Family Health Care Project M. Irfan Dzihni
Family Health Care Project M. Irfan Dzihni
Pria Berusia 64 Tahun dengan Insomnia Kronis, Skizofrenia, Hipertensi Grade I, serta
Bell’s Palsy
Oleh:
Muhamad Irfan Dzihni
190070200011101
Periode:
18 – 31 Januari 2021
Pembimbing:
Pria Berusia 64 Tahun dengan Insomnia Kronis, Skizofrenia, Hipertensi Grade I, serta
Bell’s Palsy
Mengetahui Pembimbing,
i
DAFTAR HADIR BIMBINGAN
NIM : 190070200011101
28 Januari Penyerahan
1. Revisi bab I,II, dan III
2021 karya
10 Juni
2. Revisi Revisi bab II dan III
2022 pertama
Revisi:
• Penulisan family
assessment
14 Juni Revisi • Diagnosis holistik
3.
2022 kedua dan intervensi
komprehensif
• Penulisan family dan
community focused
• Revisi diagnosis
18 Juni Revisi holistik dan
4.
2022 ketiga intervensi
komprehensif
ii
• Revisi intervensi
23 Juni Revisi komprehensif
5
2022 keempat • Revisi family dan
community focused
iii
1
BAB I
RESUME KASUS
Tn. S, 67 tahun, datang dengan keluhan sulit tidur sejak 2 minggu yang
lalu, sejak pasien kehabisan obat risperidon dan clobazam yang ia dapatkan dari
rumah sakit islam Unisma. Pasien biasanya dapat memulai tidur, namun akan
terbangun 2 jam setelah tidur, dan setelah itu pasien tidak tidur kembali dan akan
merasa lelah sepanjang esok harinya. Pasien juga terkadang mengeluh
mengalami mimpi buruk saat ia terbangun dari tidurnya. Ia juga sering mendengar
bisik-bisikkan dan suara-suara mengerikan tidak jelas di telinganya, walaupun
tidak ada sumber suara. Keluhan sulit tidur berhalusinasi sudah dirasakan pasien
sejak tahun 1995 dan biasanya pasien meminta obat dari rumah sakit untuk
keluhannya ini.
Pada wawancara psikiatri, pasien memiliki mood hipotim dan afek datar,
mengaku mengalami halusinasi auditorik (mendengar suara yang tidak ada). Pada
pemeriksaan tilikan, pasien mengaku sakit dan memerlukan pengobatan dan
memiliki kepribadian yang pendiam. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pasien memiliki total empat anak dan sepuluh cucu. Pasien tinggal di
sebuah rumah dengan istri, dua anaknya, dan empat cucunya, juga dua orang
menantunya. Pasien tinggal pada rumah berukuran 90 m 2 dengan kondisi secara
umum baik.
2
Keluarga pasien merupakan extended family dengan jenis tahap VII dari
Duvall’s life cycle. Sosiogenogram, familiy apgar score, family screem, dan
mandala of health dapat dilihat pada subab 2.3. pasien merasakan adanya
ketidakharmonisan dalam keluarga, dengan skor apgar 2.
3
BAB II
TELAAH KASUS
2.1 Anamnesis
KASUS TELAAH
Identitas Pasien
• Umur : 67 tahun
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMA
setelah itu pasien tidak tidur kembali mimpi buruk yang dialami (Schwartz,
dan akan merasa lelah sepanjang esok 2020). Hal ini penting untuk
harinya. Pasien juga terkadang menyeleksi diagnosis banding lalin.
mengeluh mengalami mimpi buruk saat
Perlu digali riwayat merot pada wajah
ia terbangun dari tidurnya. Ia juga sering
pasien, sejak kapan, apakah terjadi
mendengar bisik-bisikkan dan suara-
sewaktu atau terus menerus, apakah
suara mengerikan tidak jelas di
dirasakan nyeri, apakah kesulitan
telinganya, walaupun tidak ada sumber
tersenyum, menutup mata, berbicara,
suara. Keluhan sulit tidur berhalusinasi
apakah disertai nyeri di telinga, suara
sudah dirasakan pasien sejak tahun
yang mengganggu, gangguan
1995 dan biasanya pasien meminta
pengecapan.
obat dari rumah sakit untuk keluhannya
ini. Kemudian, penulis tidak menuliskan
bagaimana kiranya persepsi pasien
terhadap penyakit yang dialaminya,
juga kekhawatiran pasien terhadap
penyakitnya. Hal ini berguna untuk
mengetahui aspek pendidikan
(kecerdasan kognitif) guna
memberikan edukasi pada pasien.
Review of system
KASUS TELAAH
9
• RR : 20 x/menit hipertensi
• TB : 166 cm GCS
• BB : 52kg seharusnya
• BMI : 18.8 dituliskan GCS
• Status gizi : Cukup 15 = E4V5M6
Status Generalis
Kepala Pupil : Bulat, isokor, 3mm/3mm, Status
refleks cahaya (+), Konjungtiva generalis
anemis (-), Sklera ikterik (-) sudah lengkap.
Leher Pembesaran kelenjar getah bening (- Seluruhnya
) dalam batas
JVP R + 2 cm H2O normal.
Thoraks Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Jantung Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS
V, MCL Sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan :
Sternal Line Dextra
Palpasi:
Ekspansi Dinding Dada D
=S
10
Stemfremitus = N N
N N
N N
Perkusi S S
SS
S S
Aus V V Rh - - Wh - -
VV -- --
VV -- --
Abdomen Flat, Soefl
Bising usus (+) normal
Meteorismus (-), pekak hepar (+),
shifting dullness (-)
hepar, lien : Dalam batas normal,
Liver span = 9 cm
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral hangat + +
+ +
Edema - -
- -
Wawancara Psikiatri
- Mood, afek, dan keserasian afek. ataukah dari pola penyesuaian yang
: Mood pasien hipotim, afek datar, kurang adaptif dari pasien.
keserasian afek baik
- Pembicaraan pasien :
Pembicaraan pasien baik, fasih,
tidak berbicara terlalu cepat atau
lambat.
- Persepsi atau pencerapan :
Pasien mengalami halusinasi
auditorik, yaitu mendengar suara
bisik-bisikan yang sebenarnya
tidak ada
- Isi pikir dan proses pikir: Pasien
tidak memiliki gangguan proses
pikir dan isi pikir
- Kesadaran :Pasien dalam kondisi
compos mentis
- Orientasi : Pasien dapat
menjawab orientasi waktu,
tempat, dan orang secara tepat
- Daya ingat : Pasien memiliki daya
ingat jangka pendek, menengah,
dan panjang yang baik
- Konsentrasi : Pasien dapat
menghitung 100 dikurangi 7
sebanyak 3 kali
- Perhatian : Pasien dapat mengeja
suatu kata dari belakang
- Kemampuan membaca dan
menulis : Pasien dapat menulis
suatu kalimat sederhana dan
membacanya
- Kemampuan visuospasial :
Pasien dapat menggambarkan
jam analog pada pukul 04.00
12
KPR +2|+2
APR +2|+2
Refleks patologis:
Tromner -|-
Hoffman -|-
Babinski -|-
Chaddock -|-
Oppenheim -|-
Gordon -|-
Schaeffer -|-
Gonda -|-
Motorik :
MMT :
14
Power : 5l5
5l5
Tonus : NlN
NlN
Sensoris : dbn
ANS : dbn
Pemeriksaan Penunjang
KASUS TELAAH
2.3.2 Sosiogenogram
Kasus:
16
Telaah:
Genogram sudah dibuat dengan baik. Salah satu kritik saya di sini adalah
tidak adanya lembaga (keterangan) bagi pembaca untuk mempermudah
pembacaan genogram ini. Juga tidak didapatkan tanggal pada genogram. Pada
genogram ini, tidak diketahui juga kepala keluarga dalam keluarga ini. Selain itu,
perlu diketahui juga siapa di dalam keluarga yang memiliki hipertensi.
12 April 2018
Tn.S
Ny.E
67 Thn
65 Thn
An. I An. I An. J An. D An. R An. R An. U An. A An. B An. A
11 thn 8 thn 11 thn 8 thn
Laki-laki Kepala
Bell’s Palsy Keluarga
Perempuan Meninggal
Insomnia
Tinggal
Pasien serumah
Gejala
skizoafektif
17
Kasus
Telaah:
Kasus
Sosial -
Kultural -
Religi Pasien memeluk agama islam, sholat lima waktu. Pasien biasa
tidak berdoa sebelum tidur (tidak membaca ayat kursi)
Medik - Pasien sudah memiliki motivasi untuk berobat dan mencari tahu
penyakit yang diderita.
Telaah:
Parameter Patologis
Kultural -
Religi Pasien biasa tidak berdoa sebelum tidur (tidak membaca ayat
kursi) (Pasien beragama islam)
Medik -
Kasus
21
Telaah
Culture
Pasien laki-laki, 64
Sick care system tahun dengan Work
gangguan tidur
- pasien tidak bekerja
Human biology
Physical
environment
laki-laki, 67
tahun,
hipertensi, dan
riwayat Human made environment
skizofrenia.
Biosfer
KASUS TELAAH
- Kekhawatiran: kekhawatiran
sulit tidur terus berlanjut.
- Upaya: datang ke dokter untuk
mendapatkan medikasi dan
berkonsultasi
Aksis 2: Klinis
1. insomnia kronik
- Diagnosis:
o Insomnia (nonorganik)
(F51.0)
- Diagnosis banding
o 1.2 inadequate sleep
hygiene (Z72.821)
- Diagnosis:
o 4.1 Bell’s palsy (G51.0)
- Diagnosis banding:
o 4.2 Infection related
NVII paralysis (G51.8)
o 4.3 Autoimmune related
NVII paralysis
KASUS TELAAH
- - Alasan kedatangan:
melakukan pemeriksaan
lengkap dan intervensi kepada
pasien sesuai hasil
pemeriksaan.
24
Aksis 2: Klinis
- Nonfarmakologis:
o Menjelaskan kepada
pasien tentang sleep
hygiene
o Rujuk pasien ke
psikiatri untuk:
▪ Menatalaksana
farmakologis
25
▪ melakukan
konseling CBT
Insomnia.
o Meminta pasien untuk
menerapkan pola
makan dengan Diet
DASH, berolahraga
secara teratur (minimal
30 menit, 3-5 kali
seminggu), dan
meminum obat secara
teratur.
o Pasien diminta kembali
setelah 7 hari.
- Farmakologis:
o Diazepam 5 mg sehari
sekali (malam hari
sebelum tidur)
o Risperidone 1 mg
sekali sehari (pagi hari)
o Captopril 25 mg 2x
sehari (pagi dan
malam)
o Amlodipine 5 mg sekali
sehari (pagi hari)
o Prednisone 40 mg
sekali sehari selama 10
hari (pagi)
o Cendo Lyteers 3-4 kali
sehari 2-3 tetes sekali
pakai.
- Personal behavior:
26
o Perilaku pendiam:
meminta pasien untuk
melakukan psikoterapi
dengan psikolog.
o Tidak pandai
bersosialisasi:
menyarankan pasien
untuk meningkatkan
sosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan
keluarga.
o Tidak berdoa sebelum
tidur: menganjurkan
pasien berdoa sebelum
tidur, menyarankan
redaksi doa kepada
pasien, menganjurkan
pasien mendekatkan
diri kepada tuhan, dan
menganjurkan pasien
untuk sholat malam
ketika tidak dapat tidur.
o Riwayat kurang tidur di
masa muda: edukasi
kepada pasien tentang
sleep hygiene,
termasuk jangan
menjadikan tempat
tidur sebagai tempat
beraktivitas, jangan
berusaha untuk tidur,
jika pasien sulit tidur
lakukan kegiatan ringan
seperti membaca,
namun jangan di
27
Family Focused
Community Oriented
BAB III
DISKUSI
3.1.1 Aksis I
3.1.2 Aksis II
Pasien datang dengan keluhan utama sulit tidur. Sulit tidur sudah dialami
sudah dua minggu sejak obat yang dikonsumsinya sudah habis. Namun, keluhan
sulit tidur berulang dialaminya sudah sejak 12 tahun yang lalu, gangguan tidur ini
merupakan insomnia tidur kronik (yang terjadi lebih dari empat minggu). Insomnia
adalah gangguan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal tiga
malam seminggu dan terdapat gangguan di siang hari (Sateia,2016).
Gangguan tidur menurut ICD-10 hanya dibagi menjadi dua, gangguan tidur
organik dan gangguan tidur nonorganik akibat emosi. Pada kasus ini, paling
mungkin pasien mengalami gangguan tidur nonorganik yang disebabkan oleh
skizofrenia. Hal ini didapatkan dari anamnesis (sulit memulai tidur, terbangun di
malam hari), riwayat penyakit sebelumnya (terdiagnosis skizofrenia), serta
pemeriksaan kejiwaan (halusinasi auditorik). Skizofrenia dapat menimbulkan
hyperarousal yang berakibat kepada skizofrenia (gambar 3.1) (Sateia, 2016)
Pasien datang dengan gejala psikosis lebih dari enam bulan, tanpa
penyakit umum yang jelas dan penggunaan obat. pada pemeriksaan kejiwaan,
pasien memiliki mood hipotim dan afek datar, keduanya menunjukkan bahwa
32
pasien bukanlah pasien psikosis dengan afek yang menonjol. Semua ini
mendukung diagnosis skizofrenia menurut kriteria diagnosis ICD-10 (APA, 2013).
Pada pasien, terdapat dua faktor resiko hipertensi, yaitu usia dan
sedentary lifestyle, dengan TDS 150 sehingga termasuk ke dalam hipertensi grade
I resiko sedang. Klasifikasi hipertensi berdasarkan resikonya dapat dilihat pada
tabel 3.2
33
HMOD, PGK
derajat 3, atau Resiko tinggi Resiko tinggi Resiko tinggi
DM tanpa
kerusakan organ
Personal behaviour:
Sedentary lifestyle difahami sebagai gaya hidup dengan durasi duduk pasif
yang tinggi. Sedentary lifestyle berhubungan juga dengan rendahnya tingkat
metabolisme tubuh, namun harus dibedakan dengan kurangnya aktivitas fisik.
Seseorang dengan sedentary lifestyle (berlama-lama duduk) boleh jadi aktif
secara fisik. Duduk pasif diartikan sebagai duduk tanpa mengerjakan sesuatu yang
aktif. Seseorang bisa saja duduk tetapi melakukan latihan, seperti mengangkat
beban, mengayunkan kaki, dan lain-lain. Orang yang seperti ini tidak dapat
diartikan sebagai seseorang dengan sedentary lifestyle. Sedentary lifestyle
merupakan faktor predisposisi pada model 3P (Owen, 2011).
yang sering pulang malam merupakan faktor predisposisi sosial pada model 3P
Seorang veteran tentara memiliki kecenderungan memiliki trauma yang
didapatnya ketika bertugas dahulu, juga menyebabkan hyperarousal (Crawford,
2019)
Selain sulit tidur, hipertensi juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya
paralisis NVII (Apparicio, 2018). Adapun hipertensi sebagai resiko berbagai
keadaan medis sudah dijelaskan sebelumnya. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa gejala psikosis dapat mendahului insomnia, dapat juga sebaliknya (Goder,
2021).
3.1.4 Aksis IV
Pada aksis keempat, faktor resiko eksternal terbagi lagi menjadi faktor
psikososial, faktor ekonomi, keluarga, dan faktor medik. Faktor psikososial dari
pasien merupakan kurang harmonisnya hubungan dalam keluarga. Hal ini
didapatkan dari skor family APGAR yang rendah yang menjelaskan keadaan
keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis. Keluarga disfungsional
dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan medis dan kesehatan mental
(Prazeres, 2016). Pada model 3P, kekurangharmonisan dalam keluarga termasuk
ke dalam faktor predisposisi (lihat bahasan aksis III pada diagnosis holistik)
3.1.5 Aksis V
pasien memberi tahu bahwa pada tahun 2008 pasien sudah berhenti dari
pekerjaannya, tetapi pasien masih dapat melakukan pekerjaan ringan seperti
36
menonton televisi. Oleh karena itu, pasien tergolong dalam derajat fungsional
kedua (tidak dapat melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit, dapat melakukan
pekerjaan ringan).
3.2.1 Aksis I
Alasan kedatangan: pasien datang karena sulit tidur dan gejala halusinasi.
Kedua gejala ini merupakan gejala (symptom) yang pasien keluhkan, didapatkan
dari anamnesis. Intervensi untuk alasan kedatangan ini merupakan anamnesis
serta pemeriksaan fisik untuk mendapatkan gejala dan tanda (sign) yang lebih
spesifik dari pasien.
Harapan: karena pasien datang ingin mendapatkan obat tidur, maka pasien
diberikan obat tidur dengan efek sedasi kuat. Pasien juga ingin mengetahui
penyebab kurang tidurnya, maka dijelaskan bahwa kurang tidur pasien
berhubungan dengan banyak faktor yang mendasarinya, seperti gangguan
skizofrenianya, banyaknya waktu menonton televisi, and nilai FAPGAR yang
rendah.
3.2.2 Aksis II
Nonfarmakologis
37
Terapi Farmakologis
Pasien juga diberikan edukasi tentang sleep hygiene, yang berisi: (Vitale,
2019):
42
Pada kasus ini, pasien juga diberikan edukasi tentang kerugian gaya hidup
banyak duduk (sedentary lifestyle), di antaranya adalah bertambahnya resiko
banyak penyakit, seperti penyakit metabolik, low back pain, dan penyakit mental.
Keuntungan mengganti gaya hidup dengan aktivitas fisik adalah berkurangnya
kemalasan, berkurangnya resiko penyakit-penyakit yang sudah disebutkan, dan
meningkatkan hubungan sosial (jika aktifitas fisik dilakukan bersama). Halangan
pasien dalam kasus ini adalah mudahnya akses kepada televisi, kurangnya
bantuan dari keluarga, serta kelelahan akibat insomnia (Zhu, 2017).
Pada bagian human biology, terdapat satu faktor resiko yang dapat
dirubah, yaitu hipertensi. Harapannya, dengan mengontrol hipertensi, dapat
berkurang gejala kurang tidurnya. Adapun cara mengontrol hipertensi telah
dibahas pada aksis II intervensi komprehensif.
3.2.4 Aksis IV
3.2.5 Aksis V
Pada akhirnya, pasien akan mencapai kualitas hidup yang lebih baik, yang
dapat dinilai dengan derajat fungsional (Bogor, RSMM; 2019). Kemudian,
mengingat pasien sudah mencapai derajat fungsional kedua, maka seluruh
intervensi yang diberikan, termasuk aktivitas fisik dan olahraga bukanlah
merupakan hal yang berat bagi orang dengan derajat fungsional kedua. Kemudian,
pasien difollow-up secara rutin untuk mengetahui jika suatu saat derajat
fungsionalnya naik menjadi derajat fungsional ketiga atau lebih dari itu.
45
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Tidak ada sebuah karya yang luput dari kesalahan, termasuk yang
disajikan dalam Family Healthcare Project ini. Terdapat beberapa kekeliruan yang
ditemukan, baik dari redaksi maupun muatan tulisan, dan itu berpengaruh kepada
kurangnya informasi yang diperlukan oleh pembaca. Sebagai contoh, kurangnya
anamnesis mengenai paralisis nervus facialis membuat sulit untuk menentukan
diagnosis dan intervensi bagi pasien. Setelah itu, instrumen family assessment
hendaknya dibuat sesuai kaidah yang berlaku, skor Family APGAR dibuat
berdasarkan adaptation, partnership, growth, affection, resolve, Family SCREEM
46
BAB V
REFERENSI
Akbari, M. and Hossaini, S.M., 2018. The relationship of spiritual health with quality
of life, mental health, and burnout: The mediating role of emotional
regulation. Iranian journal of psychiatry, 13(1), p.22.
Aparicio, L., Campohermoso, R., Arostegui, C., Quispe, H., Churqui, M.,
Campohermoso, R. and Félix, O., 2018. Arterial hypertension as a risk
factor for severe facial paralysis. Cuadernos Hospital de Clínicas, 59(2),
pp.9-16.
Cho, Y.W., Kim, K.T., Moon, H.J., Korostyshevskiy, V.R., Motamedi, G.K. and
Yang, K.I., 2018. Comorbid insomnia with obstructive sleep apnea: clinical
characteristics and risk factors. Journal of Clinical Sleep Medicine, 14(3),
pp.409-417.
Crawford, J.N., Talkovsky, A.M., Bormann, J.E. and Lang, A.J., 2019. Targeting
hyperarousal: Mantram Repetition Program for PTSD in US
veterans. European journal of psychotraumatology, 10(1), p.1665768.
DASH, W. W. K. B. (2004). The DASH diet for high blood pressure: from clinical
trial to dinner table. Cleveland Clinic journal of medicine, 71(9), 745.
Dennison, C.A., Legge, S.E., Hubbard, L., Lynham, A.J., Zammit, S., Holmans, P.,
Cardno, A.G., Owen, M.J., O’Donovan, M.C. and Walters, J.T., 2021. Risk
factors, clinical features, and polygenic risk scores in schizophrenia and
schizoaffective disorder depressive-type. Schizophrenia bulletin, 47(5),
pp.1375-1384.
Gieselmann, A., Ait Aoudia, M., Carr, M., Germain, A., Gorzka, R., Holzinger, B.,
... & Pietrowsky, R. (2019). Aetiology and treatment of nightmare disorder:
State of the art and future perspectives. Journal of sleep research, 28(4),
e12820.
Haslam, C., Jetten, J., Cruwys, T., Dingle, G., & Haslam, S. A. (2018). The new
psychology of health: Unlocking the social cure. Routledge.
Indonesia, P. D. H. (2019). Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi.
Keepers, G.A., Fochtmann, L.J., Anzia, J.M., Benjamin, S., Lyness, J.M., Mojtabai,
R., Servis, M., Walaszek, A., Buckley, P., Lenzenweger, M.F. and Young,
A.S., 2020. The American Psychiatric Association practice guideline for the
treatment of patients with schizophrenia. American Journal of
Psychiatry, 177(9), pp.868-872.
Kubo, H., Aida, N. and Kato, T.A., 2021. Psychodynamic group psychotherapy for
hikikomori: The case of a socially withdrawn male with schizoaffective
disorder. Journal of Clinical Psychology, 77(8), pp.1851-1864.
Newbury, J., Arseneault, L., Caspi, A., Moffitt, T.E., Odgers, C.L. and Fisher, H.L.,
2018. Cumulative effects of neighborhood social adversity and personal
49
Nei.nih.gov. 2022. How to Put in Eye Drops | National Eye Institute. [online]
Available at: <https://www.nei.nih.gov/learn-about-eye-health/eye-
conditions-and-diseases/glaucoma/glaucoma-medicines/how-put-eye-
drops> [Accessed 4 July 2022].
Owen, N., Sugiyama, T., Eakin, E.E., Gardiner, P.A., Tremblay, M.S. and Sallis,
J.F., 2011. Adults' sedentary behavior: determinants and
interventions. American journal of preventive medicine, 41(2), pp.189-196.
Riemann, D., Baglioni, C., Bassetti, C., Bjorvatn, B., Dolenc Groselj, L., Ellis, J.G.,
Espie, C.A., Garcia‐Borreguero, D., Gjerstad, M., Gonçalves, M. and
Hertenstein, E., 2017. European guideline for the diagnosis and treatment
of insomnia. Journal of sleep research, 26(6), pp.675-700.
Smilkstein G. The family APGAR: a proposal for a family function test and its use
by physicians. J Fam Pract. 1978 Jun;6(6):1231-9. PMID: 660126.
Unger T, Borghi C, Charchar F, Khan NA, Poulter. NR, Prabhakaran D, et al. 2020
International Society of Hypertension Global Hypertension Practice
Guidelines. Hypertension. 2020;75(6):1334–57.
Vitale, K.C., Owens, R., Hopkins, S.R. and Malhotra, A., 2019. Sleep hygiene for
optimizing recovery in athletes: review and recommendations. International
journal of sports medicine, 40(08), pp.535-543.
Zhu, W. and Owen, N., 2017. Sedentary behavior and health: Concepts,
assessments, and interventions. Human Kinetics.