Anda di halaman 1dari 4

Derita Perempuan dan Generasi Dibalik Meningkatnya Indeks Pembangunan Gender

Oleh: Harne Tsabbita (Aktivis Muslimah)

IPG adalah singkatan dari Indeks Pembangunan Gender. IPG merupakan indikator yang
menggambarkan perbandingan (rasio) capaian antara IPM Perempuan dengan IPM Laki-laki.
Penghitungan IPG mengacu pada metodologi yang digunakan oleh UNDP dalam menghitung
Gender Development Index (GDI) dan Human Development Indeks (HDI) pada tahun 2010.
Semakin kecil jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin setara pembangunan antara
perempuan dengan laki-laki. Namun semakin besar jarak angka IPG dengan nilai 100, maka
semakin besar perbedaan capaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki. Angka 100
adalah standar untuk menginterpretasikan angka IPG, karena 100 menggambarkan rasio
perbandingan yang paling sempurna. (tanjabtimkab.bps.go.id)

Berkaitan dengan hal itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KemenPPPA), Lenny N Rosalin mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan pada Indeks
Pembangunan Gender pada tahun 2023. Beliau mengatakan bahwa: "Perempuan semakin
berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki
posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya
keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks
Pemberdayaan Gender." Beliau mengatakan perempuan berdaya akan menjadi landasan yang
kuat dalam pembangunan bangsa. (antaranews.com)

Namun pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan, apakah dengan meningkatnya


IPG mampu menjamin kehidupan perempuan menjadi lebih baik?

Perempuan Berdaya dalam Paradigma Kapitalis Adalah Batil

Kapitalis telah keliru dalam memandang perempuan yang berdaya dalam kehidupannya.
Mereka menganggap bahwa perempuan yang berdaya hanya dipandang dari segi materi dan
bernilai ekonomi. Artinya perempuan harus mampu terlibat menjadi pelaku ekonomi. Sehingga
perempuan berdaya akan dipandang produktif karena mampu menghasilkan materi dan
berperan sebagai pembangunan ekonomi.

Hal itu wajar jika dianggap dengan meningkatnya IPG, perempuan menjadi lebih berdaya.
Sebab tolok ukur keberhasilan perempuan hanya terlihat dari perannya dalam kehidupan
publik, yakni dengan memiliki kedudukan. Seperti menjadi anggota legislatif, eksekutif atau
pemimpin organisasi/lembaga.
Oleh karena itu bisa kita artikan bahwa dalam paradigma kapitalisme perempuan harus mampu
hidup mandiri, bekerja menghasilkan uang dan memiliki karier dalam segala bidang. Meskipun
harus mengkerdilkan peran domestiknya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sebab
mereka memandang sekedar menjadi ibu rumah tangga saja itu tidak mampu menghasilkan
uang sebagaimana pandangan mereka.

Derita Perempuan Hari ini

Bukankah fakta yang terjadi hari ini dengan seiring meningkatnya Indeks Pembangunan Gender
justru semakin meningkat pula penderitaan yang dirasakan perempuan? Sebab hari ini semakin
tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual dan lainnya menjadi bukti perempuan
menderita.

Berdasarkan data statistik pada tahun 2022 terkait angka perceraian, terdapat 516.344 kasus
perceraian terjadi. Sebanyak 388.358 kasus karena gugatan istri dan sebanyak 127.986 kasus
karena talak suami. Dengan faktor terbesar adalah akibat pertengkaran dan perselisihan, yakni
sebanyak 284.169 kasus atau setara dengan 63,41% dari total faktor penyebab perceraian di
Indonesia. Sementara kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi karena alasan permasalahan
ekonomi, salah satu pihak meninggalkan, poligami, hingga kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).

Dari tinggi nya kasus perceraian ini bila kita cermati akan semakin bertambah nya tanggung-
jawab perempuan. Sebab akibat perceraian sudah pasti akan menjadikan perempuan
menanggung sendiri perekonomian keluarga dan pendidikan anak-anak. Hal ini justru akan
semakin menambah tekanan psikis terhadap perempuan bahkan anak-anak nya.

Berikut juga terkait kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Semakin hari kasusnya
semakin mengerikan. Tak jarang kasus kekerasan ini berujung pada kemarin. Berdasarkan data
dari Simfoni-PPA tercatat sebanyak 29.883 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. Sebanyak
26.161 kasus terjadi pada perempuan. Artinya ada 79,9% kasusnya dialami oleh perempuan.
Dari situ ada sebanyak 58,5% terjadi kekerasan di rumah tangga dengan korban perempuan.
Dan 13.156 kasus merupakan kekerasan seksual.

Sungguh miris apa yang kita saksikan hari ini. Kenaikan Indeks Pembangunan Gender justru
tidak berdampak kebaikan pada kondisi perempuan hari ini. Justru perempuan berada pada
level yang tidak terjaga kehormatan dan kemuliaannya. Sebagaimana kasus KDRT itu terjadi
kebanyakan dilandasi faktor kecemburuan, ekonomi, sakit hati dan gelap mata karena emosi
yang tidak terkontrol.
Belum lagi sistem kapitalisme-sekularisme yang diterapkan hari ini gagal menjamin keamanan
hidup dan kesejahteraan masyarakat. Termasuk menjaga kaum perempuan agar tetap pada
fitrahnya. Lagi-lagi sistem yang bobrok ini seakan telah mematikan rasa manusiawi. Sebab
karena besarnya tekanan hidup telah menjadikan manusia lemah dalam mengontrol diri
bahkan nyawa manusia pun tidak berharga lagi.

Itu dari satu sisi, di sisi lain kita bisa menyaksikan bagaimana kehidupan generasi hari ini.
Mereka pun sebagai korban dari kerusakan yang diciptakan oleh sistem Kapitalisme-
sekularisme hari ini. Sebab dengan kehidupan yang serba bebas hari ini telah menjadi generasi
muda jauh dari Islam. Gaya hidup mereka yang justru menganggap biasa pacaran, berzina dan
aborsi semakin menambah runyamnya penderitaan perempuan dan generasi hari ini.

Bila demikian yang terjadi, apakah tepat jika solusi yang diberikan adalah dengan mendorong
perempuan untuk bekerja? Bukankah banyaknya penderitaan yang dialami perempuan hari ini
akibat peran dan fungsi strategis perempuan --sebagai ibu dan pengatur rumah tangga--
terabaikan? Maka solusi yang tepat sebenarnya adalah dengan mengembalikan peran dan
fungsi strategis itu kepada perempuan dengan seutuhnya.

Namun kapitalisme justru memiliki paradigma terbalik memandang permasalahan dan solusi
terhadap perempuan. Mereka memandang perempuan yang mengalami kekerasan dan
diskriminasi akibat adanya budaya patriarki. Padahal terjadinya penderitaan terhadap
perempuan justru sejak sistem kapitalisme ini diterapkan. Dengan segudang pandangan sesat
yang mereka terapkan.

Solusi Islam

Islam tidak membedakan perempuan dengan laki-laki. Kedudukan mereka sama di hadapan
Allah sebagai hamba yang memiliki kewajiban untuk taat kepada-Nya. Bahkan Islam
memandang bahwa perempuan adalah kehormatan dan kemuliaan yang wajib dijaga. Dengan
ini banyak sekali aturan Islam yang sebenarnya dalam rangka menjaga dan melindungi
perempuan.

Dalam pandangan Islam, perempuan memiliki peran yang strategis dan sangat penting dalam
membentuk peradaban manusia. Sebab mereka sejatinya sebagai "pabrik" yang akan mencetak
generasi yang berkualitas dan mulia. Ini bukanlah peran yang main-main. Justru dengan peran
inilah perempuan mendapatkan kemuliaan sebagaimana yang di dapatkan laki-laki dengan
aktivitas jihad-nya. Itulah posisi al-umm wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga).
Perempuan ibarat tonggak sebuah negara. Dimana peradaban mulia juga dimulai dari
berjalannya peran perempuan. Sebab mereka sebagai pendidik generasi yang akan melanjutkan
peradaban ini dengan segenap kemampuan dan pemikiran mereka. Maka sangat dibutuhkan
peran perempuan dalam mendidik anak-anak nya dengan baik sehingga memiliki syakhsiyyah
Islam.

Islam juga telah menempatkan laki-laki yang wajib memberikan nafkah kepada keluarga.
Sehingga tidak mengharuskan perempuan ikut bekerja dalam memenuhi hal ini. Dan peran ini
telah di sesuaikan dengan fitrah masing-masing antara laki-laki dan perempuan. Bukan dalam
rangka mendiskriminasi salah satu pihak atau untuk menunjukan siapa yang paling kuat.
Melainkan karena memang ada tanggung jawab berbeda yang Allah bebankan kepada laki-laki
dan perempuan.

Selanjutnya negara juga akan memastikan terjaminnya pemenuhan kebutuhan pokok masing-
masing individu rakyat. Sehingga negara akan memberikan kemudahan bagi laki-laki untuk
bekerja dengan menyiapkan lapangan pekerjaan kepada mereka. Sehingga mereka bisa
memenuhi kewajiban untuk memberikan nafkah. Negara akan menyiapkan mereka dengan
kemampuan untuk bekerja bahkan modal untuk usaha.

Namun demikian bukan berarti Islam tidak membolehkan sama sekali perempuan terlibat
dalam kehidupan publik. Hal itu tentu dibolehkan, selama tidak meninggalkan peran
domestiknya. Perempuan memiliki hak yang sama dalam pendidikan, perempuan boleh bekerja
sebagai dokter, guru, perawat, pebisnis atau bahkan berdakwah.

Negara juga akan menjamin pendidikan bagi setiap warganya. Dengan menerapkan kurikulum
pendidikan yang berbasis aqidah Islam dan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam.
Terakhir, Islam akan menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku kriminal. Sanksi yang diberikan
akan menimbulkan efek jera baik bagi pelaku maupun masyarakat secara umum yang
menyaksikan.

Demikianlah Islam satu-satunya yang mampu melindungi dan menjaga kemuliaan perempuan.
Hanya dalam Islam saja penderitaan perempuan ini akan hilang. Untuk itu, sudah saatnya kita
berjuang bersama untuk menegakkan hukum Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah. []

Anda mungkin juga menyukai