Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH VETEBATA HAMA

BABI HUTAN

DOSEN PENGAMPU :Ir. Rusdi Rusli, MS

DISUSUN OLEH :

KHOMISATUL AHDANIAH (2110253001)

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
BAB I. PENDAHU.LUAN

A. Latar Belakang
Hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang sangat
mengganggu dalam usaha pertanian. Serangan hama dan penyakit pada tanaman
dapat datang secara mendadak dan dapat bersifat eksplosif (meluas) sehingga dalam
waktu yang relatif singkat seringkali dapat mematikan seluruh tanaman dan dapat
menimbulkan gagal panen (puso) (BPTP-Balitbangtan, 2010). salah satu hama yang
menyerang dan merusak lahan pertanian adalah dari golongan hewan mamalia atau
hewan vetebrata yang disebut juga hama vetebrata.
Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,
ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan
kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau
hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan
kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun
demikian potensi mereka sebagai hama perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang
disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat menjadi
hama dapat dari jenis serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar.
Hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama
(Dadang, 2006).
Vertebrata hama merupakan hewan bertulang belakang yang menyerang
tanaman budidaya dan dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomis. Hewan
Vertebrata yang biasa merugikan petani adalah tikus, tupai, bajing, landak, babi
hutan, burung, dan primata. Para petani dalam mengusir hama masih menggunakan
cara tradisional. Salah satu hama yang seringkali membuat gagal panen adalah babi
hutan, Babi hutan seringkali menyerang tanaman pertanian ketika menjelang panen.
Salah satunya yaitu kerusakan lahan pertanian jagung di Desa Tonjong Kabupaten
Cirebon yang sering dirusak oleh babi hutan ketika menjelang panen, sehingga
mengakibatkan kerugian bagi petani jagung. .
Adanya serangan hama pada lahan pertanian di Indonesia disebabkan oleh
beberapa factor internal dan eksternal seperti lingkungan yang sesuai bagi
perkembangan populasi hama. Gejala serangan hama ditandai dengan gejala
kerusakan fisik dari tanaman. Serangan vertebrata hama pada tanaman ditunjukkan
adanya bekas gigitan pada bagian tanaman yang diserang. Masing-masing hama
seperti tikus sawah dan tikus wirok mempunyai karakteristik yang berbeda walaupun
sama-sama tikus. Begitu juga dengan serangan babi hutan yang relatif besar, hama
ini biasanya mendongkel ubi-ubian yang terletak di dalam tanah sebelum
memakannya. Gangguan serangan vertebrata hama pada tanaman sangat merugikan
karena dapat menurunkan produktivitas, maka dari itu upaya pengendaliaan perlu
dilakukan
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis jenis hama babi
2. Untuk mengetahui mengetahui habitat dan siklus hidup hama babi
3. Untuk mengetahui gejala dan pengendalian hama babi
BAB II. PEMBAHASAN

A. Babi Hutan Atau Celeng


Babi celeng secara umum dikenal sebagai babi hutan adalah nenek moyang
Babi hutan yang menurunkan babi ternak (Sus scrofa domesticus). Daerah
persebarannya berada di wilayah hutan-hutan Eropa Tengah, Mediterania (termasuk
Pegunungan Atlas di Afrika Tengah) dan sebagian besar Asia hingga wilayah paling
selatan di Indonesia. Babi hutan termasuk famili Suidae yang mencakup Babi hutan
Afrika dan babi semak di Afrika, babi kerdil di utara India, dan babirusa di
Indonesia.Babi hutan adalah nama umum yang disematkan kepada jenis-jenis Babi
hutan , yang umumnya hidup di hutan.
Spesies-spesies berikut sering dinamakan sebagai babi hutan: Babi
bagong(Sus verrucosus), menyebar terbatas (endemik)
di Jawa, Madura dan Bawean. Babi berjenggot (Sus barbatus),
di Sumatra dan Kalimantan. Babi celeng (Sus scrofa), di Sumatra, Jawa dan Nusa
Tenggara bagian barat. Babi sulawesi (Sus celebensis), di Sulawesi dan pulau-pulau
di sekitarnya.
Babi ini memiliki ukuran yang besar dengan berat dapat mencapai 200 kg
(400 pound) untuk jantan dewasa, serta panjang hingga 1,8 m (6 kaki). Babi celeng
di Indonesia panjang tubuhnya hingga 1.500 mm, panjang telinga 200–300 mm, dan
tinggi bahunya 600–750 mm. Anak jenis S.s. vittatus didapati di Semenanjung
Malaya, Sumatra dan Jawa; kemungkinan pula di Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba,
hingga Pulau Komodo. Anak jenis ini dibedakan dari subspesies lainnya karena
memiliki tulang hidung (nasal) yang relatif lebih pendek, yakni 45-48% panjang
tengkorak (48-51% pada anak jenis lainnya).
Terkejut atau tersudut, hewan ini dapat menjadi agresif - terutama betina
dewasa yang sedang melindungi anak-anaknya, dan jika diserang akan
mempertahankan dirinya dengan taringnya. Di Jawa, babi celeng diketahui berkawin
silang dengan babi bagong (S. verrucosus). Di tempat-tempat lain, kemungkinan
pula dengan babi berjenggot (S. barbatus) dan babi sulawesi (S. celebensis). Hewan
ini sempat punah di Britania pada abad ke-17, tetapi populasinya telah kembali di
beberapa tempat terutama di Weald akibat terlepas dari peternakan.
Dalam mencari makan, babi hutan dewasa lebih senang bergerak sendiri
tanpa bersama kelompoknya. Sementara, babi hutan betina bergerak bersama
kelompoknya dalam jumlah 4-50 ekor untuk mencari makan. Hewan ini senang
kubangan air dan lumpur.
B. habitat dan siklus hidup hama babi
1. Habitat Babi hutan
Habitat babi hutan adalah hutan primer, hutan sekunder, semak belukar,
padang alang-alang, dan pertanaman atau perkebunan yang tidak terurus. Habitat
yang dipilih terutama berhubungan dengan sumberdaya, yaitu ketersediaan pakan
dan dekat dengan sumber air sebagai tempat untuk berkubang. Babi hutan selalu
melakukan aktivitas berkubang setiap hari dan relatif tidak tahan terhadap panas
matahari. Perpindahan habitat yang dilakukan oleh babi hutan berkaitan dengan
pakan yang sudah tidak tersedia lagi dan tempat berkubang yang sudah mengering
Babi hutan tidak membuat sarang untuk beristirahat dan menyimpan pakan,
tetapi babi hutan betina yang akan melahirkan perlu membuat sarang. Dalam
Pembuatan sarang, babi hutan betina dibantu oleh yang lain dalam kelompoknya.
Mulamula dibuat lubang pada tanah yang akan dijadikan tempat untuk melahirkan
oleh betina tersebut sedalam 30 – 50 cm, dengan ukuran panjang dan lebar yang
sesuai dengan ukuran tubuh. Kemudian betina babi hutan masuk ke dalam lubang
tersebut, lalu tubuhnya ditutupi dengan dedaunan, ranting-ranting, dan sisa-sisa
tanaman yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh kelompok babi hutan tersebut

2. Siklus hidup babi hutan


Perkembangbiakan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kualitas pakan.
Kondisi yang menguntungkan memungkinkan Babi hutan bereproduksi sepanjang
tahun dan dengan kecepatan tinggi, seperti kelinci. Induk babi dapat berkembang
biak setelah mencapai berat sekitar 25 kg atau enam bulan dan berpotensi
menghasilkan dua anak yang terdiri dari 4–10 anak babi dalam setahun. Perkawinan
sebagian besar terjadi secara acak, yang menyebabkan pencampuran genetik yang
beragam. Studi pelacakan menunjukkan bahwa babi hutan besar akan menyebar luas
hingga 150 km untuk mengamankan peluang berkembang biak .
Babi hutan tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga relatif tidak toleran
terhadap panas dan membutuhkan air bebas serta naungan untuk menahan suhu
tinggi. Mereka juga membutuhkan makanan berenergi tinggi dan kaya protein agar
berhasil membesarkan anak-anaknya. Babi hutan rentan terhadap racun seperti
natrium monofluoroasetat (1080) dan bahan pengawet makanan manusia natrium
nitrit5. Kelemahan biologi dan ekologi mereka dapat dimanfaatkan untuk
pengelolaan Babi hutan yang tepat sasaran dan hemat biaya.

C. Gejala Dan Pengendalian Hama Babi


BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN
1. Protein sel tunggal adalah bahan makanan berkadar protein tinggi yang
berasal dari mikroba. Istilah protein sel tunggal (PST) digunakan untuk
membedakan bahwa PST berasal dari organisme bersel tunggal atau banyak.
1. Produk protein sel tunggal sangat bergantung pada perkembangbiakan skala
besar dari mikroorganisme tertentu yang diikuti dengan proses pendewasaan
dan pengolahan menjadi bahan pangan.
2. Protein sel tunggal dapat digunakan sebagai tambahan protein pada pangan,
pelengkap protein pada paka ternak dan ramuan pangan yang berfungsi
sebagi pembentuk citarasa.
3. Dalam memproduksi protein sel tunggal, tidak memerlukan areal yang luas,
tidak menibulkan limbah dan proses produksinya cepat, reproduksi
mikroorganisme seterti khamir dan bakteri meimberikan hasil yang lebih
besar setiap jam, sedangkan ganggangmemerlukan waktu kurang dari satu
hari .
DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz,S.,1993. Mikrobiologi Pangan’’ PAU Pangan dan Gizi, Univesitas Gajah


Mada, Yogyakarta
Fardiaz,S 1987 Fisiologi Fermentasi . Bogor : PAU Pangan Dan Gizi IPB
Sudarmadji,Kasmidjo, 1989’’Mikrobiologi Pangan’’PAU Pangan dan Gizi,
Univesritas Gajah Mada, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai