Anda di halaman 1dari 12

PAPER

PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP PERNYATAAN SELEBGRAM GITASAV


MENGENAI CHILDFREE

Disusun Oleh :

 Adiza Resty Purwaningtyas (01)


 Amanda Kanary Putri (03)
 Camilla Ramadhina Lutfi (09)
 Diva Rheva Deianeira (10)
 Qynantha Fadilah (30)
 Rizka Humaira Dhesvina (34)

Kelompok 6

Kelas A

Ilmu Komunikasi 2020

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 2
BAB II .............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
2.1 Masalah ................................................................................................................................... 3
2.2 Teori Spiral of Silence ............................................................................................................. 5
2.3 Kaitan Masalah dengan Teori ................................................................................................... 5
2.4 Solusi ...................................................................................................................................... 6
BAB III ............................................................................................................................................ 7
PENUTUP........................................................................................................................................ 7
3.1 Kesimpulan............................................................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Saran ........................................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Konten Reels pada Akun Instagram @Gitasav .................................................. 3


Gambar 2. 2 Komentar Gitasav Pada Salah Satu Unggahannya di Instagram ......................... 4
Gambar 2. 3 Interview Gitasav dan Paul Terkait Childfree di Kick Andy Show..................... 4

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup
seorang diri dan membutuhkan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk berintaraksi
sebagai makhluk sosial sehingga terdorong untuk menjalin hubungan seperti pertemanan,
pernikahan, dan membangun keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Hal tersebut
selaras dengan pendapat Myrtati dan Joseph (dalam Cornellia, 2022) bahwa manusia adalah
makhluk biologis karena membutuhkan makanan dan melakukan kegiatan seperti menambah
jumlah keturunan.

Saat ini, istilah childfree sedang menjadi fenomenal di dalam masyarakat Indonesia
yang menganut budaya timur. Childfree adalah kesepakatan yang dibuat oleh sebuah
pasangan untuk tidak mempunyai anak dengan mempertimbangkan sejumlah alasan yang
menjadi faktor pasangan untuk tidak memiliki keturunan (Rasyid, 2022). Pasangan yang
memutuskan untuk menganut childfree biasanya beranggapan bahwa memiliki anak atau
tidak merupakan hak mereka sebagai manusia yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun.
(Nuroh & Sulhan, 2022)

Faktanya, fenomena childfree mulai menjadi perbincangan di Indonesia diawali


dengan pernyataan yang disampaikan oleh salah satu public figure yaitu Gita Savitri atau
yang biasa dikenal sebagai Gitasav bahwa ia dan pasangannya menganut childfree melalui
akun media sosialnya. Fenomena childfree masih dianggap sebagai hal tabu bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia karena dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia. (Haecal, 2022)

Konsep childfree mulai terbangun dikehidupan bermasyarakat karena beberapa faktor


seperti ketakutan akan ketidakmampuan dalam membimbing anak, memilih untuk fokus pada
pencapaian atau karir, dan faktor lainnya yang dianggap dapat menimbulkan permasalahan
baru di dalam hubungan pernikahan. (Haecal, 2022)

Jika diamati lebih jauh, fenomena childfree pada dasarnya tidak mungkin terpisahkan
dari cara pandangan masyarakat yang berubah terhadap pernikahan yang sebelumnya bersifat
kelembagaan menjadi bersifat perorangan. Perubahan yang terjadi pada akirnya memengaruhi

1
pandangan masyarakat tentang kepentingan punya anak atau tidak. Dalam pernikahan yang
dilihat dari sifat kelembagaan, memiliki anak akan dianggap penting karena terdapat harapan
dan tuntutan sosial pada masyarakat. Sedangkan dalam pernikahan yang dilihat dari sifat
perorangan, memiliki anak bukanlah menjadi tujuan utama karena berfokus pada upaya untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. (Nuroh & Sulhan, 2022).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan sebelumnya, rumusan masalah dari paper ini, adalah
bagaimana presepsi khalayak terhadap pernyataan Gitasav mengenai childfree?

1.3 Tujuan
Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui presepsi khalayak terhadap pernyataan
Gitasav mengenai childfree.

1.4 Manfaat
Manfaat dari paper ini adalah untuk memberikan wawasan kepada pembaca tentang
pengertian childfree serta memperkaya khasanah pembaca tentang salah satu teori
komunikasi massa, yaitu teori spiral of silence.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masalah
Gita Savitri merupakan seorang konten kreator yang aktif dalam membuat konten di
Youtube dan Akun Instagram pribadinya. Awalnya Gita Savitri dikenal sebagai seorang
tokoh publik yang aktif membagikan kiat-kiat dan insights open minded menarik dari dirinya
sebagai seorang influencer yang diketahui fokus untuk mengampu pendidikannya di jerman.

Hingga pada salah satu kesempatan di tahun 2022, terdapat salah satu tayangan
konten Youtube milik Gita dan kerabatnya yang membahas perihal relationship, pernikahan,
sampai dengan anak. Kemudian pada pertengahan video tersebut Gita menyebutkan bahwa
dirinya dan suami memutuskan untuk tidak memiliki anak atau childfree. Unggahan ini
menuai banyak pro dan kontra, sehingga para audiens bertanya-tanya bagaimana posisinya
menjadi seorang pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak di tengah
masyarakat Indonesia yang masih percaya bahwa banyak anak banyak rezeki dengan sifat
kekeluargaan yang masih kental.

Gambar 2. 1 Konten Reels pada Akun Instagram @Gitasav

(https://www.instagram.com/p/CoO9M7eqxJa/?utm_source=ig_embed&utm_campaign=emb
ed_video_watch_again)

Pada awal tahun 2023, Gitasav kembali menyinggung keputusannya sebagai seorang
childfree dalam video yang ia unggah. Selain itu Gitasav juga meluncurkan komentar bahwa
mempunyai anak membuatnya terlihat awet muda dan stabil finansial.

3
Gambar 2. 2 Komentar Gitasav Pada Salah Satu Unggahannya di Instagram

(Sumber: TribunStyle.com)

Dari unggahan tersebut para audiens kembali menuai pro-kontra atas statement yang
disampaikan oleh pemilik akun Instagram @gitasav. Penulis menyimpulkan dari analisis
kasus terdapat beberapa duduk perkara masalah mengapa statement Gitasav menuai pro dan
kontra di kalangan masyarakat:

1. Kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas masih menganggap “takdir” dan


“pilihan” tidak memiliki anak adalah suatu hal yang berbeda dan kurang lazim
2. Kalimat komentar Gita yang seolah-olah mempersuasi masyarakat untuk mengikuti
jejaknya dalam mengambil keputusan childfree, pada kalimat ketika ditanya oleh
salah satu followersnya “kok bisa awet muda” jawabannya menuai persuasi dengan
subjek “kamu” padahal Gita bisa menggunakan subjek “saya/dirinya sendiri”.

Lalu, sebenarnya apakah penyebab Gita Savitri memutuskan untuk mengambil langkah
childfree?

Gambar 2. 3 Interview Gitasav dan Paul Terkait Childfree di Kick Andy Show

(https://www.youtube.com/watch?v=TYhCerwQovc)

Dikutip dari tayangan acara Kick Andy Show, Gita mengungkapkan awal mula
keputusan chidfree adalah karena pertanyaan-pertanyaan masyarakat yang tidak tepat disaat

4
kondisi dia sedang menikmati masanya. Lalu tersirat pertanyaan yang seharusnya ditanyakan
“kenapa mau punya anak?”, Gita sendiripun masih belum menemukan jawaban yang tepat
atas pertanyaannya tersebut. Kebanyakan jawaban yang Gita terima masih dirasa belum
konkrit untuk menjadikan ketepatan keharusan memiliki anak. Dari keresahannya tersebut,
akhirnya Gita dan suami memutuskan untuk tidak memiliki anak.

2.2 Teori Spiral of Silence


Teori spiral of silence merupakan teori yang digunakan untuk meninjau hubungan
antara pendapat atau opini masyarakat dengan isi pesan media (Morissan, 2013). Teori ini
menyatakan bahwa orang-orang yang meyakini bahwa pendapat tentang isu publik
merupakan pandangan minoritas cenderung akan menahan diri untuk mengemukakan
pandangannya dibanding orang-orang yang meyakini bahwa pendapat mereka merupakan
pandangan mayoritas (West & Turner, 2009).

Menurut teori ini, orang-orang yang merasa memiliki pandangan minoritas biasanya
cenderung untuk berhati-hati dalam berbicara atau terkadang memilih untuk bungkam
(Morissan, 2013). Celaan atau kritik yang menjadi ancaman menjadi faktor kuat dalam
menjadikan seseorang untuk tidak mengungkapkan pendapatnya sehingga spiral of silence
dinilai muncul akibat adanya perasaan takut diisolasi atau dikucilkan dari lingkungan
(Morissan, 2013). Meskipun demikian, teori spiral of silence ini memiliki pengecualian
terhadap kelompok atau individu yang tidak takut dikucilkan sehingga mereka menyatakan
pendapatnya tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya (Morissan, 2013).

Selain komunikasi personal, media merupakan saluran komunikasi yang dilibatkan


dalam gejala atau fenomena spiral of silence. Media massa memiliki tiga karakteristik yang
berperan dalam membentuk opini public, yaitu (1) sifat ubikuitas (ubiquity) yang mengacu
pada media sebagai sumber informasi yang luas dan terdapat di mana saja; (2) sifat kumulatif
(cumulativeness) yang mengacu pada media sebagai proses pengulangan apa yang
disampaikannya; dan (3) sifat konsonan (consonant) yang mengacu pada kemiripan
kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai yang dianut media massa (West & Turner, 2009).

2.3 Kaitan Masalah dengan Teori


Opini publik memiliki andil dalam menentukan apakah suatu nilai diterima atau tidak
oleh masyarakat (Morissan, 2013). Dalam kasus ini, pernyataan Gitasav mengenai childfree
tidak mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian mengimani konsep “banyak

5
anak banyak rezeki”. Namun, konsep tersebut tak sepaham dengan pemikiran Gitasav sebagai
minoritas dalam konteks kepemilikan anak.

Gitasav merupakan salah satu public figure yang menjadi pembaru dalam konteks
kepemilikan anak. Hal ini sejalan dengan teori spiral of silence yang menyatakan bahwa
orang-orang yang memiliki ciri-ciri sebagai innovator, pembaru, perintis, dan penggagas ide-
ide baru merupakan orang yang tidak takut terisolasi sehingga mereka menyatakan
pendapatnya tanpa keraguan meskipun mereka tahu pandangan mereka adalah pandangan
minoritas (Morissan, 2013). Selain itu, Gitasav merupakan sosok yang masih muda dan
berpendidikan sehingga dapat menyampaikan pendapatnya lebih ekspresif, luas, dan
sistematis (Morissan, 2013).

2.4 Solusi
Gitasav merupakan seorang public figure yang tingkah laku ataupun tindakannya akan
disorot oleh netizen. Oleh sebab itu, pilihan Gitasav untuk tidak memiliki anak atau childfree
turut dikritik dan diserang oleh sebagian netizen. Namun, tak sedikit netizen menghargai
keputusan Gitasav sebab itu merupakan pilihan Gitasav untuk dirinya sendiri dan melihat dari
fenomena yang berbeda, misalnya fenomena penelantaran anak. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Noelle-Neumann dalam Morissan (2013) yang menjelaskan bahwa media tidak
memberikan intrepretasi yang luas dan seimbang terhadap suatu peristiwa sehingga
masyarakat memiliki pandangan terhadap realitas secara terbatas dan sempit (Morissan,
2013).

Apabila dikaitkan dengan teori, Gitasav atau public figure lainnya harus bijak dalam
mengungkapkan sebuah kalimat sebab mereka memiliki power untuk mempersuasi
pengikutnya. Di sisi lain, seharusnya netizen juga memahami untuk tidak mencampuri urusan
pribadi Gitasav yang memilih untuk tidak memiliki anak karena kita tidak mengetahui secara
pasti apa yang melatarbelakangi ia memilih childfree.

Apabila dikaitkan dengan sisi kemanusiaan, biarkan seorang wanita senang dengan
keputusan yang dipilihnya, baik itu memilih untuk melahirkan atau memiliki anak, tidak
memiliki anak, tidak menikah, dan lain sebagainya.

6
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial memang membutuhkan manusia lain
untuk memenuhi kebutuhan hidup baik dalam lingkup pertemanan hingga menciptakan
sebuah lingkungan baru disebut sebagai keluarga. Namun tidak dapat dipungkiri, setiap
manusia memiliki pilihan dan pandangan hidup masing-masing untuk menjalani kehidupan
masa depannya. Semakin berkembangnya zaman, masyarakat semakin mengenal dengan
istilah childfree yang memiliki arti suatu kondisi atau kesepakatan yang dibuat oleh pasangan
untuk tidak memiliki anak dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang menjadi faktor
untuk memilih keputusan tersebut.

Di Indonesia sendiri, istilah tersebut sudah ramai dikenal masyarakat. Namun pada
faktanya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengindahkan pemahaman tersebut dan
menganggapnya sebagai hal yang tabu. Penelitian ini menunjukkan bagaimana Gita Savitri
yang dikenal sebagai inspirator Indonesia yang menetap di Jerman, dengan pemikirannya
untuk memutuskan menjadi pasangan childfree. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
dampak yang diberikan oleh media khususnya media sosial sangat besar, dalam hal ini peran
Gitasav dalam menyampaikan pendapatnya yang kurang diterima masyarakat Indonesia
dengan pemikiran yang berlatar belakang budayanya. Dari pandangan teori spiral of silence,
Gitasav sebagai publik figur yang memiliki keberanian menyampaikan pendapat walaupun
apa yang ia kemukakan menunjukkan posisinya sebagai kalangan minoritas.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Masyarakat Indonesia harus lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial. Dalam
hal ini, masyarakat Indonesia harus lebih mampu memahami apa yang mereka terima
berdasarkan pemikiran terbuka dan tidak menjadikan media sosial sebagai wadah
cyber bullying.
2. Sebagai publik figur, pada kasus ini ditujukkan untuk Gitasav, memiliki peran penting
sebagai alat yang mampu memengaruhi pemikiran serta sikap pengikutnya. Oleh
karena itu, alangkah lebih baik Gitasav lebih mampu memberi pemahaman dengan

7
sikap yang bisa diterima masyarakat agar masyarakat mampu mengerti mengenai
pemikirannya.
3. Sebagai makhluk sosial dan pribadi yang baik, sudah sepatutnya kita harus saling
memahami keputusan hidup yang dipilih setiap individu guna memberikan
kebahagiaan atas pilihannya masing-masing. Kita tidak memiliki tanggungjawab
besar untuk mengikutcampuri kehidupan individu lain.

8
DAFTAR PUSTAKA

Cornellia, V., Sugianto, N., Glori, N., & Theresia, M. (2022). Fenomena Childfree dalam
Perspektif Utilitarianisme dan Eksistensialisme. Praxis: Jurnal Filsafat Terapan, 1(1),
1–16. https://doi.org/10.11111/moderasi.xxxxxxx

Haecal, I. F., Fikra, H., & Darmalaksana, W. (2022). Analisis Fenomena Childfree di
Masyarakat: Studi Takhrij dan Syarah Hadis dengan Pendekatan Hukum Islam. Gunung
Djati Conference Series, 8, 73–92.

Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (1st ed.). Prenadamedia Group.

Nuroh, S., & Sulhan, M. (2022). Fenomena Childfree Pada Generasi Milenial Ditinjau Dari
Perspektif Islam. An-Nawa : Jurnal Studi Islam, 4(2), 136–146.
https://doi.org/10.37758/annawa.v4i2.528

Rasyid, Y. A., Djamaludin, & Aziz, F. (2022). Refleksi Hukum Islam Terhadap Fenomena
Childfree Perspektif Maslahah Mursalah. Hukum Keluarga Islam, 23(2), 148–163.

West, R., & Turner, L. H. (2009). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasinya.
Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai