Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pengantar Ilmu Filsafat

Dosen Pengampu : Dr. Fida Chasanatun, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh

Tegar Riski Pratama NIM 2202101166

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2022/2023
PRO DAN KONTRA PERNIKAHAN DENGAN SEPUPU

BAB I

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan daerah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Di
dalamnya terdapat banyak etnis, suku, budaya, bangsa dan agama yang memiliki adat kebiasaan
berbeda-beda, yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Indonesia
juga dapat dikatakan Negara adat, karena hampir semua suku, agama dan ras yang ada di Negara
ini memiliki adat kebiasaan masing-masing.
Perkawinan pada dasamya merupakan salah satu hak yang ·dimiliki oleh setiap .manusia.
Hak tersebut merupakanhak kodrati. Artinya, hak itu melekat dalam diri setiap orang. Dalam
Pasal28B ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan bahwa, "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturul1an
melalui perkawinan yang sah".) Dalam Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 menyatakan dengan tegas
bahwa negara sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia khususnya, hak setiap warga negara
untuk membentuk keluarga dan melanjutkan·keturunan melalui perkawinan yang sah.
Pernikahan sepupu sering juga disebut dengan istilah pernikahan endogami. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia endogami memiliki arti prinsip perkawinan yang mengharuskan
orang untuk mencari jodoh di dalam lingkungan sosialnya, misalnya di lingkungan kerabat,
lingkungan permukiman, lingkungan keluarga dekat. Maka dalam artikel ini penulis ingin
mengungkap bagaimana pandangan ilmu pengetahuan tentang pernikahan dengan sepupu.
Pernikahan endogami adalah salah satu bentuk pernikahan yang berlaku dalam
masyarakat yang hanya memperbolehkan anggota masyarakat kawin atau menikah dengan
anggota lain dari golongannya sendiri. Tegasnya, pernikahan endogami ini adalah pernikahan
antar kerabat atau pernikahan yang dilakukan antar sepupu yang masih satu keturunan baik dari
pihak ayah sesaudara (patrilineal) atau dari ibu sesaudara (matrilineal). Kaum kerabat boleh
menikah dengan sepupu perempuannya karena mereka yang terdekat dengan garis utama
keturunan dipandang sebagai pengemban tradisi kaum kerabat dan perhatian yang besar
dicurahkan terhadap silsilah atau genologi. Dapat dikatakan bahwa pernikahan endogami adalah
salah satu sistem pernikahan yang mengharuskan menikahi pasangan hidup yang se-klan (satu
suku atau keturunan).
BAB II
ANALISA DI BIDANG KEILMUAN

A. BIDANG ILMU AGAMA

Abbas, Dkk (2020) Pernikahan merupakan suatu hal yang harus dipenuhi dalam koridor
syariat Islam bagi seseorang yang telah mampu melaksanakannya. Pernikahan antar anggota
keluarga dekat tidak menyalahi aturan muharramat nikah dalam hukum Islam apabila pernikahan
terjadi antara yang bukan mahram. Sehingga pernikahan tersebut tercatat sah dengan ketentuan
memenuhi rukun dan syarat nikah. Namun, akan menjadi suatu masalah terhadap keabsahan
pernikahan apabila menikah dengan yang mahramnya atau perempuan yang tidak boleh dinikahi,
seperti sesama saudara kandung (kakakadik).

Islam telah mengatur semua kehidupan umatnya termasuk pernikahan. Dikutip dari buku
Fiqih Perempuan Kontemporer oleh Farid Nu'man Hasan, sepupu bukanlah mahram dan
termasuk sebagai orang yang boleh dinikahi.
hukum menikahi sepupu dalam Islam diperbolehkan. Hal ini juga diperkuat oleh QS An-
Nisa' ayat 23 berikut ini:
Artinya: "Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-
saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-
ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-
anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kau ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya,
(diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam
pernikahan) dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisa': 23)
Selain itu, dalam QS Al-Ahzab ayat 50 juga memperkuat penjelasan tentang
diperbolehkannya menikahi sepupu dalam Islam. Berikut ayatnya :
Artinya: "Wahai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang
telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang
kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-
anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari
saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan
bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang
kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki
supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS Al-Ahzab: 50).
Sederhananya, mahram adalah perempuan yang haram apabila dinikahi. Berikut adalah
daftar mahram atau perempuan yang haram apabila dinikahi dalam Islam: Ibu kandung, Anak-
anakmu yang Perempuan, Saudara-saudaramu yang Perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang
Perempuan, Saudara-saudara ibumu yang Perempuan, Anak-anak perempuan dari saudara
saudaramu yang laki-laki, Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang Perempuan, Ibu-
ibumu yang menyusui kamu, Saudara perempuan sepersusuan, Ibu-ibu istrimu (mertua), Anak
anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri, yang sudah kamu campuri Istri-istri anak
kandungmu (menantu).

B. BIDANG ILMU GENETIKA

Pernikahan sepupu memiliki aspek genetik yang meningkatkan kemungkinan berbagi gen
untuk sifat resesif. Persentase kekerabatan antara dua individu menurun empat kali lipat seiring
dengan berkurangnya satu generasi nenek moyang terbaru . Sepupu pertama memiliki
kekerabatan empat kali lebih besar dibandingkan sepupu kedua, sedangkan sepupu pertama yang
pernah disingkirkan memiliki setengah kekerabatan sepupu pertama. Sepupu ganda pertama
memiliki dua kali lipat sepupu pertama dan memiliki kekerabatan yang sama seperti saudara tiri.

Hamamy, H. (Juli 2012) menyebutkan bahwa Dalam hal angka kematian, sebuah penelitian
pada tahun 1994 menemukan rata-rata angka kematian pra-reproduksi berlebih sebesar 4,4%, hal
ini menunjukkan bahwa bahwa angka tersebut mungkin mendekati 3,5%. Dengan kata lain,
pernikahan tunggal dengan sepupu pertama menimbulkan peningkatan risiko cacat lahir dan
kematian yang sama seperti yang dihadapi seorang perempuan ketika dia melahirkan pada usia
41 tahun dibandingkan pada usia 30 tahun.

Alan (2009) mengemukakan Perkawinan sedarah yang berulang-ulang dalam suatu


kelompok lebih menimbulkan masalah. Setelah perkawinan sepupu selama beberapa generasi,
hubungan genetik yang sebenarnya antara dua orang menjadi lebih dekat daripada yang
diperkirakan oleh hubungan terdekat. Di Pakistan, dimana terdapat perkawinan sepupu selama
beberapa generasi dan angka kematian bayi saat ini mungkin melebihi 50%, sebuah penelitian
memperkirakan angka kematian bayi sebesar 12,7 persen bagi mereka yang menikah dengan
sepupu pertama, 7,9 persen untuk sepupu pertama, dan 9,2 persen untuk sepupu pertama yang
pernah keluar/dua kali menikah. sepupu, 6,9 persen untuk sepupu kedua, dan 5,1 persen di antara
keturunan yang tidak sekerabat. Di antara keturunan sepupu ganda pertama, 41,2 persen
kematian pra-reproduksi dikaitkan dengan ekspresi gen resesif yang merugikan, dengan nilai
setara masing-masing 26,0 , 14,9, dan 8,1 persen untuk sepupu pertama, sepupu pertama yang
pernah dihilangkan/sepupu kedua ganda, dan sepupu kedua.
Pernikahan sepupu adalah suatu pernikahan yang pasangannya adalah sepupu, yaitu
seseorang yang memiliki kakek-nenek yang sama atau keturunan yang dekat. Hal ini kerap
terjadi di masa lalu dan masih terjadi di beberapa tempat, meski ada beberapa negara yang
melarang pernikahan ini. Pelarangan ini sebab ada beberapa bahaya yang bisa terjadi saat
seseorang menikahi sepupunya sendiri.
Zadran, Khan, Dkk ( 2021 ) Pernikahan sepupu diperkirakan sebesar 46,2% di Kelainan
keturunan mungkin menjadi salah satu penyebab mendasar tingginya angka kematian di
Afghanistan. Berdasarkan penelitian tersebut, bayi di bawah usia 2 tahun paling banyak
mengalami gangguan metabolisme dan frekuensinya mencapai 38,9%, disusul anak pada
kelompok usia 3–11 tahun (22,2%). Remaja memiliki persentase yang relatif lebih kecil (12,5%),
namun dengan kelainan genetik yang beragam, dan orang dewasa memiliki persentase yang
tinggi (25,0%) dari berbagai kelainan genetik, sedangkan orang lanjut usia (1,4%) hanya terkena
kelainan neurologis. Pola pewarisan kelainan genetik di Afghanistan mempunyai dampak
signifikan terhadap prevalensi. Kelainan genetik resesif autosomal diamati paling banyak dan
75,4% dari total kasus yang dilaporkan, diikuti oleh autosomal dominan 19,7%. Alasan utama di
balik tingginya persentase kondisi resesif autosom adalah persatuan antara kelompok orang yang
diketahui memiliki sifat genetik yang sama yang diwarisi dari satu atau lebih nenek moyang
yang sama. Perbedaan regional terdapat pada angka tersebut, provinsi Kabul memiliki angka
38,2% sedangkan Bamayan lebih tinggi yaitu 51,2%. Perkawinan sepupu pertama (27,8%)
adalah jenis perkawinan sedarah yang paling umum, diikuti oleh sepupu ganda pertama (6,9%),
sepupu kedua (5,8%), selain sepupu kedua (3,9%) dan sepupu pertama yang pernah dikeluarkan
(1,8%). Afghanistan

Adapun beberapa bahaya jika melakukan pernikahan dengan sepupu yaitu :


1. Kematian pada Bayi atau Kelainan Bawaan
Perkawinan sepupu memiliki aspek genetik yang dapat meningkatkan peluang gen anak
memiliki sifat resesif. Risikonya bahkan empat kali lipat jika sepupu pertama menikahi
sepupu kedua. Masalah terkait genetik ini dapat menyebabkan bayinya kelak mengalami
cacat lahir yang meningkatkan risiko kematian dan kelainan bawaan.
2. Cacat Lahir
Mengutip dari Bradford yang merupakan situs pemerintahan Inggris, pernikahan dengan
sepupu dapat meningkatkan risiko terjadinya cacat lahir dari 3% menjadi 6%. Memang angka
dari risiko ini masih terbilang kecil tetapi angka peningkatan yang terjadi cukup signifikan.
Disebutkan jika pernikahan dengan sepupu menyumbang sepertiga dari angka total terjadinya
cacat lahir. Bayi dari pernikahan ini juga dapat alami sindrom genetik atau kecacatan.
Disebutkan jika setiap tahunnya ada lebih dari 90 bayi yang mengalami kematian pada
komunitas Pakistan di Inggris dan Wales. Masalah ini terjadi disebabkan oleh cacat lahir.
Namun, isu ini terbilang sangat sensitif karena pernikahan di dalam keluarga, termasuk
sepupu, adalah tradisi yang sudah turun-temurun dilakukan.
3. Peningkatan Risiko Penyakit Keturunan
Sebagian besar bayi yang lahir dari pernikahan sepupu memang memiliki tubuh yang
sehat. Namun, risiko yang lebih tinggi pada bayinya memiliki penyakit keturunan. Masalah
muncul ketika ada gen yang tidak biasa dalam keluarga dan kedua orang tua tersebut
memiliki gen yang tidak biasa. Hasilnya, pertemuan gen bermasalah tersebut yang
menyebabkan anak lahir tidak sempurna.
4. Sistem Imun yang Lemah atau Autoimun
Disebutkan juga jika bahaya menikah dengan sepupu lainnya adalah anak yang lahir
memiliki risiko lebih tinggi alami sistem imun yang lemah atau bahkan penyakit autoimun.
Hal ini dapat terjadi karena adanya kesamaan gen pada orang tuanya sehingga mewariskan
sistem imun yang mirip. Hal ini membuat sistem imunitasnya bermasalah dan rentan terkena
penyakit.

C. ILMU SEJARAH

1. TIMUR TENGAH.

Menurut Holý, Ladislav (1989) pernikahan sepupu bukanlah fenomena yang berdiri sendiri,
melainkan sebuah ekspresi dari preferensi Timur Tengah yang lebih luas terhadap solidaritas
agnatik, atau solidaritas dengan garis keturunan ayah. Menurut Holý, alasan yang sering dikutip
dalam perkawinan sepupu untuk menjaga harta benda dalam keluarga, dalam kasus Timur
Tengah, hanyalah salah satu wujud spesifik dari menjaga keutuhan seluruh "modal simbolis"
sebuah keluarga
Sepanjang sejarah Timur Tengah, pernikahan sepupu telah dipuji sekaligus dilarang oleh
berbagai penulis dan otoritas. Alasan pragmatis bagi suami, seperti hubungan yang lebih hangat
dengan ayah mertuanya, dan hubungan dengan orang tua dari kedua pasangan, seperti penurunan
harga pengantin dan akses terhadap pekerjaan bagi anak-anak perempuan, juga berkontribusi. Ini
adalah alasan lain pernikahan sepupu, meskipun keluarga tempat lahir mungkin kehilangan
pengaruh terhadap anak perempuan tersebut karena menikah dengan orang luar, maka
menikahinya di kelompok kerabat mereka mengizinkan mereka untuk membantu mencegah
akibat yang tidak terhormat seperti serangan terhadap perilaku tidak suci dirinya. Kehormatan
Pernikahan agnatik yang dekat juga dipandang sebagai akibat dari konseptualisasi bahwa laki-
laki bertanggung jawab atas kendali perilaku perempuan., pernikahan sepupu bukanlah fenomena
yang berdiri sendiri, melainkan sebuah ekspresi dari preferensi Timur Tengah yang lebih luas
terhadap solidaritas agnatis , atau solidaritas dengan garis keturunan ayah. Menurut Holý, alasan
yang sering dikutip dalam pernikahan sepupu untuk menjaga harta benda dalam keluarga, dalam
kasus Timur Tengah, hanyalah salah satu wujud spesifik dari menjaga keutuhan seluruh "modal
simbolis" sebuah keluarga.
Perkawinan lebih sering terjadi pada akhir pra-Islam Hijaz dibandingkan di Mesir kuno.
Penyakit ini ada di Medina pada masa Nabi Muhammad, namun jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan sekarang. Di Mesir, perkiraan dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20
menyatakan secara beragam bahwa 80% dari Pernikahan sepupu di antara penduduk asli Yahudi
Timur Tengah umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan di Eropa .diaspora, yang mengasimilasi
praktik perkawinan Eropa setelah Ashkenazim sementara antara tahun 1940an dan 1970an, raja
persentase pernikahan sepupu di Iran meningkat dari 34 menjadi 44%. biasanya menikahi sepupu
dan keponakan mereka,Raja Akhemeniyah Di Persia kuno, dibandingkan di wilayah lain. Dalam
tradisi Suriah-Palestina, jika seorang anak perempuan tidak mempunyai sepupu laki-laki dari
pihak ayah (anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah) atau anak perempuan tersebut melepaskan
haknya atas anak perempuan tersebut, secara tradisional yang berikutnya adalah sepupu laki-laki
dari pihak ibu (anak laki-laki dari pihak ibu (ibu). anak saudara laki-lakinya) dan kemudian
kerabat lainnya. Namun, Raphael Patai melaporkan bahwa kebiasaan ini mulai mengendur pada
tahun-tahun sebelum studinya pada tahun 1947.Kairo menikah dengan sepupu pertama atau dua
pertiganya menikahkan mereka jika mereka ada. Salah satu sumber dari tahun 1830-an
menyatakan bahwa pernikahan sepupu lebih jarang terjadi di fellahin.

2. EROPA KUNO
Shaw dan Saller (1984) mengusulkan dalam tesis mereka tentang rendahnya tingkat
perkawinan sepupu bahwa ketika keluarga-keluarga dari berbagai daerah dimasukkan ke dalam
bangsawan kekaisaran Romawi, eksogami diperlukan untuk mengakomodasi mereka dan untuk
menghindari destabilisasi struktur sosial Romawi. Data mereka dari batu nisan lebih lanjut
menunjukkan bahwa di sebagian besar kekaisaran barat, pernikahan sepupu paralel juga tidak
dilakukan secara luas di kalangan rakyat jelata. Spanyol dan Noricum merupakan pengecualian
terhadap peraturan ini, namun bahkan di sana, tarifnya tidak naik di atas 10%. Mereka lebih
lanjut menunjukkan bahwa karena properti milik kaum bangsawan biasanya terfragmentasi,
menyimpan aset saat ini dalam keluarga tidak memberikan keuntungan apa pun, dibandingkan
dengan memperolehnya melalui perkawinan campur . Jack Goody mengklaim bahwa peraturan
pernikahan Kristen awal memaksa perubahan besar dari norma-norma sebelumnya untuk
menolak ahli waris orang kaya dan dengan demikian meningkatkan peluang bahwa mereka yang
kaya akan mewariskan harta benda mereka kepada Gereja. Shaw dan Saller, bagaimanapun,
percaya bahwa tanah milik bangsawan tanpa ahli waris sebelumnya telah diklaim oleh kaisar,
dan bahwa Gereja hanya menggantikan kaisar. Mereka berpandangan bahwa larangan Kristen
terhadap pernikahan sepupu lebih disebabkan oleh ideologi dibandingkan keinginan sadar untuk
memperoleh kekayaan

Ahli waris tanpa saudara laki-laki, wajib menikah dengan saudara laki-laki terdekat
ayahnya jika dia belum menikah. dan melahirkan ahli waris laki-laki. Barisan pertama adalah
saudara laki-laki ayahnya atau anak laki-lakinya, disusul oleh saudara perempuan ayahnya. anak
laki-laki.epikleros. Seorang wanita Yunani yang menjadi Gorgo dari Sparta, yang menikahi
keponakan tirinya Leonidas I Salah satu contohnya adalah Raja , dan pernikahan antara paman
dan keponakan juga diizinkan di sana.Yunani kuno, dan mereka mempunyai 13 orang anak.
Pernikahan sepupu lebih sering terjadi di Faustina Muda juga menikah dengan sepupu pertama
dari pihak ibu Marcus Aurelius. Julio- Pohon keluarga Claudian, lihat putra saudara
perempuannya kepada Augustus' putri.
Pada awal abad pertengahan, ironisnya, dalam waktu kurang dari lebih dari seratus tahun
Invasi Anglo-Norman ke Irlandia, Gereja Katolik mereformasi Hukum Kanonik tentang
pernikahan sepupu pada Konsili Lateran Keempat, yang membawa ajaran Gereja Katolik
kembali selaras dengan Gereja Irlandia dan ajaran Kristen asli. Ajaran Gereja. Gereja Katolik &
ajaran-ajaran tersebut terbukti tidak dapat diterapkan dalam praktiknya karena mengharuskan
orang untuk mengetahui, dan tidak menikah, semua sanak saudara mulai dari Kakek Nenek
buyut mereka (yakni sepupu keenam mereka) atau membeli dispensasi dari gereja. menyatakan
bahwa pernikahan di kalangan zaman dahulu rupanya dilarang hanya di garis naik dan turun
serta di antara saudara kandung.Teuton Edward Westermarck Terakhir, Sebaliknya, hukum
Inggris kontemporer didasarkan pada kebijakan resmi Katolik, dan pendeta Anglo-Norman
sering merasa muak dengan "hukum percabulan" Irlandia. pada tahun 1101.Cashel di sinode
pada abad ke-11 dan penaklukan Norman, dan hukum perdata lebih sedikit lagi. Hal ini berlanjut
hingga setelah derajat kekerabatan terlarang

D. ILMU SOSIAL

Holy, Ladislav (1989) menjelaskan bahwa hal ini bukanlah fenomena yang berdiri sendiri
namun hanyalah sebuah ekspresi dari preferensi yang lebih luas terhadap solidaritas agnatis, atau
solidaritas dengan garis keturunan ayah seseorang. Karena penekanannya pada garis laki-laki,
anak perempuan dari saudara laki-laki ayah dipandang sebagai hubungan terdekat untuk
dinikahi. Menurut Holý, alasan yang sering dikutip dalam perkawinan sepupu untuk menjaga
harta benda dalam keluarga, dalam kasus Timur Tengah, hanyalah salah satu perwujudan
spesifik dari menjaga keutuhan seluruh " modal simbolis " sebuah keluarga. Selain keengganan
terhadap hipogami yang mencegah hilangnya kesetiaan laki-laki terhadap kerabat istrinya yang
berpangkat lebih tinggi, pernikahan FBD lebih mengikat kelompok agnatik dengan memastikan
bahwa istri adalah kerabat agnatik dan juga kerabat dekat . Faktanya, perkawinan sepupu secara
umum dapat dilihat sebagai pertukaran satu hasil yang bernilai secara sosial, yaitu aliansi
perkawinan dengan orang luar dan hasil integrasi masyarakat, dengan hasil alternatif berupa
solidaritas kelompok yang lebih besar. Namun karena alasan demografis, cita-cita pernikahan
dalam dan luar negeri tidak akan pernah terwujud sepenuhnya. Oleh karena itu, masyarakat yang
mengizinkannya selalu dapat memanfaatkan aspek-aspek yang menguntungkan dari pernikahan
dalam dan luar
Gagasan tentang kehormatan adalah karakteristik sosial lain yang diidentifikasi Holy
terkait dengan pernikahan sepupu di Timur Tengah. Kehormatan laki-laki di sekitar perempuan
dinodai di banyak masyarakat ketika dia berperilaku buruk atau ketika dia diserang. Dalam
masyarakat seperti Eropa yang lebih menghargai hubungan kekerabatan, tanggung jawab
perempuan menikah berada di tangan keluarga suaminya dan keluarga suaminya. Di Timur
Tengah, situasinya berbeda karena tanggung jawab utama tetap berada di tangan keluarga
perempuan itu sendiri bahkan setelah dia menikah. Oleh karena itu, kerabatnya tidak dapat
melepaskannya dari kendali atas pernikahan karena risiko terhadap kehormatan
mereka. Merekalah yang bertanggung jawab atas pembunuhan istrinya, atau terkadang
kekasihnya, jika dia melakukan perzinahan, bukan suaminya. Aturan serupa juga berlaku dalam
hal pembayaran jika dia terbunuh dan untuk warisan harta bendanya jika dia tidak mempunyai
ahli waris laki-laki. Keluarga kelahirannya mungkin terus mendukungnya bahkan melawan
suaminya. Ini adalah sistem yang diidealkan: beberapa masyarakat Timur Tengah
memadukannya dengan sistem lain yang memberikan tanggung jawab lebih besar kepada
keluarga suami
Kershaw, Sarah (2009) menyatakan bahwa ketakutan banyak sepupu yang sudah
menikah karena diperlakukan dengan cemoohan dan penghinaan. "Meskipun banyak orang
mempunyai cerita tentang sepupu yang ditaksir atau dicium secara diam-diam, kebanyakan orang
Amerika menganggap gagasan tentang sepupu yang menikah dan memiliki anak mengganggu
atau bahkan menjijikkan," catat artikel itu. Ini memberikan contoh seorang ibu yang putrinya
menikah dengan sepupunya. Dia menyatakan bahwa ketika dia memberi tahu orang-orang
tentang pernikahan putrinya, mereka terkejut dan akibatnya dia takut untuk menyebutkannya.
Mereka tinggal di kota kecil di Pennsylvania dan dia khawatir cucu-cucunya akan diperlakukan
sebagai orang buangan dan diejek karena status orang tua mereka. Pasangan sepupu lainnya
menyatakan bahwa kakek-nenek dari pihak ibu dari anak-anak mereka belum pernah bertemu
dengan kedua cucu mereka karena kakek-nenek tersebut memutuskan kontak karena tidak
menyetujui pernikahan pasangan tersebut

E. ILMU KEBUDAYAAN

Fitriana (2020) menyebutkan bahwa pada awal perkembangannya, masyarakat Bugis


merupakan masyarakat yang mempertahankan budaya tradisional dalam hubungan kekeluargaan
melalui pernikahan. Endogami atau pernikahan dalam rumpun keluarga atau dikenal dengan
istilah in-Marriage (pernikahan ke dalam) menjadi salah satu cara yang dilakukan dalam
mempertahankan hubungan kekerabatan pada masyarakat Bugis.
Etnis Bugis yang pada awal perkembangannya terkait perkawian menganut sebuah
pernikahan ideal yaitu sesama keluarga dan akhirnya berkembang menjadi pernikahan sesama
etnis Bugis (endogami) dengan beberapa alasan dan pertimbangan. Namun kini seiring dengan
adanya perkembangan teknologi media sosial dalam hal ini facebook seakan memberikan bukti
bahwa budaya endogami yang pada awalnya dianut oleh masyarakat Bugis sedikit demi sedikit
mulai terkikis. Meskipun sebelumnya memang masyarakat Bugis tetap mengenal sebuah
pernikahan eksogami (pernikahan dengan etnis di luar Bugis), dengan berbagai macam alasan
dan pertimbangan.
Bagi masyarakat Bugis yang memiliki kasta lebih rendah dari bangsawan maka
pernikahan yang paling disukai adalah pernikahan yang dilakukan antara sepupu kedua atau
ketiga. Sedangkan bangsawan Bugis berpangkat tinggi idealnya menjalankan pernikahan antara
sepupu pertama. Praktik ini diterima oleh para bangsawan, mengikuti pahlawan La Galigo. Hal
tersebut sejalan dengan konsep pernikahan masyarakat Bugis, bahwa pernikahan atau siala
berarti saling mengambil satu sama lain atau saling memiliki satu sama lain. Gagasan siala dalam
Bugis dikaitkan dengan pandangan hidup masyarakat Bugis yang menempatkan siri’ (malu dan
harga diri) sebagai sumber acuan dalam menerjemahkan seluruh aspek kehidupan termasuk
dalam membina kekeluargaan
Rachman, N (2016) menyebutkan bahwa praktik perkawinan endogami yang terjadi pada
masyarakat Bugis Bone merupakan kebiasaan yang diturunkan pada zaman dahulu hingga
sekarang masih ada sebagian masyarakat Bugis Bone yang masih menerapkan perkawinan
tersebut. Perkawinan endogami yang terjadi pada masyarakat Bugis Bone merupakan
perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat yang masih mempunyai hubungan saudara dan
masih tinggal dalam satu wilayah Bugis Bone. Pada dasarnya, perkawinan endogami yang terjadi
pada masyarakat Bugis Bone disebabkan adanya perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua.
Mereka berpendapat dengan dilakukan
perkawinan endogami akan menimbulkan efek yang baik dan anakanak mereka juga
tidak mencari pasangan di luar wilayah Bone. Selain faktor perjodohan; faktor yang
melatarbelakangi terjadinya perkawinan endogami ini, di antaranya: faktor kemurniaan
keturunan, faktor menjaga kemurniaan harta warisan, dan faktor kewilayahan. Dengan demikian,
dari beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan endogami itu, maka
muncullah beberapa dampak yang ditimbulkan, baik dampak positif maupun dampak negatif,
namun dampak positif lebih mendominasi dibandingkan dengan dampak negatif yang jarang
terjadi. Dampak positif yang ditimbulkan dari perkawinan ini, di antaranya: mempererat tali
persaudaraan (hubungan kekerabatan akan lestari), menjaga harta kekayaan (harta kekayaan
ataupun harta warisan tetap dikelola oleh keluarga). Di samping itu, dampak negatif yang
ditimbulkan dari perkawinan ini adalah lahirnya cacat keturunan, namun dari sekian banyak
sampel pelaku endogami hanya satu pasangan pelaku endogami yang terbukti melahirkan cacat
keturunan.Asumsinya, hal ini terjadi karena tidak adanya persilangan gen.
pandangan hukum adat mengenai perkawinan endogami (Siala Massapposiseng)
merupakan perkawinan yang ideal.Alasannya, perkawinan dianggap ideal yang dilakukan pada
masyarakat Bugis Bone terjadi jika seorang laki-laki maupun perempuan mendapat jodohnya
dalam lingkungan keluarganya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. tidak ada nas dan
perundang-undangan yang mengatakan bahwa perkawinan endogami itu haram atau
halal.Dengan demikian, pada dasarnya aturan tersebut adalah mubah dan boleh dilakukan
siapapun.Dalam QS.al-Nisa (4) ayat 22-24 hanya menjelaskan perempuan-perempuan yang
haram untuk dikawini. Dalam surah ini tidak terdapat perintah atau pelarangan perkawinan
endogami.Oleh karena itu, QS.al-Nisa (4) ayat 22-24 memberikan peluang untuk dilakukannya
perkawinan endogami. Di sisi lain, terdapat riwayat dari Sayyidina Umar ra., dan didukung oleh
pendapat Imam Syafi’i tentang penganjuran kawin dengan bukan kerabat dengan alasan jika
kawin dengan kerabat dekat dapat menyebabkan cacat keturunan. Dalam hal ini, para pelaku
endogami cenderung lebih berhati-hati sebelum melakukan perkawinan antar sepupu

BAB III
KENYATAAN DAN PENYIMPANGAN SERTA PENELITIAN TERKINI

1. Salah satu kasusnya terjadi di Thailand, , Nong Thi Nhung adalah contoh perkawinan
sepupu yang berisiko pada anak. Pasangan yang merupakan sepupu ini memiliki 5 anak
selama pernikahannya, namun 4 anak di antaranya memiliki kelainan intelektual bawaan
dari lahir. Nong Thi Nhung dan saudara sepupunya, Vi Van Don dipaksa menikah oleh
anggota keluarga kerena keluarga mereka hanya ingin menikah dengan saudara sendiri.
Sebelumnya, keluarga mereka merupakan keluarga yang terkaya di desa yang mereka
tinggali. Tetapi karena anak-anak mereka mengalami penyakit dan butuh disembuhkan
membuat kondisi ekonomi keluarga semakin menurun.

2. Menurut penelitian yang dilaksanakan Abass, Erianti & Mustika (2020)


pernikahan keluarga dekat yang di praktikkan oleh masyarakat Kecamatan Seunagan
Kabupaten Nagan Raya ditinjau dari sudut pandang hukum Islam berlaku hukum sah.
Namun, ternyata menimbulkan masalah-masalah kesehatan terhadap keturunan-
keturunan yang dilahirkan. Pernikahan tersebut terjadi didasarkan atas ketidaktahuan
masyarakat akan resiko-resiko yang ditimbulkan dan faktor pendorongnya adalah untuk
menjaga keturunan dan perjodohan. Berdasarkan ketetapan para ahli hukum Islam,
apabila seseorang menimbulkan bahaya yang nyata pada hak orang lain dan
memungkinkan ditempuh langkah-langkah pencegahan untuk menepis bahaya tersebut
maka orang tersebut dapat dipaksa untuk mengambil langkah-langkah pencegahan untuk
mencegah tersebut, namun ia tidak dapat dipaksa untuk melenyapkannya

3. Menurut penelitian yang dilaksanakan Soumena (2012)menyebutkan bahwa


Penentuan jodoh dalam masyarakat Islam Leihitu sepenuhnya menjadi kewenangan anak.
Kewenangan itu diberikan oleh orang tua dengan ketentuan harus mengikuti
kriteriakriteria jodoh yang diatur dalam aturan adat. Untuk melangsungkan suatu
perkawinan dapat ditempuh melalui salah satu diantara dua pilihan, yaitu melalui kawin
lari (balari bini) dan melalui kawin minta bini (pinangan atau melamar). Bila ditempuh
kawin lari, maka aturannya adalah mengutamakantanggung jawab antara hak dan
kewajiban, menjaga hubungan yang harmonis diantara sesamanya dan perlunya
perlindungan hukum dari berbagai kemungkinan yang terjadi akibat kawin lari. Bila
diitempuh kawin minta bini maka syaratnya ada keterpaduan pengertian dan pengambilan
ketentuan adat dengan ketentuan agama, menghindari suasana perimusuhan dan
kebencian, serta dewasa dalam mem-pertimbangkan sesuatu. Setiap pengam-bilan
keputusan harus melibatkan keluarga sepupu dan keputusannya berdasar pada ketentuan
yang lazim berlaku dalam masyarakat dan mem-punyai kepastian hukum. Sistem
perkawinan masyarakat Islam Leihitu bersifat patrilineal (menarik garis bapak atau ayah).
Karena sifatnya patrilineal maka seluruh aktivitas perkawinan dipusatkan di rumah
memelai laki-laki. Dalam acara perkawinan, baik sebelum akad nikah (pemikahan), saat
pemikahan dan sesudah pernikahan (pascanikah), masing-masing ada aturan hukumnya.
Disarankan kepada semua pihak, sudah saatnya menghilangkan pandangan atau sikap
amblivalensi karena di satu sisi keinginan untuk menampilkan hukum adat sebagai salah
satu landasan pembangunan hukum nasional, tapi di sisi lain terdapat pandangan yang
merendahkan dan bahkan berupaya menyampingkan hukum adat. Hak adat bisa hilang
karena dlanggap tidak berdasar pada aturan hukum positif yang tertulis

4. Menurut penelitian dari Rachman, N (2012) dua Tokoh Adat (Drs. Asmat Riady
Lamallongeng dan Andi Najamuddin Pt. Ile) menyetujui bahwa perkawinan endogami
(Siala Massapposiseng) menurut adat Bugis Bone merupakan perkawinan yang ideal
dengan alasan bahwa perkawinan ini menimbulkan banyak dampak positif, yakni dapat
menjalin keeratan kekeluargaan, mempertahankan kemurniaan keturunan dan warisan,
serta hubungan kekerabatan juga terjalin dengan baik. perkawinan endogami (Siala
Massapposiseng) menurut hukum Adat Bugis Bone memiliki banyak kelebihan daripada
kekurangan yang ditimbulkan. Kemungkinan timbulnya dampak negatif pada kecacatan
fisik atau mental yang terjadi pada keturunan diperkirakan karena pasangan yang
dikawinkan belum mencapai usia dewasa dan mengakibatkan terjadinya hal tersebut.
Akan tetapi, dampak negatif adanya kecacatan fisik atau mental sangat jarang
terjadi.Dampak positif dari perkawinan ini lebih mendominasi dibandingkan dampak
negatif yang ditimbulkan. Meskipun mungkin bisa saja terjadi kecacatan fisik atau mental
pada keturunan atau dampak negatif lainnya, namun hal ini tidak menyurutkan pendirian
sebagian masyarakat Bugis Bone untuk tetap melakukan tradisi atau adat yang
diwariskan para penghulu adat terdahulu, yakni perkawinan Siala Massapposiseng
KESIMPULAN ARGUMENTATIF

Pernikahan sepupu memang diperbolehkan secara agama islam. Tidak ada yang boleh
melarang seseorang yang berniat untuk menikahi sepupunya sendiri. Karena itu adalah aturan
dari agama islam. Akan tetapi walupun tidak dilarang dalam agama islam pernikahan sepupu
dapat mengakibatkan kecacatan dalam keturunan atau bahkan kematian sebelum lahir. Pendapat
penulis adalah pernikahan sepupu lebih baik untuk dihindari karena terdapat banyak pengaruh
negatif dari berbagai bidang. Jika karena ada hal yang mengharuskan dilakukan pernikahan
sepupu karena sesuatu hal, menurut penulis hal itu boleh boleh saja, akan tetapi seseorang
tersebut harus siap dengan berbagai resiko yang diterimanya. Tetapi jika hanya karna saling suka
lebih baik untuk dihindari karena resiko yang terlalu banyak.

Dalam beberapa kasus pernikahan sepupu memang memiliki manfaat antara lain menjaga
garis keturunan, menjaga harta warisan serta mempermudah dalam pembagiannya, mempererat
hubungan keluarga dan lain lain., akan tetapi pernikahan sepupu ini memiliki efek negatif juga
yang perlu dipertimbangkan. Dengan kemajuan teknologi dan zaman yang terus berkembang
menurut penulis pernikahan sepupu ini sudah tidak relvan lagi. Banyak yang sudah orang dari
suku ataupun keluarga yang menikahi pasangannya dari kelompok lain, dan hal ini juga banyak
terbukti memberikan dampak positif.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S., Eriyanti, N., & Mustika, C. R. (2020). Persepsi Masyarakat tentang Praktik
Pernikahan Keluarga Dekat di Kec. Seunagan Kab. Nagan Raya. El-Usrah: Jurnal
Hukum Keluarga, 3(2), 141-163.
Alan (2009). "Tabel prevalensi kekerabatan global"
Fitriana, A. D. (2020). Pergeseran Sistem Pernikahan Endogami Masyarakat Etnis Bugis. Al-
Qalam, 26(1), 71-80.
Hamamy, H. (Juli 2012). "Konsultasi Prakonsepsi Perkawinan Sedarah di Tempat Pelayanan
Kesehatan Primer" . Jurnal Genetika Komunitas . Perpustakaan Kedokteran Nasional
Institut Kesehatan Nasional AS. 3 (3): 185–192
Holý, Ladislav (1989). Kekerabatan, kehormatan, dan solidaritas: pernikahan sepupu di Timur
Tengah
http://repository.iainpalu.ac.id/id/eprint/1433/1/MUH%20RISAL.pdf
https://e-journal.uajy.ac.id/14702/1/HK117191.pdf
Kershaw, Sarah (26 November 2009). "Shaking Off the Shame". The New York Times.
Patai, Sungai Emas ke Jalan Emas , 145–153
Rachman, N. (2016). Perkawinan Endogami Perspektif Hukum Adat Dan Hukum Islam. Hukum
Keluarga Islam, II, 1, 39-62.
Shaw, Brent; Saller, Richard (September 1984). "Pernikahan Kerabat Dekat dalam Masyarakat
Romawi?"
Soumena, M. Y. (2012). Pemberlakuan Aturan Perkawinan Adat Dalam Masyarakat Islam
Leihetu-Ambon. DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum, 10(1), 40-51.
Zadran, Suleman Khan; Ilyas, Muhammad; Dawari, Syamsia (2021)

Anda mungkin juga menyukai