Anda di halaman 1dari 19

UJIAN AKHIR SEMESTER-B

PROGRAM PASCA SARJANA STIEPARI


MATA KULIAH: Mtd. PENELITIAN KUALITATIF

Dosen Pengampu: Dr. Samtono, SE, M.Si.

Disusun oleh:

DIAN JEFRI ANGGRIAWAN


(Angkatan 34)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


PROGRAM PASCASARJANA
(STIEPARI) SEMARANG
2023
STIEPARI SEMARANG

Pengaruh Kemitraan Industri terhadap Peningkatan Keterampilan dan Kesiapan


Kerja Siswa dalam Praktik Kerja Lapangan di Sekolah Menengah Kejuruan

DIAN JEFRI ANGGRIAWAN


KATA PENGANTAR

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmat-

Nya yang diberikan kepada penulis atas kesehatan, kekuatan dan kesempatan sehingga dapat

menyelesaikan penyusunan laporan kualitatif. Penulisan laporan hasil ini adalah untuk

mengetahui Pengaruh Kemitraan Industri terhadap Peningkatan Keterampilan dan Kesiapan

Kerja Siswa dalam Praktik Kerja Lapangan di Sekolah Menengah Kejuruan.

Kami tentu menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik

dan saran dari pembaca untuk proposal ini, supaya proposal ini nantinya dapat menjadi

proposal yang lebih baik lagi, kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada proposal ini

maka kami memohon maaf sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khusunya kepada dosen

kami. Demikian, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Semarang, 12 Oktober 2023

(Dian Jefri Anggriawan)


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan vokasional, terutama di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),

memiliki peran kunci dalam mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja.

Bagian integral dari kurikulum SMK adalah praktik kerja lapangan, yang

memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilan yang telah mereka pelajari di lingkungan nyata. Kualitas pengalaman

praktik kerja lapangan ini dapat berdampak signifikan pada kesiapan kerja siswa

setelah lulus.

Salah satu faktor yang memengaruhi kualitas praktik kerja lapangan di SMK

adalah kemitraan antara sekolah dan industri. Kemitraan industri memungkinkan

sekolah bekerja sama dengan perusahaan dan organisasi terkait untuk memberikan

pengalaman belajar yang lebih relevan dan mendalam kepada siswa.. Melalui

kolaborasi ini, mahasiswa dapat berpartisipasi dalam proyek kehidupan nyata,

belajar dari praktisi industri dan mengembangkan keterampilan yang relevan

dengan kebutuhan dunia kerja.

Namun, dampak kemitraan industri terhadap keterampilan siswa dan persiapan

menghadapi pekerjaan di dunia nyata belum sepenuhnya dipahami. Meskipun

kemitraan industri telah menjadi sorotan dalam pendidikan karir, masih terdapat

pertanyaan mengenai sejauh mana kemitraan ini benar-benar meningkatkan

keterampilan siswa dan mempersiapkan mereka untuk bekerja. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menganalisis pengaruh kemitraan


perusahaan terhadap keterampilan dan kesiapan kerja siswa dalam praktik

penelitian lapangan di sekolah profesi.

Dalam konteks inilah penelitian ini relevan dan bermakna.. Dengan pemahaman

yang mendalam tentang peran kemitraan industri dalam pendidikan vokasional,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan

kurikulum dan praktik-praktik terbaik dalam SMK, serta mendukung upaya untuk

mempersiapkan siswa dengan lebih baik untuk sukses dalam dunia kerja.

1.2 Fokus Penelitian

Studi ini akan fokus pada dua aspek utama:

1. Dampak kemitraan industri:

Studi ini akan melihat secara mendalam dampak kemitraan sekolah-

profesional terhadap pengalaman praktis siswa di dunia nyata.. Hal ini

mencakup identifikasi jenis kemitraan yang tersedia, hambatan dan

keberhasilan pelaksanaan kemitraan, serta peran industri dalam meningkatkan

kualitas praktik kerja di sektor ini.

2. Meningkatkan keterampilan dan kesiapan kerja mahasiswa:

Penelitian ini juga akan menganalisis sejauh mana kontribusi kemitraan

industri terhadap peningkatan keterampilan dan kesiapan kerja mahasiswa. Hal

ini termasuk menilai keterampilan yang dipelajari siswa selama magang, serta

seberapa cocok keterampilan tersebut dengan kebutuhan dunia kerja.

Sebagai bagian dari penelitian ini, penelitian akan mengkaji hubungan

antara kemitraan industri, pengembangan keterampilan siswa dan persiapan

mereka memasuki dunia kerja. Melalui penelitian ini, kita akan memahami

apakah kemitraan industri dapat meningkatkan pengalaman praktis siswa di


sekolah profesional dan apakah hal ini berdampak positif pada keterampilan dan

kemauan mereka untuk bekerja atau tidak.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks dan arah penelitian yang telah dijelaskan, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama perusahaan di sekolah menengah kejuruan (SMK) berkontribusi

dalam meningkatkan keterampilan praktik penelitian Bagaimana cara

melakukan penelitian lapangan bagi siswa?

2. Bagaimana kemitraan industri di sekolah kejuruan mempengaruhi persiapan

siswa memasuki dunia kerja?

3. Apa saja jenis kemitraan industri yang ada di sekolah profesi dan apa saja

hambatan serta keberhasilan yang muncul dalam pelaksanaan kemitraan

tersebut?

4. Sejauh mana keterampilan yang diperoleh siswa selama magang relevan dengan

kebutuhan dunia kerja?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh kemitraan industri dalam meningkatkan keterampilan

siswa dalam praktek lapangan di sekolah menengah kejuruan (SMK).

2. Mengevaluasi dampak kemitraan perusahaan dalam mempersiapkan siswa

memasuki dunia kerja setelah lulus sekolah kejuruan.

3. Menganalisis jenis-jenis kemitraan industri yang ada di sekolah profesi dan

mengidentifikasi hambatan dan keberhasilan dalam pelaksanaan kemitraan

tersebut.
4. Menilai relevansi keterampilan yang diperoleh siswa selama magang dengan

kebutuhan dunia kerja.

5. Memberikan rekomendasi dan proposal yang disesuaikan kepada sekolah

kejuruan, industri dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan

manfaat kemitraan industri dalam meningkatkan keterampilan siswa dan

standar peralatan mereka untuk bekerja di sekolah kejuruan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Peningkatan Kualitas Pendidikan Vokasional:

Penelitian ini dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang

bagaimana kemitraan industri dapat meningkatkan kualitas pendidikan

vokasional di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Manfaat ini akan

berdampak langsung pada pengembangan kurikulum dan praktik-praktik

terbaik di SMK.

2. Persiapan yang Lebih Baik untuk Siswa:

Melalui pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh kemitraan industri,

penelitian ini dapat membantu siswa SMK lebih siap memasuki dunia kerja.

Mereka akan memiliki keterampilan yang lebih relevan dan dapat memenuhi

tuntutan dunia kerja.

3. Manfaat Bagi Industri:

Penelitian ini juga dapat memberikan wawasan berharga bagi industri yang

bermitra dengan SMK. Industri akan dapat memahami dampak kemitraan

tersebut dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja dan bagaimana mereka dapat

memberikan kontribusi yang lebih efektif terhadap proses pendidikan.


4. Kontribusi literatur dan pengetahuan:

Penelitian ini kami harapkan dapat memberikan kontribusi literatur di

bidang pendidikan vokasi dan kemitraan industri. Hasil penelitian ini akan

menjadi referensi bagi peneliti dan praktisi pendidikan di masa depan.

5. Alasan perubahan kebijakan dan praktik:

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan kebijakan di tingkat

sekolah, kabupaten, atau pemerintah dengan tujuan meningkatkan pendidikan

karir dan kemitraan industri.

6. Memperkuat hubungan antara pendidikan dan dunia kerja:

Penelitian ini dapat berkontribusi dalam menciptakan hubungan yang lebih

baik antara kurikulum sekolah kejuruan dengan kebutuhan dunia kerja,

sehingga akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan sumber

daya manusia yang berkualitas.

7. Meningkatkan daya saing siswa:

Dengan meningkatkan keterampilan dan persiapan kerja, siswa sekolah

kejuruan akan memiliki keunggulan kompetitif dalam mencari pekerjaan atau

melanjutkan studi setelah lulus.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Sekolah menengah kejuruan merupakan lembaga pendidikan formal yang

menyelenggarakan program pelatihan vokasi dengan memberikan pengetahuan dan

keterampilan khusus kepada peserta didik. Oleh karena itu, sekolah kejuruan harus

mampu melatih tenaga kerja dengan kualifikasi menengah, siap dipekerjakan pada

bidang pekerjaan tertentu. Sekolah kejuruan adalah sekolah menengah atas yang

mempersiapkan peserta didik pada bidang keterampilan tertentu untuk memasuki

dunia kerja sesuai dengan tujuan dasar sekolah kejuruan. Untuk mempersiapkan

siswanya, sekolah kejuruan menerapkan metode pembelajaran yang disebut

Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Menurut Bukit (2014), Pendidikan Sistem Ganda

(PSG) adalah sistem pendidikan kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran di

sekolah dan industri, dimana pembelajaran di sekolah dan pelatihan industri

merupakan dua komponen wajib yang bersumber dari program yang tidak

terpisahkan. Dalam model pendidikan sistem ganda, kedua belah pihak secara

bersamaan menyelenggarakan program pelatihan vokasi. Kedua bagian tersebut

adalah lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah menengah kejuruan dan

ketenagakerjaan atau industri (perusahaan), baik negeri maupun swasta.

Menurut Slameto (2015), kesiapan adalah keadaan umum seseorang yang

membuat dirinya siap bereaksi dengan cara tertentu untuk mendekati suatu situasi.

Anoraga (2001) menegaskan bahwa pekerjaan merupakan sesuatu yang dibutuhkan

manusia. Kebutuhan-kebutuhan ini dapat bervariasi, berkembang dan berubah dan

seringkali bahkan tidak ditangani oleh pelaku kekerasan. Jadi dapat dikatakan
kesiapan kerja adalah keadaan umum seseorang yang membuatnya siap bereaksi

atau menyikapi situasi tertentu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kesiapan

kerja dianggap sebagai kesiapan seseorang untuk mencari pekerjaan dan

menentukan pekerjaan yang dipilih.. Melalui kemampuan, pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang dimiliki dan diperoleh siswa melalui pengalaman

belajar di sekolah, di rumah, dan dalam praktek kerja industri, yang akan sangat

bermanfaat ketika anak memasuki dunia kerja.

Sementara itu, Samsudi (2008) berpendapat idealnya sekitar 80-85% lulusan

SMK dapat segera memasuki dunia kerja. Sedangkan jumlah siswa yang lulus SMK

Palebon Semarang pada tahun ajaran 2016/2017 hanya 53,33%. Kondisi ini

menunjukkan lulusan SMK Palebon Semarang belum siap memasuki dunia kerja.

Artinya sekolah belum mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini juga membantu

kita memahami bahwa persiapan kerja setiap siswa tidaklah sama meskipun setiap

siswa telah menyelesaikan penempatan industri.. Terkait dengan hal ini maka dapat

di ketahui bahwa ada penyimpangan antara apa yang telah di rencanakan oleh SMK

dengan kondisi yang terjadi di lapangan, karena SMK di harapkan mampu

menciptakan lulusan yang mempunyai kesiapan kerja yang bagus dan sesuai dengan

permintaan dari dunia kerja ataupun dunia industri. Kesesuaian antara kompetensi

akademik dan kompetensi keterampilan kerjadiperlukan untuk membentuk kesiapan

kerja maka praktik kerja industri dilakukan sesuai dengan bidang studinya, karena

dalam dunia kerja keterampilan banyak dibutuhkan daripada kompetensi

akademiknya. Praktik kerja industri dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan siswa

untuk meningkatkan keterampilan kerjanya sebelum memasuki dunia kerja nyata.

Sejalan dengan pengertian diatas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Fajriah dan Sudarma (2017) yang menyatakan bahwa pengalaman praktik kerja
industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesipan kerja siswa kelas XI

Administrasi Perkantoran SMK Muhammadiyah Bobotsari. Dengan adanya praktek

pengalaman kerja siswa dapat mengetahui job deskripsi pekerjaan didunia industri

sehingga hal tersebut dapat mendorong siswa untuk lebih mempersiapkan diri dan

menambah motivasi memasuki dunia kerja pada siswa.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sardiman (2008) bahwa motivasi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja seseorang. Sejalan

dengan hal tersebut, Hamalik (2009) juga menyatakan bahwa motivasi merupakan

salah satu faktor yang membentuk kesiapan seseorang. Sehingga dapat dikatakan

bahwa motivasi kerja yang dimiliki siswa dapat membentuk kesiapan kerja dalam

diri siswa tersebut.

2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis

Vokasionalisasi adalah proses pengenalan subyek-subyek praktis

keduniakerjaan melalui kegiatan kunjungan industri, pemberian bimbingan kejuruan

dan pemberian pengajaran dan pelatihan terapan kepada masyarakat yang

membutuhkan pekerjaan. Kita gunakan istilah vokasionalisasi yang mencakup

makna kejuruanisasi. Pengenalan subyek-subyek praktis keduniakerjaan mencakup

pengembangan kompetensi kejuruan, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

soft skill, ketrampilan kerja, ketrampilan teknis, karir kejuruan, sistem penggajian,

sistem kerja, keselamatan kerja, peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan

dan sebagainya. Dalam bidang teknologi dan rekayasa bagaimana masyarakat

semakin mengenal standar kompetensi konstruksi baja, konstruksi kayu, konstruksi

batu dan beton, gambar bangunan, furnitur, flumbing, sanitasi, survey, pemetaan,

pembangkit tenaga listrik, distribusi dan transmisi tenaga listrik, instalasi listrik,
otomasi industri, teknik pendingin, pabrikasi logam, pengelasan, pemesinan,

pengecoran logam, perbaikan sepeda motor, perbaikan kendaraan ringan, perbaikan

alat berat, perawatan dan perbaikan audio-video, mekatronika, dan sebagainya.

Tujuan utama vokasionalisasi adalah untuk meningkatkan relevansi

pendidikan dan bimbingan kejuruan dengan perkembangan kebutuhan

keduniakerjaan dalam mewujudkan Negara dan masyarakat sejahtera yang

kompetitif dan berorientasi kepada pembangunan berkelanjutan. Planet bumi ini

bukan untuk satu generasi melainkan untuk anak cucu tanpa batas. Karenanya,

vokasionalisasi tidak boleh terjebak hanya pada orientasi pasar yang sempit.

Vokasionalisasi harus membangun masyarakat sejahtera sekarang dan masa depan

tanpa batas waktu. Vokasionalisasi juga membawa visi misi membangun dan

menjaga jagat raya beserta seluruh isinya menjadi “hamemayu ayuning bhawana”.

Dunia yang sudah “ayu” atau baik diperbaiki kembali secara terus menerus agar

tambah baik. Vokasionalisasi tidak boleh terjebak pada kebutuhan sesaat yang

sempit apalagi mengancam kelangsungan hidup. Ini pesan moral vokasionalisasi

masyarakat melalui pendidikan vokasi dan kejuruan. Pendidikan kejuruan dan

vokasi tidak semata mata untuk memperoleh kesenangan, kemudahan, kenyamanan,

keamanan sementara, tetapi untuk tujuan yang lebih jauh yaitu bahagia dan damai

hidup bersama di planet bumi ini.

Pendidikan vokasi dan kejuruan telah mengalami masa dan sejarah

perkembangan cukup lama. Pendidikan kejuruan yang umumnya dibeberapa negara

disebut juga pendidikan vokasi mengalami puncak popularitas sembilan puluh lima

tahun lalu pada saat Smith-Hughes pada tahun 1917 mendefinisikan “vocational

education was training of less than college grade to fit for useful employment”

(Thompson, 1973:107). Pendidikan vokasi adalah training/pelatihan dibawah


perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan yang ada. Pada

waktu itu pendidikan vokasi fokus pada pelatihan-pelatihan pada jenjang pendidikan

menengah yang mestinya disesuaikan dengan kebutuhan jenis lapangan kerja dan

jenjang pekerjaan yang ada. Pada waktu itu pendidikan vokasi masih bersifat

sederhana dan dilaksanakan pada pendidikan menengah setingkat SMK dan SMP.

Pengalaman sejarah pendidikan kejuruan di Indonesia juga demikian. Sampai

sekarang Indonesia masih tetap menyelenggarakan pendidikan kejuruan di bawah

perguruan tinggi pada SMK dan MAK.

Pemerintah sebagai pengembang dan penggerak pendidikan kejuruan dan

vokasi dalam kerangka penyiapan dan pengembangan sumber daya insani perlu

membuat perencanaan yang baik dalam melaksanakan pelatihan dan pelatihan

kembali baik bagi masyarakat pencari kerja maupun pekerja yang membutuhkan

pengembangan ketrampilan lanjut. Ada perbedaan penekanan definisi pendidikan

vokasi sebelum diamandemen dan sesudah diamandemen. Sebelum diamandemen

pendidikan, pelatihan/training, retraining dirancang untuk mengepaskan (to fit)

individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan. Pengepasan (to fit)

pendidikan dan pelatihan vokasi dengan jenis atau macam pekerjaan yang

dibutuhkan oleh masyarakat menurut (Gill, Dar, & Fluitman, 2000; Boreham, N. and

Fischer, M.; 2009) sangat sulit karena kebutuhan pekerjaan berubah cepat dan tidak

mudah diprediksi. Perencanaan pendidikan dan pelatihan kejuruan dan vokasi

dengan model pendekatan to fit akan efektif hanya jika lembaga-lembaga pendidikan

dan pelatihan vokasi betul-betul memiliki kerjasama yang baik dengan lembaga,

industri, atau dunia kerja pemakai lulusannya. Jika lembaga pendidikan kejuruan

semacam SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau MAK (Madrasah Aliyah

Kejuruan) atau lembaga pendidikan vokasi semacam Politeknik tidak memiliki


hubungan kerjasama dalam melakukan penempatan lulusannya, maka program

pendidikan kejuruan atau vokasi itu menjadi sangat tidak efisien. Karena pendidikan

kejuruan dan vokasi dengan model pendekatan to fit menuntut adanya pelatihan-

pelatihan spesifik yang sarat dengan kebutuhan berbagai jenis peralatan dan bahan

praktik yang mahal harganya. Sedangkan dalam definisi hasil amandemen

pendidikan atau pelatihan vokasi dirancang untuk mempersiapkan (to prepare)

individu mendapatkan pekerjaan. Definisi hasil amandemen memiliki makna lebih

fleksibel dan adaptif yaitu sebuah pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi yang

mampu menyiapkan lulusan untuk bekerja (Pavlova, M., 2009). Pendidikan kejuruan

dan vokasi model to prepare lebih menekankan kemampuan lulusannya untuk bisa

bekerja diberbagai institusi atau lapangan kerja. Program pendidikan lebih diarahkan

pada penguatan kompetensi-kompetensi dasar sehingga lulusannya lebih disiapkan

untuk siap dilatih kembali untuk pekerjaan tertentu bukan siap kerja setelah lulus.

Lalu diantara to fit dan to prepare manakah yang lebih baik? Jawabannya secara

umum to prepare lebih baik dari to fit. Kondisi semacam sementara ini belum

disadari dengan baik oleh para perencana dan pengembang pendidikan kejuruan dan

vokasi di Indonesia. Para pengembang pendidikan kejuruan termasuk masyarakat

pengguna pendidikan kejuruan di Indonesia bersikukuh melaksanakan pendidikan

kejuruan dengan pelatihan kejuruan yang sangat spesifik. Sementara itu banyak

lulusan pendidikan kejuruan tidak memiliki ketersediaan lapangan pekerjaan yang

memadai. Mencermati kondisi ini maka sangat perlu dilakukan pencerahan kepada

para pimpinan, pengelola, guru atau pendidik di lingkungan pendidikan kejuruan

untuk mempertimbangkan kembali model pendekatan pelatihan yang dilaksanakan

di SMK/MAK saat ini.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dibahas dan memperhatikan tujuan yang ingin

dicapai serta manfaatnya, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah

pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif memiliki

karakteristik alami (Natural serfing) sebagai sumber data langsung, deskriptif,

proses lebih dipentingkan dari pada hasil. Analisis dalam penelitian kualitatif

cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna makna merupakan hal yang

esensial. (Lexy Moleong, 2006: 04). Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek

yang alamiah, atau natural setting, sehingga penelitian ini sering disebut penelitian

naturalistic. Obyek yang alami adalah objek yang apa adanya, tidak dimanipulasi

oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di

objek dan keluar dari objek relatif tidak berubah. Dalam penelitian kualitatif peneliti

menjadi instrumen. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah

orang atau Human instrument. Untuk menjadi instrumen peneliti harus memiliki

bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis,

memotret dan mengkontruksi objek yang diteliti menjadi jelas dan bermakana.

Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti

adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar
terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan

terucap tersebut (Sugiyono, 2008: 02).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK N 1 Bojongsari dan tempat Praktik Kerja

Lapangan siswa-siswi SMK N 1 Bojongsari.

Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari perencanaan penelitian, pelaksanaan

penelitian, sampai pembuatan laporan penelitian. Penelitian dilaksanakan di bulan

Januari 2024 sampai dengan bulan Juni 2024.

3.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari sumber data primer dan

sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh

secara langsung dari lapangan. Sumber data primer penelitian ini meliputi

wawancara dan observasi, dimana wawancara akan dilakukan kepada siswa-siswi

SMK N 1 Bojongsari setelah mengikuti kegiatan PKL. Sedangkan sumber data

sekunder merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak langsung dari

informan di lapangan. Sumber data sekunder ini berupa dokumen.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu tektnik atau cara

mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung pada suatu

kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi diarahkan pada kegiatan

memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Dari


pengamatan, akan mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga

diperoleh pamahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian

terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya. (Nana Syaodih,

2013: 220)

2. Wawancara interview

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan

dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atau pertanyaan tersebut (Lexy Moloeng, 2005: 186).

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam. Wawancara mendalam merupakan cara mengumpulkan data

atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan,

dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Moleong (2002: 103), analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar

dengan demikian maka data-data yang lebih mudah dibaca dan disimpulkan.

Sedangkan menurut Taylor, (1975: 79), data adalah sebagai proses yang merinci

usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide)

seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema

pada hipotesis. Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan

pengorganisasian data sedangkan yang ke dua lebih menekankan maksud dan

tujuan analisis data. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data

deskriptif, yaitu dengan cara menghimpun data-data faktual dan mendiskripsikan.

Data berasal dari seluruh informasi yang diperoleh dari hasil wawancara serta
dokumen-dokumen melalui beberapa tahap. Setelah pengumpulan data, pencatatan

data, peneliti melakukan analisis interaksi yang terdiri dari reduksi data, penyajian

data dan verifikasi. Analisis dari penelitian ini berlangsung bersama dengan proses

pengumpulan data, maupun dilakukan setelah data data terkumpul. 1.

Pengumpulan data Menggali informasi dan data dari berbagai sumber atau

responden. yaitu dengan wawancara, observasi, analisis dokumen dan foto-foto

kegiatan yang ada. 50 2. Reduksi data Dalam reduksi data, data yang diperoleh

disortir karena data dari hasil wawancara merupakan data yang memiliki sifat

sangat luas informasinya bahkan masih mentah (Lexy J. Moleong 2002: 114).

Dengan ini kita akan bisa memilih laporan hasil wawancara yang lebih penting,

jadi bila ada hasil laporan yang dirasa kurang penting bisa dibuang. Langkah

reduksi data melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama, melakukan editing,

pengelompokkan, dan meringkas data. Tahap kedua, menyusun kode-kode dan

catatan-catatan mengenai berbagai hal berkaitan dengan data yang sedang diteliti

sehingga peneliti dapat menentukan tematema, kelompok-kelompok, dan pola-pola

data.Pada tahap terakhir dari reduksi data adalah menyusun rancangan konsep-

konsep serta penjelasan- penjelasan berkenaan dengan tema, pola, atau kelompok

yang bersangkutan. 3. Penyajian data Hasil dari pengorganisasian data yang di

sajikan secara sistematis dapat dibentuk dalam sebuah laporan. Bentuk penyajian

laporan berupa diskriptif analitik dan logis yang mengarah pada kesimpulan.

Dalam tahap ini peneliti dituntut untuk melakukan penefsiran terhadap data dalam

wawancara. 4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi. Penarikan kesimpulan

menyangkut intepretasi peneliti, yaitu pengembangan makna dari data yang

ditampilkan. Kesimpulan yang masih 51 kaku senantiasa di verifikasi selama

penelitian berlangsung, sehingga diperoleh kesimpulan yang krediibilitas dan


objektifnya terjamin. Verifikasi bisa berupa pemikiran kembali yang melintas

dalam pikiran peneliti saat mengadakan pencatatan atau bisa berupa suatu tinjauan

ulang terhadap catatan-catatan di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai