Dosen Pengampu :
Oscar Radyan Danar, S.AP.,M.AP., Ph.D
Disusun Oleh :
Agung Darmawan 175030101111001
KELAS B
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik di Indonesia” dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Makalah ini ditulis sebagai pemenuhan tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Teori
Governance dan juga sebagai literatur atau bacaan untuk mahasiswa dan masyarakat pada
umumnya yang ingin mengetahui penjelasan lebih spesifik mengenai penerapan prinsip-prinsip
good governance. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis mengucapkan terimakasih kepada Oscar Radyan Danar, S.AP.,M.AP., Ph.D
selaku dosen mata kuliah Teori Governance yang telah memberikan bimbingan dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk evaluasi dalam penulisan makalah-makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa memberi pengetahuan baru bagi
siapapun yang membutuhkan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang mendukung terselesaikannya makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengembangkan nilai-nilai good governance dalam keseluruhan aspek kegiatan tata kelola
pemerintahan. Dengan melakukan pembaharuan pelayanan publik akan berimplikasi luas
terhadap perubahan aspek-aspek pemerintahan lainnya. Maka dari itulah, perubahan pada
pelayanan publik menjadi menjadi awal titik masuk sekaligus motor penggerak utama dalam
mendorong penerapan praktik good governance di Indonesia.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
membawa ke-otoriteran pemerintah dalam kekuasan negara. Apabila didominasi oleh kekuatan
masyarakat (civil society), maka kondisi kehidupan negara akan kacau, berantakan, dan
government-less sehingga perkembangan negara tanpa arah yang jelas. Dan apabila peran
didominasi oleh sektor swasta, maka niscaya akan tumbuhnya kaum kapitalis yang akan
mengendalikan pemerintahan dan mempengaruhi kehidupan negara. Maka yang paling ideal
adalah ketiganya memiliki peran yang seimbang dan saling mempengaruhi antara satu sama
lain, sehingga tata kelola pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan seimbang.
4
Dalam praktiknya good governance menjadi perantara kepentingan stakeholders yang
berbeda untuk mendapatkan pilihan kepentingan (jalan tengah) yang lebih luas dalam hal
penentuan kebijakan maupun prosedur dalam tata kelola pemerintahan.
7. Aturan Hukum (Rule of Law)
Pemerintahan yang baik setidaknya memiliki karakteristik atas jaminan hukum dan
keadilan masyarakat terhadap keputusan kebijakan yang dipilih.
8. Kesetaraan dan inklusif
Semua elemen masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mendapatkan pelayanan tanpa pengecualian.
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Para stakeholders harus memiliki perspektif good governance dan pengembangan secara
luas dan jauh ke depan, sejalan dengan apa yang diperlukan dalam proses pembangunan
secara berkelajutan.
5
5) Dapat disimpan sebagai berang persediaan.
6) Dapat terjadi perpindahan kepemilikan.
b. Pelayanan Jasa, memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Sesuatu yang tidak berwujud, karena berupa proses atau kegiatan.
2) Bersifat heterogen, karena satu bentuk pelayanan belum tentu sama dengan pelayanan
orang lain.
3) Proses produk dan distribusi dilakukan bersamaan pada saat dikonsumsi.
4) Pembeli/pengguna layanan terlibat dalam proses produksi.
5) Tidak dapat disimpan.
6) Tidak ada terjadinya perpindahan kepemilikan.
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
ukur penilainnya adalah dapat berupa pelayanan publik yang adil, responsif, transparan,
akuntabel, efektif dan efisien, serta partisipatif.
Ketiga, dalam pelayanan publik melibatkan kepentingan semua elemen governance,
yaitu pemerintah, masyarakat dan pasar (swasta). Baik atau buruknya pelayanan yang diberikan
pemerintah nantinya akan mempengaruhi kepuasan masyarakat sebagai customer. Selama ini
masyarakat hanya terpaksa menggunakan layanan publik yang diberikan oleh pemerintah
meskipun kualitasnya buruk, dikarenakan tidak ada pilihan lagi. Kemudian swasta sebagai
salah satu pengguna layanan pemerintah, juga turut merasakan dampaknya. Kita tahu bahwa
pelayanan dalam hal yang berkaitan dengan bisnis dan investasi sangatlah buruk. Apabila
pelayanan publik yang diberikan pemerintah sudah baik dan berwawasan good governance,
nantinya akan membantu mempermudah berkembangnya sektor swasta di Indonesia. Misalnya
dalam urusan perizinan usaha, kebijakan investasi, dan sebagainya. Keberadaan mereka sangat
penting karena sektor swasta sangat mempengaruhi sumber daya ekonomi yang merupakan
salah satu modal untuk Indonesia dalam mereformasi pelayanan publik.
Maka dengan demikian upaya pengembangan praktik governance di Indonesia akan
mendapat dukungan dari berbagai elemen. Dukungan sangatlah penting untuk menentukan
keberhasilan dalam upaya membangun good governance di Indonesia.
8
Transparansi menjadi satu ukuran penting dari implementasi good governance, karena
memiliki keterkaitan erat dengan nilai good governance lainnya yaitu partisipasi dan
akuntabilitas. Jika pemerintah tidak transparan bagaimana bisa mewujudkan prinsip akuntabel,
karena penilaian apakah pemerintah akuntabel atau tidak tergantung dari keterbukaan
informasi yang diberikan. Selain itu untuk dapat menerapkan prinsip partisipatif, pemerintah
juga dituntut untuk transparan karena masyarakat atau stakeholders lainnya perlu mengetahui
hal-hal terkait pelayanan publik. Jika pemerintah bersikap tidak transparan, tentunya
stakeholders akan kesulitan untuk mendapatkan informasi terkait apa peran mereka, bagaimana
hak dan kewajiban mereka, dan bagimana aturan main berpartisipasinya. (Dwiyanto, 2014)
Untuk dapat mengukur tingkat transparansi pelayanan publik, Dwiyanto (2014)
menentukan tiga indikator untuk mengukur tingkat transparansi pelayanan publik. 1) Tingkat
keterbukaan informasi mengenai proses penyelenggaraan pelayanan publik. Tingkat
keterbukaannya meliputi informasi seluruh proses pelayanan publik yang didalamnya terkait
persyaratan, prosedur, biaya, mekanisme yang dibutuhkan dalam suatu pelayanan publik. 2)
Seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan yang dapat dipahami oleh pengguna
pelayanan. Misalnya, kejelasan terkait persyaratan, prosedur, dan mekanisme pelayanan.
Karena banyak prosedur dalam pelayanan yang sulit dijelaskan dan diterima oleh para
pengguna layanan. 3) Kemudahan dalam memperoleh informasi terkait berbagai aspek
penyelenggaraan pelayanan publik. Seberapa tingkat kemudahan pengguna layanan dalam
mendapat informasi, jika semakin mudah maka tingkat transparansi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik semakin tinggi.
9
pertanggungjawaban atas setiap kebijakan, tindakan dan pelayanan publik yang telah
dilaksanakan. Sedangkan akuntabilitas eksplisit adalah pertangungjawaban pemerintah
(seorang pejabat atau pegawai pemerintah) untuk menanggung dan menjawab kosekuensi dari
cara-cara yang mereka gunakan dalam melaksanakan tugasnya.
Birokrasi pemerintahan seringkali dikaitkan dengan kasus KKN. Kasus KKN di
birokrasi pemerintahan sudah menjamur ke berbagai aspek pemerintahan, khususnya aspek
pelayanan publik. Salah satu faktor penyebab dari menjamurnya kasus KKN di lingkungan
pemerintahan adalah rendahnya tingkat akuntabilitas lembaga publik. Hasil penelitian pada
tahun 2004 yang dikutip dari Kumorotomo (2014), menyatakan bahwa lembaga/institusi di
Indonesia yang tingkat korupsinya paling tinggi adalah 1) Bea Cukai dengan tingkat korupsi
sebesar 62%, 2) Kepolisian, 3) TNI, dan 4) Lembaga Peradilan. Hal ini semakin menunjukkan
kondisi lembaga pelayanan publik yang semakin memprihatinkan. Maka dari itu good
governance menuntut untuk adanya pemerintahan yang akuntabel.
Sebagai suatu nilai good governance yang harus diterapkan, maka untuk mewujudkan
pelayanan publik yang akuntabel, dapat dilakukan melalui beberapa strategi, yaitu:
(Kumorotomo, 2014)
1) Penerapan merit sistem terhadap kinerja sektor publik
Permasalahan yang sering dijumpai pada birokrasi publik adalah penempatan jabatan
seseorang yang tidak berdasarkan pada kemampuan/kompetensinya. Inilah yang menjadi
salah satu penyebab dari ketidakmaksimalnya kualitas pelayanan publik yang diberikan.
Maka dari itu, diperlukannya pembaharuan terhadap sistem kerja sektor publik. Birokrasi
publik perlu menerapkan sistem yang objektif, berdasarkan kinerja pegawai yang telah
dicapai. Capaian itu dapat ditukar dengan imbalan/remunerasi, seperti tunjangan,
insentif, atau imbalan lainnya. Sehingga dengan ada bentuk reward tersebut, dapat
membangun semangat para birokrat untuk memberikan pelayanan secara maksimal.
2) Memberantas budaya paternalistik
Budaya paternalistik merupakan tindakan yang membatasi hak kebebasan seseorang atau
kelompok untuk demi kebaikannya sendiri. Misalnya, memprioritaskan pelayanan
kepada kawan atau kerabat. Budaya ini sudah menjadi salah satu ciri khas dari organisasi
sektor publik. Maka diperlukannya upaya untuk memerangi budaya paternalistik, agar
pelayanan publik dapat berlangsung secara adil dan setara bagi siapaun.
3) Pelayanan yang berorientasi pada pengguna pelayanan
Strategi ini diadopsi melalui organisasi swasta, dimana sistem pelayanannya selalu
mementingkan pelanggan. Penilaian pelanggan menjadi salah satu evaluasi terhadap
10
pelaksanaan pelayanan. Maka demikian pula dengan organisasi sektor publik yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayan publik dituntut untuk mampu
berorientasi kepada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan mereka.
4) Penegakkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan publik
Seringkali birokrasi pelayanan publik tidak memperhatikan aspek efektivitas dan
efisiensi, yang terpenting adalah tujuan dari kegiatannya dapat terlaksana. Dalam aspek
ini, akuntabilitas pelayanan publik dapat ditingkatkan jika mengutamakan prinsip
efektivitas dan efisiensi.
5) Melakukan perampingan struktur organisasi
Organisasi sektor publik sering diidentifikasikan sebagai organisasi kaya akan struktur,
sehingingga seringkali terjadi tumpang tindih tugas dan fungsinya, kewenangan yang
bias, pelemparan kewenangan. Inilah yang menyebabkan pemborosan dalam birokrasi
publik. Sehingga diperlukannya reformasi terhadap struktur organisasi agar terwujudnya
organisasi yang minim struktur namun kaya akan fungsi. Sehingga tidak lagi terjadinya
pemborosan.
6) Adanya delegasi kewenangan yang bertanggungjawab
Permasalahan umum yang terjadi di Indonesia adalah terhambatnya proses pelayanan
dikarenakan kendala dari pimpinan lembaga. Misalnya seseorang ingin mengajukan
permohonan pembuatan KTP namun terhambat karena permohonan KTP tersebut harus
ditandatangani oleh camat secara langsung, sehingga hal ini menyebabkan terhambatnya
proses pelayanan dan tentunya sangat tidak efektif dan efisien karena orang tersebut
harus berusaha ekstra untuk mendapat tanda tangan hanya untuk permohonan pembuatan
KTP. Solusinya adalah diperlukannya pendelegasian kewenangan dan diskresi terhadap
kewenangan yang dirasa tidak terlalu urgent, sehingga proses pelayanan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien bagi pihak birokrat publik maupun bagi pengguna pelayanan
itu sendiri.
Dengan adanya strategi tersebut, nantinya dapat diterapkan dan dapat meningkatkan
akuntabilitas pelayanan publik di Indonesia. Akuntabilitas memiliki implikasi terhadap aspek
transparansi dan partisipatif dalam penerapan good governance, sekaligus sebagai landasan
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
11
distributif, hingga publik servis. Namun dengan adanya pergeseran paradigma government
menjadi governance telah merubah pandangan keotoriteran pemerintah menjadi demokratif.
Bahwa memang seharusnya pemerintahan yang baik diciptakan dengan kerjasama antar
elemen, yaitu pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Dengan adanya paradigma baru, membuat terjadinya pergeseran peran penyelenggara
pelayanan publik. Dimana peran tersebut diserahkan kepada swasta karena dianggap dapat
menjalankan secara lebih efisien. Maka peran pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan
publik menjadi sangat minim hanya sebatas pembuat regulasi dan pengawas atas kinerja sektor
swasta. Misalnya dalam beberapa kasus
Sejatinya dalam konsep governance, masyarakat tidak hanya berperan sebagai
pelanggan/pengguna pelayanan publik (customer), melainkan masyarakat sekaligus pemilik
(owner) atas tata kelola pemerintahan tersebut. Maka dari itu, masyarakat sejak awal harus
dilibatkan dalam perumusan pelayanan publik.
Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dalam pelayanan publik,
dianataranya adalah :
1) Membuka wadah untuk kritik dan saran bagi pemerintah yang dapat dilakukan melalui
telepon, komentar online (website), tulisan surat, dan media lainnya.
2) Menguatkan peran DPR/DPRD sebagai wadah aspirasi masyarakat.
3) Membentuk forum dan tim khusus untuk membantu masyarakat dalam menyampaikan
aspirasinya dengan skala yang lebih luas.
4) Membentuk program kemitraan dengan elemen masyarakat untuk melakukan
pendekatan dan mencari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
5) Melakukan survei terhadap kualitas pelayanan publik dan menjaring aspirasi masyarakat.
Dengan adanya partisipasi publik dalam penyediaan pelayanan publik sangatlah
mempengaruhi terhadap tingkat kualitas pelayanan publik. Adanya partisipasi masyarakat dari
awal perumusan bentuk dan macam pelayanan publik yang dibutukan, diharapkan dapat sesuai
dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik.
12
memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat serta mewudjukannya dengan hasil yang
memuaskan. Responsivitas dalam pelayanan publik dapat dinilai melalui:
1) Kemampuan untuk menciptakan sistem pelayanan publik yang efektif dan efisien yang
tidak bersifat birokratis.
2) Dapat memenuhi kebutuhan pengguna layanan (masyarakat) serta dapat menyelesaikan
segala permasalahan yang terjadi secara menyeluruh
Seringkali pelayanan di Indonesia kurang memenuhi dengan apa yang diinginkan
masyarakat, dikarenakan penyelenggara pelayanan publik hanya merencanakan pelayanan
tanpa melihat aspirasi (berupa kebutuhan, keinginan, keluuhan) dari masyarakat. Hal inilah
yang menyebabkan pelayanan publik sering tidak tepat sasaran. Selain itu, penyebab rendahnya
tingkat resposivitas birokrasi pelayanan publik di Indonesia diantaranya adalah 1) Rendahnya
komitmen dari birokrat itu sendiri untuk dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang
responsif, 2) Buruknya budaya organisasi dan motivasi semangat kerja di birokrasi pelayanan
publik, 3) Lemahnya kode etik pelayanan dan sanksi yang memberatkan, dan 4) Kurang
memadainya sarana dan prasana untuk menunjang pelayanan publik yang responsif.
Pelayanan yang responsif adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan target
pengguna layanan. Kesigapan penyelenggara pelayanan dalam merespon kebutuhan dan
keinginan masyarakat sangatlah dibutuhkan. Untuk meningkatkan responsivitas tersebut dapat
dilakukannya beberapa strategi yaitu; menerapkan startegi Know Your Customer (KYC) dan
penerapan citizen’s charter. (Subarsono, 2014)
a. Strategi Know Your Customer (KYC)
Strategi know your customer/KYC yang diadopsi dari konsep pendekatan perbankan,
merupakan sebuah konsep pendekatan terhadap customer bertujuan untuk mengenali
customer. Dalam konteks pelayanan publik, KYC dapat digunakan untuk mengenali
kebutuhan dan keinginan publik sebelum menentukan jenis pelayanan yang akan
diberikan kepada pengguna. Untuk dapat mengetahui kebutuhan dan keingin publik
dapat dilakukan beberapa metode, yaitu 1) melalui survei dengan menyiapkan daftar
pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat, 2)
melalui wawancara, dan 3) melalui observasi.
b. Penerapan Citizen’s Charter
Citizen charter atau piagam warga merupakan bentuk kontrak pelayanan antara birokrasi
pelayanan publik dan pengguna pelayanan publik yang bertujuan untuk menjamin
kualitas dari pelaksanaan pelayanan publik. Dalam kontrak tersebut disepakati hak dan
kewajiban pengguna pelayanan secara jelas, berisi prosedur pelaksanaan, informasi
13
terkait pelayanan, misalnya biaya, waktu, persyaratan dan sebagainya. Sehingga dalam
kontrak pelayanan tersebut dapat diketahui juga pelayanan publik yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pengguna pelayanan.
14
3) Menyiapkan SDM pegawai yang memiliki wawasan teknologi agar sebanding dengan
pembaharuan sistem pelayanannya, sehingga mampu untuk beradaptasi dengan sistem
pelayanan yang baru.
4) Menghapuskan budaya paternalisme dalam birokrasi pelayanan. Kasus-kasus seperti
inilah yang menjadi penghambat dalam mewujudkan pelayanan publik yang efektif dan
efisien, sehingga perlu untuk diberantas dari birokrasi pelayanan.
15
masih berstatus sebagai PNS namun menjadi anggota atau pengurus partai sanksinya
adalah diberhentikan dengan tidak hormat.
3) Menegakkan Penerapan Kode Etik
Tujuan diberlakukannya kode etik dalam birokasi pelayanan publik adalah untuk
memberikan sanksi kepada birokrat pelayanan yang terbukti melakukan diskriminasi
terhadap pengguna pelayanan, serta melakukan pelanggaran lainnya. Saat ini adanya
kode etik hanya sebagai aturan belaka, dan tidak sepenuhnya diterapkan. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya kontrol dari berbagai stakeholders terkait. Maka dengan itu
perlunya penegakan kode etik untuk dapat mewujudkan pelayanan yang netral dan non
partisan.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Praktik good governance di Indonesia sudah berjalan kurang lebih dua dekade, namun
masih saja dalam penerpannya belum menhasilkan perkembangan yang diharapkan.
Pemerintah masih mengalami kendala sehingga implementasi good governance di Indonesia
masih terhambat. Kendalanya diantaranya adalah, 1) good governance memiliki dimensi yang
luas sehingga dalam penerapannya diperlukan perubahan terhadap segala aspek-aspek
pemerintahan. 2) kondisi keragaman di Indonesia menyebabkan kompleksitas terjadinya
permasalahan. 3) rendahnya tingkat komitmen dari berbagai stakeholders dalam pelaksanaan
good governance di Indonesia.
Untuk itu pemerintah harus merumuskan strategi yang dapat digunakan untuk
memperbaiki dan mengembangkan praktik good governance di Indonesia, yaitu dengan
menerapkan nilai-nilai good governance melaui pelayanan publik di Indonesia. Alasan yang
mendasari pengembangan praktik good governance melalui pelayanan publik dikarenakan
mudahnya untuk menentukan indikator keberhasilanya, yakni apabila pelayanan publik
berjalan secara transparan, akuntabel, partisipatif, responsif, efektif dan efisien serta
berkeadilan, maka praktiknya dapat dikatakan berhasil.
. Meskipun pada kenyataanya tingkat kualitas pelayanan publik di Indonesia masih
dikatakan rendah, namun apabila benar dapat terwujudnya perbaikan pelayanan publik dengan
melalui nilai-nilai good governance akan berimplikasiasi terhadap aspek pemeritahan lainnya.
Selain itu, dengan adanya perbaikan tingkat pelayanan publik dan aspek pemerintahan lainnya
akan menjadi harapan baru bagi bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
18