Anda di halaman 1dari 2

Kasus Kekerasan Perempuan terus Meningkat, Inovasi DP3A jadi Solusi atau Ilusi?

Oleh : Dewi Sri Murwati, Pegiat Pena Banua, Mahasiswi, Aktivis Dakwah

Angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat, dari data yang
disampaikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A)
Kalimantan Selatan, selama kurun waktu 2019-2022 sebanyak 194 kasus dilaporkan, dan ini
merupakan kasus terbanyak di Kota Banjarmasin. Wakil Ketua DPRD Kalsel mendesak
untuk DP3A agar melakukan kerjasama dengan BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah)
agar menjalankan riset yang mendalam untuk membuat inovasi baru yang mampu menekan
peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan (Sonora.id, 14/03/2023).

Upaya agar menekan angka kasus kekerasan terus dilakukan oleh DP3A, salah satu cara yang
dilakukan yaitu dengan membentuk unit perlindungan perempuan dan anak di 13
kabupaten/kota yang ada di provinsi Kalimantan Selatan. Namun, pada realisasinya terdapat
kendala, meskipun didukung penuh oleh DAK tapi masih sulit terkait penyerapan dana untuk
penanganan di 13 kabupaten dan kota di Kalsel yang terbilang masih minim alasannya karena
ada beberapa dinas yang takut menggunakan anggaran tersebut (baritopost.co.id, 8/3/2023).

Disisi lain Satreskim Polres Tabalong mengamankan seorang pria berinisial SH (42) karena
diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan keterangan dari korban,
pelaku memang kerap kali melakukan kekerasan dan ringan tangan, hingga puncaknya karena
korban tidak tahan lagi sehingga melaporkan pelaku kepada polisi. Pelaku dikenakan tindak
pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang tertuang pada pasal 44 UURI No. 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (wartabanjar.com, 20/03/2023).

Fakta-fakta tersebut menggambarkan bahwa dari tahun ke tahun problematika kekerasan


terhadap perempuan terus mengalami peningkatan. Berbagai upaya terus dilakukan namun
tidak pernah mencapai titik terang. Menanggapi cara yang diberikan memang tidak bisa
hanya sekedar keberanian dari diri perempuan untuk melaporkan tindak kejahatan kekerasan,
peningkatan literasi berbasis gender, ataupun dengan UU-PKDRT dan aturan lainnya.

Secara garis besar adanya tekanan dari sistem kehidupan yang memiskinkan keluarga
membuat kepala keluarga tidak mampu memberikan nafkah kepada anak dan isterinya, hal
ini mengakibatkan seorang ibu juga harus banting tulang ikut mencari nafkah. Peran sentral
Ibu sebagai madrasah pertama anak-anaknya mulai terkikis, ditambah dengan tidak adanya
kontrol dan perhatian orang tua kepada anaknya membuat adanya permasalahan perilaku dan
pemikiran di diri anak. Anak tidak tahu bagaimana harus bertindak untuk menyelesaikan
masalahnya, sehingga saat ini anak muda lebih condong memainkan nafsu dan ego nya
sebagai jalan penyelesaian, wajar saja generasi sekarang sangat rentan dengan kekerasan
karena akibat kesalahan pemikiran dan tidak adanya kontrol perhatian dalam institusi
keluarga.

Padahal Islam sudah menyiapkan seperangkat aturan yang mengatur relasi hubungan antara
laki-laki dan perempuan baik di kehidupan umum ataupun khusus dan dengan status sebagai
manusia ataupun karakteristik berdasarkan jenisnya. Allah memandang bahwa laki-laki
bukan untuk menyakiti perempuan, atau perempuan bukan untuk menandingi laki-laki.
Karena pada hakikatnya dalam ranah domestik laki-laki dan perempuan adalah sahabat untuk
membentuk keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang, membina dan mendidik agar anak
mampu membedakan benar dan salah sesuai syariat bukan hawa nafsu dan egonya, buah
didikan ini akan menghasilkan generasi-generasi cemerlang yang akan memimpin peradaban.
Selain ranah domestik, dalam ranah publik laki-laki dan perempuan merupakan mitra kerja
yang bekerja sama agar menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat, pendidikan, layanan
publik, dan saling menghormati serta memuliakan.

Solusi yang dapat mengentaskan permasalahan kekerasan perempuan bukan dengan sistem
kehidupan kapitalisme sekuler dengan caranya melakukan riset inovasi. Seperti kata pepatah
sedia payung sebelum hujan, maka harus ada aturan baku yang mampu menjadi solusi yang
lahir bukan setelah kekerasan dilakukan melainkan sebelum kekerasan dilakukan dan
mencegah kekerasan agar tidak dilakukan. Sehingga meninggikan aturan yang dibuat
manusia sebenarnya hanya ilusi belaka, karena manusia memang sangat terbatas dan lemah.
Jadi aturan yang dibuat juga pasti akan lemah dan tak bisa menjadi solusi. Maka dari itu
hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan problem kekerasan perempuan dan segala
macam problematika kehidupan. Karena pada dasarnya Allah Sang Maha Pengatur dan Maha
Besar lah sebagai satu-satunya pembuatan aturan kehidupan, bukan manusia yang statusnya
sebagai ciptaan dengan sifatnya yang lemah dan terbatas. Dengan diterapkannya sistem Islam
juga akan memberikan kehormatan dan kemuliaan bagi seluruh manusia.

Wallahu a’lam bishawab.

Anda mungkin juga menyukai