2. Damar Noranendra(8)
1984
Kerusuhan di Tanjung Priok ini bermula dari cekcok antara Bintara Pembina Desa
(Babinsa) setempat dengan warga Tanjung Priok pada 7 September 1984.Awalnya
Babinsa datang ke musala kecil bernama musala As-Sa'adah dan memerintahkan
untuk mencabut pamflet yang berisikan tulisan mengenai problem yang dihadapi
kaum muslimin, dan disertai pengumuman tentang jadwal pengajian yang akan
datang. Keesokan harinya pada 8 September 1984, seorang oknum ABRI
beragama Katholik yaitu Sersan Satu Hermanu, mendatangi musala untuk menyita
pamflet yang dinilai berbau SARA.Namun tindakan Hermanu amat menyinggung
perasaan umat Islam. Ia masuk ke dalam masjid tanpa melepas sepatu, menyiram
dinding musala dengan air got, bahkan menginjak Alquran. Tentu saja tindakannya
tersebut membuat warga marah dan motor Hermanu dibakar.
Di saat sebagian korban berusaha bangkit dan lari menyelamatkan diri, pada saat
yang sama mereka ditembak lagi dengan menggunakan bazoka, sehingga dalam
beberapa detik saja jalanan dipenuhi jasad manusia yang telah mati dan bersimbah
darah. Sedangkan beberapa korban luka yang tidak begitu parah berusaha lari dan
berlindung ke tempat-tempat di sekitarnya. Tentara-tentara lain turut mengusung
korban yang telah mati dan luka-luka ke dalam truk-truk militer, tembakan terus
berlangsung tanpa henti.
Satu jam setelah pembantaian besar-besaran ini terjadi, Pangab Jenderal LB
Moerdani datang menginspeksi tempat kejadian, dan untuk selanjutnya,
sebagaimana diberitakan oleh berbagai sumber, daerah tersebut dijadikan daerah
operasi militer.setidaknya 79 orang dalam peritsiwa tersebut menjadi korban, 55
orang mengalami luka-luka dan 23 orang lainnya dinyatakan meninggal dunia.
Selain itu puluhan orang ditangkap dan ditahan tanpa melalui proses hukum yang
jelas serta beberapa orang lain dinyatakan hilang.