Anda di halaman 1dari 3

Nomor : 542/DPN/1.

4/3C/XI/23 Jakarta, 24 November 2023


Perihal : Himbauan Terkait Rencana Mogok Nasional

Kepada Yth.
Anggota Luar Biasa DPN APINDO
Di Tempat.

Dengan Hormat,

Menanggapi berbagai pemberitaan di media massa tentang ancaman Mogok Nasional


menjelang akhir tahun 2023 yang disampaikan oleh Serikat Pekerja / Buruh (SP/SB) terkait
dengan tuntutan kenaikan Upah Minimum (UM) 2024, maka DPN APINDO menyatakan hal
hal sebagai berikut:

1. Penetapan Upah Minimum baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, tidak bisa
dijadikan alasan untuk mengkoordinasikan aksi mogok kerja pada tingkat perusahaan
apalagi dengan istilah mogok nasional. Tidak disepakatinya penetapan Upah Minimum
atau tidak diperolehnya kesepakatan atas rekomendasi dari tim perunding upah
minimum bukan termasuk dalam lingkup ketentuan yang diatur oleh peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang membenarkan pekerja melakukan aksi
mogok kerja.

UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 137 mengatur bahwa mogok
kerja dibenarkan dengan alasan gagalnya perundingan. Gagalnya perundingan yang
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang
berlaku apabila pelaku perundingan hanya pengusaha dan pekerja/serikat pekerja.
Sedangkan dalam perundingan terkait upah minimum melibatkan unsur-unsur
pemerintah, pengusaha/organisasi pengusaha, pekerja/serikat pekerja dan
akademisi dan produknya berupa rekomendasi yang kemudian ditetapkan dalam
bentuk keputusan dari kepala daerah atau merupakan keputusan tata usaha
negara.

2. Mogok Nasional yang dilakukan oleh SP/SB termasuk dalam kategori aksi unjuk rasa
sebagaimana tercantum dalam pasal 9 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan
Berpendapat di Muka Umum. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak boleh
memaksakan kehendak dengan meminta pekerja menghentikan pekerjaannya,
melakukan sweeping ke perusahaan atau tindakan lainnya yang mengancam bagi
keamanan dan kenyamanan pihak lain.

3. Selanjutnya, berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1


butir 23, mogok kerja diartikan sebagai “tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan
dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/buruh untuk
menghentikan atau memperlambat pekerjaan” Selanjutnya dalam pasal 137 disebutkan
bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan/ atau serikat pekerja/serikat
buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya
perundingan.

Dalam pasal 4 Kepmenakertrans No. 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja
yang Tidak Sah dijelaskan tentang sebab sebab gagalnya perundingan yaitu
“pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh
atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja atau perundingan-perundingan yang
dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah
perundingan”.

Dengan penjelasan yang secara gamblang dimuat dalam keputusan menteri di atas,
maka sudah nyata-nyata bahwa himbauan-himbauan untuk mogok nasional yang
dikumandangkan akhir-akhir ini merupakan hal yang tidak memiliki dasar hukum.

4. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku saat ini tidak


memberikan ruang adanya mogok kerja karena ketidaksepakatan atas penetapan upah
minimum atau proses yang mendahuluinya. Oleh karena itu, apabila aksi tersebut
tetap dilaksanakan oleh para pekerja baik atas kesadaran sendiri maupun ajakan
dari organisasi serikat pekerja, apapun tingkatannya, dan karenanya
mengganggu kegiatan perusahaan tempatnya bekerja maka tindakan tersebut
dapat dikategorikan sebagai aksi pelanggaran yang dapat diberikan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau peraturan
yang berlaku di perusahaan.

Sehubungan dengan hal diatas, DPN APINDO berpandangan:

1. DPN APINDO secara konsekuen mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan


yang menyatakan bahwa mogok kerja yang dilakukan bukan akibat gagalnya
perundingan adalah mogok kerja yang tidak sah, sebagaimana dinyatakan secara
tegas dalam pasal 3 Kepmenakertrans No 232/2003.

2. DPN APINDO mendorong agar pengusaha memberikan edukasi kepada pekerja/buruh


di perusahaan masing-masing terkait dengan ketentuan tentang mogok kerja termasuk
sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggarannya, sebagaimana diatur dalam
peraturan perundangan yang berlaku, khususnya UU no. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaannya.

3. Menjaga kondusivitas area kerja dengan melakukan sosial dialog bersama SP/SB di
perusahaan masing-masing agar tidak terpancing jika terdapat tindakan anarkis di
lingkungan kerja dan mendokumentasikan semua tindakan-tindakan anarkis untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.
4. Berkoordinasi dengan aparat penegak hukum setempat untuk mencegah kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi dan meminimalisir bahaya atau ancaman dari dampak
mogok nasional.

Demikian himbauan ini kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan di setiap perusahaan-
perusahaan anggota APINDO. Atas kerja sama & perhatian Bapak dan Ibu, kami
mengucapkan terimakasih.

Dewan Pimpinan Nasional


Asosiasi Pengusaha Indonesia

Shinta W. Kamdani Aloysius Budi Santoso


Ketua Umum Sekretaris Umum

Anda mungkin juga menyukai