kali lipat dari jumlah
makanan sumber karbohidrat dan jumlah protein yang setara dengan
jumlah makanan sumber karbohidrat. Peningkatan konsumsi sayur ini
berguna untuk meningkatkan asupan serat yang mampu memberikan
perasaan kenyang dalam waktu yang cukup lama namun tetap rendah
kalori. Konsumsi protein yang sama dengan sumber karbohidrat juga perlu
memperhatikan kandungan lemak dalam sumber protein tersebut.
Dianjurkan untuk memilih sumber protein rendah lemak seperti daging
ayam tanpa kulit, ikan, telur (terutama bagian putih), serta kacang-
kacangan. Selain itu perlu juga untuk memperhatikan proses
pengolahannya, minimalkan proses pengolahan dengan cara digoreng
dengan minyak banyak. Pilih proses pengolahan seperti direbus, dikukus,
ditumis, atau dibakar dengan api jauh. Konsumsi buah sebagai makanan
selingan juga akan lebih membantu dalam pengelolaan obesitas. Buah
dikonsumsi selain sebagai sumber serat juga merupakan sumber vitamin
dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk memelihara kesehatan tubuh
manusia. Batasi konsumsi gula, garam, dam lemak (GGL) juga diperlukan
dalam pengelolaan obesitas.
2) Aktif bergerak
Orang dengan obesitas disarankan untuk aktif bergerak sesuai dengan
kemampuan dan kondisi tubuh. Untuk tahap awal, dapat dimulai dengan
jalan kaki atau jalan cepat selama 10 menit dan bertahap dinaikkan
durasinya. Setelah meningkat mencapai 30 menit, dapat divariasikan
dengan bersepeda, renang, jalan dikolam renang, dan senam aerobik
dengan benturan rendah. Frekuensi latihan fisik yang disarankan adalah 3-
5 kali perminggu dengan durasi 150 menit perminggu yang mana berarti
35
dalam sekali latihan fisik dilakukan minimal 30-50 menit dengan intensitas
ringan hingga sedang.
3) Kampanye kesadaran publik
Meluncurkan kampanye kesadaran publik yang ditargetkan dapat mendidik
masyarakat tentang pentingnya diet seimbang dan aktifitas fisik secara
teratur.
4) Peningkatan pelabelan makanan kepada publik
Menerapkan pelabelan makanan yang lebih jelas yang menginformasikan
konsumen tentang kandungan gizi dan potensi risiko kesehatan produk juga
dapat membantu konsumen dalam membuat piihan makanan yang tepat.
36
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Dari hasil pengkajian materi yang telah dilakukan mengenai masalah- masalah
gizi yang sedang maraknya pada saat ini di Indonesia, kelompok kami telah berdiskusi
untuk menarik kesimpulan mengenai masalah gizi yang paling urgent pada saat ini
dengan menggunakan metode penyimpulan CARL method, di dapatkan hasil sebagai
berikut:
37
III. 2 Saran
Dalam hal ini, pemerintah perlu menerapkan langkah-langkah yang lebih
efektif dalam menagani masalah gizi di Indonesia khususnya pada Anemia Zat Besi.
Upaya untuk meningkatkan kesehatan yang dapat dilakukan adalah dengan
memperluas program peningkatan konsumsi zat gizi mikro melalui penyediaan
suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) secara berkala untuk mencegah masalah
gizi yang lebih serius, serta memperbaiki sektor lain yang berkaitan erat dengan gizi
(baik dari sektor pertanian, air dan sanitasi, serta penguatan SDM), sehingga
diharapkan sedikit demi sedikit angka masalah gizi yang tinggi tersebut dapat dikurangi
secara bertahap. Peran masyarakat dalam hal ini juga sangat diperlukan dalam
menyukseskan program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
meningkatkan status kesehatan yang optimal.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abidah, S.T.r.Gz, 2023. Kementrian Kesehatan RI, Pemberian Vitamin A Rutin: Cegah
Penyakit, Jaga Kesehatan Anak https://ayosehat.kemkes.go.id/pemberian-
vitamin-a-rutin-cegah-penyakit-jaga-kesehatan-anak (Diakses pada tanggal 17
Januari 2024).
Chori Elsera, A. M. (2021). Faktor Penyebab Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada
ibu Hamil :study literature. jurnal kesehatan dan MIPA.
39
Kumara, Septa Tiara. Iwan Budiono. 2016. Faktor Konsumsi Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium Pada Anak Sekolah
Dasar (Studi Kasus di MI Depokharjo Parakan Kabupaten Temanggung).
Dimuat dalam jurnal Unnes Journal of Public Health.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/10123 . (Diakses
pada 16 Januari 2024).
Kemkes.2018. Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola asuh dan Sanitasi
https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-
makan-pola-asuh-dan-sanitasi (diakses pada 16 januari 2024).
Maryani, D. (2019). Suplementasi Vitamin A Bagi Ibu Post Partum dan Bayi. Oksitosin
Kebidanan, 6(1), 9-15.
Rokom. 2023. Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%. Artikel
Online https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-
media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-
dari-244/ (Diakses pada 16 Januari 2024).
Supariasa, I. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2014). Penilaian Status Gizi (2 ed.). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
40
Setyorini, C. (2018). Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Bayi dan Balita Tentang Kapsul
Vitamin A di BPM Dyah Widya Kismoyoso Ngemplak Boyolali. Avicenna
Journal of Health Research., 1(1), 65-72.
Trimuliana, Ilfina. 2024. Faktor Pemicu Stunting Pada Anak. Artikel Online
https://paudpedia.kemdikbud.go.id/komunitas-pembelajar/warga-
inovatif/faktor-pemicu-stunting-
padaanak?ref=MjAyMTAzMjQxNDQzMTAtODZjMGMyMDE=&ix=My1j
MzJlNmI1OQ==#:~:text=Balita%20stunting%20termasuk%20masalah%20gi
zi,kurangnya%20asupan%20gizi%20pada%20bayi. (diakses pada 16 januari
2024).
41