Anda di halaman 1dari 8

PENGENDALIAN HAYATI HAMA TIKUS DENGAN

PREDATOR BURUNG HANTU Tyto alba

MAKALAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengendalian Hayati pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Oleh :
1. Yoni Cahyono (131510501142)
2. Luluk Noviana (131510501143)
3. Irvan A. Sinaga (131510501144)
4. Marich Nur Maqsalina (131510501146)
5. Satrio Hadi Saputro (131510501147)
6. Desi Hedriyani (131510501149)

PR OGR A M STU DI A GR OTEKN OLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tikus termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.
Ini perlu mendapat perhatian khusus di samping hama lainnya. Kehilangan hasil
produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi. Tingkat serangan akan semakin
tinggi pada saat musim kemarau. Petani tidak panen dan kerugian jutaan rupiah
sudah pasti. Usaha untuk mengendalikan tikus ini sudah banyak dilakukan oleh
para petani,mulai dari sanitasi,kultur teknik, fisik, cara hayati, mekanik dan kimia.
Musuh alami tikus sudah banyak yang binasa akibat dari ulah manusia itu sendiri.
Ular merupakan salah satu musuh alami yang bisa mengendalikan tikus, namun
sayangnya ular banyak diburu untuk dimanfaatkan daging dan empedunya. Selain
ulah manusia musuh alami juga banyak yang mati akibat penggunaan pestisida
yang berlebihan sehingga mencemari air di areal persawahan maupun perkebunan.
Penggunaan rodentisida memang efektif tapi sangat berdampak kurang baik bagi
lingkungan.
Berbagai cara pengendalian tersebut belum dilakukan secara terpadu,
sehingga harapan untuk menekan populasi tikus pada tingkat yang tidak
merugikan ternyata sulit dicapai. Pengendalian hama secara terpadu (PHT) ini
akan terlaksana dengan baik bila petani menghayati konsep dasarnya dan
menguasai berbagai cara pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai
dengan jenis organisme pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.
Konsep pengendalian hama terpadu sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1947-
an, meskipun sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan
beberapa pengendalian sudah dilaksanakan.
Pengendalian hama secara terpadu (PHT) dapat didefinisikan sebagai
cara pengendalian dengan memasukkan beberapa cara pengendalian yang terpilih
dan serasi serta memperhatikan segi ekonomi,ekologi dan toksikologi sehingga
popilasi hama berada pada tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan.
Pengendalian hama secara terpadu (PHT) bertujuan untuk menekan populasi
hama sampai pada tingkat yang tidak merugikan, pengelolaan kelestarian alam
dan optimasi produksi pertanian. Pengendalian hama secara terpadu (PHT) dalam
mengendalikan hama tikus dapat menggunakan musuh alami. Musuh alami dari
tikus itu sendiri yaitu burung hantu.
Burung hantu adalah burung predator yang ganas yang struktur tubuhnya
membuatnya mampu selalu mengejut mangsanya. Burung hantu mampu
mendeteksi mangsa dari jarak jauh. Burung ini pun mampu terbang cepat dengan
sunyi sehingga mangsanya bisa saja tidak tahu apa yang menerkamnya. Tetapi
burung ini tidak berbahaya bagi manusia, justru sebenarnya membantu
mengendalikan sejumlah hama, seperti tikus yang sangat merugikan manusia.
Kemampuannya untuk mendeteksi mangsa dari jarak jauh dan kemampuannya
menyergap dengan cepat tanpa suara serta sifatnya sebagai hewan nocturnal
(mencari makan di malam hari) membuatnya menjadi predator ideal untuk tikus-
tikus.
Pengendalian hama menggunakan musuh alami ini memiliki banyak
keuntungan. Selain tidak mengotori lingkungan dengan racun ataupun zat polutan
lainnya, kemudian asalkan dijaga dengan baik musuh alami juga tumbuh dan
berkembang sehingga semakin hari bukan semakin habis seperti tumpukan
persediaan pestisida. Musuh alami dengan dapat bekerja sendiri karena pada
dasarnya mahkuk hidup memerlukan makanan. Berdasarkan uraian diatas, maka
perlu adanya perhatian khusus dalam pengendalian hayati terhadap tikus.
Pengendalian tikus tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan predator yaitu
burung hantu. Salah satu spesies atau jenis dari burung hantu yang cocok
digunakan untuk pengendalian hama tikus yaitu burung hantu Tyto alba. Makalah
ini akan menguraikan tentang pengendalian hayati terhadap hama tikus dengan
menggunakan predator burung hantu Tyto alba.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui morfologi dan karakteristik dari burung hantu Tyto alba.
2. Mengetahui kemampuan predasi burung hantu Tyto alba terhadap tikus.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pengendalian tikus dengan
menggunakan burung hantu Tyto alba.
BAB 2. PEMBAHASAN

Salah satu musuh alami yang dikenal sangat efektif dan sfesifik dalam
pengendalian tikus adalah burung hantu. Pemanfaatan burung hantu Tyto alba
sebagai agen pengendali hayati tikus memberikan harapan cukup baik di sektor
pertanian pangan dan juga perkebunan. Burung hantu sendiri memiliki banyak
jenis atau spesies. Salah satu spesies burung hantu yang cocok atau sangat sesuai
untuk pengendalian hama tikus yaitu burung hantu Tyto alba. Burung hantu Tyto
alba merupakan salah satu predator yang potensial karena spesies ini memiliki
kelebihan dibandingkan dengan spesies lain yaitu ukuran tubuh yang relatif lebih
besar, memiliki kemampuan membunuh dan memangsa tikus cukup baik, mudah
beradaptasi dengan lingkungan baru dan cepat berkembang biak.
Burung hantu Tyto alba ini sering juga disebut dengan nama-nama spesifik
lokal, di Sumatra umumnya disebut burung hantu, di Jawa disebut burung serak
atau burung genderuwo, di Sunda/Banten disebut koreak, di Malaysia disebut
dengan burung pungguk jelapang dan dalam bahasa inggris disebut Owl (Sabirin
dkk, 2011). Burung hantu Tyto alba di pulau Jawa disebut dengan serak, karena
teriakannya bernada serak. Suara burung hantu jenis ini bagi masyarakat petani di
Desa Pucangan sudah tidak asing lagi, bahkan kalau mendengar suaranya, mereka
tambah senang karena artinya burung hantu yang mereka lestarikan sedang
mencari mangsa yaitu hama tikus.
Morfologi dari burung hantu Tyto alba diantaranya yaitu memiliki wajah
melebar berbentuk hati berwarna putih halus dengan sorot mata yang tajam
menonjol. Bulu dada putih kotor karena adanya bintik-bintik cokelat/kehitaman.
Bulu dada betina didominasi warna putih kecokelatan, sedangkan jantan
didominasi warna sedikit keputihan dengan jumlah bintik hitam yang lebih sedikit
dibandingkan dengan burung betina. Paruh mendominasi wajah, namun dalam
keadaan diam nampak seperti tertekuk ke dalam. Sayapnya didominasi warna
kelabu, sawo matang dan berwarna putih sebelah dalam. Kaki panjang dan
kelihatan sangat kokoh serta mempunyai daya cengkeram yang kuat. Mangsanya
dicengkeram dengan jari-jari yang tajam sampai mati. Panjang mulai kepala
sampai ekor kira-kira 25-34 cm dengan berat badan berkisar antara 450-600 gram.
Bentangan sayapnya mencapai 24-26 cm. Burung hantu aktif pada malam hari,
hinggap di atas bangunan atau dahan pohon sambil memantau gerakan
mangsanya.
Burung hantu mempunyai indera penglihatan yang sangat tajam. Sistem
binokuler-nya yang sangat baik menyebabkan burung hantu dapat memantau
mangsanya tanpa menggerakkan kepala. Dengan gerakan sedikit saja dari
mangsanya, ia telah dapat mendeteksinya. Kemampuan berburu sangat tinggi,
tangkas dan handal. Memiliki daya dengar dan penglihatan yang sangat tajam.
Bulunya yang halus tidak menimbulkan suara di saat terbang hendak
mencengkeram mangsanya (Setiawan, 2004). Hal ini sama dengan pendapat
Agustini (2013) yang menyatakan bahwa burung hantu Tyto alba mampu
mendeteksi mangsa dari jarak jauh, mampu terbang cepat, mempunyai
kemampuan untuk menyergap dengan cepat tanpa suara, memiliki pendengaran
sangat tajam dan mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 meter.
Burung hantu Tyto alba termasuk burung buas (carnivora) yang aktif pada
malam hari atau nocturnal. Sangat jarang dijumpai berburu pada siang hari. Jika
terjadi perburuan di siang hari, bisa diduga burung tersebut sedang mengalami
kelaparan. Burung hantu ini aktif pada malam hari, karenanya ia memiliki sistem
pendengaran yang baik dan wajah cakram yang sangat terbuka, yang berlaku
sebagai radar. Sekali mengetahui arah korbannya, ia akan terbang menghampiri,
menjaga kepalanya segaris dengan arah suara. Jika mangsa bergerak, burung akan
mampu mengoreksi di tengah penerbangan (Widodo, 2000).
Pada siang hari burung hantu Tyto Alba menggunakan waktunya untuk
beristirahat di dalam sarang. Burung hantu Tyto alba tidak membuat sarang
seperti burung berkicau, biasanya menggunakan sarang yang sudah ada atau
mengambil alih sarang yang ditinggalkan. Burung hantu Tyto alba juga bersarang
pada bangunan, gedung yang tinggi, serta lubang pohon. Burung hantu Tyto Alba
merupakan burung pemangsa yang tentunya memiliki peran penting bagi
lingkungan. Perannya sebagai pemangsa puncak (Top Predator) menjadikanya
sebagai salah satu komponen keseimbangan dalam rantai makanan. Hilangnya
salah satu komponen dalam rantai makanan ini dapat mengganggu kestabilan
ekosistem secara keseluruhan. Mengingat peran penting burung hantu Tyto alba
dalam keseimbangan ekosistem, maka upaya perlindungan terhadapnya perlu
ditingkatkan (Hadi, 2008).
Burung hantu Tyto alba adalah predator yang cukup ganas yang dapat
mengejutkan mangsanya. Tikus salah adalah satu makanan spesifik burung hantu.
Kemampuan predasinya terhadap tikus cukup tinggi. Hal ini dikemukakan oleh
Setiawan (2004) yang menyatakan bahwa burung hantu mampu memakan 2-3
ekor tikus per hari. Namun saat populasi tikus tinggi, burung hantu membantai
tikus lebih dari yang dia makan sehingga burung hantu sangat efektif untuk
mengendalikan hama tikus di lahan pertanian. Menurut Agustini (2013), burung
hantu Tyto alba dewasa dapat memangsa tikus sebanyak 2–5 ekor setiap harinya.
Jika tikus sulit didapat, tak jarang burung ini menjelajah kawasan berburunya
hingga 12 km dari sarangnya.
Burung hantu Tyto alba dalam memakan mangsanya dapat langsung
ditelan atau dipotong-potong terlebih dahulu. Bila ukuran tikus relatif kecil, maka
langsung di telannya secara utuh, bila tikus yang ditangkapnya cukup besar, maka
akan dipotong-potongnya menjadi beberapa bagian sebelum ditelan (Setiawan,
2006). Pengendalian hama tikus dengan menggunakan predator burung hantu
Tyto alba memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan. Kelebihan
pengendalian tikus dengan burung hantu, diantaranya yaitu :
a) Mampu menekan populasi tikus secara efektif
b) Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan
c) Tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar
d) Meningkatkan efisiensi waktu pengendalian
Kekurangan pengendalian tikus dengan burung hantu, diantaranya yaitu :
a) Tidak mampu mengendalikan hama tikus dengan cepat tapi bertahap.
b) Burung hantu membutuhkan habitat yang sesuai sehingga membutuhkan biaya
untuk modifikasi habitatnya.
BAB 3. KESIMPULAN

1. Burung hantu Tyto alba memiliki morfologi tertentu yang lebih cocok
untuk digunakan dalam pengendalian tikus.
2. Burung hantu Tyto alba aktif berburu pada malam hari dan beristirahat di
dalam sarangnya pada pagi atau siang hari.
3. Kemampuan predasi burung hantu Tyto alba cukup tinggi yaitu dapat
memangsa tikus 2-5 ekor dalam sehari.
4. Burung hantu Tyto alba memiliki kelebihan dan juga kekurangan dalam
mengendalikan tikus.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, S. 2013. Pengendalian Tikus Secara Hayati. Buletin Inovasi Teknologi


Pertanian, 1(1): 48-50.

Hadi, Mochamad. 2008. Pola Aktivitas Harian Pasangan Burung Serak Jawa
(Tyto alba) di Sarang Kampus Psikologi Universitas Diponegoro
Tembalang Semarang. BIOMA, 6 (2): 23-29.

Sabirin, P. Silalahi, G. Ginting, dan M Simamora. 2011. Mengendalikan Tikus


Berkelanjutan Berbasis Kawasan. Pengendalian Hayati, 1(2): 1-17.

Setiawan. 2004. Tyto alba “Hantu” Sahabat Petani. Ngawi: Lembaga Gita
Pertiwi.

Widodo, S,B. 2000. Burung Hantu Pengendali Tikus Alami. Yogyakarta:


Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai