Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Perkembangan Digitalisasi Naskah-naskah Nusantara di


Indonesia”
(Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filologi Melayu)

Dosen Pengampu : Dr. Khotimah, M.Ag

Disusun Oleh :

KELOMPOK 12

Handimas Amirullah Pasaribu (12030316608)

Mukhtar (12030313885)

STUDI AGAMA AGAMA / LOKAL 6


FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
banyak nikmat, nikmat yang tak terhingga banyaknya, Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Digitalisasi Naskah-naskah
Nusantara di Indonesia” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tak lupa pula penulis
haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari ibu Dr. Khotimah, M.Ag pada
mata kuliah Filologi Melayu di UIN SUSKA RIAU. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi penulis pribadi maupun bagi para
pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen


mata kuliah Filologi Melayu. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Baik dalam pengejaan dan juga
kesalahan – kesalahan lain. Mengingat akan pengetahuan penulis yang masih terbatas.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan – masukan
yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini dan makalah – makalah yang
akan datang.

Pekanbaru, 17 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN .................................................................. 3

A. Pengertian Digitalisasi........................................................... 3
B. Perkembangan Digitalisasi Naskah Nusantara ....................... 4
C. Bentuk Digitalisasi Naskah ................................................... 9
D. Tahapan-tahapan Digitalisasi Naskah .................................... 11
E. Problematik Digitalisasi Naskah Nusantara ........................... 12

BAB III : PENUTUP .......................................................................... 14

A. Kesimupulan ......................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................... 15

DAFTAR KEPUSTAKAAN .............................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Digitalisasi merupakan sebuah upaya penyelamatan naskah dari kemusnahan
akibat iklim dan kelembaban udara yang tidak bersahabat. Oleh karena itu, para
pemerhati, peminat, peneliti, dan pemilik naskah serta pemerintah harus bersatu padu
untuk membangun sinergi dalam hal penyelamatan dan pemeliharaan naskah. Dengan
demikian, program digitalisasi yang kini sedang digalakkan oleh berbagai pihak atau
instansi benar-benar dapat menyelamatkan khazanah intelektual bangsa yang
terkandung di dalam naskah. Setidaknya, Perpustakaan Nasional dan Manassa
(Masyarakat Pernaskahan Nusantara) dapat tampil sebagai garda depan dalam urusan
digitalisasi naskah ini. Dengan pelibatan komunitas pernaskahan dan lembaga resmi
negara, diharapkan ada semacam roadmap digitalisasi sebagai wujud penyelamatan
naskah secara nasional yang berkesinambungan. 1
Nusantara memiliki warisan berupa naskah-naskah lama. Disiplin ilmu yang
mengkaji naskah-naskah tersebut disebut filologi. Filologi sebagai suatu bentuk
kegiatan sudah cukup lama dilakukan orang. Ilmu itu mulai berkembang sejak abad
ke-2 sebelum Masehi di Yunani kuno. Pada masa itu, di Museum Iskandariyah,
Yunani, terdapat kegiatan pengkajian terhadap naskah-naskah klasik. Pada masa itu,
museum berarti kuil untuk Dewi Muses yang merupakan dewi kesenian dan ilmu
pengetahuan. Filologi yang melanjutkan tradisi Yunani itu disebut filologi tradisional
yang ingin menjaga teks tetap asli. Seiring dengan berkembangnya waktu, khususnya
pada abad ke-20, para pengkaji menemukan bahwa teks seringkali tidak ada yang asli.
Perubahan teks juga merupakan hal yang sangat penting untuk menggambarkan
perkembangan kebudayaan. Muncullah kemudian teori baru dalam bidang filologi
yang fokusnya justru ingin menggambarkan perkembangan perubahan teks akibat
perubahan dinamika budaya. Selanjutnya, pada abad ke-21 muncul teknologi digital.
Dalam filologi, teknologi sangat membantu dalam usaha menggandakan naskah.
Melalui teknologi, naskah dimasukkan ke dalam dokumen digital melalui foto
sehingga nantinya dapat diedit, digandakan, dan disebarkan dalam jumlah tidak

1
Wirajaya, Asep Yudha. 2007. “Digitalisasi Naskah: Sebuah Bagian Konservasi yang Perlu Dilakukan” dalam
Nuansa Indonesia. Volume. XIII, Nomor. 1, Februari 2007. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa –
Universitas Sebelas Maret.hal.25

1
2

terbatas. Kegiatan itu merupakan kegiatan digitalisasi naskah yang sangat bermanfaat
bagi usaha preservasi. 2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas pada makalah kali ini,
diantaranya yakni :
1. Apa pengertian digitalisasi?
2. Bagaimana perkembangan digitalisasi naskah nusantara ?
3. Apa saja bentuk-bentuk digitalisasi naskah?
4. Apa saja tahapan-tahapan digitalisasi naskah?
5. Apa yang menjadi probelematik dalam digitalisasi naskah nusantara?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian digitalisasi


2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan digitalisasi naskah nusantara
3. Untuk mengatahui apa saja bentuk-bentuk digitalisasi naskah
4. Untuk mengetahui apa saja tahapan-tahapan digitalisasi naskah
5. Untuk mengetahui bagaimana probelamtik dalam digitalisasi naskah nusantara

2
Mu’jizah dan Maria Indra Rukmi. 1998. Penelusuran Penyalinan Naskah-Naskah Riau Abad XIX: Sebuah
Kajian Kodikologi. Jakarta: Program Penggalakan Kajian Sumber-Sumber Tertulis Nusantara, Fakultas Sastra,
Universitas Indonesia. Hal.12
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Digitalisasi
Istilah digitalisasi (digitalization) dapat disebut juga dengan digitization.
Apabila merujuk pada Library of Congress Authorities, istilah yang digunakan adalah
digitization.3
Menurut Memenemy dan Poulter dalam bukunya yang berjudul "Delivering
Digital Sevices" definisi paling mudah untuk digitalisasi adalah menciptakan kopi
digital dari sebuah objek analog. Dia menambahkan bahwa dengan mendigitalkan
sebuali dokumen, banyak keuntungan yang bisa didapatkan, yakni dapat dengan
mudah diakses, dicari, ataupun diindeks. Artikel yang didapatkan dari info komputer
menguraikan bahwa Proses digitalisasi dokumen adalali Proses perubahan dari
dokumen tercetak (printed document/ hardcopy) menjadi dokumen elektronik. 4
Sumber lain yang didapatkan pada Online Dictionary For Library and
Information Science memberikan pengertian yang serupa, yakni digitikası adalah
menkonversi sebuah dara ke dalam format digital dengan menggunakan computei.
Dalam sistem informasi digitisasi biasanya merujuk pada pengkonversiau dari teks
tercetak (fotografi, ilustrasi peta dan sebagainya) ke dalam sinyal biner dengan
menggunakan alat scanning yang memungkinkan hasilnya dapat ditampilkan melalui
layar komputer.
Digitalisasi merupakan suatu proses yang kompleks, dan terdapat berbagai
manfaat yang dapat diwujudkan dari berbagai jenis kegiatan digitalisasi. Menurut Lee
Alasan utama dari institusi untuk mendigitalisasikan koleksi museum adalah untuk
meningkatkan akses. Bahkan dalam beberapa kasus, suatu bahan pustaka yang dipilih
untuk digitalisasi adalah bahan pustaka yang tergolong langka atau unik. Dalam
bentuk analog, bahan pustaka tersebut akan disimpan secara hati-hati dan hal itu akan
menyebabkan bahan pustaka tersebut menjadi sesuatu yang spesial sehingga aksesnya
terbatas.

3
Library of Congress (2008), Library of Congress datherine, Diakses pada tanggal 17 Mei 2023 pukul 19.00
Wib, dari http Wauthorities.loc.gov/
4
Memenemy, David & Alan Poulter: (2005), Delivering Digital Sevices. à Handbook fof Public Services and
Learning Centres, London: Facet Publishing, hal.159

3
4

Dengan adanya digitalisasi pada bahan pustaka tersebut, maka aksesnya akan
menjadi lebih luas sehingga tidak terbatas pada kalangan tertentu saja. Selain itu
yakni mengusahakan agar bahan pustaka asli tidak mengalami kerusakan, untuk
menjaga nilai yang terkandung dalam bahan pustaka seperti nilai historis, bahan
pustaka langka, kuno dan sebagainya. Jika suatu bahan pustaka dialih media dari
bentuk analog menjadi bentuk digital dengan hasil yang berkualitas tinggi, maka
dapat dikatakan kegiatan digitalisasi dapat memelihara bahan pustaka asli tersebut. 5
B. Perkembangan Digitalisasi Naskah Nusantara di Indonesia
Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Kawasan ini,
sebagai kawasan Asia pada umumnya, sejak kurun waktu yang lama memiliki
peradaban tinggi dan mewariskan kebudayaan kepada anak ke- turunannya melalui
berbagai media, antara lain, media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kawasan
Nusantara terbagi dalam banyak kelompok etnis yang masing-masing memiliki
bentuk kebudayaan yang khas, tanpa me ninggalkan sifat kekhasan kebudayaan
Nusantara. Kekayaan Nusantara akan naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah
koleksinya yang dewa sa ini terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan timur pada
umumnya.6 Berikut perkembangan naskah di nusantara yaitu:
a) Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat

Hasrat mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul dengan ke- hadiran


bangsa Barat di kawasan ini pada abad ke-16. Pertama-tama yang mengetahui
mengenai adanya naskah-naskah lama itu adalah para pedagang. Mereka menilai
naskah-naskah itu sebagai barang dagangan yang mendatangkan untung besar, seperti
yang mereka kenal di benua Eropa dan di sekitar Laut Tengah, serta daerah-daerah
lain yang pernah ramai. dengan perdagangan naskah kuna atau naskah lama.

Para pedagang itu mengumpulkan naskah-naskah itu dari perorang- an atau


dari tempat-tempat yang memiliki koleksi, seperti pesantren atau kuil-kuil, kemudian
membawanya ke Eropa, menjualnya kepada perorangan atau kepada lemb aga-
iembaga yang telah memiliki koleksi naskah-naskah lama. Seterusnya naskah-riskah
itu selalu berpindah tangan karena dijual atau dihadiahkan. Seorang yang dikenal

5
Lee, S. D. (2001), Digital Imaging: A Practical Hand Book, Neal-Schuman Publishers.hal.20
6
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 42-43
5

bergerak dalam usaha perdagangan naskah adalah Peter Floris atau Pieter Willemsz.
Van Elbinck yang per nah tinggal di Aceh pada tahun 1604. 7

Kumpulan naskah Elbinck, antara lain, dijual kepada Thomas Erpenius,


seorang orientalis kenamaan dari Leiden (1584:1624). Erpenius sendiri tidak ber-
minat mengkaji; naskah-naskah Nusantara karena keahliannya adalah me ngenai
kebudayaan Timur Tengah. Pada tahun 1632, koleksi naskah Nu- santara Erpenius
jatuh ke perpustakaan Universitas Oxford. Nama lain yang dikenal menerima naskah-
naskah Nusantara dari para pedagang adalah Edward Picocke, pemilik naskah Hikayat
Sri Rama tertua; serta William Laud, uskup besar dari Canterbury, yang
menghadiahkan koleksi naskah Nusan- tara kepada perpustakaan Bodeian di Oxford.

Sehubungan dengan hal ini, perlu dicatat nama Frederik de Houtman, saudara
laki-laki dan teman seperjalanan Cornelis de Houtman, yang minatnya terhadap
kebudayaan Nusantara telah dibuktikan dalam karangan- nya berjudul Spraeck ende
Woordboeck, inde Maleysche ende Madagaskarsche Talen (terbit tahun 1603). Buku
ini banyak menarik perhatian bangsa Eropa sehingga diterjemahkan dalam bahasa
Latin, Inggris, dan Prancis. 8 Dapat diduga bahwa kemahirannya dalam bahasa
Melayu, antara lain, disebabkan oleh membaca dan mempelajari naskah-naskah
Melayu.

Pada zaman VOC, usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir


terbatas pada bahasa Melayu karena dengan bahasa Melayu mereka sudah dapat
berhubungan dengan bangsa pribumi dan bangsa asing yang me- ngunjungi kawasan
ini, seperti bangsa India, Cina, Arab, dan bangsa Eropa lainnya. Peranan para
saudagar atau pedagang sebagai pengamat bahasa, melalui pembacaan naskah-naskah
dilanjutkan oleh para penginjil, yang oleh VOC dikirim ke Nusantara dalam jumlah
besar selama dua abad pertama.

b) Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil

Pada tahun 1629, tiga puluh tiga tahun setelah tibanya kapal Belanda pertama
di kepulauan Nusantara, terbitlah terjemahan Alkitab yang pertama dalam bahasa
Melayu. Nama penerbitnya Jan Jacobsz, Palenstein, sedang nama penerjemahnya

7
Reynold LD. & N.G. Wilson. 1975; Scribes and Scholars. Clarendon: Ox- ford University Press. hal.5
8
Teeuw, A. 1961. A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia. s'Gravenhage: Martinus
Hijhoff. Hal.9-10
6

Albert Cornelisz, Ruil (atau Ruyl), dan judulnya Het Nieuwe Testament in
Nederduyts ende Malays, na de Grieckscher waar- heyt overgeset - Jang
Testamentum. Ruyl ini seorang pedagang yang pada tahun 1600 bersama- sama Jacob
van Neck datang di Nusantara dan sebelumnya ia telah menerbitkan Spiegel van de
Maleise Tale dengan mengambil bahan dari karangan Frederik de Houtman serta
beberapa terjemahan ajaran gereja.

Seorang penginjil terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah Melayu


adalah Dr. Melchior Leijdecker (1645-1701). Terjemahan Beibel dari Leijdecker baru
terbit setelah dia meninggal karena diperlukan penyempurnaan dan revisi yang cukup.
Pada tahun 1835, jilid pertama terjemahan itu diterbitkan. Pada tahun 1691, atas
perintah Dewan Gereja Belanda, Leijdecker menyusun terjemahan Beibel dalam
bahasa Melayu tinggi. Untuk memenuhi tugas itu, dia harus meningkatkan
kemampuannya dalam bahasa Melayu dengan membaca naskah-naskah Melayu serta
menulis karangan karangan dalam bahasa itu. Akan tetapi, hingga sampai ajalnya
terjemahan itu belum selesai juga, lalu dilanjutkan oleh seorang penginjil lain
bernama Petrus van den Vorm. Petrus datang di Indonesia pada tahun 1638. Mula-
mula ia ditugaskan sebagai pendeta di kepulauan Maluku, kemudian dipindahkan ke
Jakarta dan tinggal di kota itu pada tahun 1698-1731. Dia dikenal sebagai seorang
yang menguasai dengan baik bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa Timur lainnya. 9

Francois Valentijn (1666-1727), seorang pendeta yang datang di Indonesia


pada 1685 dan berpendidikan teologi dari Universitas Leiden, di- tempatkan di
kepulauan Maluku. Kesempatan tinggal di Indonesia, di berbagai tempat,
memungkinkannya untuk menulis berbagai aspek ke- budayaan Indonesia dalam
karangannya yang ensiklopedik berjudul Oud en Nieuw Oost-Indien, vervattende een
nauukeurige en uitvoerige verhan- delinge van Nederlandse mogentheyd in die
gewesten (1726). Di dalam ka- rangan ini, tampak pengetahuannya mengenai naskah-
naskah Nusantara di- sebutkannya beberapa judul naskah yang diketahuinya pada
waktu itu. Kepandaian Valentijn berbahasa Melayu dimanfaatkannya untuk penyebar-
an Beibel dan penerjemahan Beibel dimungkinkan oleh penguasaannya terhadap
bahasa Melayu, meskipun Melayu rendah. Dia banyak menulis tentang kebudayaan

9
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 44-45
7

Nusantara dan menyusun kamus dan buku tata bahasa Melayu yang baik, serta besar
perhatiannya kepada bahasa Melayu dan sastranya.

Penginjil lain yang dikenal akrab dengan bahasa dan kesastraan Melayu adalah
G.H. Werndly. Dalam karangannya yang berjudul Maleische Spraak- kunst, terbit
pada tahun 1736, dalam lampirannya yang diberi nama "Maleische Boekzaal" dia
menyusun daftar naskah-naskah Melayu yang dikenalnya sebanyak 69 naskah. Bahwa
dia mempelajari dan mengerti isi kandungannya terbukti dengan adanya ringkasan isi
dan deskripsi setiap naskah itu meskipun sangat pendek.

Sementara itu, kedudukan VOC menjadi lemah dan sebagai akibatnya,


dorongan untuk mempelajari bahasa dan naskah-naskah Nusantara pun menjadi
berkurang. Usaha pengajaran dan penyebaran Alkitab diteruskan oleh zending dan
Bijbelgenootschap. Akan tetapi, disebabkan oleh ber- bagai kesulitan, baru pada tahun
1814 lembaga ini dapat mengirim seorang penginjil Protestan bernama G. Bruckner
ke Indonesia yang ditempatkan di Semarang (Swellengrebel, 1974:13). Tugasnya
adalah menyebarkan Alkitab kepada masyarakat Jawa. Untuk memenuhi tugas itu,
Bruckner bergaul dengan penduduk Jawa dan banyak membaca naskah-naskah Jawa
untuk memperlancar kemampuannya berbahasa Jawa, baik untuk berbicara maupun
untuk menulis atau menerjemahkan Alkitab (Swellengrebel, 1974:40). Terjemahan
Alkitab Bruckner terbit pada tahun 1831 dalam huruf Jawa. 10

c) Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara

Kehadiran tenaga penginjil yang dikirim oleh NBG ke Indonesia dengan bekal
ilmu pengetahuan linguistik telah mendorong tumbuhnya kegiatan untuk meneliti
naskah-naskah dari berbagai daerah Nusantara. Kalau pada mulanya mereka
mempelajari naskah itu untuk tujuan mengenal bahasanya, guna kepentingan
penyiaran dan penerjemahan Alkitab, maka selanjutnya mereka ada yang berminat
mengkaji naskah untuk memahami kandungan isinya dan seterusnya berminat
menyuntingnya agar isi naskah dapat diketahui oleh golongan yang lebih luas.
Suntingan-suntingan nas- kah penting dapat membuka beberapa hal yang elementer
mengenai kandungannya.

10
Teeuw, A. 1961. A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia. s'Gravenhage: Martinus
Hijhoff. hal.11
8

Minat terhadap naskah Nusantara juga timbul pada para tenaga Belanda yang
memberi pelajaran bahasa-bahasa Nusantara kepada calon pegawai sipil sebelum
mereka dikirim ke Indonesia. Mereka itu perlu dibekali pengetahuan dalam bidang
bahasa, ilmu bumi, dan ilmu bangsa-bangsa (taal, land-en volkenkunde). Mimbar
kuliah untuk disiplin tersebut mula-mula diadakan di Konninklijke Militaire
Academie (KMA) di Breda mulai tahun 1836 dan di Delft pada tahun 1842 dengan
mengangkat Taco Roorda dan Roorda van Eysinga sebagai guru besar dalam Bahasa
Melayu, ilmu Bumi, dan ilmu bangsa-bangsa Hindia Belanda masing-masing di Breda
dan Deft. Akhirnya, mimbar kuliah ini dipindah ke Fakultas Sastra Universitas Lei-
den. Taco Roorda dikenal sebagai tenaga yang memiliki dedikasi dalam bidang
penerjemahan Alkitab, dalam pendidikan kepangrehprajaan, dan dalam ilmu
pengetahuan murni. Di samping tenaga peneliti dari Belanda, dikenal juga tenaga
peneliti dan ahli filologi dari Inggris, misalnya John Leyden, J. Logan, W. Marsden,
Thomas Stamford Raffles, J.Crawfurd, RJ. Wilkinson, R.O. Winstedt, dan Shellabear.

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk


menyunting, membahas serta menganalisanya, atau untuk kedua-duanya. Pa- da tarap
awal kajian terhadap naskah-naskah itu terutama untuk tujuan pe- nyuntingan. Oleh
karena tenaga yang masih sangat terbatas maka kegiatan itu diarahkan untuk naskah
Jawa dan Melayu. Hasil suntingan pada umum- nya berupa penyajian teks dalam
hurup aslinya, ialah huruf Jawa, huruf pegon atau huruf Jawi, dengan disertai
pengantar atau huruf Jawi, dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat
singkat, tanpa analisis isinya, misal- nya suntingan Ramayana Kakawin oleh H. Kern
(1900), Syair Bidasa- yi oleh van Hoevell (1843), Geschiedenis van Sri Rama oleh
Roorda van Eysinga (1843), dan Een Javaansche geschrift uit de 16 de eeuw oleh
J.G.HGunning. Suntingan pada tarap awal ini pada umumnya menggunakan metode
intuitif atau diplomatik. Suntingan naskah dengan metode kritik teks, yang banyak
dilakukan pada abad ke-20, menghasilkan suntingan yang lebih mantap daripada sun-
tingan-suntingan sebelumnya. Terbitan jenis ini banyak yang disertai terjema- han
dalam bahasa Belanda, Ingris, atau Jerman. Tersedianya naskah serta suntingan-
suntingan naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun
kamus bahasa-bahasa Nusan- tara; bahkan sejak abad ke-19 telah terbit beberapa
kamus bahasa Jawa oleh tenaga-tenaga penginjil yang dikirim oleh NBG ke
9

Indonesia, di antaranya telah dikemukakan di bagian muka tulisan ini. Adapun


terbitan kamus bahasa Jawa Kuna yang banyak dikenal adalah susunan Van der Tuuk
berjudul Kawi-Balineesch-Nederlandsch Woordenboek (1897-1912), H.H. Juynboll
berjudul Oudjavaansch-Nederlandsch woordenlijst (1923, dan yang terakhir adalah
susunan P.J. Zoetmulder berjudul Old Javanese English Dictionary (1982). Kamus
bahasa Melayu disusun oleh H.C. Klinkert berjudul Nieuw Maleisch Nederlandsch
Woordenboek (1947), oleh RJ. Wilkinson A Malay-English Dictionary (1959), bahasa
Jawa disusun oleh Gericke & Roorda berjudul Javaansch-Nederlandsch
Handwoordenboek (1901), dan bahasa Madura oleh H.N. Kiliaan berjudul
Madoereesch Neder landsch Woordenboek (1904-1905).

Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara, yang sebagian diutarakan


di depan, telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan
oleh berbagai disiplin, terutama disiplin humani- ora dan disiplin ilmu-ilmu sosial.
Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan ilmu filologi, yaitu melalui telaah naskah-
naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilai luhur
yang disimpan di dalamnya. 11

C. Bentuk Digitalisasi Naskah


Digitalisasi itu pada dasarnya adalah upaya mempertahankan sumber daya
kultural dan intelektual agar dapat digunakan sampai batas waktu yang selama
mungkin. Khususnya lagi pada bahan koleksi buku atau naskah yang terdapat pada
perpustakaan/museum, preservasi memainkan peran yang penting dalam pertumbuhan
kekayaan intelektual dan pengembangan profesionalisme pada seseorang. Jadi, dalam
kegiatan digitalisasi, sebenarnya tidak hanya fokus padaaspek fisik naskahnya saja,
tetapi juga menyentuh aspek isi atau teks yang terkandung di dalam naskah.
Adapun bentuk digitalisasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a) Preservasi teknologi dalam bentuk perawatan secara seksama semua perangkat
keras dan lunak yang dipakai dalam membaca atau menjalankan suatu materi
digital tertentu.
b) Penyegaran atau pembaharuan dengan memperhatikan usia media, misalnya
dialihmediakan. Migrasi dan format ulang, berupa kegiatan mengubah
konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan isi intelektualnya.

11
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 47-51
10

c) Emolusi (emolusion), yaitu proses di lingkungan sistem. Artinya, secara


teoretis dapat dilakukan pembuatan ulang secara berkala terhadap program
komputer tertentu agar dapat terus membaca data digital yang direkam dalam
berbagai format dari berbagai versi. 12

Dengan demikian, upaya pembuatan salinan naskah merupakan suatu cara


yang cukup efektif untuk menekan atau mengurangi ketergantungan menyentuh atau
membuka atau membaca naskah secara langsung. Dengan mengurangi angka
ketergantungan tersebut, setidaknya diharapkan kesalahan penanganan naskah akibat
ketidakpahaman atau ketidaktahuan pembaca awam/peneliti pemula dapat ditekan
(diminimalisasi).13

Selain itu, preservasi juga sering dianggap sebagai upaya pemeliharaan bahan
pustaka selama hal tersebut memang diperlukan. Jadi, dalam konsep tersebut
preservasi memang benar-benar merupakan masalah pokok dalam bidang
pernaskahan dan kepustakawanan modern, serta sekaligus menjadi masalah pokok
yang harus dihadapi di akhir abad ini dan abad-abad selanjutnya. 14

Berbagai upaya preservasi yang dapat dilakukan dalam rangka


mendayagunakan naskah kuna bagi kehidupan manusia adalah membuka atau
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para peneliti, pemerhati, mahasiswa
peminatan bidang filologi untuk melakukan kajian yang komprehensif dan integratif
terhadap koleksi naskah yang berhasil ditemukan. Jadi, tradisi ilmiah dan diseminasi
temuan-temuan baru dalam bidang pernaskahan dapat dilakukan dan disampaikan
kepada khalayak ilmiah sehingga membuka peluang baru bagipemanfaatan yang lebih
optimal di bidang keilmuan yang sesuai. Dengan demikian, filologi atau ilmu
pernaskahan dapat kembali berperan sebagai “pintu gerbang ilmu pengetahuan”. 15

12
Restinaningsih, Lilis. tt. “Konservasi dan Restorasi terhadap Naskah: Naskhah sebagai Warisan Budaya”
dalam http://www.academia.edu/7664480/Konservasi_Naskah. diakses 17 Mei 2023, pukul 20:00 WIB.
13
Wirajaya, Asep Yudha, dkk. 2015. “Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah-naskah Kuna di Wilayah Eks-
Karesidenan Surakarta sebagai Upaya Penyelamatan Intangible Asset Bangsa”dalam Etnografi: Jurnal
Penelitian Budaya Etnik. Vol. XV, Nomor 1, Tahun 2015. ISSN 411 – 7258. Surakarta: Fakultas Ilmu Budaya –
Universitas Sebelas Maret.
14
Harvey, R. 1993. Preservation in Libraries: Priciples, Strategies and Practicesfor Librarians. London:
Bowker-Saur.hal.25
15
Tygeler, Rene. 2001. Preservation of Archives in Tropical Climate, A Annotated Bibliography. Paris:
International Council on Archive.hal.12
11

D. Tahapan-tahapan Digitalisasi Naskah


Namun sebelum proses digitalisasi dilakukan, deskripsi naskah berdasarkan
model penelitian kodikologi harus sudah dilaksanakan. Artinya segala keterangan
yang terkait dengan seluk-beluk naskah akan dideskripsikan.16 Hal ini berarti bahwa
data tentang kodikologi dalam naskah-naskah kuna yang ditemukan, sebelum dibuat
web design-nya akan disistematiskan terlebih dahulu sehingga menghasilkan sebuah
pemahaman yang baik dan lengkap. Dengan demikian, hasil deskripsi naskah yang
baik dan benar inilah yang nantinya akan dijadikan bahan bagi pembuatan
katalogisasi dan digitalisasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 17
Adapun tahapan-tahapan digitalisasi naskah yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1) Melacak atau menginventarisir naskah-naskah kuna yang tersimpan dalam
berbagai koleksi, baik koleksi lembaga / instansi maupun koleksi pribadi
2) Mendeskripsikan naskah sesuai dengan model penelitian kodikologi (proses
katalogisasi)
3) Melakukan pengambilan gambar secara digital dengan menggunakan kamera
DSLR
4) Menyiapkan hasil pemotretan yang akan dijadikan master naskah (dalam
format RAW)
5) Mengolah hasil pemotretan dengansoftwareyang mampu mengubah file
RAW-TIFF-JPEG-PDF (membuat e-naskah)
6) Membuat Web Design
7) Mengunggah e-naskah ke server yang telah disiapkan, dan
8) Siap untuk diakses oleh pengunjung atau peneliti. 18
Jadi, aktivitas konservasi naskah yang dapat dilakukan di tempat-tempat
penyimpanan pribadi, seperti yayasan, paguyuban, kolektor pribadi adalah
membangun kesadaran bersama bahwa keberadaan naskah-naskah kuna tersebut
merupakan warisan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu,
perlu upaya penyelamatan yang dilakukan secara swadaya tanpa menunggu dan

16
Djamaris,Edward, 2002, Metode penelitian Filologi. Jakarta: Monasco.hal.20
17
Wirajaya, Asep Yudha, 2007, “Digitalisasi Naskah: Sebuah Bagian Konservasi yang Perlu Dilakukan” dalam
Nuansa Indonesia. Volume. XIII, Nomor. 1, Februari 2007. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa –
Universitas Sebelas Maret.hal.30
18
Wirajaya, Asep Yudha, 2010. “Pelestarian Naskah-naskah Nusantara melalui Teknologi Digital” dalam
Kuliah Perdana Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Tahun 2010. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa –
Universitas Sebelas Maret.hal.15
12

mengandalkan dana dari pemerintah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
melakukan proses digitalisasi naskah. Dengan digitalisasi naskah, diharapkan akan
dapat menjadi alternatif penyelamatan naskhah di tengah kurangnya perhatian dari
pemerintah.
Setidaknya, melalui proses digitalisasi yang dilakukan, pemilik naskah sudah
berperan serta dalam penyelamatan naskah. Dengan demikian, apabila terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan terhadap naskah aslinya, maka pemilik dapat membuat naskah
repro dari hasil printing softfile yang telah dimilikinya, baik dalam bentuk CD, DVD
maupun Blueray. Selain itu, dengan adanya proses digitalisasi tersebut, keberadaan
naskah tidak akan banyak “terganggu” oleh peneliti pemula atau pembaca awam yang
tidak mengerti etika dan tatacara penanganan naskah kuna. Di sisi lain, dengan selesai
dilakukannya proses inventarisasi, deskripsi, dan digitalisasi naskah-naskah kuna
yang masih tersimpan dalam koleksi-koleksi pribadi tersebut, maka keberadaan
naskah-naskah tersebut akan segera diketahui oleh para mahasiswa calon peneliti,
pemerhati, peminat, dan peneliti. Dengan demikian, diharapkan akan segera lahir
penelitian-penelitian baru yang dapat memberikan kontribusi positif bagi alternatif
solusi permasalahan pembangunan bangsa.
E. Problematik Digitalisasi Naskah Nusantara

Ada beberapa problem naskah kuno di Indonesia. Problem pertama ialah


naskah hilang baik disengaja maupun tidak disengaja. Problem kedua adalah naskah
rusak akibat dimakan usia. Selanjutnya ialah minimnya aktivitas inventarisasi dan
digitalisasi naskah kuno.
Hal itu menjadikan naskah-naskah kuno tidak terdeteksi. Kajian naskah kuno
merupakan hal yang penting. Sedikitnya kajian atau penelitian tentang naskah kuno
serta sedikitnya tenaga ahli di bidang itu menjadikan naskah kuno tidak tersosialisasi
dan tidak terkenal sehingga mudah dilupakan. Sementara itu, banyaknya aksi
pencurian dan praktik perdagangan naskah kuno di dalam dan luar negeri yang
merupakan problem tersendiri.
Problem lainnya ialah banyaknya naskah kuno yang masih disimpan di
masyarakat dengan perawatan yang kurang memadai. Banyak juga museum atau
perpustakaan yang menyimpan naskah kuno dengan fasilitas dan sumber daya
manusia yang kurang memadai. Seiring dengan perkembangan teknologi digital,
13

usaha untuk menduplikasi naskah dilakukan sebagai upaya menyelamatkan isi naskah.
Tahap-tahap itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Menyalin naskah. Menyalin naskah adalah suatu usaha klasik dalam duplikasi
naskah. Naskah disalin dengan bahan yang sama dengan naskah, misalnya
bahan lontar, daluang, kulit binatang, bambu, dan batang pohon. Penyalinan
naskah menjadikan naskah kuno mempunyai duplikat dengan bahan alas
penulisan yang hampir sama. Usaha itu masih diusahakan di Bali dengan
menyalin naskah-naskah lontar. Saat ini Tedi Permadi dari Universitas
Pendidikan Indonesia juga berusaha membuat alas naskah dari kulit kayu yang
nantinya akan menjadi naskah daluang.
2) Teknik grafis. Duplikasi naskah dengan teknik grafis pada awalnya dilakukan
dengan suatu usaha yang disebut dengan cetak batu. Naskah dicetak dengan
menggunakan cap yang dibuat secara manual dengan huruf yang sama dengan
huruf aslinya di atas kertas Eropa. Duplikasi model ini dahulu banyak
ditemukan di Singapura dan Pulau Bintan.
3) Printing klise. Seiring dengan ditemukannya teknis pencetakan dengan
menggunakan master klise, cetak naskah dengan sistem klise pun berkembang.
Klise atau film merupakan hasil foto yang dapat digunakan untuk mencetak
naskah. Klise tersebut juga dapat dibuat rol yang dapat dibaca tanpa dicetak
dengan alat yang disebut microreader. Pada awalnya naskah difoto hitam putih
lalu difoto berwarna.
4) Foto digital. Langkah ini dikenal dengan konsep digitalisasi naskah. Langkah
duplikasi naskah yang terakhir ialah pembuatan fail foto digital dengan teknis
foto digital. Naskah difoto kemudian dibuat aplikasi sehingga mudah dibaca
atau dicetak. Fail juga dapat diunggah di internet sehingga tersimpan di dunia
maya serta dapat digunakan khalayak yang lebih luas.19

19
Ikram, A. 1980. Hikayat Seri Rama: Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat dan Struktur. Jakarta:
Percetakan Universitas Indonesia.hal.15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan pertama, perlu ada


perencanaan yang baik terkait dengan upaya digitalisasi yang terintegrasi antara
Perpusnas, Manassa, dan Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga lain karena setiap
koleksi naskah memerlukan upaya penyelamatan. Selain itu, perlu ada peningkatan
kapabilitas dan kapasitas sumber daya manusia serta aspek penganggaran sehingga
upaya digitalisasi ini dapat berjalan secara optimal. Dengan adanya upaya digitalisasi
ini diharapkan para peneliti atau pemerhati dapat mengoptimalkan dan
mendayagunakan naskah kuna bagi kehidupan manusia karena perpustakaan atau
museum telah membuka atau memberikan kesempatan akses seluas-luasnya bagi para
peneliti, pemerhati, mahasiswa peminatan bidang filologi untuk melakukan kajian
yang komprehensif dan integratif terhadap koleksi naskah yang berhasil ditemukan,
dialihdigitalkan, dan dipublikasikan.
Kedua, digitalisasi merupakan bagian dari konservasi yang dapat dilakukan
sebagai upaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuna dari kemusnahandengan
memanfaatkan teknologi digital. Sebelum proses digitalisasi berjalan, harus dilakukan
proses inventarisasi dan deskripsi naskah sesuai dengan dengan model penelitian
kodikologi.
Ketiga, perlu preservasi teknologi dalam bentuk perawatan secara seksama
semua perangkat keras dan lunak yang dipakai dalam membaca atau menjalankan
suatu materi digital tertentu. Selain itu, diperlukan penyegaran atau pembaharuan
dengan memperhatikan usia media, misalnya dialihmediakan. Migrasi dan format
ulang, berupa kegiatan mengubah konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan
isi intelektualnya. Selanjutnya, diperlukan tahapan emolusi (emolusion), yaitu proses
di lingkungan sistem. Artinya, secara teoretis dapat dilakukan pembuatan ulang secara
berkala terhadap program komputer tertentu agar dapat terus membaca data digital
yang direkam dalam berbagai format dari berbagai versi sehingga mampu
mengantisipasi perkembangan software demi kemudahan akses bagi para calon
peneliti.

14
15

B. Saran
Sebagai seorang manusia tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Oleh sebab itu, dalam memandang segala sesuatu penulis sarankan agar dengan hati
yang jernih sehingga mudah bagi kita menerima kebenaran, karena segala sesuatu
mempunyai manfaat. Dan juga, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, oleh sebab itu
penulis masih memerlukan banyak masukan yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djamaris,Edward, 2002, Metode penelitian Filologi. Jakarta: Monasco.

Harvey, R. 1993. Preservation in Libraries: Priciples, Strategies and Practicesfor

Librarians. London: Bowker-Saur.

Ikram, A. 1980. Hikayat Seri Rama: Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat dan Struktur.

Jakarta: Percetakan Universitas Indonesia.

Lee, S. D. (2001), Digital Imaging: A Practical Hand Book, Neal-Schuman Publishers.

Library of Congress (2008), Library of Congress datherine, Diakses pada tanggal 17 Mei

2023 pukul 19.00 Wib, dari http Wauthorities.loc.gov/

Memenemy, David & Alan Poulter: (2005), Delivering Digital Sevices. à Handbook fof

Public Services and Learning Centres, London: Facet Publishing

Mu’jizah dan Maria Indra Rukmi. 1998. Penelusuran Penyalinan Naskah-Naskah Riau Abad XIX:

Sebuah Kajian Kodikologi. Jakarta: Program Penggalakan Kajian Sumber-Sumber Tertulis

Nusantara, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Reynold LD. & N.G. Wilson. 1975, Scribes and Scholars. Clarendon: Ox- ford University Press.

Restinaningsih, Lilis. tt. “Konservasi dan Restorasi terhadap Naskah: Naskhah sebagai

Warisan Budaya” dalam http://www.academia.edu/7664480/Konservasi_Naskah. diakses

17 Mei 2023, pukul 20:00 WIB.

Teeuw, A. 1961. A Critical Survey of Studies on Malay and Bahasa Indonesia. s'Gravenhage:

Martinus Hijhoff.

Tygeler, Rene. 2001. Preservation of Archives in Tropical Climate, A Annotated

Bibliography. Paris: International Council on Archive.

16
17

Wirajaya, Asep Yudha, 2007, “Digitalisasi Naskah: Sebuah Bagian Konservasi yang Perlu

Dilakukan” dalam Nuansa Indonesia. Volume. XIII, Nomor. 1, Februari 2007. Surakarta:

Fakultas Sastra dan Seni Rupa – Universitas Sebelas Maret.

Wirajaya, Asep Yudha, 2010. “Pelestarian Naskah-naskah Nusantara melalui Teknologi

Digital” dalam Kuliah Perdana Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Tahun 2010.

Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa – Universitas Sebelas Maret.

Wirajaya, Asep Yudha, dkk. 2015. “Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah-naskah Kuna di

Wilayah Eks-Karesidenan Surakarta sebagai Upaya Penyelamatan Intangible Asset

Bangsa”dalam Etnografi: Jurnal Penelitian Budaya Etnik. Vol. XV, Nomor 1, Tahun

2015. ISSN 411 – 7258. Surakarta: Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Sebelas Maret

Anda mungkin juga menyukai