Anda di halaman 1dari 37

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KECELAKAAN LALU LINTAS

AKIBAT PENGGUNAAN SMARTPHONE YANG DAPAT


MENGHILANGKAN KONSENTRASI SAAT BERKENDARA

Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Hukum (S.H) Jurusan Ilmu Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar

Oleh:
ANDI AKBAR RAMADHAN SALAMPE
NIM:10400119060

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada tahun 2009, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yaitu Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Undang-undang ini diadopsi pada tanggal 26 Mei 2009 dalam
Sidang Umum DRR RI. Setelah UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, dipublikasikan oleh Menkumham maka dimuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 96 Tahun 2009 dan Penjelasan Undang-undang
No 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di dalam tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 5025, 22 Juni 2009 di Jakarta.1

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009


tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan tujuan untuk memajukan dan
melaksanakan lalu lintas di jalan dan angkutan yang aman, nyaman, tertib, dan
lancar dalam rangka menjadikan perilaku masyarakat bermoral dan berbudaya.
Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2

Mematuhi hukum yang berlaku merupakan kewajiban kita semua sebagai


rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Dasar pasal 27
ayat (1):

1
“UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”, jogloabang, 8 Sebtember
2019. https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-22-2009-lalu-lintas-angkutan-jalan (9 Januari
2023)
2
Iwan Kurniawan, dkk, Implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (studi kasus di SMA Negeri 4 Kota Malang), Jurnal Of Publick
Policy And Management Review, Volume 2, No.2, 2013, h. 2

2
3

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan


pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.”3

Serta dalam agama islam juga menegaskan anjuran atau perintahkan taat
kepada pemimpin, sebagaimana yang terkandung dalam QS. An-Nisa/4:59.

ِ َّ ‫ٱلرسُولَ َوأ ُ ْو ِلي أٱۡلَمأ ِر مِنكُمأۖۡ فَإ ِن تَنَزَ أعتُمأ فِي ش أَي ٖء فَ ُردُّوهُ ِإلَى‬
‫ٱَّلل‬ َّ ْ‫ٱَّلل َوأَطِ يعُوا‬ َ َّ ْ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓواْ أ َطِ يعُوا‬
)٥٩( ‫يًل‬ ‫س ُن ت أَأ ِو ا‬
َ ‫ر َوأ َ أح‬ٞ ‫ٱَّلل َو أٱل َي أو ِم أٱۡلَٰٓخِ ِۚ ِر ذَلِكَ خ أَي‬
ِ َّ ‫ٱلرسُو ِل ِإن كُنتُمأ ت ُ أؤ ِمنُو َن ِب‬
َّ ‫َو‬

Terjemahanya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. 4

Dalam kerangka sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan


jalan harus mengembangkan potensi dan peranannya bagi keselamatan dan
kesejahteraan serta ketertiban lalu lintas dan angkutan darat dengan dukungan
pembangunan ekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi
daerah dan tanggung jawab penyelenggaraan negara.

Dalam undang-undang ini, lalu lintas dan angkutan jalan dikembangkan


bersama oleh semua pihak terkait stakeholders, yaitu urusan pemerintah dalam
infrastruktur jalan kementerian jalan,urusan pemerintahan di bidang lalu lintas,
sarana dan prasarana angkutan jalan, menjadi tanggung jawab kementerian yang
berwenang di bidang lalu lintas, sarana dan prasarana angkutan jalan,

3
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pasal 27 angka 1.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV. Pustaka jaya. PT
4

karya Alkamar), h. 87.


4

pengembangan industri angkutan dan lalu lintas jalan, di bawah tanggung jawab
kementerian perindustrian, pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan
jalan, kementerian ilmu pengetahuan dan teknologi, registrasi dan identifikasi
kendaraan dan pengemudi, penegakan hukum dan manajemen lalu lintas dan
operasi teknis, urusan pemerintahan polisi lalu lintas Negara Republik Indonesia,
seperti pelatihan.5

Pembagian wewenang pengendalian dimaksudkan agar tugas dan


tanggung jawab pengawas masing-masing bidang lalu lintas dan angkutan jalan
dapat lebih jelas dan transparan, sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan lalu lintas dan lalu lintas jalan dapat berlangsung secara aman, tertib,
sistematis, lancar dan efektif serta dapat dipertimbangkan.

Di Indonesia Jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada


tahun 2021 Polri mencatat sebanyak 70 ribuan kasus dan 18.371 orang di
antaranya meninggal dunia. Sementara pada Januari sampai dengan 13 september
tahun 2022 tercatat sebanyak 94.617 kasus dan 19.054 orang di antaranya
meninggal dunia. Data tersebut berdasarkan jumlah kejadian laka lantas dari
pengguna mobil dan sepeda motor secara keseluruhan. Maka dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan kasus kecelakaan laulu lintas dari tahun
2021 sampai dengan 13 september 2022 sebanyak 34,6% dan korban kecelakaan
lalu lintas yang meninggal dunia naik sebanyak 683 jiwa. 6

Selanjutnya, di Kota Makassar telah dilakukan upaya penertiban lalu lintas


dengan menyelenggarakan Oprasi Patuh selama 13 hari terhitung sejak 13 sampai
dengan 26 Juni tahun 2022, tercatat sebanyak 3.219 kedaran yang melakukan
pelanggaran lalu lintas, dengan perincian 2.753 pelanggar sepeda motor dan 286
pelanggar pengemudi mobil, dengan berbagai jenis pelanggaran seperti tidak
memakai atau menggunakan pengaman kepala yaitu helm, Tidak mengenakan

5
Penjelasan umum atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Andkutan jalan.
6
Eko Sutriyanto. “orlantas polri catat 94.617 kecelakaan pada Januari-September 2022.”
Kompas.com, 20 November 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/20/15200561/korlantas-polri-catat-94617-kecelakaan-
pada-januari-september-2022, (9 Januari 2023)
5

helm yang telah sesuai dengan SNI sebanyak 2.152 pelanggar, tidak
menggunakan safety belt sebanyak 87 pelanggar, TNKB sebanyak 275 pelanggar,
tidak menggunakan knalpot standar sebanyak 157 pelanggar, berboncengan
melebihi dari 1 orang sebanyak 343 pelanggar, lawan arus sebanyak 116
pelanggar, serta tidak membawa Surat Izin Mengemudi (SIM) atau Surat Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sebanyak 1.57l pelanggar. 7

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pelanggaran


lalu lintas di Kota Makassar masih sangat tinggi bahkan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Hal ini karena masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mematuhi dan mentaati peraturan lalu lintas dan bahkan beberapa masyarakat
pengguna jalan masih mengabaikan peraturan lalu lintas yang dapat
membahayakan nyawa. Padahal, pemerintah sudah memiliki aturan lalu lintas dan
angkutan jalan yang dituangkan dalam Undang-undang No 22 Tahun 2009
(LLAJ), dengan memiliki tujuan yang pasti agar terwujud-nya kepastian hukum,
masyarakat yang tertib, beretika dan berbudaya dalam berlalu lintas. Namun,
tujuan Undang-Undang tersebut masih sering diabaikan ataupun dikesampingkan.

Sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi selatan, Kota Makassar yang di sebut


juga sebagai kota Metropolitan, yang membuat kota ini mengalami perkembangan
pesat dari seka bidang dan aspek kehidupan antara lain kemajuan dalam bidang
teknologi dan informasi. bentuk perkembangan teknologi yang paling
mendominasi adalah penggunaan smartphone (telepon cerdas) yaitu, sebuah alat
komunikasi genggam yang memiliki fungsi yang luas, bukan hanya sekadar untuk
telepon seluler ataupun SMS (short message service) tetapi kita dapat mengakses
internet dan menginstal aplikasi-aplikasi yang memiliki fitur-fitur canggih sesuai

7
Hendra Cipto. “Operasi Patuh 2022, Ada 3.219 Kendaraan di Kota Makassar Didata dan
Ditegur.” Kompas.com, 27 Juni 2022. https://www.kompas.com/tag/Operasi-Patuh-2022, (9
Januari 2023)
6

yang kita inginkan serta dapat memperoleh informasi diseluruh dunia hanya
dengan waktu yang singkat atau dalam hitungan detik saja.8

Perkembangan teknologi memberikan banyak dampak atau perubahan


yang pesat dimasyarakat Indonesia terkhusus di Kota Makassar yaitu, dampak
negatif dan dampak positif, salah satu bentuk dampak negatif adalah smartphone
menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas bahkan dapat merengut
nyawa9

Salah satu kasus yang telah terjadi di kota Makassar tepatnya di Perintis
Kemerdekaan KM 14 pada tanggal 25 oktober 2022, pengendara bermotor roda 2
bernama Amrianto meninggal dunia setelah menabrak mobil pick up yang sedang
parkir, di duga hal tersebut terjadi karena pengendara menggunakan smartphone
saat berkendara sehingga kehilangan konsentrasi10

Pengguanaan smartphone saat berkendara juga tidak hanya


membahayakan penegemudi tetapi dapat membahayakan pejalan kaki salah satu
contoh kasus yang terjadi di Kota Tangerang, pada Minggu 29 Maret 2020,
pengendara mobil brio kehilangan kendali saat ingin berbelok dengan kondisi
jalan agak menikung ke kanan dikarenakan pengemudi membalas pesan dengan
menggunakan ponselnya/Smartphone sehingga kehilangan konsentrasi saat
berkendara dan akhirnya menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas atau
meninggal dunia11

8
Intan Trivena Maria Daeng, ddk, Penggunaan Smartphone Dalam Menunjang Aktivitas
Perkuliahan Oleh Mahasiswa Fispol Unsrat Manado, e-journal, Vol.VI, No. 1, Acta Diurna, 2017,
h. 2.
9
Herdi Muhardi, “Ponsel Jadi Penyebab Terbesar Kecelakaan Lalu Lintas”,
Liputan6.com, 22 februari 2018. https://www.liputan6.com/otomotif/read/3308171/ponsel-jadi-
penyebab-terbesar-kecelakaan-lalu-lintas (2 Mei 2023)
10
Andika Ramadhan, “Main HP, Pemotor di Makassar Tewas setelah Tabrak Mobil
Parkir”, kumparanNEWS.com, 25 oktober 2022. https://kumparan.com/kumparannews/main-hp-
pemotor-di-makassar-tewas-setelah-tabrak-mobil-parkir-1z7Ra8jTkQ9/full (2 mei 2023)
11
Stanly Ravel , “Pengemudi Main HP saat Berkendara, Nyawa Pejalan Kaki Melayang”,
Kompas.com, 31 maret 2020. (Republik, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, bab IX, pasal 106 angka 1, 2009) (Republik,
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, bab XX, pasal 283, 2009) (Sobur, 2003) (13 mei 2023)
7

Perbuatan di atas yang dilakukan oleh pengendaraan jalan raya Kota


Makassar tersebut telah membahayakan keselamatan jiwa dan pera pengguna
jalan lainnya, pengendara pun telah melanggar dan mengabaikan Undang-undang
Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan Pasal 106 ayat (1):

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib


mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi” 12

Maka dalam hal ini penguna jalan raya Kota Makassar yang menggunakan
smartphone saat berkendara dapat mengganggu konsentrasi penegemudi saat
berkendara sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan umum pasal demi
pasal

“Yang dimaksud dengan penuh konsentrasi adalah setiap orang yang


mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak
terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan
telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan,
atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan
sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.” 13

Pemidanaan pelanggaran di atas telah diatur dalam pasal 283 Udang-


undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan yang
berbunyi

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara


tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu
keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di
Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan

12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan, bab IX, pasal 106 angka 1.
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jala, pasal demi pasal, pasal 106, ayat 1.
8

pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp750.000,00 terbilang (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).” 14

Berdasarkan uraian di atas harus di lakukan penelitian yang lebih dalam


untuk mengatasi fenomena yang terjadi di masyarakat khususnya di Kota
Makassar agar dapat mengedukasi masyarakat pengendara bermotor, maka dari
itu penulis akan meneliti dengan mengangkat judul “Tinjauan Yuridis
Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Akibat Penggunaan Smartphone yang
Dapat Menghilangkan Konsentrasi Saat Berkendara ”

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Fokus penelitian penelitian ini akan memfokuskan pada urgensitas


pentingnya konsentrasi pada saat mengemudikan kendaraan bermotor di kota
Makassar. Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka perlu dicantumkan
penjelasan deskripsi fokus penelitian pada judul penelitian ini agar pembaca tidak
salah memahami.
Adapun Uraian deskripsi fokus penelitian sebagai berikut Proses menerima,
menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi
kepada rangsangan panca indra atau data. Dari definisi ini diketahui bahwa
persepsi adalah suatu proses di mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan
pikirannya dan menginterpretasikan stimulus yang datangnya dari lingkungan.15
Persepsi masyarakat tersebut mengacu kepada pemahaman tentang pentingnya
konsentrasi saat berkendara serta pemahaman tentang ancaman pidana di
dalamnya.
Konsentrasi saat mengemudikan kendaraan bermotor telah tertuang dalam
aturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan pasal 106, ayat 1, dan sanksi pidana-nya tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal

14
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan, bab XX, pasal 283.
15
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 445
9

283. Namun dalam hal ini masih banyak masyarakat yang kurang memahami
betul maksud dari pasal tersebut sehingga terkadang banyak masyarakat
memandang penggunaan Smartphone saat berkendara adalah hal yang wajar atau
biasa saja. Maka peneliti akan lebih fokus untuk mengkaji makna yang lebih
dalam tentang penggunaan Smartphone yang dapat menghilangkan konsentrasi
saat berkendara sebagaimana yang tercantum dalam pasal tersebut dengan lebih
lanjut mengetahui fakta penerapan yang terjadi di masyarakat khususnya di kota
makassar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok masalah


adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Akibat Penggunaan
Smartphone Yang Dapat Menghilangkan Konsentrasi Saat Berkendara ”. Dari
pokok masalah tersebut maka dapat dirumuskan sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana unsur tindak pidana dan ancaman sanksi terhadap kecelakaan


lalu lintas akibat penggunaan Smartphone saat berkendara?

2. Bagaimana faktor yang memengaruhi penggunaan smartphone saat


berkendara?

D. Tujuan penelitian dan kegunaan


1. Tujuan penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai


berikut :

a. Untuk mengetahui ancaman sanksi terhadap kecelakaan lalu lintas akibat


pengguanaan gawai saat berkendara

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab/alasan penggunaan Smartphone


saat berkendara?
2. Manfaat penelitian
10

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :


a. Bagi Penulis
Dapat memberikan dan menambah wawasan serta pengetahuan baru untuk
penulis terkait "Tinjauan Yuridis Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Akibat
Penggunaan Smartphone Yang Dapat Menghilangkan Konsentrasi Saat
Berkendara", serta penerapan peraturan perundang-undangan yang penulis
Teliti.
b. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang "Tinjauan Yuridis Terhadap
Kecelakaan Lalu Lintas Akibat Penggunaan Smartphone Yang Dapat
Menghilangkan Konsentrasi Saat Berkendara", serta memberikan pemahaman
tentang adanya aturan yang mengatur tentang penggunaan smartphone
(telepon pintar) di jalan raya.
c. Bagi Pengemudi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan
meningkatkan pengetahuan bagi pengemudi pribadi maupun pengemudi
umum atau driver ojek online atas atauran-aturan berkendra dengan aman dan
tertib kususnya berkendara bermotor dengan penuh sadar dan konsentrasi,
serta menggunakan smartphone dengan cermat dan baik saat berkendara.
11

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Umum Tentang Tinjauan Yuridis


1. Pengertian Tinjauan Yuridis

Tinjauan adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang masih


mentah kemudian mengelompokkan atau memisahkan komponen-komponen serta
bagian-bagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang dihimpun
untuk menjawab permasalahan.Tinjauan merupakan usaha untuk menggambarkan
pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat dipelajari dan
diterjemahkan dan memiliki arti.16

Menurut kamus hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang
berarti menurut hukum atau dari segi hukum. Dapat disimpulkan tinjauan yuridis
berarti mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu
pandangan atau pendapat dari segi hukum17

Yuridis adalah semua hal yang mempunyai arti hukum yang diakui sah
oleh pemerintah. Aturan ini bersifat baku dan mengikat semua orang di wilayah di
mana hukum tersebut berlaku, sehingga jika ada orang yang melanggar hukum
tersebut bisa dikenai hukuman. Yuridis merupakan suatu kaidah yang dianggap
hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang berupa
peraturan-peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang menjadi dasar
penilaiannya 18. Menurut Prof. Dr.Van Kan, Hukum\Yuridis adalah keseluruhan
peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia
dalam masyarakat. Pidana juga terdapat beberapa pengertian menurut para ahli.
Menurut Profesor Van Hamel pidana atau straf adalah suatu penderitaan yang
bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk
menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai tanggung jawab dari ketertiban

16
Surayin, Analisis Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung: CV Yrama Widya,
Agustus 2013), h. 102
17
M Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: reality publisher, 2009), h.651
18
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: CV.Maha
Karya Pustaka, A (Anonim, 2008)gustus 2019 )
12

hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut
telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara. 19

Inti dari tinjauan yuridis adalah tinjauan hukum pidana substantif, yaitu
dianggap setara dengan kegiatan. Pertimbangkan dengan cermat semua peraturan
dan ketentuan yang berlaku Ini memberikan informasi tentang tindakan mana
yang dapat dihukum dan kejahatan apa yang dilindungi. Apa yang terjadi atau
delik yang terpenuhi, unsur pidana yang terpenuhi, dan pelaku tindak pidana yang
bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya serta pemberian sanksi
kepada pelaku tindak pidana20

2. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum dan dapat
dikenai sanksi pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda, yaitu strafbaarfeit. Saat
merumuskan undang-undang, pembuat undang-undang menggunakan istilah
peristiwa pidana, perbuatan pidana, atau tindak pidana. 21 dalam KUHP maupun
UU 1/2023, tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai apa sebenarnya yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Tindak pidana juga biasanya
disamakan dengan delik, yang berasal dari Bahasa Latin, yakni dari
kata delictum.22 Strafbaarfeit merupakan istilah dari tindak pidana di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan tentang
apa yang dimaksud dengan perkataan strafbaarfeit, sehingga timbullah di dalam
doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan
strafbaarfeit tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Hamel dan Pompe. Hamel
mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging)

19
P.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Amrico,2002), h. 47
20
Isnina dkk, Pengantar Ilmu Hukum,(Medan: CV Umsu Press, November 2021), h.32
21
Ray Pratama Siadari, “Hukum pidana”, raypratama.blogspot.com, 4 juli 2020
https://raypratama.blogspot.com/2013/06/pengertia -hukum-pidana-unsur-unsur.html diakses pada
tanggal 21 Maret 2023
22
Aurelia Oktavira, “Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemenuhannya”, Hukum
Online.com, 26 Januari 2023. https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-
pidana-dan-syarat-pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4/ (13 april 2023)
13

yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana
(strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan 23 Sedangkan pendapat Pompe
mengenai Strafbaarfeit yaitu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma
yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku”24

R. Abdoel Djamali, mengatakan, Peristiwa Pidana atau sering disebut


Tindak Pidana (Delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai
peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya. Tindak Pidana
merupakan suatu perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau
pelanggaran, baik yang disebutkan dalam KUHP maupun peraturan perundang-
undangan lainnya.25

Pengertian tindak pidana menurut Simons yang dikutip oleh Erdianto


Effendi adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh
undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan
oleh seorang yang mampu bertanggung jawab. 26 Dalam KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), delik atau tindak pidana merupakan perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena suatu pelanggaran terhadap undang-undang atau
merupakan perbuatan/peristiwa pidana.27

Pengertian tindak pidana menurut E. Utrecht menyatakan tindak pidana


ialah dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena
peristiwa itu merupakan suatu perbuatan atau sesuatu yang melalaikan maupun
akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan melalaikan).28

23
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.38
24
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), h.173
25
Kamus Hukum, (Bandung: Citra Umbara, 2008), h. 493
26
Desyi Cristin Natalia, Penerapan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Terhadap Pengguna Sepeda Motor Di Wilayah
Kecamatan Merbau, JOM Fakultas Hukum, Vol. Vno. 2 Pekanbaru Riau, 2018, h.5,
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFHUKUM/article/view/21890, (diakses 17 maret 2023)
27
“Delik”, Badan Pengembangan dan pembinaan bahasa,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/delik, (22 mei 2023).
28
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2005) h.20
14

Pengertian Tindak Pidana menurut Pompe adalah Suatu pelanggaran


norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun
dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan
hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum
dan terjaminnya kepentingan hukum. 29 perkataan tindak pidana itu secara teoritis
dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib
hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Dikatakan
selanjutnya oleh Pompe bahwa menurut hukum positif, suatu tindak pidana itu
sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang dapat dihukum30

Menurut Amir Ilyas tindak pidana merupakan suatu istilah yang


mengandung suatu pengertian dasar ilmu hukum sebagai istilah yang dibentuk
dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.
Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang
konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan
arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan
dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat 31

Menurut Moeljanto perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang


dilarang oleh suatu peraturan hukum dan juga disertai suatu sanksi (ancaman)
yang berupa pidana tertentu, ancaman pidana tertentu. Antara ancaman pidana dan
larangan ada hubungan yang erat oleh karena antara kejadian itu, ada hubungan
yang erat pula. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah
perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian yang abstrak yang menunjukkan
kepada kedua keadaan yang konkrit yang pertama, adanya kejadian tertentu dan
adanya orang yang menimbulkan kejadian itu. 32 Setiap tindak pidana dianggap
selalu bertentangan dengan hukum. sifat melawan hukum merupakan unsur dari

29
R.Soersono, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Sinar Grafika, 1992), h.27
30
Sofyan, Andi, Buku Ajar Hukum Pidana, (Makassar: Pustaka Pena Pers,2016) hlm. 99
31
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rangkang Education, 2012), h .14
32
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2005) h.1
15

tindak pidana. Artinya, walaupun dalam perumusan delik tidak secara tegas
adanya unsur melawan hukum, namun delik tersebut selalu dianggap bersifat
melawan hukum. 33

Ada tiga hal yang berbeda atau tidak ditegaskan dalam Buku I KUHP
yakni definisi atau batasan yuridis tentang tindak pidana penegasan asas tiada
pidana/pertanggungjawaban pidana tanpa sifat melawan hukum, serta penegasan
asas mendahulukan keadilan daripada kepastian hukum. 34

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-


undang dan bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan
35
adanya kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila dia mempunyai
kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan
perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif
mengenai kesalahan yang dilakukan. Di dalam berlalu lintas seseorang juga dapat
dianggap melakukan tindak pidana apabila orang tersebut yang karena
kesalahannya menyebabkan kecelakaan baik kecelakaan yang menyebabkan luka-
luka hingga yang menyebabkan kematian. 36

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada


umumnya dapat dijabarkan unsur–unsurnya menjadi 2 (dua) macam, yaitu unsur
subyektif dan unsur obyektif. Unsur subyektif adalah unsur–unsur yang melekat
pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di
dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur obyektif adalah

33
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta; Kencana,
2011), h.83
34
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta; Kencana,
2011), h.85
35
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2001), h. 22
36
Noor Camilla Jasmine, Pertanggungjawaban Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Karena
Penggunaan Smartphone Saat Mengemud, Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology,
Volume 1, No.1, 2020, h. 35
16

unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan yang


di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan37

3. Unsur-unsur Tindak Pidana

Menurut Moeljatno, pada hakekatnya tiap-tiap tindak pidana harus terdiri


dari unsur-unsur lahir, oleh karena perbuatan yang ditimbulkan adalah suatu
kejadian dalam lahir. Unsur tindak pidana antara lain yaitu perbuatan manusia,
syarat formil yang artinya yang memenuhi rumusan undang-undang, dan syarat
materil yaitu bersifta melawan hukum, unsur-unsur tindak pidana sebagai
berikut:38

a. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia atau dapat diartikan sebagai
kelakuan dan akibat, yaitu perbuatan atau tindakan yang menyebabkan
terjadinya sesuatu yang berdampak bagi orang lain baik satu atau lebih.
b. Perihal keadaan yang menyertai perbuatan, artinya perbuatan yang dilakukan
di depan umum dengan menyertai perbuatan tersebut.
c. Perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang, artinya adalah tanpa suatu
keadaan tambahan tertentu seorang terdakwa telah dapat dianggap melakukan
perbuatan pidana yang dapat dijatuhi pidana, tetapi dengan keadaan tambahan
tadi ancaman pidananya lalu diberatkan.
d. Unsur Melawan Hukum yang Objektif. Unsur melawan hukum yang
menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.
e. Unsur melawan hukum terletak di dalam hati seseorang pelaku kejahatan itu
sendiri.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana maka harus


memenuhi beberapa unsur. Unsur-unsur tindak pidana yang diberikan beberapa
tokoh memiliki perbedaan, tetapi secara prinsip intinya sama. Adapun unsur-unsur
tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) segi yaitu:39

37
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung; Sinar Baru, 1984)
h.180
38
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (J akarta: Bina Aksara, 2005) h.69
39
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h.56
17

a. Unsur Subyektif, yaitu hal-hal yang melekat pada diri si pelaku atau
berhubungan dengan si pelaku, yang terpenting adalah yang bersangkutan
dengan batinnya. Unsur subyektif tindak pidana meliputi Kesengajaan (dolus)
atau kealpaan (culpa), niat atau maksud dengan segala bentuknya, ada atau
tidaknya perencanaan.
b. Unsur Objektif merupakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah
yaitu dalam keadaan mana tindak pidana itu dilakukan dan berada di luar batin
si pelaku seperti memenuhi rumusan undang-undang, sifat melawan hukum,
kualitas si pelaku, kausalitas yaitu yang berhubungan antara penyebab
tindakan dengan akibatnya.

Unsur Tindak Pidana dari sudut pandang Undang-Undang:40

a. Unsur tingkah laku, tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat, oleh
karena itu perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam rumusan.
Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Tingkah laku dalam tindak
pidana terdiri dari tingkah laku aktif atau positif (handelen) juga dapat disebut
perbuatan materiil (materiil feit) dan tingkah laku pasif atau negatif (natalen).
Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku untuk mewujudkannya
atau melakukannya diperlukan wujud gerak atau gerakan-gerakan dari tubuh
atau bagian dari tubuh, sedangkan tingkah laku pasif adalah berupa tingkah
laku yang tidak melakukan aktivitas tertentu tubuh atau bagian tubuh yang
seharusnya seseorang itu dalam keadaan tertentu, harus melakukan perbuatan
aktif, dan dengan tidak berbuat demikian seseorang itu disalahkan karena
melaksanakan kewajiban hukumnya.
b. Unsur sifat melawan hukum, melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya
atau terlarangnya dari suatu perbuatan, yang sifatnya bersumber pada undang-
undang (melawan hukum formil) dan dapat bersumber dari masyarakat
(melawan hukum materiil).

40
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), h.126
18

c. Unsur kesalahan, kesalahan atau schuld adalah unsur mengenai keadaan atau
gambaran batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan, karena itu
unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subyektif.
d. Unsur akibat konstitutif, unsur akibat konstitutif ini terdapat pada tindak
pidana materiil (materiel delicten) atau tindak pidana di mana akibat menjadi
syarat selesainya tindak pidana; tindak pidana yang mengandung unsur akibat
sebagai syarat pemberat pidana, tindak pidana di mana akibat merupakan
syarat dipidananya pembuat.
e. Unsur keadaan yang menyertai, unsur keadaan yang menyertai adalah unsur
tindak pidana yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana
perbuatan dilakukan. Unsur keadaan yang menyertai ini dalam kenyataan
rumusan tindak pidana dapat mengenai cara melakukan perbuatan, mengenai
cara untuk dapatnya dilakukan perbuatan, mengenai obyek tindak pidana,
mengenai subyek tindak pidana, mengenai tempat dilakukannya tindak pidana,
dan mengenai waktu dilakukannya tindak pidana.
f. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana,unsur ini hanya terdapat
pada tindak pidana aduan yaitu tindak pidana yang hanya dapat dituntut
pidana jika adanya pengaduan dari yang berhak mengadu.
g. Syarat tambahan untuk memperbesar pidana, unsur syarat ini bukan
merupakan unsur pokok tindak pidana yang bersangkutan, artinya tindak
pidana tersebut dapat terjadi tanpa adanya unsur ini.
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana, unsur ini berupa keadaan-
keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan, artinya bila setelah
perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul, maka terhadap perbuatan itu
tidak bersifat melawan hukum dan si pembuat tidak dapat dipidana.

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada


umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-
unsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subyektif”
adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan
dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang
terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur ”obyektif”
19

itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu


keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur
subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :41

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus);


b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
c. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di
dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan
lain-lain;
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya
terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan
tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah : 42

a. Sifat melanggar hukum;


b. Kualitas si pelaku;
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat.
4. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Jenis-jenis tidank pidana dapat diklasifikasikan berdasrakan hal-hal


tertentu dapat di bagi menjadi 11, sebagai berikut:

a. Menurut sistem KUHP

Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal


kategorisasi tiga jenis peristiwa pidana yaitu : 43

1) Kejahatan (crime)

41
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung; Sinar Baru, 1984)
h.183
42
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung; Sinar Baru, 1984)
h.184
43
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2005), h.40
20

2) Perbuatan buruk (delict)


3) Pelanggaran (contravention)

Menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dalam dua
jenis saja yaitu “misdrijf” ( kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran).
KUHP tidak memberikan ketentuan syarat-syarat untuk membedakan
kejahatan dan pelanggaran. KUHP hanya menentukan semua yang terdapat
dalam buku II adalah kejahatan, sedangkan semua yang terdapat dalam buku
III adalah pelangaran.44

b. Menurut cara merumuskannya

Jenis tidak pidana dibagi atas 2 tindak pidana formil (formeel delicten) dan
tindak pidana materiil (materieel delicten):45

1) Tindak pidana formil yaitu tindak pidana yang perumusannya


menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang, tindak pidana itu selesai
dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan undang-
undang dan akibat ini dipersalahkan
2) Tindak Pidana materil, yaitu tindak pidana yang perumusannya
menitikberatkan pada akibat yang tidak di kehendaki oleh undang-undang,
tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki ini
telah terjadi, sedangkan yang dilarang itu dipersoalkan .
c. Berdasarkan macam perbuatannya

Dibedakan antara tindak pidana aktif (delicta commissionis) dan tindak


pidana tidak pasif (delicta omissionis):46

1) tindak pidana aktif (delicta commissionis), perbuatan aktif juga disebut


perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan
dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat.

44
C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia,( jakarta: Rineka
Cipta , 2011), h.41
45
P.A.F. Lamintang, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar baru,
1984), h. 27
46
Ilham, “TINDAK PIDANA DELIK”, satreskrimpolresmaros.com, November 2011,
http://www.satreskrimpolresmaros.com/2011/12/tindak-pidana-delik.html (10 agustus 2023)
21

2) tindak pidana pasif (delicta omissionis), dalam tindak pidana pasif, ada
suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang
dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila tidak
dilakukan (aktif) perbuatan itu, dia telah melanggar kewajiban hukumnya
d. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya

Maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak
pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama / berlangsung terus.
Tindak pidana yang terjadi dalam waktu yang seketika disebut juga dengan
aflopende delicten, Sebaliknya, tindak pidana yang terjadinya berlangsung
lama disebut juga dengan voortderende delicten yitu tindak pidana yang
berlangsung bulanan bahkan hungga tahunan. 47

e. Berdasarkan kesalahannya

Dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak


pidana tidak sengaja (culpose delicten). Tindak pidana sengaja (doleus
delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan
kesengajaan atau ada unsur kesengajaan. Sementara itu, tindak pidana tidak
sengaja (culpose delicten) adalah tindak pidana yang dalam rumusannya
mengandung unsur kealpaan yang unsur kesalahannya berupa kelalaian,
kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan48

f. Berdasarkan sumbernya

Tindak pidana umum atau Generic crime adalah istilah yang digunakan
untuk menyebut suatu tindak “pidana yang berdiri sendiri” atau independent
crimes, seperti pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dan tindak pidana
lainnya yang dinyatakan sebagai tindak pidana karena sudah dipositifkan
sebagai tindak pidana dalam undang-undang pidana. Tindak pidana umum
adalah tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan merupakan perbuatan-
perbuatan yang bersifat umum, di mana sumber hukumnya bermuara pada

47
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), h.126
48
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), h.97
22

KUHP sebagai sumber hukum materil dan KUHAP sebagai sumber hukum
formil. 49

Tindak pidana khusus adalah jika tindak pidana khusus itu mencakup
unsur-unsur yang ada pada tindak pidana umum, akan tetapi pidananya masih
ada unsur ke khususanya. Contohnya adalah korupsi, pelanggaran HAM yang
berat, terorisme, perdagangan orang, dan PKDRT. Tindak pidana khusus
adalah tindak pidana yang perundang-undangannya diatur secara khusus
artinya dalam undang-undang yang bersangkutan dimuat antara hukum pidana
materil dan hukum acara pidana (hukum pidana formil) 50

g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya

Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat dibedakan
antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang
(delictacommunia) dan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang-
orang yang mempunyai kualitas tertentu, seperti delik jabatan, delik militer,
(delictapropria). Pada umumnya, itu dibentuk untuk berlaku kepada semua
orang. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatan tertentu yang hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kualifikasi tertentu atau khusus .51

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan

Dapat dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak
pidana aduan ( klacht delicten) yaitu,tindak pidana biasa adalah tindak pidana
yang untuk dilakukannya penuntutan pidana tidak disyaratkan adanya aduan
dari yang berhak. Sedangkan delik aduan adalah tindak pidana yang untuk
dilakukannya penuntutan pidana disyaratkan adanya aduan dari yang berhak.

i. Berdasarkan berat dan ringannya pidana yang diancamkan.

49
Babakan Bapas Jaksel, “Tindak Pidana Umum”, Official Website Balai
Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Selatan,
https://bapasjaksel.kemenkumham.go.id/glosarium/tindak-pidana-umum/ (13 agustus 2023)
50
Willa Wahyuni, “Memahami Pengertian Tindak Pidana Khusus”, hukumonline.com
(September 2022), https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-pengertian-tindak-pidana-
khusus-lt632846554090f/ (di akses 15 agustus 2023)
51
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1983), h.128
23

Dapat dibedakan berdasarkan tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige


delicten) tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak
pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

B. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Lalu Lintas

1. Pengertian kecelakaan lalu lintas

Kecelakaan lalulintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak


diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau tanpa pengguna jalan lain
52
yang mengakibatkan korban menusia dan/atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disengaja
melibatkan kendaran bergerak dengan atau tanpa pengguna jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda, kecelakaan disebut
fatal apabila sampai menimbulkan korban jiwa (meninggal dunia)53.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan


Lalu Lintas Jalan Pasal 93 menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka–sangka dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan raya
lainnya, yang mengakibatkan adanya korban manusia dan kerugian harta. 54
Definisi kecelakaan lalu lintas menurut UU No.22 Tahun 2009 adalah suatu
peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang dapat melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang dapat mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda lainnya. 55

2. Jenis dan bentuk kecelakaan laulintas

Jenis dan bentuk kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu:


kecelakaan berdasarkan korban kecelakaan, kecelakaan berdasarkan lokasi

52
Rukman Tea, dkk, Implementasi Penyuluhan Keselamatan Lalulintas, (Bandung: CV
cendekia press, Desember 2021), h,2.
53
Supiyono, Keselamatan Lalu Lintas, (Malang: Polinema Press, September 2018), h,3
54
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, pasal 93.
55
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan, pasal 1.
24

kejadian, kecelakaan berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan, kecelakaan


berdasarkan posisi kecelakaan dan kecelakaan berdasarkan jumlah kendaraan
yang terlibat. Penjelasan klasifiksi kecelakaan sebagai berikut; 56

a. Kecelakaan Berdasarkan Korban Kecelakaan

Kecelakaan berdasarkan korban kecelakaan menitik beratkan pada manusia


itu sendiri, kecelakaan ini dapat berupa luka ringan, luka berat maupun meninggal
dunia. Menurut Pasal 93 dari Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-
undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengklasifikasikan korban dari
kecelakaan sebagai berikut:

1) Kecelakaan Luka Fatal atau Meninggal, Korban meninggal atau korban


mati adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu
lintas dalam waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut.

2) Kecelakaan Luka Berat, Korban luka berat adalah korban yang karena
luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu
lebih dari 30 hari sejak terjadinya kecelakaan. Yang dimaksud cacat tetap
adalah apabila sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan
sama sekali dan tidak dapat sembuh/pulih untuk selama-lamanya.

3) Kecelakaan Luka Ringan, Korban luka ringan adalah keadaan korban


mengalami luka-luka yang tidak membahayakan jiwa dan/atau tidak
memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit

56
Agus Surya Wedasana, “Analisis Daerah Rawan Kecelekaaan dan Penyusunan
Database Berbasis Sistem Informasi Geografis (STUDI KASUS KOTA DENPASAR)”, Thesis
(Denpasar: Fakultas Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2011),
h.7-10.
25

b. Kecelakaan Berdasarkan Lokasi

Kejadian Kecelakaan dapat terjadi di mana saja disepanjang ruas jalan,


baik pada jalan lurus, tikungan jalan, tanjakan dan turunan, di dataran atau di
pegunungan, di dalam kota maupun di luar kota.

c. Kecelakaan Berdasarkan Waktu Terjadinya Kecelakaan

Kecelakaan berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan dapat digolongkan


menjadi dua yaitu:

1) Jenis Hari

a) Hari Kerja : Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat.

b) Hari Libur : Minggu dan hari-hari libur nasional.

c) Akhir Minggu : Sabtu.

2) Waktu

a) Dini Hari : Jam 00.00 – 06.00

b) Pagi Hari : Jam 06.00 – 12.00

c) Siang Hari : Jam 12.00 – 18.00

d) Malam Hari : Jam 18.00 – 24.00

d. Kecelakaan Berdasarkan Posisi Kecelakaan Kecelakaan dapat terjadi dalam


berbagai posisi tabrakan diantaranya yaitu:

1) Tabrakan pada saat menyalip (Side Swipe).

2) Tabrakan depan dengan samping (Right Angle).

3) Tabrakan muka dengan belakang (Rear End).

4) Tabrakan muka dengan muka (Head On).

5) Tabrakan dengan pejalan kaki (Pedestrian).

6) Tabrak lari (Hit and Run).

7) Tabrakan di luar kendali (Out Of Control)


26

e. Kecelakaan Berdasarkan Jumlah Kendaraan yang Terlibat

Kecelakaan dapat juga didasarkan atas jumlah kendaraan yang terlibat baik
itu kecelakaan tunggal yang dilakukan oleh satu kendaraan, kecelakaan ganda
yang dilakukan oleh dua kendaraan maupun kecelakaan beruntun yang dilakukan
oleh lebih dari dua kendaraan.

s
27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Lokasi penelitian ini diperlukan bagi penelitian hukum empiris dan


penelitian hukum normatif-hukum empiris (gabungan).57 Hal ini dilakukan untuk
memadukan apa yang terjadi dilapangan dengan teori yang telah ada dengan
tujuan untuk mencari kebenaran real. Tempat pengambilan bahan penelitian ini
adalah di Kota makassar

Penelitian hukum berlandaskan pada sistem keilmuan, yaitu keseluruhan


kegiatan mengumpulkan, mengklarifikasi, menganalisis, dan menafsirkan fakta
dan hubungan-hubungan di bidang hukum yang berkaitan dengan kehidupan
hukum. 58 Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, 59
disebut juga penelitian doktrinal, di mana hukum seringkali dikonsepkan sebagai
apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan law in books atau
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia yang dianggap pantas. 60 Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian
hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. 61

Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai


pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada

57
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), h.170
58
Zainul Ali, Metode Penulisan Hukum,(Cet. IV; Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.18.
59
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2013), h.13
60
Amiruddin dan H Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), h.118
61
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2007),
h.35.
28

setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 62 Atau dengan
kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau
keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan
menemukan fakta fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan
terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya
menuju pada penyelesaian masalah.63

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka jenis penelitian yang dilakukan


dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian Penelitian Hukum normatif-Hukum
empiris (gabungan) yaitu penelitian hukum yang mengkaji pelaksanaan atau
implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) secara faktual pada
setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat, karena peneliti
menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan
dengan data primer dilapangan atau terhadap masyarakat

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini diperlukan bagi penelitian hukum empiris dan


penelitian hukum normatif-hukum empiris (gabungan).64 Hal ini dilakukan untuk
memadukan apa yang terjadi dilapangan dengan teori yang telah ada dengan
tujuan untuk mencari kebenaran real. Tempat pengambilan bahan penelitian ini
adalah di Kota makassar

C. Data dan Sumber Data


1. Data Primer
Data primer yang diperoleh melalui studi lapangan yaitu dengan cara
menggunakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan
62
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), h 134
63
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
h.15
64
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), h.170
29

penelitian ini sebagai bahan utama dalam penelitian ini ataupun Kata-kata dan
tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama
yang kemudian dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video dan
65
pengambilan foto. Dalam hal ini pengendara Kota Makassar dengan
menggunakan beberapa sampel tertentu.

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili seluruh karakteristik


dari populasi. Sebuah populasi dengan kuntitas besar dapat diambil sebagian
dengan kualitas sampel yang mewakili sama persis dengan kualitas dari populasi
dengan kata representatif. Cara pengambilan sampel ini ditentukan dengan metode
Purposive Sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. 66 Menurut Margono, pemilihan sekelompok subjek dalam Purposive
Sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut
paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan
kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu
yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian67

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti membedakan sampel-sampel


menjadi 3 kriteria, pertama berdasarkan umur/usia yaitu, remaja, dewasa dan
lansia. Kedua berdasarkan pekerjaan yaitu, pekerjaan pada umumnya dan pekrja
ojek online. Ketiga berdasarkan jenis kendaraan yaitu, kendaraan roda 2 (sepeda
motor) dan kendaraan roda 4 (mobil) dengan jumlah total sampel sebanyak 20
orang.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan bahan hukum sebagai bahan penelitian yang di


ambil dari bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:

65
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 157
66
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2008), h.61.
67
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.128
30

a. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat


mengikat yaitu perundang-undangan yang berkaitan tentang kecelakaan lalu
lintas akibat penggunaan smartphone yang dapat menghilangkan konsentrasi
saat berkendara dalam penelitian ini adalah : Undang-undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terdiri atas buku-buku,
jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana (doktrin), kasus-kasus hukum,
jurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir, yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. 68
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
misalnya penjelasan perundang-undangan, ensiklopedi hukum, dan indeks
majalah hukum.

D. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis


normatif. Pendekatan yuridis normarif (doktriner) yaitu pendekatan dengan
mempergunakan kepustakaan atau studi dokumen dan pendapat para ahli yang
berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (LLAJ). Untuk mengetahui tijauan yuridis terhadap
kecelakaan lalu lintas akibat penggunaan gawai yang dapat menghilangkan
konsentrasi saat berkendara. Peneliti akan mempergunakan data kepustakaan
sebagai data sekunder.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sistem


pengambilan data sekunder dan data primer, yaitu:

68
Jhony Ibrahim. Teori dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2006), h.295.
31

1. Data primer
Data yang diperoleh melalui studi lapangan yaitu dengan cara menggunakan
wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian
ini sebagai bahan utama dalam penelitian ini. Sebagai berikut:
a. Observasi

Nasution menyatakan bahwasa observasi yaitu dasar semua dari ilmu

pengetahuan yang hanya dapat bekerja berdasarkan data yang berupa fakta

mengenai dunia nyata yang diperoleh melalui observasi. Sedangkan menurut

Marshall melalui observasi peneliti dapat belajar mengenai perilaku dan makna
dari perilaku tersebut69

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara

langsung. Kedua, teknik pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada

keadaan sebenarnya. Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat

peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun

pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.Peneliti akan menyaksikan

langsung dan biasanya penulis sebagai partisipan dalam mengamati suatu objek

yang sedang diteliti.

b. Wawancara
Wawancara ini dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara
(interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang
70
memberikan jawaban atas pertanyaan. Dalam penelitian ini wawancara

69
Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian ( Yogyakarta:
Deepublish, 2018), h.10
70
Irwan Misbach, Pengantar Statistik Sosial, (Makassar: Alauddin University Pres,
2014), h. 20
32

dilakukan secara langsung kepada beberapa sampel pengguna jalan untuk


mengetahui faktor-faktor penggunaan gawai saat berkendara. Wawancara
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam, dapat dilihat
pada lampiran.

c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang
berbentuk tulisan, gambar, surat, catatan harian, laporan, artefak, atau karya
monumental dari seseorang. Sifat utama data ini tidak terbatas ruang dan waktu
sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah
terjadi di waktu silam. Penggalian sumber data melalui dokumentasi ini menjadi
pelengkap bagi proses penelitian kualitatif, yang semuanya itu memberikan
informasi bagi proses penelitian71
Dalam hal ini penulis berharap dengan menggunakan metode tersebut
dapat mengumpulkan informasi yang benar-benar akurat.

2. Data Sekunder
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (Library Research) yaitu
dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundang-undangan,
dokumendokumen, buku-buku ilmiah, hasil-hasil penelitian, makalah-
makalah seminar, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan. Selanjutnya peraturan perundang-undangan maupun
dokumen-dokumen yang terkait akan diambil pengertian pokok atau kaidah
hukumnya dari masing-masing isi pasalnya yang terkait dengan
permasalahan. Untuk buku-buku ilmiah, makalah, serta literatur yang terkait
akan diambil teori maupun pernyataan yang sesuai dengan topik penelitian,
yang pada akhirnya semua data tersebut akan disusun secara sistematis agar
memudahkan proses analisis.

71
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif teori dan praktik ( Jakarta: Bumi Aksara,
2015), 143-178.
33

F. Teknik Analisis Data

Data (bahan hukum) yang telah diperoleh, baik data sekunder maupun data
primer dalam penelitian ini kemudian akan dianalisis secara Deskriptif-Kualitatif,
yaitu menganalisa hasil penelitian dengan memilah dan memilih, menggolongkan,
serta menghubungkan kenyataan-kenyataan yang terjadi dilapangan dengan
permasalahan yang diteliti, sehingga memberikan suatu gambaran yang jelas
mengenai apa yang terjadi dilapangan sehingga sampai pada suatu kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

"Delik". (n.d.). Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Retrieved Mei 22, 2023,
from https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/delik
34

Agama, K. (n.d.). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Pustaka Jaya, PT.Karya
Alkamar.

Andi, S. (2016). Buku Ajar Hukum Pidana. Makassar: Pustaka Pena Pers.

Anonim. (2008). Kamus Hukum. Bandung: Citra Umbara.

Arief, B. N. (2011). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: Kencana.

C.S.T Kansil, C. S. (2011). Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chazawi, A. (2007). Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Cipto, H. (2022, Juni 27). Operasi Patuh 2022, Ada 3.219 Kendaraan di Kota Makassar
Didata dan Ditegur. Retrieved Januari 9, 2023, from Kompas.com:
https://www.kompas.com/tag/Operasi-Patuh-2022,

Hamzah, A. (2001). Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia
Indonesia,.

Ilham. (2011, November). TINDAK PIDANA DELIK. Retrieved Agustus 10, 2023, from
satreskrimpolresmaros.com:
http://www.satreskrimpolresmaros.com/2011/12/tindak-pidana-delik.html

Ilyas, A. (2012). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rangkang Education.

Indonesia, R. (1945). Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pasal 27, angka I. Republik
Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara.

Intan Trivena Maria Daeng, d. (2017). Penggunaan Smartphone dalam Menunjang


Aktivitas Perkuliahan Oleh Mahasiswa Fispol Unsrat Manado. e-Journal Acta
Diurna, Vol.VI, No.1, h.2.

Isnina dkk. (2021). Pengantar Ilmu Hukum. Medan: CV. Umsu Press.

Iwan Kurniawan, d. (2013). Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009


tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (studi kasus di SMA Negeri 4 Kota
Malang). Jurnal Of Publick Policy And Management Review, Volume 2, No 2, h.2.

Jasmine, N. C. (2020). Pertanggungjawaban Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Karena


Penggunaan Smartphone Saat Mengemudi. Indonesian Journal of Criminal Law
and Criminology, Volume 1, No.1, 35.

Jogloabang. (2019, September Jum'at). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang


Lalu Lintas danAnkutan Jalan. Retrieved Januari 9, 2023, from Jogloabang:
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-22-2009-lalu-lintas-angkutan-jalan
35

Lamintang. (1984). Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.

Lamintang, P. (2002). Hukum Penitensier Indonesia,. Bandung: Amrico.

Margono. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mertokusumo, S. (2019). Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Maha


Karya Pustaka.

Misbach, I. (2014). Pengantar Statistik Sosial. Makassar: Alauddin University Pres.

Moeljatno. (1987). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Moeljatno. (2005). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Moeljatno. (2005). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bsndung: Citra Aditya Bakti.

Muhardi, H. (2018, Februari 22). Ponsel Jadi Penyebab Terbesar Kecelakaan Lalu Lintas.
Retrieved Mei 2, 2023, from Liputan6.com:
https://www.liputan6.com/otomotif/read/3308171/ponsel-jadi-penyebab-
terbesar-kecelakaan-lalu-lintas

Natalia, D. C. (2018). Penerapan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009


Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Terhadap Pengguna Sepeda Motor Di
Wilayah Kecamatan Merbau. Retrieved Maret 17, 2023, from JOM Fakultas
Hukum Pekan Baru Riau:
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFHUKUM/article/view/21890,

Oktavira, A. (2023, Januari 26). Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat
Pemenuhannya”. Retrieved April 13, 2023, from Hukum Online.com:
https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-pidana-dan-
syarat-pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4/

P, M. M. (2009). Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher.

R.Soersono. (1992). Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Sinar Grafika.

Ramadhan, A. (2022, Oktober 25). Main HP, Pemudan di Makassar Tewas Setelah
Tabrak Mobil Parkir. Retrieved Mei 2, 2023, from JumparanNews.com:
https://kumparan.com/kumparannews/main-hp-pemotor-di-makassar-tewas-
setelah-tabrak-mobil-parkir-1z7Ra8jTkQ9/full

Ravel, S. (2020, Maret 31). Pengemudi Main HP Saat Berkendara Nyawa Pejalan Kaki
Melayang. Retrieved Mei 13, 2023, from Kompas.com:
https://kmp.im/app6https://otomotif.kompas.com/
36

read/2020/03/31/130100615/pengemudimaat-berkendara-nyawa-pejalan-kaki-
melayang.

Republik, I. (2009, Juni 22). Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bab XX, pasal 283. Transportasi
Darat/Laut/Udara. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.

Republik, I. (2009, Juni 22). Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, bab IX, pasal 106 angka 1. Transportasi
Darat/Laut/Udara. Jakarta: Sekeretariat Negara.

Rukman Tea, d. (2021). Implementasi Penyuluhan Keselamatan Lalulintas. Bandung: CV.


Cendekia Press.

Siadari, R. P. (2020, Juli 4). Hukum Pidana. Retrieved Maret 21, 2023, from
raypratama.bogspot.com: https://raypratama.blogspot.com/2013/06/pengertia
-hukum-pidana-unsur-unsur.html

Sobur, A. (2003). Psikolog Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supiyono. (2018). Keselamatan Lalu Lintas. Malang: Polinema Press.

Surayin. (2013). Analisis Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: CV.Yrama Widya.

Sutriyanto, E. (2022, November 20). Orlantas Polri Catat 94.617 Kecelakaan pada
Januari-September 2022. Retrieved Januari 9, 2023, from Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/20/15200561/korlantas-polri-
catat-94617-kecelakaan-pada-januari-september-2022

Wahyuni, W. (2022, September). Memahami Pengertian Tindak Pidana Khusus.


Retrieved Agustus 15, 2023, from hukumonline.com:
https://www.hukumonline.com/berita/a/memahami-pengertian-tindak-pidana-
khusus-lt632846554090f/

Waluyo, B. (2002). Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.

Lampiran I

PERTANYAAN-PERTANYAAN
37

1. Silakan ibu/bapak sebutkan nama lengkap, dan tempat tanggal lahir!


2. Berapa umur ibu/bapak?
3. Apa pekerjaan ibu/bapak?
4. Apakah ibu/bapak dapat berkendara?
5. Kendaraan bermotor apa yang bisa ibu/bapak pakai?
6. Apakah ibu/bapak hanya berkendara hanya untuk ke tempat kerja/sekolah?
7. Apakah letika berkendara ibu/bapak membawa smartphone?
8. Ketika ibu/bapak berkendara apakah ibu/bapak pernah menggunakan
smartphone?
9. Apakah ibu/bapak pernah menggunakan fitur GPS di smartphone?
10. Apakah ibu/bapak mengetahui regulasi yang mengatur tentang lealulintas
dan angkutan jalan? Sebutkan?
11. Apak ibu/bapak mengetahui tentang hukuman yang dapat di jatuhkan bagi
pengemudi yang menggunakan telepon genggam (Smartphone) dapat
dijatuhkan pidana dan di kategorikan sebaiagai pelanggaran?
12. Apakah ada keadaan yang mendesak menurut ibu/bapak harus
menggunakan smartphone saat berkendara? Jelaskan?
13. Apakah ibu/bapak pernah menggunakan fitur GPS di smartphone saat
berkendara?
14. Coba ibu/bapak jelaskan keaadaan ibu/bapak saat berkendara dengan
menggunakan GPS di Smartphone? Apakah hal itu dapat memengaruhi
konsentrasi ibu/bapak?
15. Bagi ibu/bapak pekerja ojek online apakah pernah terganggu konsentrasi
saat berkendara di karenakan melihat GPS? Jika tidak apa upaya yang
dilakukan agar menjaga konsentrasi berkendara?

Anda mungkin juga menyukai