Anda di halaman 1dari 3

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi/siang. Perkenalkan, nama saya ….. Saya berasal dari SMP Inspirasi. Hari ini saya
akan bercerita tentang sebuah kisah yang berjudul “Maung Panjalu”. Selamat menyaksikan.
Pada suatu hari, Raja Padjajaran merasa sangat gembira dengan kehadiran putri dan kedua
cucunya yang baru sampai di Istana Padjajaran. Saat itu, ia memberi nama anak laki-laki “Bongbang
Larang” dan yang perempuan “Bongbang Kencana”. Kedua anak itu tumbuh dengan sehat dalam asuhan
sang kakek dan neneknya. Sampai usia kedua anak tersebut menginjak dewasa, mereka belum tahu siapa
ayah kandung mereka. Hal tersebut dikarenakan semua orang di kerajaan merahasiakan hal itu.
“Wahai paman, siapakah gerangan ayahanda kami? Kami sangat ingin mengetahui hal tersebut.”
Kata Bombang Larang.
“Betul wahai paman, hati kami selalu saja bertanya-tanya dan merasa tidak tenang sampai kami
tahu kebenarannya.” Sambung Bombang Kencana.
Kepada siapapun hal itu ditanyakan, jawabannya selalu sama bahwa Raja Padjajaranlah ayah
mereka. Jawaban itu tidak dapat mereka terima karena tahu bahwa ibunya Kencana Larang
memanggilnya “Ayahanda”.
Suatu hari, mereka mencoba mendesak salah satu emban untuk menceritakan siapa ayah mereka
yang sebenarnya. Karena didesak terus menerus, maka emban tersebut menceritakan bahwa Prabu
Wijaya, Raja Majapahitlah, adalah ayah mereka. Setelah tahu siapa ayahnya, pada suatu malam
Bongbang Larang menghadap pada kakeknya untuk meminta izin menemui ayahnya di Majapahit. Raja
Padjajaran tidak rela melepaskan Bongbang Larang pergi kemanapun apalagi ke Majapahit. Akhirnya
pergilah Bongbang Larang ke kamar ibunya untuk meminta do’a restu demi keselamatannya ke
Majapahit. Namun sayangnya, bundanya nampak sedang beristirahat dan dia tidak berani
mengganggunya. Bongbang Larang pun berlutut dan menyembah bundanya yang tengah tidur itu,
kemudian pergi meninggalkan istana.
“Wahai Ibunda, maafkan Ananda yang berpamitan dengan cara seperti ini. Ananda hanya ingin
memohon do’a restu demi keselamatan dalam melakukan perjalanan menemui Ayahanda.”
Pada keesokan harinya, penghuni istana sibuk mencari Bombang Larang. Maka, raja Padjajaran
memberitahukan kepada Kencana Larang bahwa Bongbang Larang pergi ke Majapahit. Mendengar hal
tersebut, Bongbang Kencana menyusul kakaknya pergi ke Majapahit.
Setelah berhari-hari sampailah mereka di Panumbangan. Mereka sangat dahaga dan mereka
menemukan dandang dibawah pohon yang rindang. Dandang itu tiada lain adalah tempat mengubur bali
mereka dulu ketika dilahirkan. Karena dahaga, Bongbang Larang segera mengangkat dangdang itu untuk
diminum langsung dari dangdangnya.
Namun apa yang terjadi?
Dangdang itu jatuh mencakup kepalanya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk bisa keluar dari
dangdang, tapi sia-sia belaka. Bongbang Kencana memukul dandang itu sekuat tenaga, tapi anehnya
dandang itu tidak juga pecah. Maka dibimbinglah Bongbang Larang oleh adiknya mencari seorang dukun
bernama “Aki Garahang”. Setelah bertemu dengan Aki Garahang dan menceritakan seluruh kejadiannya,
Aki Garahang yang merasa iba pun langsung menolong mereka dengan memukul dandang tersebut
dengan menggunakan kujang pusaka hingga pecah berkeping-keping.
Setelahnya, Aki Garahang meminta kepada anak itu untuk tidak meneruskan perjalanannya dan
menetap dalam beberapa hari, kedua putra itu menyambut baik permintaan Aki Garahan. Keesokan
harinya ketika Aki Garahang akan pergi, ia berpesan kepada kedua anak itu untuk tidak bermain-main di
Cipangbuangan. Namun, keduanya tak mengindahkan hal tersebut.
“Wahai Kakanda, lihat! Air itu begitu tenang dan terlihat menyegarkan.”
“Betul Adinda. Mari kita menyegarkan badan kita terlebih dahulu sebelum pulang.”
Ketika muncul ke permukaan, Bongbang Larang kagetnya bukan main begitu melihat saudaranya
menjadi harimau dan begitupun sebaliknya.
Dengan rasa menyesal. Kedua harimau jelmaan manusia itu pun pulang ke rumah Aki Garahang.
“Aki tidak dapat berbuat apapun. Itulah akibat kelalaian kalian berdua yang tidak mengindahkan
petuah orang tua yang telah banyak makan asam garam!”
Kedua harimau itu sama-sama menyadari kesalahannya. Kemudian tanpa bertanya apa-apa lagi,
setelah pamit mereka meneruskan perjalanannya.
Di tengah perjalanan, ketika mereka menyeberangi kali Cimuntur, mereka hampir mati terjerat
Bole Akar Oyong. Selain itu, Bongbang Larang terhisap oleh air yang mengalir melalui selubung batang
enau yang dibelah sehingga beliau terjepit oleh “selubung gawul” (penangkap ikan). Mujurlah seorang
petani dapat menolongnya kedarat.
Atas permintaan Bongbang Larang, petani itu mencoba membelah bungbung tersebut dengan
kapak, tetapi tidak berhasil. Setelah itu keduanya dibawa menemui raja Panjalu di Dayeuh Luhur. Raja
dengan mudah dapat melepaskan selubung itu. Sebagai tanda terima kasihnya, kedua harimau itu
mengucapkan janji bahwa mereka tidak akan menggangu keturun Panjalu, kecuali mereka yang:
1. Meminum langsung dari Dandang
2. Membuat pembuluh tidak dibelah
3. Menanam oyong
Setelah itu, kedua harimau meneruskan perjalanan menuju Majapahit dan akhirnya dapat
berjumpa dengan Prabu Majapahit. Sambil bercucuran air mata, kedua harimau itu menceritakan seluruh
kisahnya. Prabu Wijaya memeluk kedua putranya dengan tangis pula seraya berkata,
“Malang tak dapat disangkal, tapi sejak saat ini ku angkat nanda sebagai Raja Harimau di
Pasundan”.
Demikian cerita singkat mengenai Maung Panjalu yang menjadi cerita turun temurun rakyat
Panjalu. Semoga kita bisa banyak belajar dari cerita tersebut. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai