MAKALAH
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Pengantar Administrasi Publik
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas B Tingkat 1
1. Nurin Nabila (121090044)
2. Intan Sandika Putri (121090059)
3. M. Rifqi Hendryawan (121090066)
Dosen Pengampu :
Yanto Heryanto, S.Sos, M.Si.
HALAMAN JUDUL
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas B Tingkat 1
1. Nurin Nabila (121090044)
2. Intan Sandika Putri (121090059)
3. M. Rifqi Hendryawan (121090066)
Dosen Pengampu :
Yanto Heryanto, S.Sos, M.Si.
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Administrasi Publik dan Good
Governance” ini tepat pada waktunya.
Makalah disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
mata kuliah Pegantar Administrasi Publik. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Etika Administrasi dan Good Governance.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yanto Heryanto, S.Sos.,
M.Si. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pengantar Administrasi Publik.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat meyusun makalah ini lebih baik kedepannya. Kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Sistematika Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Etika Administrasi 5
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Etika Aktor Administrasi Publik (Administrator) 8
2.1.3 Prinsip Etika Administrasi Public Menurut American Society
for Public Administration (ASPA) 10
2.1.4 Faktor Pendukung Etika Administrasi Publik 12
2.1.5 Faktor Penyebab Lemahnya Etika Administrasi Publik 14
2.2 Good Governance 15
2.2.1 Definisi 15
2.2.2 Tujuan Good Governance 18
2.2.3 Ciri-ciri Good Governance 19
2.2.4 Faktor Pendukung Keberhasilan Good Governance 20
2.2.5 Faktor Penghambat Penerapan Good Governance 22
2.2.6 Urgensi Good Governance 23
2.2.7 Prinsip-prinsip Good Governance 25
2.2.8 Implementasi Good Governance di Indonesia 27
BAB III PENUTUP 29
3.1 Kesimpulan 29
3.2 Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi sama sekali tidak dapat
dijadikan sebagai asas kemajuan di bidang moralitas. Peradaban manusia bukan
hanya ditentukan oleh tingginya nilai seni dan artefak yang diciptakannya, luasnya
ilmu pengetahuan yang dicapainya, maupun aplikasi teknologi yang
ditemukannya. Dalam banyak segi, kemajuan IPTEK justru membuat manusia
untuk bertindak korup dan melawan nuraninya. Persoalan hati nurani manusia
yang termuat dalam moralitas itulah yang sesungguhnya menentukan kualitas
peradaban manusia. Jika manusia menginginkan IPTEK akan menjadi boomerang
bagi dirinya dan menurunkan martabatnya sebagai manusia, maka mau tidak mau
manusia harus setiap saat berpaling pada kaidah – kaidah moral. Moral adalah hal
– hal yang mendorong manusia melakukan tindakan – tindakan yang baik sebagai
kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan juga sebagai sarana untuk mengukur
benar tidaknya manusia. Moral lebih ditujukan pada perbuatan seseorang secara
individual, moral mempersoalkan kewajiban manusia sebagai manusia.
Di Indonesia sendiri kerap muncul berita-berita fenomenal yang
mengungkap kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi
baik di lingkungan birokrasi pemerintah lembaga legislatif, bahkan lembaga-
lembaga penegak hukum. Seperti contoh kasus Setya Novanto yang sangat
fenomenal sebagai aparat sipil Negara yang memiliki kekayaan milyaran rupiah
yang diduga hasil korupsi dari E-KTP. Hal ini menunjukan rendahnya etika
administrasi yang dimiliki sehingga kekuasaan disalah gunakan. Masalah etika
dalam administrasi publik menunjukkan kurangmya perhatian atau
dikesampingkannya etika dalam praktek penyelenggaraan administrasi publik.
Padahal etika merupakan salah satu unsur penting yang menentukan keberhasilan
pelaksanaan kegiatan organisasi dan aktor administrrasi publik, apakah mencapai
good governance atau tidak. Sebabnya ialah, karena nilai nilai moral itu terdapat
dalam seluruh proses kegiatan administrasi publik. Mulai dari rancangan struktur
1
organisasi, perumusan kebijakan, implementasi dan evaluasi kebijakan serta
pelaksanaan pelayanan publik dengan nilai-nilai etis. Etika administrasi publik ini
tentunya memiliki banyak peran dalam mengembangkan pola pikir sumber daya
manusia yakni khususnya para aparat sipil negara demi terwujudnya good
governance.
Pegawai negeri sipil sebagai bagian dari aparatur pemerintah adalah asset
sumber daya manusia yang perlu dikembangkan kualitasnya sehingga secara nyata
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Salah satu
faktor yang turut menentukan pengembangan sumber daya manusia bagi Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah komitmen penerapan etika administrasi dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi mereka dalam pelayanan publik (masyarakat). Etika
pegawai akan menjadi pedoman dan peraturan yang mengatur pola perilaku
pegawai, karena etika pegawai itu sendiri berisi ajaran-ajaran moral atau
ketentuan-ketentuan yang mengatur pola perilaku moral.
Organisasi/birokrasi pemerintahan adalah organisasi publik yang
berhadapan dengan masyarakat dalam hal pelayanan publik. Untuk itu, para
pemimpin sebagai abdi negara dan abdi masyarakat dituntut memiliki sikap dan
perilaku yang baik (etis) dan tanggap terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat
dalam rangka mengefektifkan pelayanan publik dan terwujudnya
goodgovernance. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki kode etik
dalam melayani masyarakat pengguna jasa publik. Dengan adanya kode etik ini
tentunya aparatur pemerintah selaku abdi Negara dan pelayan masyarakat dapat
tidak dibutakan dengan kekuasaan yang cendrung menyampingkan kepentingan
khalayak umum.
1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan berisikan materi berupa latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Pada bagian ini berisi landasan teori yang berkaitan dengan etika
administrasi dan good governance.
3
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini penulis memperlihatkan himpunan sumber dari makalah
yang dibuat secara detail dan jelas, berdasarkan tata cara penulisan yang benar.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Definisi
Kata Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” artinya kebiasaan atau
watak. Dalam bahasa Yunani Kuno: “Ethikos”berarti “timbul karena kebiasaan”
adalah cabang ilmu yang mempelajari nilai atau kualitas mengenai standard dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
Etika ini sering kali disamakan artinya dengan moral, padahal keduanya
adalah hal yang berbeda. Etika dapat diartikan sebagai aturan perilaku yang diakui
berkaitan dengan kelas tertentu daritindakan manusia atau kelompok maupun
budaya tertentu yang ada di masyarakat. Sementara itu, moral lebih dipahami
sebagai suatu prinsip atau keiasaan yang berhubungan dengan perilaku benar atau
salah.
Chandler & Plano (dalam bukunya The Public Administration
Dictionary,1982) “Ethics is the rules or standars governing, the moral conduct of
the members of an organization or management profession” dimana artinya “Etik
adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau
pekerjaan manajemen. Aturan atau standar pengelolaan yang meupakan arahan
moral bagi administrator public dalam melaksanakan tugasnya melayani
masyarakat.
Dari prespektif teoritis, terdapat enam landasan etika (Wahyudi,1992),
yakni sebagai berikut.
1. Naturalisme
Paham naturalism berpendapat bahwa sistem-sistem etika dalam kesusilaan
adalah memiliki dasar alami. Pembenaran-pembenaran hanya dapat dilakukan
melalui pengkajian atas fakta dan bukan atas teori-teori yang sangat metafisis.
5
Paha mini berpendapat juga bahwa kodrat manusia “baik”, sehingga ia harus
dihargai.
2. Individualisme (Emmanuel Kant)
Paham ini menekankan bahwa setiap orang bertanggung jawab secara
individual bagi dirinya. Dampak positif dari individualisme adalah terpacunya
prestasi, kreativitas dan inovasi individu. Seseorang akan memiliki etika kerja
dan selalu ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya.
3. Hedonisme
Yang bertitik tolak bahwa menurut kodratnyamanusia selalu mengusahakan
kenikmatan (bahasa Yunani, hedone = kenikmatan). Sayangnya dalam
kenyataan bahwa penganut hedonisme tidak pernah mencapai tujuannya.
Bukti-bukti yang menunjukan bahwa manusia senantiasa akan mengejar
kenikmatan ternyata tidak lengkap. Sesungguhnya yang diupayakan oleh
manusia adalah “hal-hal yang menimbulkan kenikmatan”, tetapi bukan
kenikmatan itu sendiri.
4. Eudaemonisme
Berasal dari bahasa Yunani, demon yang berarti roh pengawal yang baik,
kemujuran atau keuntungan.
Paham ini percaya bahwa orang yang telah mencapai tingkatan “eudaemonia”
akan memiliki keinsyafan tentang kepuasan yang sempurna. Paham ini juga
mencita-citakan suasana batiniah yang disebut “bahagia”. Ia mengajarkan
kebahagiaan merupakan kebaikan tertinggi (prima facie).
5. Utilitarinisme
Utilitarianisme ini berhubungan dengan paham eudaemonirme dimana paham
ini merupakan pandangan etika normatif yang menilai kelayakan dari suatu
tindakan berdasarkan tingkat maksimal yang dicapai penggunanya. Nilai
kelayakan ini umumnya mempersyaratkan peraihan tingkatan maksimal dari
kebahagiaan dan pengurangan tingkat penderitaan.
6. Idealisme
Paham ini muncul dari kesadaran akan adanya lingkungan normativitas,
bahwa terdapat kenyataan yang bersifat normatif yang memberi dorongan
kepada manusia untuk berbuat. Berdasarkan aspek cipta, rasa dan karsa yang
6
terdapat dalam batin manusia, idealisme terbagi mejadi 3 komponen yaitu
idealisme rasionalistik, idealisme estetik dan idealisme etik.
Idealisme rasionalistik mengemukakan dengan menggunakan pikiran dan
akal manusia dapat mengenal norma-norma yang menunun perilakunya.
Idealisme estetik yang bertolak dari pandangan bahwa dunia serta
kehidupan manusia dapat dilihat dari prespektif “karya seni”.
Idealisme etik yang pada intinya ingin menentukan ukuran-ukuran moral
dan kesusilaan terhadap dunia dan kehidupan manusia. Paha mini mengajarkan
norma-norma moral yang berlaku bagi manusia dan menuntut manusia untuk
mewujudkannya.
Pendapat lain dari Bertens (2000) yang menggambarkan konsep etika
dengan beberapa arti, salah satu diantaranya etika adalah kebiasaan, adat atau
akhlak dan watak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwadarminta,1988) istilah etika
disebut sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral; (2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan (3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Berdasarkan beberapa sumber tersebut, Bertens menyimpulkan bahwa ada
tiga arti penting etika, yaitu (1) etika sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan “sistem nilai”; (2) etika sebagai
kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”; dan (3)
etika sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang sering kali disebut “filsafat
moral”.
Dari uraian pembahasan definisi, paham-paham yag disampaikan dari
pemikiran para filsuf dan pakar, makin jelas bahwa etika telah memberikan arah
dan pedoman bagi setiap individu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
Etika dalam konteks administrasi public digambarkan sebagai suatu
panduan atau norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanannya
kepada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan public diatas
7
kepentingan pribadi, kelompok dan organisasinya. Oleh karena etika
mempersoalkan “baik-buruk” dan bukan “benar-salah” tentang sikap, tindakan
dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya baik dalam
masyarakat maupun organisasi public, maka etika mempunyai peran penting
dalam praktik administrasi publik.
Kumorotomo (1992) mendefinisikan etika administrasi public sebagai
suatu cara dalam melayani public dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur
tingkah laku manusia yang dianggap baik
Dalamsistematika filsafat, etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik-buruk, sejauh yang dapat ditentukan
oleh akal.
Dalam arti sempit, etika administrasi publik adalah pelayanan public
“suatu tindakan pemberian barang atau jasa kepada masyarakat oleh pemerintah
dalam rangka tanggung jawab kepada publik, baik diberikan secara langsung
mapun melalui kemaritiman dengan pihak swasta dan masyarakat, berdasarkan
jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar”.
Adapun etika administrasi publik dalam arti luas yakni berkorban atas
nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik. Dalam konsep ii,
administrasi public lebih dititikberatkan pada bagaimana elemen-elemen
administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan proses
manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan publik,
dimana pemerintah merupakan provider yang diberi tanggung jawab.
Atas dasar konsep etika pelayanan publik di atas maka yang dimaksudkan
dengan etika administrasi publik adalah suatu praktik administrasi publik dan atau
pemberian pelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian
tuntutan perilaku (rules of conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal yang
“baik” yang harus dilakukan atau sebaliknya “yang tidak baik” agar dihindarkan.
9
2. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor, nilai ini dimaksudkan agar
milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.
3. Impersonal, dalam melaksanakan hubungan antara bagian satu dengan lainnya
dalam kerjasama kolektif dilakukan secara formal.
4. Merytal system, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai
tidak didasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), kemampuan (capable) dan pengalaman
(experience) sehingga dengan ini menjadikan yang bersangkutan cakap dan
professional dalm menjalankan tanggung jawab.
5. Responsible, hal ini berkaitan dengan pertanggung jawaban birokrasi public
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
6. Accountable, merupakan suatu istilah yang diterapkan untuk mengukurapakah
dana public telah digunakan secara tepat dan tidak sigunakan secara illegal.
Responsiveness, nilai ini berkaitan dengan daya tanggap dari birokrasi
public dalam menanggapi apayang menjadi keluhan, masalah dan aspirasi
masyarakat
10
7. Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan emphaty
merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus
dipromosikan;
8. Kesadaran moral memegang peranan penting dalam memilih alternatif
keputusan;
9. Administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari kesalahan,
tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran.
Selanjutnya asas-asas etika itu dituangkan dalam sebuah “kode etik” yang
memuat 5 asas etika dan 7 asas mutu yang wajib diindahkan dan dijalankan oleh
para anggota perhimpunan yang menjadi administrator Negara adalah sebagai
berikut.
1. Menunjukkan ukuran baku tertinggi tentang keutuhan watak pribadi
kebenaran, kejujuran, dan ketabahan dalam semua kegiatan umum, agar
membangkitkan keyakinan dan kepercayaan rakyat terhadap pranata-pranata
Negara.
2. Menghindari sesuatu kepentingan atau kegiatan yang berada dalam
pertentangan dengan kewajiban-kewajiban resmi.
3. Mendukung, melaksanakan dan memajukan penempatan tenaga kerja menurut
penilaian kecakapan serta tata cara tindakan yang tidak membeda-bedakan
guna menjamin kesemepatan yang sama pada penerimaan, pemilihan dan
kenaikan pangkat terhadaporang-orang yang memenuhi persyaratan dari
segenap unsur masyarakat.
4. Menghapuskan semua pembedaan yang tidak sah, kecurangan, dan salah
pengurusan Negara serta mendukung rekan-rekan kalau mereka kesulitan
karena usaha yang bertanggung jawab untuk memperbaiki pembedaan,
kecurangan, salah urus, atau salah penggunaan.
5. Melayani masyarakat secara penuh hormat, perhatian, sopan dan tanggap
dengan megakui bahwa pelayanan kepada masyarakat adalah diatas pelayanan
terhadapdiri sendiri.
6. Berjuang ke arah keunggulan berkeahlian perseorangan dan menganjurkan
pengembangan bereahlian dan teermasuk mereka yang berusaha memasuki
bidang administrasi Negara.
11
7. Melaksanakan tugas organisasi dan kewajiban-kewajiban kerja dengan suatu
sikap yang positif dan membangun dan mendukung tata hubungan yang
terbuka, daya cipta, pengabdian, dan welas asih.
8. Menghormati dan meindungi keterangan berdasarkan hak-hak istimewa yang
dapat diperoleh dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban resmi.
9. Menjelaskan wewenang kebijakan apapun yang dimiliki menurut hukum
untuk memajukan kepentingan umum atau masyarakat.
10. Menerima sebagai suatu kewajiban pribadi tanggung jawab untuk mengikuti
perkembangan baru terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dan
menangani urusan masyarakat dengan kecakapan berkeahlian, kelayakan,
sikap tak memihak, efisiensi dan daya guna.
Menghormati, mendukung, menelaah, dan bilamana perlu berusaha untuk
menyempurnakan konstitusi-konstitusi Negara serikat dan Negara bagian serta
hukum-hukum lainnya yang mengatur hubungan-hubungan di antara badan-badan
pemerintah, pegawai-pegawai, nasabah-nasabah, dan semua warga Negara.
12
Adanya dukungan dari faktor-faktor tersebut, administrasi public tentu
diharapkan dapat memenuhi harapan yang didambakan oleh setiap orang yang
membutuhkan pelayanan. Harapan public itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan.;
2. Mendapatkan pelayanan yang wajar;
3. Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih;
4. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan transparan.
Pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan kepada manajemen
maupun masyarakat, tentunya menimbulkan dampak positif di masyarakat itu
sendiri, yaitu :
1. Masyarakat menghargai korps pegawai/aparatur pemerintah;
2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan pelayanan;
3. Masyarakat bangga terhadap korps pegawai;
4. Ada kegairahan usaha dalam masyarakat;
5. Ada peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera
tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Pentingnya administrasi publik bagi kehidupan manusia ditambah
kompleksnya kebutuhannya, bentuk pelayanan yang diperlukan tentunya akan
lebih banyak. Pelayanan tersebut dapat berupa kombinasi dari pelayanan lisan,
pelayanan melalui tulisan, dan pelayanan melalui perbuatan. Di samping itu, pola
pelayanan lain yang diharapkan dalam etika administrasi publik adalah pelayanan
yang menukik pada penekatan deontologi, yaitu pelayanan yang mendasarkan diri
pada prinsip-prinsip nilai moral yang harus ditegakkan karena kebenaran yang ada
dalam dirinya dan tidak terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan
yang diambil. Apabila hal ini melekat dalam diri pejabat public dan masyarakat,
maka birokrasi patut menjadi teladan. Mereka tidak melakukan sesuatu yang
merugikan Negara dan masyarakat, misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dengan demikian, etika administrasi publik memang sangat diperlukan,
karena etika tersebut kini mulai luntur oleh perbuatan para pelayan masyarakat
yang kurang menjunjung kode etik pelayanan masyarakat. Sangat disayangkan
jika kesalahan dalam pelayanan karena etika yang diterapkan aparatur pemerintah
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Berikanlah penghargaan jika
13
aparatur melakukan tindakan yang sesuai dan berikanlah sanksi yang tegas
kepada pelanggar etika. Diharapkan dengan adanya tindakkan tersebut para
pelayan masyarakat termotivasi untuk mengetahui etika pelayanan masyarakat
yang baik dan benar sehingga tidakannya dapat sesuai dengan kode etik dan
kehendak masyarakat (publik).
14
2.2 Good Governance
2.2.1 Definisi
Menurut bahasa Good Governance berasal dari dua kata yang diambil dari
bahasa inggris yaitu Good yang berarti baik, dan governance yang berarti tata
pemerintahan. Dari pengertian tersebut good governance dapat diartikan sebagai
tata pemerintahan yang baik, atau pengelolaan/ penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik.
Good governance didefinisikan sebagai suatu kesepakatan menyangkut
pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan
swasta untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik secara umum.
Arti good dalam good governance mengandung pengertian nilai yang menjunjung
tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang
efektif dan efisien. Governance (tata pemerintahan) mencakup seluruh
mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik sangat tergantung dari
ketiga lembaga yang menyusun governance tersebut yaitu pemerintah
(government), dunia usaha (swasta), dan masyarakat. Ketiga domain itu harus
saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga lembaga ini harus
menjaga kesinergian dalam rangka mencapai tujuan, karena ketiga domain ini
merupakan sebuah sistem yang saling ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan.
Ada kaitan erat antara governance (tata pemerintahan) dengan government
(pemerintah), dimana government (pemerintah) lebih berkaitan dengan lembaga
yang mengemban fungsi pemerintah dan mengemban fungsi mengelola
administrasi pemerintahan. Tata pemerintahan (governance) lebih
menggambarkan pada pola hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen yang ada.
Dengan demikian cakupan tata pemerintahan (governance) lebih luas
dibandingkan dengan pemerintah (government), karena unsur yang terlibat dalam
tata pemerintahan mencakup semuakelembagaan yang didalamnya ada unsur
pemerintah (government).
15
Hubungan antara pemerintah dengan tata pemerintahan bisa diibaratkan
hubungan antara rumput dengan padi. Jika hanya rumput yang ditanam, maka
padi tidak akan tumbuh. Tapi kalau padi yang ditanam, maka rumput dengan
sendirinya akan turut tumbuh. Jika kita hanya ingin menciptakan pemerintah
(government) yang baik, maka tata pemerintahan (Governance) yang baik tidak
tumbuh. Tapi jika menciptakan Tata pemerintahan (Governance) yang baik, maka
pemerintah (Government) yang baik juga akan tercipta.
Lembaga yang kedua yaitu dunia usaha (swasta) yang mampu
mempengaruhi atau menunjang terbentuknya pemerintahan yang baik. Dunia
usaha berperan dalam meningkatkan nilai pertumbuhan ekonomi dalam suatu
negara, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dunia usaha maka semakin maju
juga perekonomian negara. Sedangkan peran negara disini sebagai pengontrol
pihak swasta agar tidak semaunya sendiri dalam melakukan kebijakan-kebijakan.
Misalnya pemerintah menetapkan nilai jual terendah dan tertinggi suatu barang
tertentu.
Masyarakat sebagai lembaga ketiga sangat berpengaruh dalam konsep
good government ini, karena masyarakat adalah indikasi yang paling nyata untuk
mengetahui apakah suatu negara itu sejahtera atau tidak. Masyarakat berperan
sebagai pengontrol pemerintah apabila terjadi penyelewengan-penyelewengan
dalam melaksanakan pemerintahanyya. Sedangkan pemerintah harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Misalnya
pembangunan fasilitas-fasilitas umum dan kebijakan-kebijakan yang lainnya,
yang berhubungan dengan kepentingan umum.
Hubungan antara dunia usaha dengan masyarakat dapat dilihat dari
aktivitas pasar, dimana disitu saling ketergantunagan antara keduanya. Dunia
usaha membutuhkan konsumen (masyarakat) untuk tetap dapat melangsungkan
dan mengembangkan usahanya. Begitu juga dengan masyarakat sangat tergantung
dengan dunia usaha untuk dapat melangsungkan dan memenuhi kebutuhannya.
Semua lembaga-lembaga pembentuk governance saling terkait antara yang satu
dengan yang lainnya. Apabila ada salah satu yang tidak melaksanakan perannya
dengan baik maka good governance sulit untuk diwujudkan.
16
Citra pemerintahan buruk yang di tandai dengan saratnya tindakan korupsi,
kolusi dan nepotisme ( KKN ) telah melahirkan sebuah fase sejarah politik
bangasa indonesia dengan semangat reformasi. Istilah Good Governance secara
berangsur menjadi populer baik di kalangan pemerintahan, swasta maupun
masyarakat secara umum. Di Indonesia, istilah ini secara umum di terjemahkan
dengan pemerintahan yang baik.
Konsep pemerintahan terus berkembang sejalan dengan perkembangan
kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam perkembangan penyelanggaraan
pemerintahan, saat sekarang di kembangkan suatu bingkai baru penyelenggaraan
pemerintahan yang di sebut good governance. Sebagai suatu konsep yang banyak
di populerkan pada era 1990-an, good governance di artikan dan di definisikan
secara beraneka ragam. Ada yang menghubungkannya dengan pelaksanaan hak
asasi manusia dan ada pula yang melihatnya sebagai bagian dari prasyarat
pembangunan berkelanjutan. Namun suatu hal yang mendasar, good governance
hanya akan di jumpai pada system politik yang bersifat demokaratis.
Rodhes (1996, 653) menyatakan bahwa governance menegaskan suatu
perubahan dalam makna pemerintahan, yang menunjukkan suatu proses
pemerintahan yang baru atau suatu kondisi yang berubah dari penguasaan yang
tertata atau metode baru dengan mana masyarakat di perintah. Levefre (1998)
menyatakan bahwa governance memaparkan sistem aktor dan bentuk baru
tindakan publik yang di dasarkan pada fleksibilitas, kemitraan, dan partisipasi
sukarela. Istilah Good Governance pertama kali di populerkan oleh lembaga dana
international, seperti Word Bank, UNDP dan IMF karena berpandangan bahwa
setiap bantuan international untuk pembangunan negara-negara di dunia, terutama
negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance di negara
sasaran tersebut. Good Governance dapat di artikan sebagai tindakan atau tingkah
laku yang di didasarkan kepada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan. Dengan
demikian ranah Good Governance tidak terbatas kepada negara dan birokrasi
pemerintahan saja, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang di presentasikan
oleh organisasi non-pemerintah sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan
juga sektor swasta. Singkatnya, tujuan terhadap Good Governance tidak
selayaknya hanya di tujukan kepada penyelanggara negara atau pemerintahan,
17
melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan yang
secara getol dan bersemangat menurut penyelenggaran Good governance pada
negara.
Sisi lain memaknai Good Governance sebagai penerjemahan konkrit dari
Demokrasi. Tegasnya, menurut taylor, Good Governance adalah pemerintahan
demokratis seperti yang di praktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di
Eropa Barat dan Amerika misalnya. Demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahan di anggap sebagai suatu sistem pemerintahan yang baik karena
paling merefleksikan sifat-sifat Good Governance yang secara normatif di tuntut
kehadirannya bagi suksesnya suatu bantuan badan-badan Dunia. Ia merupakan
alternatif dari sistem pemerintahan yang lain seperti totalitarinisme komunis atau
militer yang sempat populer di negara-negara dunia ketiga di masa perang dingin.
18
Sehingga mereka mampu memberikan dampak yang besar kepada
masyarakat.
3. Membangun birokrasi yang bekerja transparan
Tujuan yang ketiga dari good governance adalah membangun birokrasi yang
transparan, sehingga tidak ada yang ditutupi. Namun, pada aspek tertentu
tetap melindungi informasi yang sifatnya rahasia dan bukan untuk
dikonsumsi public.
4. Menciptakan birokrasi yang melayani masyarakat
Pemerintah bersama jajarannya pada dasarnya bertujuan untuk melayani
segala keperluan masyarakat. Mulai dari pembuatan KTP, NPWP,
Pemasangan Listrik, dan lain sebagainya.
Semua layanan yang disediakan pemerintah harapannya bisa diakses dengan
mudah oleh masyarakat. Maka membangun pemerintahan yang baik
bertujuan untuk membuat birokrasi memiliki kamampuan melayani
masyarakat dengan prima.
5. Menciptakan birokrasi yang akuntable
Tujuan terakhir adalah menciptakan atau membangun birokrasi yang
akuntable. Yakni memiliki tanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukan. Sehingga tidak pernah mencari kambing hitam atas kesalahan
yang dilakukan.
19
4. Pemerintah mampu menerima dan menampung setiap keluhan maupun kritik
yang disampaikan masyarakat, kemudian mencoba mengatasi keluhan
tersebut satu per satu dengan baik.
5. Memiliki visi yang strategis sehingga untuk membangun pemerintahan yang
baik bisa lebih mudah, cepat dan juga tepat.
6. Memberikan perhatian kepada masyarakat yang kondisinya memang tidak
berkecukupan dan paling lemah.
21
kerja sama yang terjalin dengan baik tersebut, segala kegiatan administrasi
antara masyarakat dengan pemerintah dan proses pelayanan pemerintah
terhadap masyarakat akan berjalan dengan lancar dan sehat sehingga Good
Governance dapat tercapai.
6. Komunikasi
Faktor pendukung keberhasilan Good Governance yang terakhir adalah
komunikasi. Saat komunikasi antara pemerintahan dengan masyarakat terjalin
dengan baik dan lancar, maka good governance akan mudah dicapai. Seperti
contoh saat masyarakat menyampaikan responnya terhadap pelayanan
pemerintah yang baik, maka pihak pemerintah aau administrator akan lebih
semangat bekerja dengan sangat baik karena apresiasi tersebut, begitu juga
dengan keluhan. Saat masyarakat menyampaikan keluhannya tentang
pelayanan pemerintah tyang dirasa kurang baik, maka hal tersebut akan
menjadi evaluasi untuk pemerintah sendiri agar dapat memperbaiki kesalahan
tersebut dan menjadi lebih baik kedepannya. Selain itu, dengan adanya
komunikasi yang baik, diharapkan pemerintah dapat memberikan
transparasinya terhadap masyarakat tentang pelayanan publik yang mereka
berikan dengan begitu akan timbul kepercayaan dari masyarakat dan
pemerintahan akan dianggap cukup baik dan mencapai good governance.
24
dan kepentingan publik. Ini menjadi salah satu sebab utama mengapa
Goodgovernance mendapatnya relevansinya di Indonesia.
e. Perwujudan nilai demokrasi. Negara indonesia menganut paham Demokrasi
pancasila sebagai falsafah hidup bernegara. Goodgovernance mampu
merefleksikan nilai-nilai demokrasi karena dalam konsep goodgovernance
pada dasarnya menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara, baik
di tingkat pusat maupun daerah sektor swasta dan msyarakat madani.
f. Terselenggarahnya good governance merupakan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa
dan negara.
g. Pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang dirumuskan
bersama oleh pemerintah dan komponen masyarakat.
26
6. Orientasi konsensus/kesepakatan
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.
7. Kesetaraan keadilan (equity)
Proses pengelolaan pemerintah harus memberikan peluang,
kesempatan, pelayanan yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan.
Tidak seorang atau sekelompok orangpun yang teraniaya dan tidak
memperoleh apa yang menjadi haknya. Pola pengelolaan pemerintah seperti
ini akan memperoleh legitimasi yang kuat dari public dan akan memperoleh
dukungan serta partisipasi yang baik dari rakyat.
8. Efektivitas (effectiveness) dan efesiensi (efficiency)
Pemerintahan yang baik juga harus memenuhi kriteria efektuvitas dan
efesiensi, yakni berdayaguna dan berhasilguna. Kriteria efektivitas biasanya
di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya
kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial.
Sedangkan efesiensi biasanya di ukur dengan rasionalitas biaya pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
9. Visi strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka
perwujudan goodgovernance, karena perubahan dunia dengan kemajuan
teknologinya yang begitu cepat.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdhul, Yusuf. (2022). Good Governance: Pengertian, Prinsip dan Faktor Kunci.
[Online],
https://penerbitbukudeepublish.com/cara-jualan-di-instagram/amp/.
Diakses pada 6 Juni 2022.
Wati, F.F., Setiawan, A.R., Waroka, R., Widjayanti, H., Darwis, R. (2014). Good
Governance. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Dr. LELY INDAH MINDARTI, M.Si, (2016). Good Governance: Etika
Administrasi Publik. Malang: Universitas Islam Malang.
30