Anda di halaman 1dari 22

A.

TUJUAN
Materi bab lima ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa
terkait siklus penyusunan APBN di Indonesia, yang meliputi beberapa pokok bahasan,
antara lain:
1. review baseline,
2. alokasi baseline jangka menengah,
3. inisiatif baru,
4. penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rencana Anggaran Belanja (RAB),
5. penyusunan pagu indikatif,
6. trilateral meeting,
7. penyusunan pagu anggaran,
8. penelitian dan review RKA-KL,
9. penelaahan RKA-KL,
10. penyusunan Alokasi Anggaran K/L dan Penyesuaian RKA-KL, dan
11. penyusunan DIPA.

B. PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencanan keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). APBN disusun berdasarkan siklus anggaran (budget cycle) yang sangat
sistematis pelaksanaannya, meliputi penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran,
pengawasan anggaran, dan pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran.
Penyusunan APBN bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara meneyluruh, serta penyusunannya
didasarkan atas asas berimbang dan dinamis, berarti sektor penerimaan
diusahakan selalu meningkat dan sektor pengeluaran diusahakan untuk
dilakukan penghematan dan diarahkan pada dana pembangunan untuk kegiatan
yang menunjang peningkatan produksi nasional, sehingga besarnya belanja
seimbang dengan penerimaannya.
C. SIKLUS PENYUSUNAN APBN
Gambar 5.1. Siklus Penyusunan Anggaran

Berdasarkan Gambar 4.1 tentang Siklus Penyusunan APBN dan Gambar 5.1 dan
Siklus Penyusunan Anggaran, maka tahap-tahap penyusunan APBN dilakukan dengan
beberapa langkah, berikut adalah uraiannya:
1. Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional
Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi
berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah
sidang kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya.
Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran (TA) yang
direncanakan dimulai sejak bulan November 2 tahun sebelum TA yang
direncanakan. Misalnya, untuk arah kebijakan TA 2020, maka penyusunan konsep
arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2018 sehingga dapat disampaikan
oleh Presiden pada bulan Januari 2019. Dengan demikian, arahan tersebut
didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun 2018 dengan
rencana di tahun 2019.
Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui inventarisasi dan
klasifikasi arahan menurut tema dan bidang, kemudian diformula- sikan konsep
usulan arah kebijakan oleh Kemenkeu (Ditjen Anggaran).
Konsep arah kebijakan Presiden tersebut disampaikan sebagai usulan Menteri
Keuangan kepada Presiden dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan
RAPBN tahun yang direncanakan.
Rumusan arah Kebijakan Presiden kemudian digunakan sebagai bahan acuan
dan pertimbangan pada penyusunan arah, prioritas, dan kebijakan tahun yang
direncanakan dalam APBN.

2. Kapasitas Fiskal atau Resource Envelope


Kapasitas fiskal (resource envelope) adalah kemampuan keuangan negara
yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai anggaran belanja negara
yang meliputi Belanja K/L & Belanja Non K/L. Tahapan penyusunan/perhitungan
kapasitas fiscal, yaitu:
a. Penyusunan Proyeksi Asumsi Dasar Ekonomi Makro & Parameter APBN
Proyeksi ADEM dipengaruhi oleh :
1) Realisasi ADEM APBN-P Tahun Anggaran yang lalu (t-1)
2) ADEM APBN Tahun Anggaran berjalan (t)
3) Evaluasi ADEM TA yang direncanakan (t+1) dalam Medium Term Budget
Framework (MTBF) RAPBN Tahun Anggaran lalu (t-1) dan proyeksi ADEM
TA yang direncanakan (t+1)
4) ADEM tahun t+2 s.d. t+4
ADEM di atas kemudian diinformasikan kepada masing2 penanggung
jawab penyusunan komponen RAPBN untuk dijadikan dasar penyusunan
proyeksi Pendapatan Negara & Hibah, proyeksi Belanja Negara, & proyeksi
Pembiayaan

b. Penyusunan Proyeksi Pendapatan Negara dan Hibah


Selanjutnya, angka proyeksi pada proses sebelumnya dikompilasi oleh
Direktorat P-APBN dan dituangkan dalam bentuk tabel Pendapatan Negara
dan Hibah. Angka-angka pendapatan tersebut masih bisa berubah ketika
ada
kebijakan (pollicy measures). Proyeksi pendapatan negara dipengaruhi oleh
beberapa hal, antara lain :
1) Realisasi pendapatan negara tahun-tahun sebelumnya
2) Perkiraan realisasi tahun berjalan
3) Asumsi dasar ekonomi makro
4) Realisasi asumsi dasar ekonomi makro tahun-tahun sebelumnya
5) Rencana kebijakan di bidang pendapatan negara

c. Penyusunan Proyeksi Belanja Negara


Direktorat P-APBN menyusun proyeksi besaran belanja baik belanja K/L
maupun non K/L (BUN). Termasuk belanja untuk transfer ke daerah yang
sebagian sudah mulai terindikasi ketika menyusun proyeksi pendapatan
negara. Proyeksi belanja negara dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini:
1) Realisasi belanja negara tahun-tahun sebelumnya
2) Asumsi dasar ekonomi makro
3) Kebijakan-kebijakan yang diusulkan untuk ditempuh di bidang belanja
negara beserta risikonya (kenaikan gaji, penghematan belanja barang)

d. Penyusunan Proyeksi Pembiayaan Anggaran


Proyeksi pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan.

e. Penyusunan Postur RAPBN


Penyusunan postur RAPBN dilakukan dengan merangkum semua
proyeksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam sebuah postur I-
Account.
Penyusunan postur tersebut bukan hanya hasil kompilasi dari hasil
proyeksi yang ada pada masing-masing komponen pendapatan maupun
belanja, namun juga menyangkut pengelolaan berbagai formula internal
postur, seperti formula dampak transfer ke daerah (dana bagi hasil, dana
alokasi umum) dan formula dampak anggaran pendidikan, serta formula
dampak terhadap defisit, pembiyaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan
(SILPA/SIKPA).
Postur awal RAPBN dikoordinasikan dengan instansi terkait (BKF, BPS,
ESDM, Bappenas, DJP, DJPK, DJPB, DPPR) untuk rekonfirmasi.
Postur tersebut selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk
dibahas dalam Ra Pimpinan antar unit eselon I. Dalam forum tsb, dibahas juga
besaran defisit yang akan dicapai. Jika defisit ditetapkan diperbesar atau
diperkecil, maka dilaku kan exercise kembali sebelum dibahas pada sidang
kabinet. Exercise kembali yang dilakukan bisa merubah sisi pendapatan,
belanja, defisit maupun pembiayaan.
Menkeu menyampaikan postur RAPBN kepada Presiden untuk dibahas
pada sidang kabinet. Sekali lagi, besaran defisit ditentukan apakah diperbesar
atau diperkecil. Jika telah ditentukan, maka Dit. P-APBN kembali melakukan
exercise untuk penyusunan postur RAPBN. Hasil Sidang Kabinet tentang
postur merupakan dasar pnyusunan surat Menkeu ke Bappenas mengenai
resource envelope.
f. Penyampaian resource envelope kepada Bappenas
Penyusunan kapasitas fiskal ini dilakukan dengan memperhatikan dua
komponen utama perencanaan, yaitu besaran baseline dan besaran policy
measures. Selanjutnya, besaran baseline dan policy measure dikoordinasikan
untuk menyusun proyeksi postur RAPBN yang akan digunakan sebagai dasar
penyusunan kapasitas fiskal untuk penyusunan belanja negara.

3. Review Baseline Atau Review Angka Dasar


Salah satu output utama dari Perencanan Anggaran adalah dokumen DIPA.
Untuk menghasilkan pagu/anggaran pada DIPA, terdapat 3 mekanisme
penyusunan pagu yaitu : Penyusunan Pagu Indikatif, Pagu Anggaran, dan Alokasi
Anggaran. Penyusunan Pagu Indikatif didahului oleh proses perencanaan, reviu
baseline, dan pengusulan new initiative. Sedangkan usulan new initiative harus
disertai dengan kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB).
Reviu Angka Dasar merupakan kegiatan menganalisis angka perkiraan maju (KPJM)
yang telah disusun oleh K/L untuk menghasilkan indikasi awal (ancar-ancar)
kebutuhan anggaran tahun anggaran (TA) yang direncanakan, disertai target
kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Reviu Angka Dasar ini dilakukan oleh
Ditjen Anggaran pada bulan Februari – Maret. Hasil akhir dari reviu Angka Dasar
berupa Proyeksi Angka Dasar belanja K/L yang dirinci menurut program, kegiatan,
output, dan belanja operasional-belanja non-operasional.
a. Belanja Operasional adalah belanja yang digunakan untuk keperluan layanan
perkantoran
b. Belanja non-Operasional adalah belanja yang digunakan untuk pelaksanaan
tugas dan fungsi organisasi dan layanan masyarakat
Tujuan reviu Angka Dasar adalah sebagai berikut
a. Melakukan alokasi sumber daya anggaran yang lebih efisien (allocative
efficiency);
b. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of
planning);
c. Lebih fokus terhadap pilihan kebijakan prioritas (best policy option);
d. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline);
e. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
Tahapan reviu Angka Dasar meliputi tahap-tahap berikut.
a. Penetapan Angka Acuan
Tahap Penetapan Angka Acuan merupakan tahapan untuk menetapkan angka
acuan yang akan menjadi Angka Dasar untuk dilakukan reviu, yaitu angka
KPJM dan angka pagu APBN/pagu APBN-P TA sebelumnya. Dilakukan
terhadap belanja pegawai dan belanja nonpegawai
b. Reviu Angka Dasar
Tahap Reviu Angka Dasar dilakukan dengan melihat keterkaitan antara input
dengan output/outcome, konsistensi sasaran kinerja, dan pencapaian kinerja
tahun anggaran sebelumnya. Reviu angka dasar untuk mereviu biaya
operasioanal dan non-operasional
c. Penyesuaian Angka Dasar
Tahap Penyesuaian Angka Dasar merup penyesuaian Angka Dasar terhadap
parameter ekonomi dan parameter non-ekonomi.
Proses reviu Angka Dasar di atas dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran (DJA), Kementerian Keuangan. Namun, terdapat beberapa peran yang
dilakukan oleh Biro Perencanaan/Unit Perencana K/L.

4. Alokasi Baseline Jangka Menengah


Alokasi baseline jangka menengah merupakan perhitungan anggaran tahun
direncanakan (t+1) ditambah perkiraan maju tiga tahun ke depan (t+2), (t+3), (t+4).
KPJM merupakan proses penyusunan anggaran yang dilakukan dengan
memperhitungkan kebutuhan anggaran dengan perspektif (waktu) lebih dari satu
tahun dengan mempertimbangkan implikasi biaya dari pelaksanaan kebijakan
dimaksud pada tahun-tahun berikutnya.
Asumsi yang digunakan adalah tahun (t+1). Tahun t-1 adalah tahun anggaran
yang direncanakan, bila sekarang tahun 2017, maka tahun anggaran yang
direncanakan (t+1) mengacu pada tahun 2018. Tahun (t+2) adalah 2019, tahun (t+3)
adalah 2020, tahun (t+4) adalah 2021. Contoh alokasi baseline adalah sebagai
berikut.
Alokasi baseline jangka menengah (KPJM) menghitung alokasi anggaran
pada tahun (t+2), tahun (t+3), dan tahun (t+4) dimana target (volume) outputnya
sudah ditentukan.

OUTPUT Volume/Jumlah Volume/Jumlah Volume/Jumlah Volume/Jumlah


Tahun (t+1) Tahun (t+2) Tahun (t+3) Tahun (t+4)

Output 6 satuan 8 satuan 7 satuan 5 satuan


001 3.000.000 ? ? ?
Output 3 satuan 5 satuan 4 satuan 3 satuan
002 4.000.000 ? ? ?
Output 4 satuan 5 satuan 4 satuan 3 satuan
003 4.000.000 ? ? ?
Output 5 satuan 5 satuan 4 satuan 3 satuan
004 10.000.000 ? ? ?

Cara perhitungannya :
a. Alokasi anggaran pada tahun (t+2) dilakukan dengan memperhitungkan
target (volume) output pada tahun (t+1), target pada tahun (t+2), dan jumlah
anggaran pada tahun (t+1) ditambah dengan inflasi.

b. Bila target (t+2) = 8; target (t+1) = 6; dan anggaran (t+1) = 3.000.000; inlasi
tahun (t+2) = 4%; maka KPJM pada tahun (t+2) yaitu:
=(8/6) x 3.000.000 + 0,04[(8/6) x 3.000.000] = 4.160.000
c. Bila target (t+3) = 7; target (t+2) = 8; dan anggaran (t+2) = 4.160.000; inlasi
tahun (t+3) = 4,5%; maka KPJM pada tahun (t+3) yaitu:
=(7/8) x 4.160.000+ 0,045[(7/8) x 4.160.000] = 3.803.800 atau
=[(7/6) x 3.000.000] x 1,04 x 1,045 = 3.803.800
d. Bila target (t+4) = 5; target (t+3) = 7; dan anggaran (t+3) = 3.803.800; inlasi
tahun (t+4) = 4,7%; maka KPJM pada tahun (t+4) yaitu:
=(5/7) x 3.803.800 + 0,047[(5/7) x 3.803.800] = 2.844.699 atau
=[(5/6) x 3.000.000] x 1,04 x 1,045 x 1,047 = 2.844.699

5. Inisiatif Baru
Inisiatif baru adalah kebijakan baru atau perubahan kebijakan berjalan yang
menyebabkan adanya konsekuensi anggaran, baik pada anggaran baseline
maupun anggaran ke depan. Inisiatif Baru dapat berupa: Penambahan Program
(Fokus Prioritas)/Outcome/Kegiatan/Output baru, Penambahan Volume Target,
atau Percepatan Pencapaian Target. Sebagai syaratnya semua Inisiatif baru harus
sesuai dengan Arah Kebijakan & Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan
Presiden (di awal tahun berjalan)
a. Tujuan inisiatif baru
Tujuan inisiatif baru antara lain:
1) memberikan fleksibilitas pada Sistem Perencanaan dan Penganggaran,
2) menjaga konsistensi pencapaian tujuan pembangunan nasional,
3) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, dan
4) melakukan efisiensi.
b. Landasan konseptual inisiatif baru
Landasan konseptual inisiatif baru antara lain:
1) fleksibilitas dalam perencanaan dengan tetap menjaga akuntabilitas,
2) perencanaan berorientasi pada arah kebijakan,
3) penerapan prinsip tata kelola yang baik (transparansi dan akuntabilitas), dan
4) berorientasi pada pencapaian kinerja.
c. Kategori inisiatif baru
1) Program/Outcome/Kegiatan/Output Baru
Inisiatif baru erupa penambahan:
a. program baru/fokus prioritas baru,
b. outcome baru,
c. kegiatan baru, dan
d. output baru
membawa konsekuensi dibutuhkannya penambahan anggaran atau
perubahan baseline
2) Penambahan volume target
3) Percepatan pencapaian target
Percepatan pencapaian target berupa penambahan target baru yang bersifat
percepatan, sehingga membutuhkan penambahan anggaran. Namun, pagu
baseline jangka menengah awal tidak boleh berubah
d. Kategori bukan inisiatif baru
Kegiatan yang tergolong bukan inisiatif baru antara lain:
1) penyesuaian anggaran terhadap parameter ekonomi, seperti inflasi dan
kurs;
2) penyesuaian anggaran terhadap parameter non-ekonomi;
3) perubahan target tanpa mengubah anggaran yang telah ditetapkan (di luar
prioritas nasional, prioritas bidang dan prioritas K/L);
4) penambahan target yang disebabkan tidak tercapainya target tahun
sebelumnya, sehingga target tahun ini ditambahkan, tapi total pagu
anggaran unit kerja tidak berubah; dan
5) jenis-jenis perubahan kebijakan/anggaran lainnya
e. Sumber pendanaan Inisiatif Baru yang diusulkan oleh K/L dapat berasal dari:
1) Tambahan Anggaran (On Top)
Merupakan tambahan alokasi yang dapat berupa rupiah murni, pinjaman atau
hibah. Penambahan anggaran ini akan menyebabkan bertambahnya
anggaran baseline.
2) Realokasi Anggaran
a) Realokasi Tahun Direncanakan
Realokasi dengan mengambil anggaran dari program/kegiatan lain
pada tahun yang direncanakan, tanpa merubah total anggaran tahun
direncanakan. Syaratnya target program/kegiatan yang direalokasi tidak
boleh berubah.
b) Realokasi Antar Tahun
Realokasi dengan mengambil anggaran program yang sama di tahun
selanjutnya. Syaratnya target jangka menengah tidak berubah. Pendanaan
ini digunakan untuk mendanai usulan Inisiatif Baru jenis Percepatan
Pencapaian Target.
3) Kombinasi On Top dan Realokasi Anggaran
f. Usulan Inisiatif Baru dapat dilakukan pada 3 kesempatan dalam siklus
perencanaan/penganggaran
1) Sebelum Pagu Indikatif – Januari/Februari
Diusulkan setelah dikeluarkannya SE Menteri PPN
2) Sebelum Pagu Anggaran – Mei/Juni
Diusulkan untuk mengakomodasi arahan presiden dan usulan yang muncul
dalam musrenbangnas.
3) Sebelum Alokasi Anggaran – Agustus/September
Diusulkan untuk mengakomodasi arahan Presiden dan hal-hal yang belum
tertampung dalam dua kali pengusulan sebelumnya.
g. Dokumen terkait inisiatif baru
1) Proposal Inisiatif Baru
2) Rekapitulasi Penilaian Proposal (Blue Note)
3) Daftar Usulan Inisiatif Baru (DUIB)

6. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB)
Kerangka Acuan Kerja (KAK)/ Term of Reference (TOR) merupakan dokumen
yang memberikan gambaran umum dan penjelasan mengenai output yang akan
dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi unit eselon 1 yang memuat latar belakang,
penerima manfaat, strategi pencapaian, waktu pencapaian, dan biaya yang
diperlukan. Terdapat 2 jenis peruntukan KAK yaitu 1) untuk output dalam kerangka
angka dasar & 2) untuk output dalam kerangka inisiatif baru. Output dalam
kerangka angka dasar diperuntukkan bila terdapat perubahan pada level
komponen output. Output dalam kerangka inisiatif baru diperuntukkan bila output
yang diajukan secara signifikan berbeda dengan output yang sudah ada.
Rencana Anggaran Belanja (RAB) adalah suatu dokumen yang berisi rincian
komponen-komponen dari sebuah kegiatan/output serta besaran biaya dari
masing-masing komponen. RAB merupakan penjabaran lebih lanjut dari unsur
perkiraan biaya dalam KAK. RAB sekurang-kurangnya memuat komponen input
dari kegiatan baik berupa honorarium dan operasional (termasuk pemeliharaan dan
perjalanan), volume dan satuan ukur, harga per satuan ukur, jumlah biaya masing-
masing komponen serta perhitungan biaya satuan dan total biaya yang
menunjukkan biaya keluaran (output). Dokumen ini menjelaskan besaran total
biaya tiap komponen yang merupakan tahapan pencapaian output kegiatan.
“Komponen” pada RAB mengacu pada level data RKA-KL. Level atau struktur data
RKA-KL meliputi satker, program, kegiatan, output, suboutput, komponen,
subkomponen, akun, detail biaya. Komponen merupakan tahapan yang diperlukan
dalam pencapaian output/suboutput (yang dapat berupa paket-paket pekerjaan).

7. Penyusunan Pagu Indikatif


Pagu Indikatif merupakan ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan
kepada Kementerian/Lembaga sebagai acuan dalam penyusunan Renja K/L.Pagu
Indikatif disusun Kemenkeu bersama Bappenas, di mana Pagu Indikatif merupakan
salah satu pedoman dalam penyusunan Rancangan Awal RKP. Dengan demikian,
Penyusunan Pagu Indikatif merupakan salah satu tugas Kemenkeu/DJA dalam
proses Perencanaan Anggaran. Pagu Indikatif disusun setelah proses penyusunan
Resource Envelope/kapasitas fiskal dan Reviu Baseline (terkait belanja K/L).
Kapasitas fiskal/resource envelope adalah kemampuan keuangan negara untuk
mendanai anggaran Belanja Negara (Belanja K/L, Belanja non-K/L, Transfer ke
Daerah dan Dana Desa) dan Pengeluaran Pembiayaan
a) Proses Penyusunan Pagu Indikatif:
1) Presiden menetapkan arah kebijakan & prioritas pembangunan nasional
2) Penyusunan Resource Envelope dan Usulan Kebijakan APBN
3) Reviu Baseline (Pada saat Dit. Penyusunan APBN menyusun Kapasitas Fiskal,
secara paralel eks Dit. Anggaran I/II/III melakukan Reviu Baseline ).
4) Rapim DJA dalam rangka koordinasi/harmonisasi/konsolidasi mengenai
Hasil Reviu Baseline dan Resource Envelope. Bila angka Hasil Reviu Baseline
> Resource Envelope, maka angka Hasil Reviu Baseline disesuaikan. Bila
angka Hasil Reviu Baseline < Resource Envelope, maka selisihnya merupakan
fiscal space yang digunakan sebagai new initiative
5) Hasil Rapim tersebut berupa keputusan rapat pimpinan tentang resource
envelope untuk Pagu Indikatif & Rancangan Kebijakan RAPBN, yang
selanjutnya disampaikan kepada Menkeu.
6) Menkeu menyampaikan rancangan Pagu Indikatif & Rancangan Kebijakan
RAPBN kepada Menteri Koordinator Perekonomian & Wakil Presiden.
7) Selanjutnya dilakukan Sidang Kabinet untuk membahas Pagu Indikatif dan
Rancangan Kebijakan RAPBN.
8) Menkeu menyampaikan resource envelope Pagu Indikatif & Rancangan
Kebijakan RAPBN kepada Bappenas.
9) Langkah selanjutnya adalah penetapan Pagu Indikatif melalui Surat Bersama
Menkeu dan Bappenas (sebelum Pagu Indikatif ditetapkan, dapat dilakukan
pertemuan dengan K/L agar rincian Pagu Indikatif merupakan kesepakatan
bersama)
Setelah dikeluarkannya Pagu Indikatif Bappenas, Kemenkeu, dan K/L
melakukan Trilateral Meeting guna melakukan konsolidasi dan penajaman
prioritas nasional berikut pendanaannya, yang selanjutnya akan dituangkan
secara konsisten dalam RKP & Renja K/L.
Pagu indikatif merupakan satu dari 3 pagu dalam penyusunan APBN, secara
ringkas dapat digambarkan pada gambar 5.2, yang kemudian akan dijabarkan
lebih lanjut pada poin-poin selanjutnya.
Gambar 5.2 Penyusunan Pagu Anggaran

Sumber: Buku pedoman proses perencanaan, Penganggaran, dan pelaksanaan


APBN (Kemenkeu)

8. TRILATERAL MEETING (TM)


Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting/TM) merupakan sebuah forum
pembahasan bersama yang dilakukan antara Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Kemenkeu, dan
Kementerian/Lembaga guna melakukan konsolidasi dan penajaman prioritas
nasional berikut pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan prioritas-
prioritas tersebut, yang selanjutnya akan dituangkan secara konsisten dalam
Rencana Keja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
(Renja K/L). Pada awalnya Kemenkeu dan Bappenas menyampaikan kepada
Presiden Rancangan Kerangka Ekonomi Makro (KEM), Pokok-Pokok
Kebijakan Fiskal (PPKF), Ketersediaan Anggaran, Rancangan Awal RKP dan
rancangan Pagu Indikatif pada bulan Maret melalui Menko Bidang
Perekonomian. Kemudian setelah disetujui presiden, Bappenas menyampaikan
rancangan awal RKP kepada K/L, Pemda, dan Instansi terkait. Selain rancangan
awal RKP juga disampaikan pagu indikatif, Pagu Indikatif disampaikan kepada
K/L melalui Surat Bersama Menkeu dan Menteri PPN.
Berdasarkan Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif, Bappenas
melaksanakan Rapat koordinasi pengmbangunan pusat Pusat bersama K/L,
pemda, dan instansi terkait lainnya. Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif
yang
telah diterima K/L menjadi pelengkap bagi Renstra K/L sebagai dasar
penyusunan Rancangan Renja K/L.
Setelah K/L melakukan penyusunan Rancangan Renja K/L, dilakukan
Penelaahan Rancangan Renja K/L, Penelaahan Rancangan Renja K/L merupakan
bagian dari rangkaian proses penyusunan RKP dan Renja K/L. Penelaahan
Rancangan Renja K/L dilakukan secara terus-menerus dalam satu siklus
perencanaan, dimulai sejak K/L menyampaikan Rancangan Renja K/L ke
Bappenas & DJA melalui Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) tahap I hingga
dilakukan pemutakhiran Rancangan Renja K/L menjadi Renja K/L melalui
Trilateral Meeting (TM) tahap II.
Pada Trilateral Meeting I dilakukan proses penelaahan Renja K/L dimulai
setelah setelah Surat Bersama Pagu Indikatif diterbitkan (April) sampai dengan
minggu pertama bulan Juni. Penelaahan Rancangan Renja K/L paling sedikit
dilakukan terhadap Program, Kegiatan, Ouput, Sub-Output, Komponen, Lokasi,
Nilai & Sumber Dana. Masing-masing pihak mempunyai fokus penelaahan
sebagai berikut.

a. Bappenas fokus pada ketepatan sasaran Rancangan Renja K/L dengan


dokumen Rancangan RKP.
b. DJA fokus pada kesesuaian Rancangan Renja K/L dengan kebijakan efisiensi
dan efektifitas belania negara.
c. K/L memberikan penjelasan, data, dan informasi yang dibutuhkan dalam
rangka penelaahan Rancangan Renja K/L.
Pada Trilateral Meeting II dilakukan dalam rangka pemutakhiran
Rancangan Renja K/L menjadi Renja K/L. Penelaahan dilakukan setelah Surat
Bersama Pagu Anggaran diterbitkan. Penelaahan Rancangan Renja K/L paling
sedikit dilakukan terhadap Program, Kegiatan, Ouput, Sub-Output, Komponen,
Lokasi, Nilai & Sumber Dana. Secara umum Trilateral Meeting memiliki tujuan.

a. Menghasilkan daftar Program/Kegiatan Prioritas beserta ukuran kinerjanya


yang akan didanai sesuai dengan Pagu Indikatif, serta daftar kebutuhan yang
diusulkan untuk mendapatkan pendanaan.
b. Meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara Bappenas, Kemenkeu,
dan K/L terkait dengan pencapaian sasaran-sasaran prioritas pembangunan
nasional yang akan dituangkan dalam RKP, pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kebijakan belanja.
c. Menjaga konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan
dengan dokumen penganggaran, yaitu antara RPJM, RKP, Renja K/L & RKA-
KL.
d. Mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan
terhadap Rancangan Awal RKP, yaitu kepastian mengenai Prioritas Pembangunan
Nasional, Pendanaan Pembangunan Nasional, dan Program Tematik.

9. Penyusunan Pagu Anggaran


Pagu Anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) merupakan batas tertinggi
anggaran yang dialokasikan kepada Kementerian/Lembaga dalam rangka
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Pagu
Anggaran disusun oleh Kemenkeu (Bersama Bappenas) setelah berkoordinasi
dengan DPR melalui Pembicaraan Pendahuluan (PP). PP merupakan salah satu
tahapan dalam penyusunan APBN dimana pemerintah menyampaikan Pokok-
Pokok Pembicaraan RAPBN, yang meliputi.
a. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF).
b. RKP (yang berisi Kebijakan Umum dan prioritas anggaran K/L).
c. Rincian unit organisasi, fungsi, program dan kegiatan.
Dalam proses Pembicaraan Pendahuluan dengan DPR, dimungkinkan
terjadi perubahan/pergeseran seperti perubahan dari sisi target kinerja yang
mengakibatkan pergeseran alokasi anggaran belanja, perubahan KEM dan PPKF
usulan pemerintah yang pada akhirnya mempengaruhi penghitungan kapasitas
fiskal dan adanya kemungkinan usulan inisiatif baru tidak disetujui atau ada usulan
DPR untuk dimasukkan sebagai inisiatif baru. Kesimpulan dari Pembicaraan
Pendahuluan tersebut digunakan oleh Pemerintah sebagai bahan masukan untuk
menetapkan Pagu Anggaran K/L, menyusun RUU APBN, Nota Keuangan, dan
Himpunan RKA-KL.

10.Penelitian RKA-KL
Landasan hukum dari penyusunan dan penelaahan RKA-KL ditetapkan
setiap tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan RKA-KL dan DIPA. RKA-KL merupakan dokumen rencana
keuangan dan rencana kinerja tahunan K/L yang disusun menurut Bagian
Anggaran K/L. Berhubung RKA-KL merupakan “Rencana Keuangan”, maka
mekanisme penyusunan/input RKA-KL mencakup rencana belanja dan
rencana/target pendapatan. Selain “Rencana Keuangan”, informasi pada RKA-KL
juga mencakup rencana kinerja yang berupa outcome, output, dan indikator
kinerjanya.
Setelah Kemenkeu dan Bappenas menetapkan Pagu Anggaran K/L, maka
atas dasar Pagu Anggaran tersebut, K/L/unit eselon 1 mengalokasikan anggaran
tersebut ke satker-satker di lingkungan K/L/unit eselon 1 yang bersangkutan.
Selanjutnya atas Pagu Anggaran yang sudah di ”breakdown” ke masing-masing
satuan kerja (satker), satker menyusun RKA-KL.
Setelah dilakukan penyusunan RKA-KL maka dilakukan penelitian dan
review RKA-KL. Sebelum disampaikan ke Kementerian Keuangan, RKA-KL (yang
telah dibuat oleh K/L/Unit Eselon 1/satker) harus dilakukan penelitian oleh
Sekjen/Sekretariat Utama/ Sekretariat c.q. Biro Perencanaan/Unit Perencanaan,
untuk selanjutnya direviu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Kementerian
/Lembaga (APIP K/L)
Penelitian RKA-KL adalah penelaahan atas penyusunan dokumen RKA-KL
yang dilakukan oleh Biro/Unit Perencanaan K/L yang bertujuan untuk memastikan
kelengkapan dan kebenaran RKA-KL sebelum disampaikan kepada Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memastikan kepatuhan penerapan
kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Penelitian RKA-KL dilaksanakan saat.
a. Penyusunan RKA-KL oleh Kementerian/Lembaga setelah ditetapkannya Pagu
Anggaran Kementerian/lembaga (bulan Juli).
b. Penyesuaian RKA-KL oleh Kementerian/Lembaga setelah diperolehnya
Alokasi Anggaran (bulan Oktober).

11. Review RKA-KL


Review RKA-KL adalah penelaahan atas penyusunan dokumen RKA-KL oleh
auditor APIP untuk memberikan keyakinan terbatas (limited assurance) dan
memastikan kepatuhan penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran.
Review RKA-KL dilakukan untuk memberikan keyakinan terbatas mengenai
akurasi, keandalan dan keabsahan, bahwa informasi dalam RKA-KL sesuai
dengan RKP, Renja K/L, Pagu Anggaran, Alokasi Anggaran serta kesesuaian
dengan standar biaya dan dilengkapi dokumen pendukung RKA-KL. Reviu RKA-
KL dilaksanakan saat.
c. Penyusunan RKA-KL oleh Kementerian/Lembaga setelah ditetapkannya Pagu
Anggaran Kementerian/lembaga (bulan Juli).
d. Penyesuaian RKA-KL oleh Kementerian/Lembaga setelah diperolehnya
Alokasi Anggaran (bulan Oktober).

12. Penelaahan RKA-KL


Landasan hukum dari penyusunan dan penelaahan RKA-KL
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL dan DIPA. Penelaahan RKA-KL merupakan
forum penelaahan atas penyusunan dokumen RKA-KL yang dilakukan antara K/L
dengan Kemenkeu dan Bappenas untuk memastikan kesesuaian RKA-KL dengan
kebijakan efisiensi/efektivitas belanja dan memastikan bahwa RKA-KL telah sesuai
dengan kaidah-kaidah perencanaan anggaran. Penelaahan RKA-KL dilakukan
dengan 2 metode.
a. Penelaahan Tatap Muka: secara fisik, pihak yang terlibat dalam penelaahan berkumpul
dalam suatu tempat/forum.
b. Penelaahan Online : dilakukan melalui media internet, dimana pihak yang terlibat dlm
penelaahan berada di tempat yang berbeda.
Waktu Pelaksanaan Penelaahaan RKA-KL dilakukan setelah ditetapkannya Pagu
Anggaran K/L (bulan Juli) dan setelah diperolehnya Alokasi Anggaran (bulan Oktober).
Setiap pihak memiliki peran yang berbeda-beda dalam proses penelaaahan, sebagai
berikut.
a. DJA
1) Menyusun jadwal penelaahan dan mengirimkan undangan/pemberitahuan waktu
penelaahan kepada Bappenas dan K/L.
2) Mengunggah ADK RKA-KL, termasuk Perkiraan Maju untuk 3 tahun ke depan,
untuk divalidasi (by system).
3) Dalam proses penelaahan, DJA meneliti kelengkapan dokumen penelaahan serta
melakukan penelaahan atas kriteria substantif
b. BAPPENAS
1) Menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses penelaahan.
2) Menjaga konsistensi sasaran RKA-KL dengan Renja K/L dan RKP.
3) Meneliti ketepatan penandaan anggaran (pada level output).
c. Kementerian/Lembaga
1) Mengikuti jadwal penelaahan yang disusun oleh DJA.
2) Menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses penelaahan.
3) Memastikan petugas penelaah yang akan mngikuti penelaahan.

13. Penyusunan Alokasi Anggaran K/L


Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang
dialokasikan kepada K/L berdasarkan hasil kesepakatan Pembahasan Rancangan
APBN antara Pemerintah dan DPR. Selanjutnya dilakukan penyesuaian RKA-KL,
penerbitan Perpres APBN, dan pencetakan DIPA. Setelah pemerintah menyampaikan
Pokok-Pokok Pembicaraan APBN dan melakukan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN
dengan DPR, Menkeu (Bersama Bappenas) menetapkan Pagu Anggaran K/L
(sebelum
2018 melalui PMK, sejak 2018 melalui Surat Bersama), dan menyusun RUU APBN dan
Nota Keuangan (Mei s.d. Juli). Setelah pemerintah menyampaikan RUU APBN & Nota
Keuangan, kemudian APBN disetujui oleh DPR (Agustus - Oktober), Menkeu
menerbitkan Surat Alokasi Anggaran K/L.
Tahapan/Proses Penetapan APBN (dilakukan pada Agustus-Oktober):
a. Presiden menyampaikan RUU APBN beserta Nota Keuangannya
b. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR terhadap RUU APBN dan Nota
Keuangannya, paling lambat 14 hari sebelum diambil persetujuan bersama
antara DPR dan Presiden.
c. Pandangan umum fraksi-fraksi atas RUU APBN beserta Nota Keuangannya.
d. Tanggapan Pemerintah terhadap pandangan umum fraksi.
e. Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) dengan Pemerintah (Menkeu &
Bappenas) dan Gubernur Bank Indonesia, penyampaian pokok-pokok RUU
APBN, serta pembentukan Panitia Kerja (Panja) dan Tim Perumus.
f. Rapat kerja Komisi VII dan XI dengan mitra kerjanya, pembahasan asumsi
dasar dalam RUU APBN. Rapat kerja Komisi I-XI dengan mitra kerjanya
membahas RKA-KL (disampaikan secara tertulis kepada Banggar untuk
disinkronisasi).
g. Rapat Panja-Panja.
h. Rapat kerja Komisi dengan mitra kerjanya, penyesuaian RKA-KL sesuai hasil
pembahasan Badan Anggaran (penjelasan: dari Komisi dibawa ke Banggar utk
dibahas, selanjutnya hasil pembahasan di Banggar dibawa ke Komisi untuk
penyesuaian RKA-KL).
i. Rapat Tim Perumus, perumusan draft RUU APBN.
j. Rapat internal Banggar, sinkronisasi laporan Panja-Panja dan Tim perumus
Draft RUU APBN dan penyampaian hasil penyesuaian RKA-KL oleh komisi
dengan mitra kerjanya kepada Banggar dan Menkeu untuk ditetapkan.
k. Rapat kerja Banggar dengan Menkeu, Bappenas dan Gubernur BI:
- Penyempaian laporan dan pengesahan hasil Panja-Panja dan Tim perumus
draft RUU APBN.
- Pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir.
- Pendapat Pemerintah.
- Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II (rapat paripurna).
l. Rapat paripurna:
- Penyampaian laporan hasil tingkat I di Badan Anggaran
- Pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan yang diminta
oleh Pimpinan rapat paripurna
- Penyampaian pendapat akhir pemerintah.
Setelah Rancangan APBN disetujui dan ditetapkan DPR menjadi APBN,
Menteri Keuangan (bersama Bappenas, mulai 2017) menerbitkan surat kepada K/L
berdasarkan berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN, surat
tersebut berisikan Alokasi Anggaran K/L. Berdasarkan alokasi anggaran ini, K/L
melakukan penyesuaian RKA-KL apabila ada perubahan dibandingkan dengan
RKA-KL pada saat Pagu Anggaran K/L. Selanjutnya, K/L menyampaikannya
kepada DJA untuk dilakukan penelaahan kembali (khusus untuk RKA-KL yang
mengalami perubahan saja).
Setelah mendapat persetujuan DPR (dalam Rapat Paripurna Pembahasan
RUU APBN), maka hal selanjutnya:
a. Menkeu (dan Bappenas mulai 2017) menyampaikan/menerbitkan Surat Alokasi
Anggaran K/L. DJA dengan K/L kemudian melakukan penelaahan RKA-KL.
1) Dalam Konteks Pagu Anggaran : Hasil penelaahan RKA-KL dituangkan
dalam Catatan Hasil Penelaahan (CHP) dan ditanda tangani oleh pejabat
dari K/L/Bappenas/DJA. Selanjutnya data RKA-KL tersebut menjadi
bahan penyusunan Himpunan RKA-KL.
2) Dalam Konteks Alokasi Anggaran : RKA-KL yang telah ditelaah dan CHP
yang telah ditandatangani menjadi dasar penyusunan/ penetapan Daftar
Hasil Penelaahan (DHP) RKA-KL oleh DJA dan Penyusunan Perpres
Rincian APBN (dulu Keppres ABPP).
b. RUU APBN disahkan menjadi UU APBN.
c. Selanjutnya, pengesahan UU APBN tersebut diikuti dengan Penetapan Perpres
mengenai Rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
.

14. Penyusunan DIPA


Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan
anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran,
berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-
KL) yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI) dan ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN, dan
disahkan oleh Menteri Keuangan.
DIPA berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi satker, dasar
pencairan dana/pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN dan alat pengendali,
pelaksanaan, pelaporan, pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi pemerintah.
Penyusunan DIPA dilakukan dengan menggunakan data yang berasal dari RKA-KL
yang sudah ditelaah antara K/L dengan DJA dan sudah mendapat persetujuan
DPR serta ditetapkan dalam Perpres Rincian APBN
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, DIPA dikelompokkan atas
DIPA K/L dan DIPA BUN. Mulai Tahun Anggaran (TA) 2013, masing-masing
kelompok dibedakan dalam 2 jenis DIPA yaitu DIPA Induk dan DIPA Petikan.
DIPA Induk yaitu DIPA yang merupakan akumulasi dari DIPA setiap satker
yang disusun oleh Pengguna Anggaran (PA) menurut Unit Eselon I Kementerian
Negara/Lembaga, yang kemudian disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas
nama Menteri Keuangan. DIPA Petikan yaitu DIPA yang memuat alokasi anggaran
untuk masing-masing satker yang merupakan penjabaran dari DIPA Induk.
DIPA Petikan K/L dapat dikategorikan menjadi:
a. DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP) yaitu DIPA yang dikelola oleh Satker
Pusat/KP suatu K/L, termasuk di dalamnya DIPA Satker Badan Layanan
Umum (BLU) pada kantor pusat, dan DIPA Satker Non Vertikal Tertentu
(SNVT).
b. DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) yaitu DIPA yang dikelola oleh
Kantor/Instansi Vertikal K/L di daerah, termasuk di dalamnya untuk DIPA
Satker BLU di daerah.
c. DIPA Dana Dekonsentrasi (Dekon) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan
Dekon, yang dikelola oleh (Satuan Kerja Perangkat Daerah/Organisasi
Perangkat Daerah) SKPD/OPD Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.
d. DIPA Tugas Pembantuan (TP) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan TP, yang
dikelola oleh SKPD/OPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga yang memberi tugas pembantuan.
e. DIPA Urusan Bersama (UB) yaitu DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran K/L dalam rangka pelaksanaan UB, yang pelaksanaannya dilakukan
oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan
lembaga berdasarkan usulan kepala daerah.
Rincian Jenis DIPA dapat dilihat secara lebih jelas didalam gambar dibawah ini.
Gambar 5.3 Rincian Jenis DIPA
DIPA Petikan disusun menggunakan data yang berasal dari RKA Satker yang
telah mendapat persetujuan DPR-RI dan disesuaikan dengan Alokasi Anggaran
K/L, telah ditelaah antara K/L dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan
dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN.
DIPA Petikan K/L merupakan penjabaran dari DIPA Induk untuk masing-
masing satker. DIPA Petikan K/L dicetak secara otomatis melalui sistem (SPAN)
dan dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti
tanda tangan pengesahan (otentifikasi).
Pejabat penanda tangan DIPA antar alain sebagai berikut.
a. DIPA Induk, ditandatangani oleh pejabat eselon I sebagai penanggung jawab
Program dan memiliki portofolio pada Bagian Anggaran K/L, atas nama
Menteri/Pimpinan Lembaga.
b. DIPA Petikan, secara formal tidak ditandatangani, pengesahan DIPA Induk
sekaligus sebagai pengesahan DIPA Petikan.
Dalam rangka pengesahan DIPA diatur sebagai berikut :
a. SP DIPA Induk, ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran.
b. SP DIPA Petikan, secara formal tidak ditandatangani. Sebagai pengganti fungsi
pengesahan, setiap SP DIPA Petikan diberi kode pengaman berupa “digital
stamp” sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi).
DIPA Induk BA K/L, disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris
Utama/Sekretaris K/L, Pimpinan unit eselon I/pejabat lainnya sebagai
penanggung jawab program dan Direktur Jenderal Anggaran c.q. Direktur
Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
DIPA Petikan, disampaikan kepada Satker bersangkutan, Kepala KPPN
pembayar, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktur Jenderal
Anggaran c.q. Direktur Anggaran di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan, Menteri/Pimpinan Lembaga (Sekretaris Jenderal,
Inspektur Jenderal, dan Pimpinan unit eselon I bersangkutan), Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan, Gubernur, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan (Direktur Pelaksanaan Anggaran; dan Direktur Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan).

E. RANGKUMAN
Tahapan perencanaan dan penganggaran dilaksanakan 1 tahun sebelum tahun
anggaran (untuk APBN 2021 maka perenanaan dan penganggaran dilakukan 2020).
Proses penyusunan anggaran memerlukan satu kesatuan langkah yang sistematis dan
melibatkan beberapa pihak, tidak hanya Kementerian Keuangan saja yang ikut andil
di dalamnya, seperti Bappenas, DPR, K/L dan BPK.

F. PENGAYAAN
Tekanan Pandemi mereda, Defisit APBN 2021 Diperkecil
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan,
defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2021 dapat berada pada
level 3,21 hingga 4,17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut
turun signifikan dibanding proyeksi defisit terbaru tahun ini yaitu 6,27 persen dari PDB.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, penyempitan defisit
anggaran pada tahun depan menunjukkan tekanan ekonomi yang sudah berkurang.
Khususnya di tengah perlambatan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19.
"Tendensinya sudah turun," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Rabu
(20/5). Proyeksi defisit yang turun itu sudah tertuang dalam Kerangka Ekonomi
Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2021. Menurut Askolani,
detailnya akan dijelaskan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo melalui pidato nota
keuangan pada Agustus mendatang.
Askolani mengatakan, penurunan defisit tersebut merupakan upaya konsisten
pemerintah untuk mengimplementasikan APBN sebagai countercyclical. Arahan ini
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1
Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Perencanaan defisit tahun depan disebutkan Askolani akan menjadi basis evaluasi
pemerintah dalam menyusun arah ekonomi makro pada tahun-tahun berikut. Khususnya
pada 2023 ketika defisit ditargetkan kembali ke maksimal tiga persen.
Pemerintah meyakini APBN sebagai countercylclical tetap dapat diiringi dengan
kondisi defisit yang stabil. Askolani memberikan contoh situasi selama tiga tahun terakhir
sebelum terjadi pandemi Covid-19. "Pemerintah sudah berhasil mengendalikan defisit
APBN dan fiskal APBN dari 2,5 persen ke 1,8 persen dan keseimbangan primer mendekati
nol," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan, perencanaan defisit tahun
depan kini sudah mulai dibahas Kemenkeu bersama dengan Badan Anggaran DPR
melalui pembicaraan pendahuluan.
Suahasil memastikan, pemerintah tetap mengikuti alur pembahasan APBN seperti
biasa meskipun di tengah situasi yang kerap disebutnya sebagia extraordinary saat ini.
"Kita mulai pembicaran pendahuluan, pagu indikatif, disampaikan ke Presiden, ke DPR,
RAPBN Nota Keuangan dan sebagainya, semua seperti biasa," tuturnya.
Terakhir, pemerintah kembali memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) tahun ini dari semula Rp 852,9 triliun atau 5,07 persen terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp 1.028,5 triliun. Besaran defisit yang baru setara
dengan 6,27 persen terhadap PDB.
Pelebaran defisit dikarenakan proyeksi pendapatan negara mengalami kontraksi
hingga 13,6 persen dari yang diperkirakan terakhir. Semula, dalam Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN Tahun Anggaran 2020,
pemerintah menetapkan pendapatan negara dapat mencapai Rp 1.760,9 triliun yang kini
harus ditekan menjadi Rp 1.691,6 triliun.
Sumber : Republika.co.id (https://republika.co.id/berita/qan1yl490/tekanan-pandemi-
mereda-defisit-apbn-2021-diperkecil)

Anda mungkin juga menyukai