Anda di halaman 1dari 25

WUJUD DAN BENTUK ARSIP DI ERA TEKNOLOGI MODERN

Diajukan Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Kearsipan Sejarah-Kelas A

Dosen Pengampu :

Dra. Lailatul Huda, M.Hum

Disusun Oleh :

1. Nikken Dwi Retno Sari (03010220016)

2. Setia Dwi Anggara (03010220020)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta alam yang Maha
Pengasih lagi Penyayang yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penugasan makalah yang berjudul “Wujud dan Bentuk Arsip di Era
Teknologi Modern”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Kearsipan
Sejarah. Makalah ini kami persembahkan kepada:
1. Keluarga penulis yang telah mendukung serta memberikan semangat dalam kegiatan
perkuliahan penulis.
2. Ibu Dra. Lailatul Huda, M. Hum, selaku dosen pengampu mata kuliah Kearsipan
Sejarah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
3. Teman-teman sejawat program studi Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
Kami sebagai penyusun makalah yang berjudul “Wujud dan Bentuk Arsip di Era
Teknologi Modern”. Dengan disusunnya makalah ini kami bertujuan penuh untuk
menyampaikan informasi kepada para pembaca dengan pokok bahasa secara rinci dan bahasa
yang mudah dipahami. Kami sebagai penyusun makalah “Wujud dan Bentuk Arsip di Era
Teknologi Modern”, mohon maaf jika dalam makalah berjudul masih terdapat banyak
kekurangan. Terima kasih,
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Sidoarjo, 02 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

C. Tujuan Pembahasan...................................................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 4

1. Wujud dan Bentuk Arsip Berupa Dokumen Foto Atau Gambar di Era Teknologi
Modern ........................................................................................................................... 4

2. Wujud dan Bentuk Arsip Berupa Film, Piringan Hitam (Dokumen Alih Media
Daring) di Era Teknologi Modern ............................................................................... 11

3. Wujud dan Bentuk Arsip Statis dan Arsip Dinamis di Era Teknologi Modern........... 16

BAB III PENTUP ................................................................................................................. 20

A. Kesimpulan................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian arsip
merupakan suatu dokumen tertulis, lisan atau bergambar dari masa lampau yang
disimpan dalam media tulis, elektronik, pita video, disket komputer, flashdisk atau
hardisk yang biasanya diterbitkan secara resmi oleh suatu instansi. Lalu, arsip tersebut
disimpan dan dijaga di tempat tertentu sebagai referensi orang lain. Sedangkan menurut
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, pengertian
arsip merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk serta media
yang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang diterima
oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi
politik, organisasi kemasyarakatan, dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.1 Sementra kearsipan merupakan pengelolaan
catatan rekaman kegiatan atau sumber informasi yang memiliki nilai kegunaan dengan
teratur dan terencana baik itu arsip yang dibuat maupun diterima, agar mudah
ditemukan kembali jika diperlukan
Arsip maupun kearsipan mempunyai hubungan dengan ilmu sejarah. Kearsipan
Sejarah adalah menemukan informasi sejarah atau perolehan sumber arsip untuk
menulis sejarah. Kearsipan sejarah berhubungan dengan metodologi sejarah yang dapat
memberi gambaran kategori sejarah. Arsip menjadi sumber sejarah primer karena
penciptaan arsip sebagai informasi terekam bersamaan dengan waktu terjadinya suatu
peristiwa. Sejarah merupakan sebuah peristiwa objektif yang terjadi pada ruang dan
waktu tertentu di masa lalu. Sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu, yang
direkonstruksi oleh sejarah ialah apa saja yang telah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan,
dirasakan, serta dialami oleh orang.2 Maka dari itu, kearsipan sejarah sangat penting
karena dari situlah sejarah dapat digali lebih dalam.
Di era perkembangan teknologi modern ini banyak memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam suatu kegiatan organisasi, khususnya terkait arsip. Di antara
pengaruh dari perkembangan teknologi modern terhadap dunia arsip yakni perubahan

1
Deepublish, “Pengertian Arsip: Fungsi, Tujuan, Manfaat, dan Jenisnya”, deepublishstore.com, Diakses dari
https://deepublishstore.com/pengadaan/pengertian-arsip/ pada 02 Oktober 2022 pukul 13.55 WIB.
2
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2018), hlm. 14.

1
cara bekerja, perubahan cara berkomunikasi, perubahan persepsi mengenai efisiensi,
perubahan dalam penciptaan, pengelolaan, serta penggunaan informasi atau arsip, dan
perubahan bagi arsiparis dalam mengelola arsip (Desi Pratiwi, 2012). 3 Jika dilihat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah digital itu berhubungan angka-angka
untuk sistem perhitungan tertentu. Sementara apabila dikaitkan dengan istilah
digitalisasi, maka digitalisasi merupakan proses pemberian atau pemakaian sistem
digital. Berdasarkan arti kata dari digital ataupun digitalisasi, maka keterkaitan antara
istilah digital ataupun digitalisasi dengan arsip ialah dalam konteks medianya. Dimana
penyimpanan arsip dilakukan dalam bentuk digital, sehingga menjadi arsip digital atau
disebut sebagai arsip digital. Dalam perkembangan teknologi banyak dijumpai arsip
dalam bentuk alih dokumen daring. Arsip digital sendiri merupakan data (arsip) yang
bisa disimpan serta ditransmisikan dalam bentuk kode-kode biner yang bisa dibuka,
dibuat atau dihapus dengan alat komputasi yang bisa membaca ataupun mengolah data
dalam bentuk biner, sehingga arsip bisa dipergunakan atau dimanfaatkan.4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana wujud dan bentuk arsip berupa dokumen foto atau gambar di era
teknologi modern?
2. Bagaimana wujud dan bentuk arsip berupa film, piringan hitam (dokumen alih
media daring) di era teknologi modern?
3. Bagaimana wujud dan bentuk arsip statis dan arsip dinamis di era teknologi
modern?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui wujud dan bentuk arsip berupa dokumen foto atau gambar di era
teknologi modern.
2. Untuk mengetahui wujud dan bentuk arsip berupa film, piringan hitam (dokumen
alih media daring) di era teknologi modern.
3. Untuk mengetahui wujud dan bentuk arsip statis dan arsip dinamis di era teknologi
modern.

3
Desi Pratiwi, Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bahan Pendidikan dan Latihan
Pengelolaan Arsip Dinamis, (Bandung, 2013).
4
Sambas Ali Muhidin, dkk., “Pengelolaan Arsip Digital”, Jurnal Pendidikan Bisnis dan Manajemen, Vol. 2, No.
3, (November, 2016), hlm. 178-179.

2
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi penulis
Sebagai pembuat makalah ini, penulis mendapatkan banyak ilmu dari referensi
yang didapat dalam mencari sumber pilihan yang ada.
2. Manfaat bagi pembaca
Sebagai penikmat makalah ini, pembaca tentunya juga mendapat ilmu dan
wawasan baru terkait topik ”Wujud dan Bentuk Arsip di Era Teknologi Modern”

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Wujud dan Bentuk Arsip Berupa Dokumen Foto Atau Gambar di Era Teknologi
Modern
Semenjak ditemukannya kamera obscura yang digunakan untuk mengamati
gerhana matahari pada tahun 1544, lalu kamera itu dimanfaatkan untuk menggandakan
gambar serupa oleh para pelukis di Eropa. Teknologi ini kemudian dikembangkan
menjadi proses fotografi yang disempurnakan dengan ditambahkan penggunaan uap air
raksa serta pelat tembaga peka untuk menghasilkan gambar yang lebih tajam (Alberd,
2014:175).5 Secara etimologi, photography berasal dari bahasa Yunani "photos"
(cahaya) serta "graphier" (melukis). Jadi photography berarti melukis dengan cahaya.
Terdapat bermacam istilah yang digunakan untuk menyebut istilah foto, yakni potret,
still photography atau photogram. Namun orang lebih sering menyebutnya dengan foto
atau potret. Sejak ditemukannya proses fotografi, berbagai eksperimen dilakukan oleh
kelompok amatir, profesional serta komersial. Berbagai lembaga pemerintah maupun
swasta dan individu juga memanfaatkan teknologi ini untuk memvisualisasi
aktivitasnya maupun sekedar hobi. Sayangnya, banyak yang mengabaikan manfaat
foto-foto tersebut, apalagi menyimpan serta merawat sebagai dokumentasi
(Supriansyah, 2015:45-46)6.
Seperti yang telah diketahui, bahwa arsip memiliki siklus hidup atau daur hidup
(life cycle). Siklus hidup merupakan kumpulan fase daur hidup sebelum disusutkan.
Dalam daur hidup, arsip melalui beberapa tahapan, yakni penciptaan, distribusi,
penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan, serta penyusutan. Lamanya siklus hidup
arsip bervariasi. Sebagai contoh, suatu siklus hidup arsip bisa sesingkat nol (0) hari,
atau siklus kehidupan berlangsung selama jangka waktu tertentu dan juga menunjukkan
kegiatan pengelolaan catatan khusus. Sesudah arsip dibuat, maka digunakan sesuai
dengan yang ditetapkan, skema logis ke dalam respitori yang dikelola dimana akan
tersedia untuk pengambilan keputusan atau kebijakan oleh pengguna yang berwenang.
Saat informasi yang ada di dalam arsip tak lagi mempunyai nilai guna, maka catatan
akan dihapus dari aksesibilitas aktif. Tergantung pada sifat dari arsip itu, dengan

5
A. Alberd, “Citra Positif dalam Fotografi”, Jurnal Desain, Vol. 1, No. 3, (2014), hlm. 175.
6
S. Supriansyah, “Pemeliharaan dan Penyusutan Arsip Dinamis Inaktif ANRI Jakarta”, Jurnal Utilitas, Vol. 1,
No. 1, (2015), hlm. 45-46.

4
demikian hasil akhir dari sebuah arsip ialah dipertahankan, ditransfer, diarsipkan, atau
dihancurkan. Untuk arsip yang sudah jarang digunakan tetapi masih mempunyai nilai
guna maka akan dilakukan penyimpanan dan pemeliharaan, bila telah masuk masa
retensi dan nilai gunanya sudah tak ada, maka akan dimusnahkan dalam rangka
pengurangan jumlah arsip. Mengingat pentingnya arsip sebagai pusat ingatan dan
sumber informasi, maka arsip perlu dijaga keselamatannya. Maka pemerintah
Indonesia memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan yang menjamin perlindungan dan penyelamatan arsip (Supriansyah,
2015:47).7
Foto merupakan kata serapan dari bahasa Yunani, photos yang berarti cahaya.
Dengan demikian, foto merupakan cahaya atau citra yang dihasilkan dari cahaya. Foto
dikenal sebagai media ekspresi seni. Untuk membuat foto dibutuhkan perangkat yang
mampu menangkap cahaya. Perangkat itu dikenal dengan nama kamera atau camera
(Irvan, 2020).8 Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), foto mempunyai dua
arti dasar antara lain, yakni potret dan gambaran, bayangan atau pantulan. Sementara
arsip merupakan sebuah catatan atau rekaman yang diketik, dicetak, atau ditulis dalam
wujud angka, gambar, dan huruf yang memiliki arti serta tujuan tertentu untuk dijadikan
sebagai suatu bahan informasi dan juga komunikasi yang direkam dalam berbagai
media, seperti media komputer, kertas, atau kertas film.
Foto dikenal sebagai media ekspresi seni. Fotografer umumnya akan membuat
foto yang artistik baik dalam tema ataupun cara yang dilakukan. Sebagai contoh foto
tentang obyek bergerak. Tanpa teknik serta peralatan tertentu, obyek yang jelas dari
jarak jauh belum tentu bisa didapatkan. Dalam hal ini penggunaan lensa zoom dan tele
mutlak digunakan. Foto mendokumentasi suatu kejadian atau kegiatan pada masanya
untuk tujuan tertentu. Selama ini orang lebih mengenal arsip dalam bentuk tekstual
(Gunawan, 2014:1236).9 Namun faktanya, terdapat bentuk lain yang juga dihasilkan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan maupun kehidupan kebangsaan,
yakni arsip foto.

7
Ibid., hlm. 47.
8
I. Irvan, Doctoral Disertation: “Analisis Foto Jurnalistik Kecelakaan Tol Cipularang Km 90 Pada Media Online
Detik.com”, (Palembang: UIN Raden Fatah Palembang, 2020).
9
A. P. Gunawan, “Genre Fotografi yang Diminati Oleh Fotografer di Indonesia”, Humaniora, Vol. 5, No. 2,
(2014), hlm. 1236.

5
Arsip foto ialah sekumpulan foto yang informasinya meliputi visualisasi
kegiatan sesaat, meliputi positif dan negatif yang diperoleh melalui proses fotografi
serta berkaitan dengan arsip tekstual. Pengertian arsip sebagaimana dirumuskan dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan,
dijelaskan bahwasannya arsip merupakan naskah-naskah yang dibuat serta diterima
oleh lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintahan atau swasta maupun
perseorangan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun
berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan. Pada dasarnya, kata
arsip diambil dari bahasa arsip, yaitu “archive” yang mempunyai arti kumpulan
dokumen atau catatan sejarah yang mampu memberikan informasi terkait suatu
lembaga, kelompok orang ataupun tempat tertentu.
Menurut I.G. Wursanto, pengertian arsip merupakan suatu aktivitas pengaturan
atau pengurusan arsip dengan memanfaatkan suatu sistem tertentu supaya seluruh arsip
bisa ditemukan kembali secara cepat dan mudah bila suatu waktu dibutuhkan. Sejalan
dengan Yohannes Suraja, pengertian arsip merupakan suatu catatan atau naskah yang
dibuat dan juga diterima oleh organisasi pemerintah, perorangan atau swasta terkait
suatu hal atau peristiwa kehidupannya dan dalam bentuk apapun, baik itu berkelompok
atau individu, yang memiliki kegunaan tertentu, serta disimpan secara sistematis supaya
jika diperlukan bisa disajikan kembali dengan cepat dan mudah (Nurhasani, 2019).10
Jadi, secara umum pengertian dari arsip ialah sebuah catatan atau rekaman yang diketik,
dicetak, atau ditulis dalam wujud angka, gambar, dan huruf yang memiliki arti serta
tujuan tertentu untuk dijadikan sebagai suatu bahan informasi dan juga komunikasi
yang direkam dalam berbagai media, seperti media komputer, kertas, atau kertas film.
Penilaian merupakan proses menentukan nilai arsip yang didasarkan pada
kepentingan pengguna. Kepentingan pengguna didasarkan juga pada nilai guna primer
dan nilai guna sekunder. Nilai guna primer didasarkan pada kegunaannya dalam
pelaksanaan kegiatan yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Nilai guna
sekunder arsip didasarkan pada kegunaan arsip bagi kepentingan di luar instansi
pencipta. Menilai foto hampir sama dengan menilai arsip tekstual (konvensional).

10
M. I. Nurhasani, Doctoral Disertation: “Analisis Kearsipan Pegawai Pada Dinas Sosial dan Penanggulangan
Kemiskinan Kota Bandung Tahun 2018”, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2019).

6
Hanya saja foto kurang mempunyai nilai kebuktian seperti halnya arsip kertas (Radliani
dkk, 2012:165).11
Prinsip menilai foto terletak pada informasi yang terkandung di dalamnya. Pada
umumnya, foto itu mengandung informasi, seperti nama orang, tempat, benda,
fenomena, masalah dan sejenisnya. Menilai foto tergantung pada tujuan dan esensi yang
akan terbaca pada penyajiannya. Foto-foto kegiatan instansi swasta atau pemerintah
dan individu, tentu saja maksudnya ialah untuk mendokumentasi kegiatannya. Tetapi
mungkin akan menjadi foto-foto yang menarik bila di dalamnya tak hanya
mendokumentasi kegiatan instansi. Walaupun demikian tak semua foto hasil kegiatan
pemerintahan atau kehidupan kebangsaan bisa disimpan sebagai arsip serta bernilai
abadi. ltulah sebabnya, arsiparis yang bekerja di dalam penilaian arsip foto harus bisa
mengenali proses fotografi, periodesasi cetak foto, penyebab kerusakan foto, peristiwa-
peristiwa, serta orang-orang penting dan juga kedalaman pemahaman mengenai
informasi foto itu sendiri. Mungkin terjadi, apa yang dianggap arsip oleh lembaga
kearsipan, namun lembaga lain menganggap tidak penting. Sebaliknya yang dianggap
tidak penting untuk lembaga kearsipan, justru suatu waktu berguna bagi lembaga lain
(Radliani dkk, 2012:165).12
Terdapat beberapa faktor yang diperhatikan dalam menilai foto sebagai arsip
antara lain :
a. Kualitas.
Supaya arsip yang disimpan nanti bisa direproduksi, maka harus diperhatikan
kualitasnya. Foto harus fokus, komposisi jelas dan peyinarannya tepat. Walaupun
demikian bukan berarti foto yang mengandung nilai informasional namun tak cukup
bagus harus disisihkan serta tempat penyimpanan.
b. Nilai Pembuktian.
Foto ialah bukti visual yang tercipta atau dihasilkan dalam rangka fungsi serta
kegiatan institusi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya. Sebagai contoh
kegiatan lomba LKTIK, pelantikan pejabat atau kegiatan lain. Suatu saat foto-foto
itu mungkin ada yang memiliki nilai pembuktian. Walau demikian perlu ada kehati-
hatian dalam menentukan nilai tersebut, sebab foto dapat direkayasa atau
dipalsukan.

11
A. H. Radliani, dkk., “Analisis Pengelolaan Arsip Foto di Arsip Universitas Gadjah Mada Yogyakarta”, Jurnal
Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, (2012), hlm. 165.
12
Ibid., hlm. 165.

7
c. Nilai Informasional Penelitian.
Satu foto dianggap bernilai apabila informasi yang terkandung di dalamnya
berguna untuk penelitian. Topik atau subyeknya tidak berhubungan dengan maksud
ketika pengambilan gambar. Contohnya ialah foto-foto yang mengandung
informasi mengenai pakaian tradisional, arsitektur bangunan, adat budaya,
kebiasaan hidup, tata cara keagamaan atau tradisional dan lain-lain.
d. Unik/umur/bentuk.
Foto-foto tua dengan sendirinya menjadi arsip, seperti tipe daguerreo, ambro,
timah. Informasi foto ini tak bisa diperoleh dalam format lain dan tidak dapat
dicetak ulang. Bahan cetak dan bentuk yang digunakan unik.
e. Identifikasi dan hubungan dengan bahan kearsipan lain.
Dalam menentukan nilai historis foro, arsiparis harus mempertimbangkan
keaslian foto tunggal atau berurutan. Foto harus diketahui siapa yang menciptakan,
menggunakan, serta menyajikan. Harus diperkirakan juga hubungan foto dengan
koleksi kearsipan lain, saling menambah dan melengkapi. Foto juga harus
teridentifikasi dengan jelas baik subyek, fotografer, tanggal/tahun, dan lokasi.
f. Nilai esensi.
Nilai foto itu sendiri yang disajikan dalam bentuk fisik asli, seperti tipe
daguerreo, ambro, tirnah. Tipe-tipe tersebut memiliki kualitas serta karakteristik
yang tak bisa tersajikan dalam bentuk kopi.
g. Copyright.
Walaupun copyright tidak mempengaruhi penilaian, namun perlu dicantumkan
dalam foto. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah cetak ulang, saat foto
digunakan untuk pameran atau publikasi serta untuk menghindari penyalahgunaan
kepemilikan atau kegunaan.
Faktor-faktor tersebut di atas bukan merupakan standar umum penilaian. Setiap
tempat penyimpanan memiliki kebijakan tersendiri dalam mengevaluasi serta
menentukan arsip yang akan disimpan. Arsiparis harus bisa mempertimbangkan
keterbatasan, seperti: ruang, dana atau SDM yang ada sehingga bisa menentukan hanya
foto-foto penting, bernilai dan relevan saja yang nanti disimpan.
Foto memiliki karakteristik yang berbeda dengan kertas. Seperti halnya arsip
tekstual, tidak semua foto bisa dinilai serta disimpan sebagai arsip. Terdapat beberapa
faktor yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam menilai arsip foto. Meskipun
demikian, penilaian hendaknya disesuaikan dengan kebijaksanaan instansi yang
8
bersangkutan. Di sinilah dituntut intelektual seorang arsiparis. Seseorang yang bekerja
di arsip foto setidaknya adalah orang yang memahami permasalahan fotografi. Mereka
hendaknya juga orang yang mempunyai pemikiran luas tentang berbagai kejadian atau
orang yang ada dalam foto, serta mampu membaca gratis foto (Yasir dkk, 2019:5).13
Berikut adalah contoh arsip berupa dokumen atau foto :

Dokumen foto atau gambar K.H. Hasyim Asy’ari

Foto itu berasal dari arsip foto ‘Almaghfurlah wa Murobbina’ KH Amir Ilyas dari
Pesantren Guluk-guluk Madura. Arsip itu ditemukan atau dibongkar oleh cucunya yang
bernama K.H. Mubassyir Sa’di, pada tanggal 2 Syawal 1438 H lalu.14 Hasyim
Asy'ari (Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari) adalah tokoh pahlawan nasional, sekaligus
pendiri dan rais akbar Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan salah satu organisasi islam
terbesar di Indonesia. KH. Hasyim Asy'ari, lahir di Desa Gedang Kecamatan Diwek
Kabupaten Jombang,10 April 1875 Masehi atau 24 Dzulqaidah 1287 Hijriah dari pasangan
Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. Ayahnya adalah pimpinan Pondok Pesantren di Jombang.

Riki Andi Saputro dan Muhammad Fitri, “Pemanfaatan Foto dan Arsip Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah”,
13

Kalpataru, Vol. 7, No. 2, (Desember, 2021), hlm. 126-129.

14
Diakses dari http://www.moslemtoday.com/dokumentasi-foto-asli-kh-hasyim-asyari-berserban-berjenggot-
dan-berjubah/ , pada 02 Oktober 2022 pukul 17.00 WIB.

9
Dokumen foto atau gambar Candi Borobudur
Foto tersebut merupakan hasil dokumentasi arsip konservasi Candi Borobudur yang
telah diakui sebagai bagian dari Memory of The World (MoW) oleh UNESCO sekitar tahun
1973-1983. Arsip konservasi Borobudur ini merupakan kumpulan dokumen yang
berhubungan dengan konservasi dan dokumentasi pemugaran Candi Borobudur dalam
rentang tahun 1973-1983.15 Candi Borobudur merupakan candi peninggalan agama Budha
yang berlokasi di daerah Jawa Tengah, tepatnya yakni di Magelang. Candi ini merupakan
candi atau kuil peribadatan khusus untuk agama Budha terbesar di Indonesia, bahkan di
dunia. Bahkan karena kebesaran, relief yang menarik, serta kemegahan candi tersebut, ia
termasuk dalam world heritage atau warisan kebudayaan terbesar di dunia.

Dokumen atau foto naskah proklamasi kemerdekaan RI


Teks naskah proklamasi tersebut adalah hasil ketikan naskah tulisan tangan presiden
pertama RI yakni Ir. Soekarno. Teks tersebut merupakan bukti dari kemerdekaan RI sebagai
bangsa yang pernah terjajah. Teks tersebut kemudian dibacakan oleh Presiden Soekarno di
Jl. Pegangsaan Timur, No. 56, Jakarta agar rakyat Indonesia mengetahui bahwa bangsa
Indonesia telah merdeka. Bahkan Arsip Naskah Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia

15
Moh. Habibi, “Karakterisasi Arsip Foto Borobudur Conservation Archives”, kebudayaan.kemdikbud.go.id,
Diakses dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/karakterisasi-arsip-foto-borobudur-conservation-
archives/, pada 02 Oktober 2022 pukul 17.30 WIB.

10
Tulisan Tangan Soekarno mendapatkan sertifikat yang ditandatangani oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy sebagai Benda Cagar Budaya
Nasional. Sertifikat tersebut diterima oleh Direktur Layanan dan Pemanfaatan Arsip
Nasional Republik Indonesia, Agus Santoso pada acara Kampanye Pelestarian Cagar
Budaya di Universitas Airlangga, Surabaya, 3 September 2019.16

2. Wujud dan Bentuk Arsip Berupa Film, Piringan Hitam (Dokumen Alih Media
Daring) di Era Teknologi Modern
1. Arsip Berupa Film (Dokumen Alih Media Daring)
Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman,
pengertian film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dapat dipertunjukkan. Sedangkan perfilman adalah berbagai hal yang
berhubungan dengan film. Pada pasal 3 disebutkan bahwa tujuan dari perfilman
adalah terbinanya akhlak mulia, terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa,
terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatnya harkat dan martabat
bangsa, berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa, dikenalnya budaya
bangsa oleh dunia internasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, dan
berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan.
Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan perfilman mempunyai fungsi budaya,
pendidikan, hiburan, informasi pendorong karya kreatif; dan ekonomi. Bertumpu
pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman tersebut, film dapat
dijadikan sarana yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pendidikan bagi
masyarakat untuk mewujudkan kecerdasan kehidupan bangsa. Kaitannya dengan
arsip, film sebagai hiburan sekaligus dapat dijadikan untuk menyosialisasikan arsip
kepada masyarakat untuk mewujudkan masyarakat sadar arsip dan masyarakat yang
senantiasa menjaga memori, baik memori individu maupun memori kolektif. 17
Adapun pengarsipan film berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009
sebagaimana telah dinyatakan di awal dapat dilakukan oleh pihak swasta. Pasal 8
ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 menyebutkan bahwa

16
Diakses dari https://anri.go.id/publikasi/berita/arsip-naskah-proklamasi-mendapat-sertifikat-benda-cagar-
budaya-nasional, pada 02 Oktober 2022 pukul 17.45 WIB.
17
Fitria Agustina, “Sosialisasi Sadar Arsip dan Penyelamatan Memori Melalui Film”, Khazanah:
Jurnal Pengembangan Kearsipan, Vol. 9, No. 3, (t.thn), hlm. 43-44.

11
pengarsipan film dapat dilakukan sebagai bentuk kegiatan perfilman atau usaha
perfilman. Yang dimaksud dengan kegiatan perfilman sebagaimana disebut pada
Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 adalah penyelenggaraan
perfilman yang langsung berhubungan dengan film dan bersifat nonkomersial
sedangkan usaha perfilman sebagaimana disebut pada Pasal 1 angka 5 adalah
penyelenggaraan perfilman yang langsung berhubungan dengan film dan bersifat
komersial. Dari ketentuan Pasal 8 dan Pasal 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun
2009, maka pengarsipan film dapat dilakukan sebagai bentuk kegiatan bersifat non
komersil ataupun sebagai kegiatan yang bersifat komersil yang dapat dilakukan
oleh pelaku usaha perfilman.18
Dewasa ini perkembangan dunia perfilman di Indonesia semakin meningkat.
Film banyak diproduksi dengan berbagai genre seperti sejarah, biografi, drama,
komedi, misteri, dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini merupakan peluang bagi
lembaga kearsipan atau pemerhati arsip untuk berperan serta dalam pembuatan film
yang ingin menyampaikan pesan terkait dengan arsip. Beberapa film Indonesia
mungkin tidak sengaja telah mengenalkan “arsip” kepada masyarakat. Film Ada
Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2) yang telah menjadi box office dan menyedot 3,6
juta penonton. Dalam film ini ada percakapan penting yang berkaitan dengan arsip.
Cinta, tokoh utama film ini mengatakan “..dia itu udah kayak arsip!” dan tanggapan
Milly, “Kalau arsip berarti masih lo simpen dong!” Dari percakapan singkat
tersebut secara tidak disadari film AADC 2 telah mengenalkan arsip. Bahwa arsip
harus disimpan. Setiap kalimat yang diucapkan dalam film tersebut akan terus
diingat oleh penonton yang menggemari film atau pemeran dalam AADC 2.
Apabila percakapan itu hanya dilakukan oleh arsiparis, akan menjadi hal yang
biasa dan tidak berkesan. Tetapi bila diucapkan dalam film oleh si tokoh utama,
tentunya akan mendapat perhatian dan kesan yang mendalam bagi para penonton.
Penonton akan terus mengingat perkataan atau pesan yang ada dalam film tersebut.
Dalam film lain, “Sabtu Bersama Bapak”, jika diamati dengan seksama, objek
utama yang diangkat adalah arsip. Lain halnya dengan AADC 2 yang melontarkan
pesan terkait arsip dalam kalimat, di Sabtu Bersama Bapak ini yang digunakan
adalah arsip video. Video yang berisi pesan-pesan yang direkam oleh seorang bapak

18
Dyah Aryani P, “Pengelolaan Arsip Film Oleh Swasta dan Jaminan Akses Publik”, Pakuan Law Review, Vol.
3, No. 2, (2017), hlm. 69.

12
yang ditujukan kepada istri dan anak-anaknya hanya dapat ditonton setiap hari
Sabtu. Saat video direkam, anak-anak yang saat itu masih kecil dan hingga dewasa
video tersebut masih disimpan dan beberapa sudah dialihmediakan ke dalam flash
disk.
Jika penonton jeli dan kritis akan menimbulkan tanda tanya. Bagaimana cara
ibu tersebut menyimpan video tersebut agar tetap terpelihara, baik fisik maupun
informasinya sehingga setelah bertahun-tahun berlalu video peninggalan bapak
dapat terus diputar? Bagaimana seandainya video tersebut ada yang hilang atau
rusak? Meskipun tidak ada adegan yang jelas tentang cara menyimpan dan
memelihara arsip, setidaknya dari film tersebut, penonton mendapat gambaran
tentang arsip video dan alih medianya. Mengingat kondisi video tersebut yang
masih tetap bagus, dapat diputar dan dialihmediakan meskipun sudah tua, secara
tidak sengaja memberikan pendidikan kepada penonton bahwa arsip tidak hanya
disimpan, tetapi juga harus dipelihara agar kenangan yang terkandung di dalamnya
tetap terjaga.
Arsip jenis lain yang dijadikan objek dalam film berupa surat adalah “Surat dari
Praha”. Film tersebut mengisahkan perjalanan seorang wanita muda bernama Laras
yang mengantarkan sebuah kotak dan sepucuk surat yang ditulis ibunya (Sulastri)
untuk Jaya di Praha, Republik Ceko. Kotak tersebut ternyata berisi surat yang ditulis
oleh Jaya pada tahun 1970-an, dan saat ini masih terjaga dan terpelihara baik fisik,
maupun informasinya. Tiga film yang dirilis pada tahun 2016 ini, sudah banyak
memberikan informasi, atau sosialisasi bahwa arsip itu penting, harus disimpan, dan
dipelihara agar memori yang terkandung di dalamnya dapat terus terjaga. Apabila
dalam setiap film yang ditayangkan disisipi pesan-pesan yang berkaitan dengan
arsip, entah itu hanya sebuah kata, dialog, atau menampilkan bentuk arsip, akan
sangat membantu pemerintah dalam mengenalkan arsip kepada masyarakat
terutama bagi para remaja. Dengan menggunakan film cerita akan memudahkan
tujuan sosialisasi kearsipan dapat tercapai.19

19Fitria Agustina, “Sosialisasi Sadar Arsip dan Penyelamatan Memori Melalui Film”, Khazanah: Jurnal
Pengembangan Kearsipan, Vol. 9, No. 3, (t.thn), hlm.47-49.

13
2. Arsip Berupa Piringan Hitam (Dokumen Alih Media Daring)
Pada abad ke 20 yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada
tahun 1908, pemikiran masyarakat Indonesia mulai terbuka dengan kebudayaan
luar. Sejak saat itu juga penetrasi kebudayaan Eropa pada masyarakat Indonesia
ditandai dengan munculnya musik-musik Eropa di tanah air. Selain masuknya
budaya luar juga terjadi percampuran budaya Indonesia dengan budaya luar salah
satunya di bidang musik. Kecenderungan ini terjadi sudah lama. Dalam kasus
masuknya instrument Barat ke musik Jawa, kita bisa mengambil contoh musik
keroncong yang merupakan ensambel campuran instrument musik Barat dengan
musik Indonesia. Begitu halnya dengan musik Dangdut, musik Campursari yang
merupakan musik hybrid ala Indonesia (Shin Nakagawa, 2000: 152).
Era tahun ‘60-an sampai ‘70-an, musisi-musisi Indonesia banyak yang berkiblat
pada musisi-musisi asing yang sedang popular saat itu. Tidak banyak musisi
Indonesia yang berkiblat pada musisi lokal. Selain karena musisi lokal jarang
mendapat kesempatan untuk merilis album yang sesuai dengan karakternya, musisi
lokal ini biasanya lebih bangga kalau memiliki kemiripan dengan musisi asing.
Sejarah industri rekaman di Indonesia berawal dari dua tempat yakni Irama Record
di Menteng dan Lokananta di Surakarta. Irama Record didirikan tahun 1951 oleh
Suyoso Karsono atau Mas Yos sebagai perusahaan swasta. Lokananta didirikan
oleh Oetojo Soemowidjojo dan Raden Ngabehi Soegoto Soerjodipoero tahun 1956
yang merupakan perusahaan rekaman milik pemerintah. Hal yang membedakan
keduanya adalah output produk yang dihasilkan Irama Record adalah lagu-lagu
hiburan atau lagu pop sedangkan Lokananta memproduksi lagu-lagu daerah,
keroncong maupun pidato kenegaraan. Irama Record berhenti berproduksi pada
tahun 1967 sehingga tidak banyak orang mengetahuinya.
Keberadaan Lokananta disambut baik oleh Presiden Soekarno, karena
Lokananta lebih banyak memproduksi musik daerah atau musik gamelan. Tugas
utama Lokananta adalah memproduksi dan menduplikasi piringan hitam dan pita
kaset. Mulai tahun 1958, piringan hitam mulai dipasarkan kepada umum melalui
RRI dan diberi label Lokananta. Dari perusahaan rekaman inilah lahir penyanyi-
penyanyi legendaris Indonesia, seperti Gesang, Titiek Puspa, Waldjinah, Bing
Slamet, Sam Saimun, hingga pelawak Basiyo dan Didi Kempot.

14
Perawatan piringan hitam pun dapat dikatakan seadanya karena memang
perawatan yang dilakukan oleh Lokananta sendiri tidak mendapat bantuan dari
Pemerintah melainkan dengan mengusahakan dana sendiri dan juga donator yang
peduli terhadap warisan budaya yang kaya akan sejarah ini. Berikut merupakan
upaya perawatan piringan hitam yang dilakukan pegawai Lokananta :
1. Piringan hitam dicuci dengan menggunakan sabun pencuci piring.
2. Piringan hitam yang telah dicuci kemudian diangin-anginkan lalu dilap dengan
kanebo dengan gerakan satu arah.
3. Piringan hitam yang sudah bersih kemudian ditata didalam rak kayu dengan
posisi sejajar atau berdiri.
4. Disimpan di dalam ruangan yang sudah dilengkapi dengan pendingin ruangan.
5. Setiap per 10 hari jendela yang terdapat di dalam ruangan tersebut dibuka untuk
mengurangi kotoran yang disebabkan oleh kelembapan.
Walaupun perawatan yang dilakukan oleh para pegawai masih sangat
sederhana, namun setidaknya mereka memiliki usaha yang sangat gigih untuk
melestarikan dan meminimalisir kerusakan aset kebudayaan bangsa. Perawatan
yang sangat sederhana tersebut berdampak kurang baik terhadap piringan hitam,
seperti :
1. Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bahan yang baik untuk
membersihkan piringan hitam adalah dengan menggunakan alcohol isopropyl
atau alcohol denaturasi yang telah disuling agar meninggalkan kotoran yang
lebih sedikit, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa alcohol dapat
merusak vynil jika digunakan terus menerus secara jangka panjang. Alkohol
larut dalam air dan meninggalkan sedikit residu. Oleh karena itu deterjen ringan
dalam jumlah kecil dapat dijadikan sebagai alternatif seperti sabun bayi.
2. Lokananta mempunyai ribuan piringan hitam, baik yang sudah diberi cover
maupun belum diberi cover. Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) penyimpanan piringan hitam disimpan dalam can, can adalah sebuah
wadah besi berbentuk tabung sesuai dengan ukuran piringan hitam, karena can
terbuat dari besi sehingga kemungkinan untuk dimakan rayap sangatlah kecil.
3. Piringan hitam yang telah diberi cover kemudian disimpan di dalam rak, namun
di Lokananta rak yang digunakan adalah rak kayu, sedangkan menurut aturan
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), alat penyimpanan piringan hitam

15
jangan menggunakan bahan yang terbuat dari kayu karena sangat rentan
dimakan rayap.
4. Ruangan yang digunakan untuk penyimpanan piringan hitam harus diatur suhu
ruangannya namun di Lokananta terdapat pendingin ruangan atau AC yang
berasal dari salah satu organisasi yang tidak bisa disebutkan namanya namun
dalam penggunaannya belum bisa maksimal. Pendingin ruangan atau AC hanya
dihidupkan pada saat jam kerja. Di luar jam kerja ataupun ketika perusahaan itu
libur, pendingin ruangan atau AC dimatikan karena untuk meminimalisir
anggaran.
Piringan hitam sampai saat ini tidak terlalu diminati oleh masyarakat
Indonesia. Selain karena tidak semua orang mempunyai alat pemutarnya, lagu-
lagu piringan hitam Indonesia didominasi oleh lagu lama. Popularitas piringan
hitam tidak seperti di luar negeri terutama di Eropa dan Amerika. Jerman telah
membuat mesin untuk membersihkan piringan hitam dengan merek Okki
Nokki. Dengan mesin tersebut, kita bisa membersihkan piringan hitam secara
praktis. Namun mesin tersebut saat ini hanya tersedia di Eropa. Selain itu, disana
juga banyak menyediakan jasa membersihkan piringan hitam.20
3. Wujud dan Bentuk Arsip Statis dan Arsip Dinamis di Era Teknologi Modern
Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki
nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang
telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional
Republik Indonesia atau lembaga kearsipan arsip statis yang dikelola oleh Arsip
Nasional Republik Indonesia merupakan Arsip bernilai guna kesejarahan yang telah
diserahkan oleh Pencipta Arsip yaitu Kementerian/Lembaga/BUMN/Organisasi
Masyarakat/Organisasi Politik/Perorangan. Pengelolaan arsip statis telah melalui
serangkaian tahapan agar dapat diakses oleh publik antara lain Akuisisi Arsip,
Pengolahan Arsip, Preservasi Arsip, dan Layanan Akses-Pemanfaatan Arsip.
Pada abad digital ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat.
Kemajuan IPTEK yang semakin pesat ialah pertanda bahwa dunia telah memasuki era
globalisasi. Salah satu dampak dari perkembangan dan kemajuan IPTEK itu adalah
adanya alih media digital pada arsip statis. Pada era keterbukaan informasi publik saat

20
Gading Pramu Wijaya, “Lokananta Arsip Sejarah Musik Indonesia yang Terlupakan”, LIBARIA: Jurnal Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Vol. II, No. 1, (2019), hlm. 3-6.

16
ini kehadiran arsip statis di Indonesia sangatlah diperlukan karena jati diri dan memori
kolektif akan terjaga kelestariannya setiap zaman. Ketika kita berbincang mengenai
arsip statis maka dalam benak kita akan muncul bahwa arsip statis itu arsip yang
berdasarkan jadwal retensi arsip telah habis retensinya yang berketerangan
dipermanenkan yang diserahkan ke lembaga kearsipan untuk disimpan, dirawat dan
dijaga kelestariannya baik fisik serta informasinya. Arsip statis memiliki nilai sekunder
yang berguna untuk riset demi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di masa
depan, sebagai sumber informasi dan juga sebagai memori kolektif bangsa yang
menyimpan catatan sejarah masa lalu. Kehadiran arsip statis bagi bangsa Indonesia
merupakan suatu hal yang mutlak karena arsip statis menyimpan khasanah lembaran
sejarah panjang dinamika perjalanan bangsa ini, bukti autentik yang terkandung di
dalamnya. Adapun daftar arsip statis yang dialihmediakan sekurang-kurangnya
memuat pencipta arsip, nomor urut, jenis arsip, jumlah arsip, kurun waktu, keterangan,
penandatangan oleh pimpinan lembaga kearsipan.21 Adapun untuk contoh arsip statis
yang mengandung nilai kesejarahan seperti manuskrip pondok pesantren di Indonesia
yang telah dialihmediakan atau didigitalisasikan bisa diakses oleh publik melalui situs
web https://eap.bl.uk/project/EAP061

Gambar di atas tampilan beranda situs web untuk mengakses manuskrip pondok
pesantren yang telah didigitalisasikan

Ridho Laksono, “Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Proses Alih Media Arsip Statis”, Diplomatika, Vol. 1,
21

No. 1, (September, 2017), hlm. 49.

17
Gambar di atas merupakan salah satu contoh manuskrip koleksi Pondok Pesantren
Tegalsari yang mengandung informasi di dalamnya
Sementara arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam
kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Sedangkan
pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien,
efektif, dan sistematis yang meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta
penyusutan arsip. Pengelolaan arsip dinamis meliputi:
• Arsip vital, merupakan arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan
dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui,
dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang.
• Arsip aktif, merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan atau
terus menerus.
• Arsip inaktif, merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya telah
menurun.
Pengelolaan arsip dinamis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan: penciptaan,
penggunaan, pemeliharaan dan penyusutan arsip.
1. Penciptaan Arsip
Penciptaan arsip seperti surat dan naskah lainnya, gambar, dan rekaman
merupakan aktivitas awal dari masa kehidupan arsip, yaitu kegiatan membuat surat
dan dokumen atau naskah lain yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
organisasi dalam rangka mencapai tujuan.

18
2. Penggunaan Arsip
Arsip dinamis baik arsip vital, arsip aktif ataupun arsip inaktif masih selalu-
sering-kadang-kadang digunakan oleh pejabat dan pegawai untuk kepentingan
manajerial dan operasional organisasi. Berkenaan dengan penggunaan arsip ini
pencipta arsip perlu memiliki ketentuan prosedur peminjaman arsip, ketentuan
waktu peminjaman, dan prosedur pengembalian arsip termasuk sanksi apabila
terjadi kehilangan arsip.
3. Pemeliharaan Arsip
Pemeliharaan arsip dinamis dilaksanakan oleh pencipta arsip untuk menjamin
keamanan informasi dan fisik arsip. Pemeliharaan arsip dilakukan sesuai dengan
standar pemeliharaan arsip. Pemeliharaan arsip dilakukan untuk mencegah
kerusakan arsip yang dapat terjadi karena faktor intrinsik yaitu bahan-bahan yang
digunakan dalam menciptakan arsip seperti kertas, tinta, dan pasta atau lem atau
karena faktor ekstrinsik yaitu akibat serangan dari luar seperti kelembaban, udara
yang terlampau kering, sinar matahari, kekotoran udara, debu, jamur, serangga,
rayap, gegat, api, dan air.
4. Penyusutan Arsip
Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara
pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip
yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga
kearsipan.22

22
Dadang Eko Darminto, “Mengenal Arsip Statis dan Arsip Dinamis”, djkn.kemenkeu.go.id, Diakses dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13999/Mengenal-Arsip-Statis-dan-Arsip-Dinamis.html,. Pada 02
Oktober pukul 20.25 WIB.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Arsip foto ialah sekumpulan foto yang informasinya meliputi visualisasi kegiatan
sesaat, meliputi positif dan negatif yang diperoleh melalui proses fotografi serta
berkaitan dengan arsip tekstual. Adapun untuk tahapan menilai foto sebagai arsip
di antaranya adalah kualitas, nilai pembuktian, nilai informasional penelitian,
unik/umur/bentuk, identifikasi dan hubungan dengan bahan kearsipan lain, nilai
esensi, dan copyright.
2. Kaitannya dengan arsip, film sebagai hiburan sekaligus dapat dijadikan untuk
menyosialisasikan arsip kepada masyarakat untuk mewujudkan masyarakat sadar
arsip dan masyarakat yang senantiasa menjaga memori, baik memori individu
maupun memori kolektif. Adapun arsip berupa piringan hitam merupakan salah
satu benda atau alat music yang disimpan sebagai arsip oleh salah satu perusahaan
rekaman milik pemerintah, yakni Lokananta.
3. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai
guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang
telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional
Republik Indonesia atau lembaga kearsipan arsip statis yang dikelola oleh Arsip
Nasional Republik Indonesia merupakan Arsip bernilai guna kesejarahan yang telah
diserahkan oleh Pencipta Arsip yaitu Kementerian/Lembaga/BUMN/Organisasi
Masyarakat/Organisasi Politik/Perorangan. Arsip statis yang telah didigitalisasi
atau dialihmediakan sehingga dapat dijangkau oleh public melalui online berupa
sumber kesejarahan manuskrip pondok pesantren dapat diakses melalui web
https://eap.bl.uk/project/EAP061 . Sementara arsip dinamis merupakan arsip yang
digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama
jangka waktu tertentu. Sedangkan pengelolaan arsip dinamis adalah proses
pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif, dan sistematis yang meliputi
penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.

20
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, F. (t.thn.). "Sosialisasi Sadar Arsip dan Penyelamatan Memori Melalui Film".
Khazanah: Jurnal Pengembangan Kearsipan, 9(3).
Alberd, A. (2014). "Citra Positif dalam Fotografi". Jurnal Desain, 1(3).
ANRI. (t.thn.). "Arsip Naskah Proklamasi Mendapat Sertifikat Benda Cagar Budaya Nasional".
Diambil kembali dari anri.go.id: https://anri.go.id/publikasi/berita/arsip-naskah-
proklamasi-mendapat-sertifikat-benda-cagar-budaya-nasional
Darminto, D. E. (t.thn.). "Mengenal Arsip Statis dan Arsip Dinamis". Diambil kembali dari
djkn.kemenkeu.go.id: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13999/Mengenal-
Arsip-Statis-dan-Arsip-Dinamis.html
Deepublish. (2021, September 21). "Pengertian Arsip: Fungsi, Tujuan, Manfaat, dan Jenisnya".
Diambil kembali dari deepublishstore.com:
https://deepublishstore.com/pengadaan/pengertian-arsip/
Gunawan, A. P. (2014). "Genre Fotografi yang Diminati Oleh Fotografer di Indonesia".
Humaniora, 5(2).
Habibi, M. (2018, Desember 10). "Karakterisasi Arsip Foto Borobudur Conservation
Archives". Diambil kembali dari kebudayaan.kemdikbut.go.id:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/karakterisasi-arsip-foto-borobudur-
conservation-archives/
Irvan, I. (2020). Doctoral Disertation: "Analisis Foto Jurnalistik Kecelakaan Tol Cipularang
Km 90 Pada Media Online Detik.com". Palembang: UIN Raden Fatah Palembang.
Kuntowijoyo. (2018). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Laksono, R. (September, 2017). "Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Proses Alih Media
Arsip Statis". Diplomatika, 1(1).
Muhidin, S. A. (November, 2016). "Pengelolaan Arsip Digital". Jurnal Pendidikan Bisnis dan
Manajemen, 2(3).
P, D. A. (2017). "Pengelolaan Arsip Film Oleh Swata dan Jaminan Akses Publik". Pakuan Law
Review, 3(2).
Pratiwi, D. (2013). Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bahan
Pendidikan dan Latihan Pengelolaan Arsip Dinamis. Bandung.
Radiani, A. H. (2012). "Analisis Pengelolaan Arsip Foto di Arsip Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta". Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1(1).

21
Saputro, R. A. (Desember, 2021). "Pemanfaatan Foto dan Arsip Sebagai Sumber Pembelajaran
Sejarah". Kalpataru, 7(2).
Supriansyah, S. (2015). "Pemeliharaan dan Penyusutan Arsip Dinamis Inaktif ANRI Jakarta".
Jurnal Utilitas, 1(1).
Today, M. (2017, Juli 04). "Dokumentasi Foto Asli KH. Hasyim Asy'ari Berserban,
Berjenggot, dan Berjubah". Diambil kembali dari moslemtoday.com:
http://www.moslemtoday.com/dokumentasi-foto-asli-kh-hasyim-asyari-berserban-
berjenggot-dan-berjubah/
Wijaya, G. P. (2019). "Lokananta Arsip Sejarah Musik Indonesia yang Terlupakan". LIBARIA:
Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi, II(1).

22

Anda mungkin juga menyukai