Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis Umum
Pemeriksaan Klinis Neurologi Praktis Umum
NEUROTOGI PRAKTIS
Umum
Edisi Pertama
Umum
Edisi Pertama
Editor
Riwanti Estiasari
Ramdinal Ayiesena Zairinal
Wardah Rahmatul Islamiyah
z PEMERIKSAAN KLINIS
NEUROLOGI PRAKTIS
!z Umum
d
EI 1ax23
E
rl1 Halaman:i-xii/1-210
Diterbitkan pertama kali oleh:
Kolegium Neurologi Indonesia
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
2018
ILUSTRATOR
Uti Nilam SaIi
FOTOGRAFER
Adrian Ridski Harsono
DESAIN SAMPUL
Ke\rin Muly'a
Put Auliy_a
TiaraAninditha
l
KONTRIBUTOR
iY
Salim Harris Universitas Indonesia
Subagya Universitas Gadjah Mada
Suratno Universilas Scbelas l\4aret
'lhufik Mesiano UDiversitas Indonesia
Tiam Aninditha llniversitas lndonesia
Trianglloro Budisulistyo Universitas I)iponegor-o
Uni Gamayani Universitas Padjajaran
Wardah Rahmatul lslamiyah Univcrsitas Airlangga
Widodo MardiSantoso Universrtas [Jrawi j aya
YuliarniSyafiita Uuiverstas And:rlas
Sambutan
["'
KETUA KOTEGIUM NEUROLOGI INDONESIA
Puji syukurkami panjatkan ke hadiratAllah SWI Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas perkenaan-Nya buku Pemeriksaan Klinis Neurologi Pralitis Umum dan Khusus
telah berhasil diterbitkan ke hadapan pembaca.
vi
Oleh karena itu, buku ini wajib digunakan oleh peserta didik maupun staf pendidik
agar tcrcapai kcsamaan persepsi pada pelal€anaan ujian kompetensi orjectlye
Sttuctured Clinical Exanlinatian [OSCE) NasioDa]. Namun demikian bLrku ini juga
dibLlat secara praklis Lrntuk memudahkan peserta didik program pendidikan
dokter umum dan dokter umum dalanr mcmahami pemeriksaan neuloloElis sccam
keselLlruhan maupun yang bersif:rt khusLts. z
o
AkhiI kata saya mengucapkan selamat kepada scluluh kontributor dan tim buku yang o
telah bekerja sebaik-baiknya. Scmoga hasil kerja ini meniadi amal baik dan ilradah di
z
sisi Allah SWT dan d:rpat meningkatkan mutu pendidikan dokter spesialts neurologl
di Indonesia. Aamin yaa Rabbal'aalamiin.
o
o
lrl
Jakal1a, April 201t1 z
E
i,.I
tr
Sambutan
KETUA UMUM PENGURUS PUSAT PERDOSSI
. Sistemkesadaran(consciousness')
:d . Sistem limbik yang mengatur berbagai fungsi penting, seperti kognitif,
r:l psikologis, perilaku, intelektual, memori, dan bahasa,
E
Ei
. Sistem pengontrol gerakan motoris yang meliputi: sistem piramidal, ekstra-
o. piramidal, refl ektoris dan lainlain.
. Sistem sensoris yang meliputi persepsi sensoris terhadap penglihatan,
. pendengaran, sentuhan, rasa (tasrel, bau [st4€{), dan keseimbangan.
. Sistem salafotonom yangterdiri dari simpatis dan parasimpatis.
. Sistem saEfkranial dan perifer.
Uraian diatas mengindikasikan bah\,'a tidak ada satupun sistem pengaturan tubuh
yang berada di luar kendali otal(, yang menunjukan vitalnya tungsi otak dalam
mengatur hidup seseorang.
vlu
Diagnosis penyakit neurologis biasanya relatif lebih rumit dibandingkan dengan
penyakit lainnya yang umumnya hanya perlu satu diagnosis. Sebagai konsekuensj
dari berbagai sistem otak yang terganggu, yang satu dengan lainnya memiliki
bentuk klinis, lokasi lesi, dan penyebab yang berbeda-beda, maka ada empat
diagnosis khusus neurologis, yaitu: diagnosis klinis, topis, patologis, dan etiologis.
c-
o
o
J Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
o
f
i!
z Prof. Dr dr. Moh Hasan Machfoed. SD.UI(l-lLtS
&
E
!r,1
DAFTAR ISI
&
Kontributor IV F
Sambutan Ketua I(olegium Neurologi Indonesia vi A
1. PemeriksaanKesadaran 1
4. Pemeriksaan Motorik 98
5. PerneriksaanSensorik 128
Indcks 20i
xi
PEMERIKSAAN KESADARAN
Kesadaran merupakan hal pertama yang harus dinilai oleh seorang dokter setiap z
kali memeriksa pasien, bahkan lebih dahulu da pada meme ksa tanda vital seperti
nadi dan pemapasan. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan yang signifikan
dalam aspektata laksana dan prognosis antara pasienJ,'ang sadar penuh denganyang
rl!
mengalami gangguan kesadaran. Sebagai contoh, pasien yang menjadi tidak sadar
seteiah mengalami bangkitan epileptik mempunyai tata laksana berbeda dengan El
o.
pasien yang kembali sadar penuh setelahnya. PasienJ,ang koma pascahenti jantung
(post cardiac arrest) lentu berbeda prognosisnya dengan yang kembali sadar setelah
tindakan resusitasi jantung paru.
.-"9
Korteks hemisfer serebri yang telah terakivasi ini akan memproses semua informasi
sensorik termasuk informasi dari lingkungan eksternal, menganalisis satu persatu
input yang sampai, sehingga pada akhirnya tersusun suatu kesadaran yang penuh
Peran korteks sereb sebagai prosesor informasi ini berkaitan dengan fungsi
yang diembannya dalam hal fungsi Iuhur manusia, misalnya memori, bahasa, dan
visuospasial, serta penginderaan, Oleh karena itu, struktur ARAS dan korteks serebri
yang berfungsi normal akan menghasilkan seseorang yang sadar penuh dengan
keterjagaarl siklus bangun tidur yang bail! dan kewaspadaan terhadap lingkungan
eksternal.
disorientasi, gangguan perilaku, agitasi, dan gangguan fungsi luhur lainnya. Syarat
z
yang harus diingat adalah fakor keterjagaan merupakan hal yang mutlak harus
diperika sebelum faktor kewaspadaan. Dengan demikian, fungsi kognitiftidak dapat
dinilai pada seseorang yang faktor keterjagaannya belum adekuat. E]
E
Penurunan kesadaran, sebagai salah satu bentuk gangguan kesadamn, dapat te{adi t4
o.
bila terdapat gangguan (lesi) struktuml atau fungsional pada struktur di otak yaog
menyusun kesadaran, mulai dari ARAS hingga korteks serebri. Secara struktuEl
menurut letaklesinya, penurunan kesadaran dapatte4adi tidak hanya pada lesi difus
dikorteks serebri atau otaksecam keseluruhan, tetapijuga lesifokal disupmtentorial
atau inftatentorial yang mengenai AMS, talamus, dan jams-jalas di antaranya,
misalnya jaras talamokortikal [cambar 2J.
Gambar 2. Lesi Struktural yang MeDycbaLrkan PerLurrnan Kr\dLla.rn r Lesr .lr BJrJng rrtak
yang Mengenai ARAS. b. l.esi Dilirs di Otak. c l,csi Ilesak Ruang di Supratcntorial
yang Mengenar ARAS dan Iaras Talamoko.tikal. d. Lesi Desak Ituang di
Inf ratento.ial yans Mensenai ARAS
3
Sementam itu,lesi fungsional ditandai dengan adanya kelainan aktivitas metabotik
neuron ali otak atau ketidakseimbangan kadar neurotransmiter' Kelainan akivitas
metabolik dapat berupa antara lain, hipoksia dan iskemia global, hipoglikemia,
asidosis, dan defisiensi vitamin B1. Ketidakselmbangan kadar neurotransmiter
bisa diiumpai pada kasus intoksikasi obat, sindrom serotonin, sindrom neuroleptik
maligna, atau status epileptikus nonkonvulsif Diagnosis topis dan etiologis dari
penurunan kesadaran akibat Iesi struktural maupun fungsional dapat ditentukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisikberikut ini.
Anamnesis
Pada dasamya, anamnesis ini bertuiuan untuk memastikan apakah pasien benar-
benar mengalami penurunan kesadaran atau gangguan fungsi luhur' Hal ini
dilakukan secara alloanamnesis terhadap keluarga atau orang terdekat pasien untuk
menyamakan persepsi tentang penurunan kesadaEn Terkadang keluarga baru
menyada bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran saat pasien tidak dapat
dibangunkan sama sekali. Atau sebaliknya keluarga hanya meEsa pasien terlihat
lemas, namun sebenarnya sudah termasuk dalam kriteria penurunan kesadaran
Setelah itu harus dipastikan awitan (onset), yaifu lamanya penurunan kesadaran,
yang ditentukan sejak pasien terakhir terlihat sadar penuh Dari titik te$ebut,
peme ksa perlu menentukan apakah penurunan kesadamnnya teriadi secara drastis
ke suatu tingkat kesadaran tertentu atau bertahap progresifmulai dari bicara kacau,
disorientasi, hingga akhimya tidak berespons sama sekali. Pada kasus cedera kepala,
hal ini akan sangat menentukan diagnosis awal, seperti pada penentuan cedera kepala
ringan, sedang, atau berat. Demikian pula pada kecu gaan hematoma epiduml, jjka
didapatkan riwayat interval lusid, yaitu keadaan sadar sesaat di antam dua fase
penurunan kesadaran pascatrauma kepala, Keluarga yang mengantarkan pasien
dapat dimintakan informasi apakah pasien sempat mengalami kontak yang baik dan
mampu berespons yangsesuai dengan stimulus.
Anamnesis juga meliputi kondisi medis serta manifestasi lain yangbisa bbrhubungan
dengan penurunan kesadaEn. Jika alloanamnesis tidak dapat dilakukan, maka
pemeriksa dapat melihat kartu tanda pengenal [KTP) atau data lair yang ada di
tubuh pasien yang berguna untuk mengetahui kondisi medis atau kerabat yang
4
bisa dihubungi. Pada kasus orang terlantar atau bclum teridentifikasi, diperlukan
anamnesis tel hadap pcngantar pnsien, misirlnya polisi at.u dinas sosial.
Beberapa hal yang perlu ditanyakan untuk memastjkaD bahwa benar pasien
mengalami penurunan l(esadaran antrra lain, apakah pasien cenderung banyak
tiduI] tidak ada siklus bangun tidur sepcrti biasanya, bagaimana kontak dengarr
orang sekitat dan apakah nasih menjalani aktivitas sehari-hari [bekerja, melayani
keluarga, mandi, makan). Pada penurunan kesadaran yang belum terlalu dalam,
pasien biasanya hanya mengalami pcrubahan kebiasaan dan aktivitas harian, bicara
tidak sesuai, atau kurang kontak dengan orang seldtarnya. Selanjutnya, penLlrunaD
kcsadaran yang cukup dalan biasanya cenderung tidur terus menerus, tidak
berespons ketika dipanggil, dan tidak bisa mal(an minum iagi
Adapun pasien yang mengalami gangguan lungsi luhur biasanya salah mengenali
waktu dan tempat [disorientasi], perubahan peljlaku agitasi atau cendening diam,
sulit berkomunikasi, dan daya inflatnya menurun. Namun, pasicn masih memiliki
siklus bangun tidur dan intcnsttas keluhannya berfluktuasi dalam satu hari.
Pemeriksa juga perlu mcnanyaknn kondisi nledis pasien, termasuk obat-obat yang
dikonsumsi pasien, sebelum penurunan kesadaran. Adanya keluhan sakit kepala
hebat dan delisit ncurologis lmisalnya, bicara pelo, mulut mencong, pandangaD
dobel, kclcmahan sesisi tubuh, dan kejang) yang menyertai pcnurunan kesadaran,
menunjukkan kemungkinan besar penyebab penurunan kesadaran adalah suatu
lesi intrakranial. Pasien dengan riwayat diabetes, gagal ginj:ll, penyakjt jantung,
atau penyakit kronik lainnya yang membuat pasien cenclerung imobilisasi dan natsLl
makan menurun perlu dicurigai mengalami gangguan n]ctabolik yang menyebabkan
penurunan kesaclaran, Di samping itu, adanya riwayat depresi, konsumsi narkoba,
alkohol, atau gan8guan psikatrik sebclumnya dnpat mengarahkan kepada penurunan
kesadaran akibat intol(sikasi ataupun gejala putus obat.
Pemeriksaan
Mengingat pcnurunan kesadaran termr\uk keadaatr gJ\\rt dr|urat, tnaka
pemcriksaan iisik harus dilakukan secara cepat, tepat, dan etektil Hal jri meliputi
pemeriksaan tinBkat kesadaran diikuti pcmeriksaan tanda vital, fisik secara
umum, dan neurologis yang perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dan
pemantauannya.
5
Pemeriksaan kesadaran
Secam garis bcsar, pemerikaan kcsadamn dapat dibagi dalaln 3 tahap, yaitu obselwasr,
stin1ulasi, dan dokumenrasi. Tahap awal adalah melakukan obscrvasi atalr inspeksi
terhadap pasien mengenai kelcrjagaan dan kewaspadaannya terhadap lingkungan.
F Pasicn yang sa.lar penuh akan terlihat mcmbuka matr spontan, memperhatikan objek
di sekitarnya, scmua indera bekcrja menerima input sensorik dari eksternal, b \.r
EZ
melakulGn gerakan volunter yang sesuai, dall bisa berkomunikasi dengan orang lain
(J Jika pasren tidak tampak seperti ini, maka masuk dalam tahaP kcdua, yaitu stimulasi
o
I Pacla tahap ini, pemeriksa memberikan rangsangan secara bertahap dengan suar:r
o
fverbal] dan kemLldjan rargsan[lal1 nyeri. Pemel-il$a waiih unluk memperhati]Qn
!! semualespons te rbajk pasien muncul secam bersa maan saat d iberi rangsangan.Jikx
ya ng
z pasien tidak menunjLrkkan respons apapun setelah diberikan kedua rangsangan tersebut
z secara maksimal, maka pasien berada di tingkat kesadaran yang paling rendah. Langkah
'l selanjLltnya adalah mendokunentasikan hasil pcmeriksaan dengan baik untuk dijadihn
z patokaD [b.xe]irel atau pantauan tindaklaniut penanganan pasien IGambar 3).
:<
&
t!
Observasi Stimulasi
6
kegawatdaruratan [/rrst responder). 0leh karcDa bersifat kualitatif, maka hasi]
pcnrcriksaannya berupa kategoli yaug memilikr kar:lkteristik masitrg-masing.
Salah satu pembagran hategori tingkat kesadaran yang sudah lama berkernbang
di bidang neurologi adalah koma, stupor/sopor, sonrnolen/letargi, dan kompos
mentis [Tabel 1].
Selain itu, tcrdapat pula bentuk sederhana dirri skala koma Clasgow yang
telah diadopsi dalam pengajamn Advanced Troumtr Lile Suppart IAI LSI atau
kursus bantuan hidup dasar [BHD], yaitu olert-voice-pain-unrespatisiye IAVPll).
Keunggulan dari penilaian kualitalil adalah kcmudahan dalam aplikasinya dan
bisa digunakan secara luas, bahkan oleh orang awam yang tcrlatih. Di lain
pih:rk, kekurangannya adalah hasil penilaiannya tjdak terukur dan tidak sensitif
terhadap sedikir perubahan tingkat kesadaran.
7
: l::g\at Kesadaran secara Kualitatif
Ti.:hl&6ad.re! rbrakt€ristik
Hilangnya seluruh kesrdarrn yarg ditandai tidak ad!.ya respons pasien
terhadap di.l drn lingkungannya
Tid.k memilikisikhs bangun ridu.
=
Y
Tidak ada gerakan moto.ik volunter
I5- Hilangnya sebagian kesadaran
(, Sulit untuk dibanguDkan
o
J Respons vang diberikan bersifat lahbat dan inadekMt
o
IE Sesaatsetelah respons diberika., pasien segera kembali tidaksadar
Kata-kata inkoheren
Suara yang tidak berbentuk kata-kata Suara yang tidak berbentuk kata-kata
Nlematuhi pe ntah
Melokalisasi nyeri
10
Gambar 4. ltan8sangan Nyeri pada Kuku Pasien
17
F
&
a.
(J
o Gambar s. Ranssangan Nlreri pada lal Otot Tr]pezius dan [b) supraorhita
'lo
& Pasicn yang bisa menggerakkan tangannya hingga melewari klavikula untuk
,rl melokalisasi nyefi diberi nilai M5. Jika pasien melalorkan fleksi siku, tetapi
z trdak sampai mele$/ati klavikula, maka hal ilri bisa merupakan fleksi normal
z [M4] atau abnormal (M3). Pada tleksi normal IM4J,lcngan pasien melakukan
J fleksi siku secara cepat untuk menjauhkan lengan dari tubuh. Selain itu,
z bentuk gcrakan fleksinya dapat hervariasi jika pcmcriksaan diulang ulang.
Pada fleksi abnorrral [M3], atau disebut jugn dekortikasi, gerakan fleksi
siku lerjadi dengan lambat. Bentuk gerakannya jLlga akan tetap sama iika
pemeriksaan diulang ulang [stcrcolipil(]. Gerakan fleksi ini disertai rorasi
E]
E lengan bawah, ibu jan mengepal, dan ekstensi dorsum pedis.
1_2
pasien dapat mengeluarkan beberapa kalimat atau frase, tetapi tidak
menjawab sesuai pertanyaan pemeriksa dengan benar; maka nilainya V4.
Nilal V4 juga diberikan apabila pasien dapat menjawab pertanyaan dengan
benar namun orientasi terhadap tempat, waku atau orang terganggu. Iika
pasien tidak berbicara secara wajar dan hanya mengeluarkan satu kata
z
maka diberikan nilai V3. Iika pasien hanya mengerang dan tidak ada kata
yang bisa kita pahami, maka pasien dinilai V2. Adapun pasien yang sama o
sekali tidak menunjukkan respons verbal diberi nilai V1, Jika pasien tidak !!
dapat memberikan respons verbal perlu diperhatikan apakah terdapat suatu
kondisi yang menyebabkan keterbatasan, misalnya pasien yang terpasang z
trakeostomi atau pipa endotrakea. Pada kondisi tersebut, komponen Vdiberi
nilai NT [not tesfable). :l
Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan salah satu komponen E]
SKG tidak dapat diperiksa (NT), yaitu pengaruh obat anestetik dan sedatif, tll
intoksikasi obat atau alkohol, disfasia, demensia, gangguan kognitif atau
.;
gangguan psikiatrilL faktor perbedaan bahasa dan budaya, dan paresis
ekstremitas. Pada kondisi tersebut, walaupun tidak terdapat respons
te.baik dali pasien, tidak boleh diberi nilai terendah (11 karena perbedaan
konsekuensinya yang signifikan. Sebagai contolL pasien stroke yang
memiliki afasia global tidak dapatmengefti perintah pemedksa (komponen
Ml dan berbicara dengan orientasi yang benar (komponen Vl, tetapi masih
dapat membuka mata spontan. Ketika diberikan rangsangan nye , pasien
masih bisa melokalisasi nyeri. Hal ini tidak boleh dinilai sebagai E4M5V1,
melainkan EaMNTVNT[afasia global). Begitupun pasien yang terintubasi atau
dengan trakestomi, komponen V dapat ditulis sebagai V,,b",
14
Komponen respons mata diperiksa dengan menilai respons terbaik setelah
minimal 3 kali percobaan membangunkan pasien. Skor E4 diberikan jika
terdapatminimal salah satu dari kondisi di bawah ini:
. Pasien membuka mata spontan dan bisa mengikuti gerakan jad
pemeriksa atau objek tertentu
. Pasien dengan kelopak mata tertutup (misalnya akibat edema palpebra
atau trauma maksilofasial) yang ketika dibuka kelopak matanya oleh
pemeriksa, masih dapatmengikuti jari pemeriksa atau objektertentu E]
V
. Pasien bisa mengedipkan matanya saat diperintah oleh pemeriksa z
Iika pasien tidak dapat mengikuti gerakan jari pemeriksa atau objek
tertentu, maka skornya 83. Pasien yang baru membuka mata dengan
&
rangsangan suara keras diberi nilai skor E2. Jika pasien baru membuka lrl
mata dengan rangsangan nyeri, maka diberi nilai E1. Adapun skor E0 bemrti E]
tidak ada respons membuka mata saat dibe rangsangan nyeri (Gambar 6).
.j
Rangsangan nye dapat diberikan pada sendi temporomandibular [TMJ)
atau nervus supraorbital.
4. ti
E3 R3
M3 B3
-'';@
i
El a.i t
R1
a
EO MO I
D
RO
Konponen refleks batang otak IBJ dilakukan dengan menilai refleks pupil,
kornea dan batuk. i(husus untuk refleks komea, di samping pemeriksaan
y.rng biasa clilalQkan de[gan kaPas, pemeriksaan iuga dianiurkan dengan
.., .' mrrrer-.;krr 2-l telr. \aLl 0.q' .l.ril p,,1 '1161n1,r'rart i.r'r\4_o.r 'i
yang
[10-15cm). Skor 84 arlinya pasien memi]iki Ielleks pupil dan komea
norinal. Skor B3 diberikan pada pasien dengan salah satu pupilyang dilatasl
dan terfiksasi.lika salah satu dali refleks pllpil atau relleks kornea negatil
naka skoryang diberikan B2. Jika kcdua refleks tersebut Degatil maka dibcri
16
skor 81. Adapun skor B0 berarti ttdak ada semLla reileks baik pupil, kornea,
maupun batuk (Gambar 6).
F j,l#il{N&-- -,{rulillr,rh*--"J/lllll},L
cl
(J
o
'.l
o
& Pri,3+, u d,i'qn, pdiearfubpri
b*ans dbk k,ena bebempa keadaa
pHGepsis,bn,hepadkum,ahumidoshmebbLlk)ahulesj
Z inbahanial (inreksr tneakanhl aeu padamhan subaftknotdl
Hrpewenril ite$dierurDend*,hahkinsa ddur
z
J ihilirtr,ffi*fi{ rgft rifi{tir]w$i{
2
:z
BeMarna merah ce.ah f.he,7r, /e.0 Inloksikasi ka.bon monokrda
!Dselelof ati hepirrikum, hemolisis
&
BI
ADenia, perda.ahan hebat, renjrlan,
t!
o.
D i sson i n at e d i nnava scu Io r j
.od.q(1ra,dr.tI lD IC ), intcksi
tncningokokus, alcrgi obat,
trombositopenia, enboli lemak
Ruam mah'lopapular Lupus e.itematosus sistcmrk, roxi.
Dernam, hipogl'kemia
Polisiremi:, demam, lnroksikasi
19
Pemeriksaan Neurologis
Semua pemeriksaan yang membutuhkan atensi pasien tidak dapat dilakukan pada
kasus penurunan kesadaran, antara lain peme ksaan sensodk, keseimbangan, dan
koordinasi. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal, bebempa samf kranial, dan
F motorik masih dapat dikerjakan untuk mengetahui letak lesi penurunan kesadaran.
20
a
z
o
&
L!
!E
o.
Lesi pada salah satu FEF lobus frontal dapat berupa lesi destruktif atau iritatif.
Lesl destruksi, misalnya karena stroke atau neoplasma, akan mentmbulkan Lleviasl
konjugat ke arah ipsilateral lesi atau koDrralateml sisi hemiparesis. Lesi jritatit,
misalnya kejang yang bersumber dari salah satu lobus fiontal, akan ntcnimbulkan
deviasi konjugat ke arah kontralateml lesi. Adapun lesi pr.la salah satu sjsi pons
akan menimbulkan deviasi konjugat ke arah kontralateral lesi atau ipsilaterrl sisi
henliparcsis [Gambar B].
21
Kiri
G.mbar B. Deviasl l(onjugat Akib.t bel)erapa lhlycbab, seperti [a] Lesi Desrnrksi dr Lobus
Irontal Kanau luenimbulkarr Deviasi Ko.ju8!t ke AInh Kanan {bl Kejang )'ang
ljersumber di l.obus fronti Kanan Nlenimbulknn l)cvrasi Konjugat kc Arah Kid, dan
[c) l,esr Destruksjdi ]'ons Sisi Kanan Nlcntrnbulkin l)cviasi(onjugatke Arah Kiri
Refleks Okulosefalik
Sebelum pcnleriks.an, harus dipastik.rn dulu lidal( terd:rpat ccdera
vertcbra servikrl. Pcmeriksn melrahan kedtla kelopak mata pasien tetap
terbuka, lalLl nlenggerakkan kepal.r pasien sccirra cepat berotasi I(e arah
horizontal dan vcrlil(al. Hasil posirif diland.i dengan gcrakan kedua bola
rnat:r ke arah herlawauan dari r-otrsi kepala.l{isalnya, jika pasien menoleh
22
ke l(anan, maka kedlla mata normal akan ber[lcrak ke :rrah kiri. Adapun
hasilnegatifapabila tidak ada gerakal) bola mata snatkepala digcrakkan.
Refleks Ancam
Refleks ini memiliki komponen nferen N.ll dan eferen N.VIL Cara
pemeriksaannya adalah dengan mcmegang kedua kelopak mata pasien
aBar rctap terhuka, kenludian tangan pemeriksir digerakkan secara
cepat ke dalam lapang prndang pasicn hingga tampak seperti hampir
mengancam mata pasien. Hasil positif yang ditandai dengan kedipan
mata menunjukkan lingkar |etleks mclalui jaras penglihatan, area visual
di lobus oksipital hingga pons nlasih dalanr keadaan intak Adapun hasil
ncgatil berupa tidak adanya kedrpan mata saat tangan pemel-jksa berperak
cep.t ke arah mata pasien.
FuIrduskopi
Pada pasien penurunan kesadaran, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengevaluasi diskus optikus dan N.'ll. Dengan pemeriksaan ini, klinisi
dapat mengetahui adanya papil edema yang sering menjadi tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, komplikasi retinopati pada
hipertensi dan diabetes mellitus juga bisa terdeteksi pada penurunan
kesadaran yang dicudgai diakibatkan oleh stroke. Pada kasus perdarahan
23
ffi
ffi
ffi
ffi
re
ffi subaraknoid, gambaEn yang ditemukan dapat berupa perdarahan
subhialoid.
Refleks Komea
Komponen aferen reflek kornea adalah N.V1 dan eferennya N.VII
Pemeriksaan reflek kornea dilakukan dengan menyentuh kornea dengan
kapas (cotton swolil atau tetesan aix Hasil positif bila terdapat kedipan
mata saat kornea disentuh. Hal ini terjadi karena lingkar refleks yang
melalui pons masihintak. Hasil negatifmenunjukkan tidak adanya gemkan
kelopak mata saat kornea disentuh.
Refleks Muntah
Komponen aferen refleks ini adalah N.lX dan eferennya N X. Pemeriksaan
refleks muntah dilakukan dengan membe kan rangsangan sentuhan
ke dinding fa ng poste or dengan spatula Iidah atau kateter penghisap
[suction]. Refleks ini akan positifbila lingkar refleks yang melalui medula
oblongata masih intak. Hasil positifditandai dengan adanya reaksi muntah
pasien, begitupun sebaliknya.
Refleks Batuk
Komponen aferen dan eferen rcfleks ini adalah N.X, Pemeriksaan ini
dilakukan pada pasien terintubasi dengan cara memasukkan kateter
penghisap ke dalam trakea melalui pipa endotrakeal atau trakeostomi
hingga setinggi karina, dan dilakukan penghisapan sebanyak 1 atau 2 kali.
Refleks ini akan positifbila lingkar refleks }?ng melalui medula oblongata.
masih dalam keadaan intak. Hasil positif ditandai dengan adanya reaksi
batuk pasien, begitupun sebaliknya.
B. Pemeriksaan Motorik
Apabila pasien tidak dapat mengikuti perintah, pemeriksa dapat membe kan
rangsangan nyeri untuk menimbulkan respons motoriktertentu. Respons ini
dapat membantu pemeriksa menentukan letak Iesi dan tingkat keparahan
penyakit. Beberapa respons motoriktersebut dapat dilihat padatabel bedkut
ini [Tabel T).
Tabel 7. Respons Motorik pada Penurunan Kesadaran
25
PcD€letahuan mengenai korelasi antara Letal( lesi dan temu:rn klinis tcrl<ait
sangat pentin[l untuk dikuasai oleh klinisi dan pcrawat, tenrtamn dalam hal
pemantauan pasien penurunan kesadaran. Dengan demikiatl, scLiap lenaga
tu medis bisa mcndeteksi dini perbrikan atau pcrburllkan prsien seperti pada
kasus herniasi serebri. Pada pasien penurunan kesadaran aldbat proses
E herniasi sercbri dal i kranial ke arah kaudill, rerdapat tenluan klinis khas yanEi
td mcrcpresentasikan tahapan tahapan herniasi tersebut [Tabc] 8).
!
H
EI Tabel 8. Teinuan Klinis pada Beberapa'lhhapan Herni:Lsi Sercbri
Irl
t9 atrks ot k Gerak Bola Mata ResDons Motorik Pola
Irl
Nonnal, kedrali pupil
E ukuEn ke.ild.n reakhl
E
!,
T . Lesi bilateral = Pupil
E
H
. Lesi unilateral = pupil
tn
lai .Lesidi pons
EI Pi'rPotnt
=
.Prcses heDrlasi = puPil
26
Kondisi Lain terkait Gangguan Kesadaran
Delirium
Delirium merupakan keadaan yang seringditemukan pada pasien rawatinap. Kriter ia
diagnosis delirium berdasarkan Dro.grosri. dnd Statisticol Manual af Mentol Disarders
edisi kclima IDSM 5), yaitu:
ic U n r e s p o n s iv e n ess
P sy cho g e n
?asien yang tidak bercspons terhadap rangsangan eksternal dapat pula disebabkan
,leh aspek psikis. Hal ini disebut ps/cfi.r.genic un,"esponsiycnusrs. Pada pasien tersebut
rdak ditemukan adanya lcsj struktural atau iungsional yang menyebabkan penurunan
27
kesaLlaran. Dengan demikian, diagnosis baru dapat ditegakkan setelah meogeksklusi
scnlrLa penyebab organik. Dua kategori utama psychL'genic unresponsiveness adalah
r-eaksi konversi dan katalonia.
Pada pasien reaksi konversi atat\ nolingerittg, biasanya kelopak mata tertutup dan
F tidak terpengaruh dcngan lingkungan sekitar Pasien cenderung mcnirhan kedua mata
d saat peme ksa mencoba nrembuka matanya. Jika bclhasil terbrlka, maka seceprtnya
o. matatersebutakar terrutup kcmbali. Pasien kadang membuka mata pada saat memsa
(J
o
.l
tidak scdang diawasi orang lain. Pernapasan biasanya nonnal, tetapi bisa saja pasien
ber-napas secara berlebihan dan mengalami hiperventilasi. Pupil isokor dan reaktil,
& kccuali jika pasien memakai sendiri obat tctcs mala midriatik- Pada tes kalori, iligasi
t!
z air dingin pada salah satu teiinga akan menimbulkan nisLagmus fase cepnt ke arah
bcrlawanan dengan sisi telinga yang diirigasi. l'ada pemeriksaan motorik, terdapat
z tahanan sesaat pada waktu ekstremitas digerakkan secara pasif dan mendadak,
J
lonus pnsien normal,.lan tidak terdapat reflcks patologis. Jika salab satu lengannya
z diangkat secara pasif dan dijatuhkan ke mukr, mak, pasien dengan reaksi konversr
akan menggerakkan lengannya mcnjauhi wajah. Hal ini berbeda derrgan pasien koma
sesLrngguhnya yaDg akan menjatuhkan lengannya ke wajahnyasendiri.
&
E] Berbeda dengan reaksi konversi, katatonia dapat terjadi dalam dua kekrmpok, yaitu
ET retarded dan ex.ited. Kelompok kataton\a reLarded sulit dibedakan dengan pasren
dengan tingkal kcsadaran stupor akibat penyakit organik sistemik. Pasien biasanya
membLlka mata spontan, tetapi tidak berkontak dengan lingkungan sekitarnya. Tanda
vital ccnderung tal<ikardia [90-120 ka]i permenit), pernapasan normal, dan suhu Lubuh
bisa meningkat 1,0 1,5'C. Pasien bisa tidak mengedipkan mata saat dilakukan refleks
ancam, retapi masih menunjukkan respons optokinetik nistagmus [OKN). Refleks
okulosefalik dan okulovestibular dalam batas normal. l(ataplcl(si dapat ditemulGn
pada sekitar 30% pasien. Pada pemerjksaan motorik dapat ditemukan ekstremitas
kaku dan mempertahankan posrsi rertenru, tanpa adanya refleks patologis. Gerakan
menyentak yang rnenyerupai khorea dan wajah menyeringai lqrimacing) adalah
hal yang sering ditemukan pada kelonpok pasien ini. Karaktcnstik ldas lainnya
adalah ketika sudah membaik dan sadar penuh, pasien seringkali bisa mencerital(an
kejadian kejadian yang dialaminya saaL "srupor".
Pada kelompok ex.ite.l gamhamn klinis bisa menyerupai delirium. Pasien tampak
agirarifdan sulil diperiksa orientasi dan atensinya. Halusinasi dapat terjadi. Biasanya
28
halusinasi visual murni ditemulGn pada penyakit organik sedangkan halusinasi
aLrdjtorik murni pada penyakit psikologis. Adanya gerakan motol ik yang sLereotipik,
posturing, d.an qrimacir,g adalah ciri khas dari katatonia kelompok cx.ired.
Keadaan vegetatif adalah koDdisi klinis hilangnya kcsadaran terhadap diri dan
d
lingkungan, tetapi masih memiliki siklus bangun ticlur. Hal ini disebabkan oleh fung\r
2.
hipotalamus dan otonom baiang otakyangtidakterganggu seluruhnya akibat kel usakan q.l
otak lbrdi, rnlury) yang progresifatau malformasi perkembangan sistcm saral
A
Kriteda djagnosis keadaan vegetatif antara lain:
29
.rirIna]Iornrasi perkembangan sistem saraf. Adapun terminologi lain, yaitu
keadaan regetatrl permanen, memiliki arti bahwa kondisi pasicn sudah ireversibel
dan kemungkinan pasien dapat kembali sadar pcnuh sangat kccil. Diagnosis PVS
didasarkan pada drta klinis sctclah mclakukan pemeriksaan belulang dengan teliti
2 ol€h dokter terlatih- Pcmcriksaan pcnunjang bisa saja mendukung diagnosis PVS,
F
tetapi tetap aspck klinis yang menjadi dasar Lltama cliagnosis.
d,
o- Berbeda dengan keadaan vegetatif, minrmol//.ons.iouistate ditandai dcn8aD adanya
(, respous tcrhadap lingkungnn, misalnya menuruti perinlah sederhana, mengrkuti
o
J
o objek di sekitalt atau mengeluarkan suam yilllg sulit djpahami. Kondisi ini dapat
& merupakan bentuk perbaikan klinis da kcadaan vegctatif. Selanjutnya, pasien dapat
t! mengalami perubahan m€nladi sindlonl amnestik atau conlusionol syndrome, da\
z
kemuclian akhirnya kcmbah sadar penuh.
z
J Locked-in Syndrome
z Sindrom ini ditandai dengan kelumpuhan keenlpat anggota gcrak dan saraf
kranial bagran bawah. Etiologi tersering adalah lesi di basis dan tegnrentum
pons hagian tengah yang melljmbulkan gangguan jalas mololik Mengingat tidak
adanya komponen ARAS atau kortcl(s sercbri yang telibat pada sindrom ini, maka
rl]
E perlu diingat bahrva pasien sebenarnya tidak mengalami penurunan kesadaran,
6" letapi hanya tidak bisa memberrkan respons maksirnal kepada rangsangan yang
ada. Pasien biasanya nrasih bisa membuka nlata spontan dan nlenggerakan bola
mata. Bentuk komunikasi yang hisa dilakukan dalan bentuk kedipan mala unluk
menjawab pertanyaan tertutup [ya atau tidak].
A. Ivaluasipcrsyaratan
1. Penyebab koma yang paling mungkin sudah ditentukan dan bersitat ireversihel
2. Pasien yang akan ditcntukan mati otak harus bebas dari pcngaruh obat yang
mendepresi sistem saraf pusat dan pelumpuh otot/penyekat neuromuskular
Selain itu, pasicn tidak ada gangguan elcktrolit, asam basa, dan cndokrin
30