Anda di halaman 1dari 17

RINGKASAN MATERI KULIAH

NANOFARMASETIKA

“NANOSUSPENSI DENGAN EKSTRAK HERBAL”

KELOMPOK 4 TEORI 3

NAMA ANGGOTA :

Septiani Devi Saraswati 23175271A


Laurensia Chrisantoso 23175279A
Kintan Agnes Susanti 23175286A
Dema Sekar Kinasih 23175300A

PROGRAM STUDI S 1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN
Nanoteknologi mempunyai peran penting dalam program penemuan obat dan
sistem penghantaran obat. Nanosuspensi sebagai bagian dari nanoteknologi dapat
diberikan dengan berbagai rute pemberian obat seperti intravena, oral, parenteral,
okular, topikal dan pulmonar. Bioavailabilitas obat oral yang rendah dapat
disebabkan oleh rendahnya kelarutan, permeabilitas dan stabilitas obat dalam
saluran pencernaan. Penurunan ukuran partikel pada sediaan nanosuspensi
memecahkan masalah bioavailabilitas rendah yang disebabkan oleh rendahnya
kelarutan, permeabilitas dan stabilitas obat (Arunkumar, et al., 2009).
Sejarah nanosuspensi, “Nanokristal jika dalam bentuk terdispersi disebut
nanosuspensi dan nanosuspensi jika sudah dibuat serbuk kering disebut nanokristal”
1. Pada tahun 1981
Alexei Ekimov ilmuan dari Rusia menemukan nanokristalin,
semikonduktor quantum dots dalam matriks gelas.
2. Pada tahun 1985
Louis Brus dari laboratorium Bells menemukan koloidal semikonduktor
nanokristal (quantum dots).
3. Pada tahun 1993
Moungi Bawendi dari MIT menemukan metode sintesis nanokristal
(quantum dots).
Nanosuspensi adalah sistem dispersi koloidal yang 100% mengandung bahan
obat dengan ukuran 10-1000 nm, tidak mengandung bahan pembawa kecuali
sebagai bahan penstabil surfaktan, polimer atau kombinasi keduanya (Patel et al,
2016). Nanosuspensi memiliki beberapa keuntungan yaitu meningkatkan kelarutan,
laju disolusi dan ketersediaan hayati obat (Malamatari et al, 2018), mengurangi
dosis yang diberikan dengan efek samping yang rendah (Al-Kassas et al, 2017) dan
meningkatkan kepatuhan pasien (Zeng et al, 2019).
Nanosuspensi adalah dispersi koloidal partikel obat ukuran nano yang
distabilkan oleh surfaktan (Lakhsmi, et al., 2010). Dalam 10 tahun terakhir ini telah
dikembangkan pendekatan lain untuk meningkatkan kelarutan dan kecepatan
pelarutan senyawa aktif farmasi, yaitu dengan mereduksi ukuran partikel senyawa
aktif farmasi sampai ke ukuran yang ada dalam rentang nanometer atau submikron.
Penurunan ukuran partikel tersebut berarti peningkatan luas permukaan,
peningkatan kecepatan pelarutan dan dapat pula meningkatkan kelarutan senyawa
aktif farmasi tersebut dalam air. Beberapa senyawa aktif farmasi dapat ditingkatkan
bioavailabilitasnya setelah mereduksi ukuran partikelnya menjadi ukuran
nanometer. Danazol yang merupakan senyawa aktif dengan sifat kelarutan yang
sangat rendah dapat ditingkatkan bioavailibilitasnya menjadi 85% setelah
pemberian nanopartikel danazol secara oral kepada anjing percobaan (Mauludin, et
al., 2010).

II. METODE PEMBUATAN


Nanosuspensi dapat dihasilkan melalui metode bottom-up dan top-down sesuai
dengan perbedaan prinsip produksi (Purkayastha et al, 2019).
Metode bottom up dilakukan dengan melarutkan obat dalam pelarut organik
yang sesuai kemudian diendapkan melalui adisi non-pelarut dengan penambahan
zat penstabil surfaktan atau polimer (Shid et al, 2013). Metode Bottom-up dalam
preparasi nanosuspensi terdiri atas :
1. Presipitasi-ultrasonication
Dalam beberapa tahun terakhir, USG telah diakui sebagai metode yang
hebat dalam mengendalikan proses nukleasi dan kristalisasi. Iradiasi ultrasound
dapat membantu mengintensifkan transfer massa dan mempercepat difusi
molekul (Zeng dan Weber, 2014). Dengan input daya ultrasonik membuat
ukuran kristal menurun. Selain itu, lamanya waktu perlakuan dengan ultrasonik
juga berpengaruh terhadap ukuran partikel. Ketika waktu ultrasonication
ditingkatkan, ukuran partikelnya cukup berkurang.
Diketahui bahwa kristalisasi protein dapat terjadi dalam kondisi jenuh,
meskipun diobati dengan ultrasonikasi. Indeks polidispersitas, kualitas
nanopartikel dan ukuran Z-Average yang lebih kecil dapat ditingkatkan secara
signifikan dengan penerapan ultrasonication pada suspensi milled. Telah diteliti
bahwa ukuran dan keadaan dispersi nanopartikel yang dipreparasi benar-benar
dapat dipengaruhi oleh ultrasonication yang dapat diukur oleh fitur morfologi
nanopartikel TEM (Patel et al., 2014).
2. Presipitasi Nano Flash Presipitasi
Flash Nano (FNP) sebagai teknologi bottom-up dengan kemampuan
mengontrol produksi nanopartikel organik. Confined impinging jets mixer
(CIJM) atau Multi-inlet vortex mixer (MIVM) sebagai mixer yang didesain
khusus digunakan untuk mencapai pencampuran yang efisien dari semua
komponen dalam campuran pelarut. Untuk membuat pembentukan nanopartikel
dengan cepat, karakteristik nukleasi dan skala waktu yang lebih sedikit
(Dannemann et al., 2010).
3. Pengendapan antisolvent
Pengendapan antisolvent merupakan cara yang efektif untuk membuat obat
ukuran mikro atau nano. Pada metode pengendapan ini, pertama obat dilarutkan
dalam pelarut, kemudian larutan yang mengandung obat dengan cepat
ditambahkan ke dalam anti pelarut (Lee et al., 2008). Pengendapan kristal terjadi
dalam kondisi konsentrasi jenuh obat yang disebabkan oleh desolvasi.
Selama pengendapan obat dalam anti-pelarut, pembentukan awal
nanopartikel biasanya berbentuk amorf dan tidak stabil di bawah kondisi jenuh.
Sehingga akan muncul sebaran ukuran partikel yang besar dan luas (Zabihi et
al., 2015).
Untuk mendapatkan ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel yang
sesuai, beberapa pengukuran dapat dilakukan, yaitu proporsi fasa organik dan
fasa ant-solvent; kecepatan pencampuran dua fase; konsentrasi obat utama; suhu
pembentukan dan pertumbuhan inti kristal; jenis stabilisator; proporsi penstabil
dan obat-obatan; dan seterusnya (Phromviyo et al., 2014).
Untuk membuat nanosuspensi yang memiliki stabilitas baik, stabilizer yang
digunakan harus memiliki afinitas yang cukup untuk permukaan partikel dan
memiliki difusivitas tinggi yang dapat dengan cepat menutupi permukaan yang
dihasilkan. Selain itu, jumlah bahan penstabil harus mampu menutupi seluruh
permukaan partikel (Jannoo et al., 2015). Pada saat yang sama, temperatur juga
mempengaruhi ukuran partikel dalam beberapa aspek. Jika suhunya tinggi akan
menyebabkan, kelarutan obat akan meningkat dan juga akan menyebabkan
tingkat kejenuhan berkurang, sehingga menyebabkan kristalisasi yang tersedia
berkurang. Di sisi lain, jika terjadi nukleasi, lebih banyak molekul terlarut akan
mendorong pembentukan kristal yang cepat (Sipoli et al., 2015).
Sementara teknologi topdown dimulai dengan menghaluskan partikel kasar
dalam media cair yang biasa disebut makrosuspensi. Penghalusan partikel dapat
dilakukan dengan cara pearl/ball milling, homogenisasi dalam tekanan
tinggi (high pressure homogenization-HPH), dalam air atau media bebas air, atau
dengan kombinasi teknologi seperti metode pengendapan yang dilanjutkan dengan
HPH atau ball milling yang dilanjutkan dengan metode HPH (Mauludin, et
al., 2010).

III. SIFAT DAN KARAKTERISASI


Nanosuspensi adalah sejenis sistem obat partikel murni yang merupakan
dispersi koloid sub-mikron, dengan surfaktan sebagai agen suspensi (Kuntsche dan
Bunjes, 2007). Nanosuspensi dapat digunakan untuk sediaan obat yang tidak larut
dalam air tetapi larut dalam minyak, meskipun nantinya dapat menggunakan sistem
lipid seperti sediaan liposom dan emulsi.
Dibandingkan dengan sistem lipid, nanosuspensi juga berhasil merumuskan
obat yang memiliki kelarutan yang buruk baik dalam air maupun minyak dalam
sediaan. Nanosuspensi mengatasi kelemahan obat terlarut sebelum preparasi,
dimana preparasi perlu mempertahankan kondisi kristalisasi terbaik dan ukurannya
cukup kecil (Yao et al., 2012).
1. Karakterisasi
 Ukuran Partikel Dan Distribusi Ukuran Partikel
Sifat fisikokimia seperti ukuran partikel, distribusi ukuran,
morfologi, keadaan kristal obat, potensi zeta, pelepasan in vitro dan
stabilitas plasma dievaluasi untuk melihat stabilitas dari sediaan
nanosuspensi. Dan ada beberapa metode seperti laser difraksi (LD),
hamburan cahaya dinamis (DLS), fraksinasi aliran medan, analisis
pelacakan partikel tunggalion, penginderaan oklusi, dan mikroskop
cahaya dan elektron semuanya cocok untuk penentuan ukuran partikel
(Menz et al., 2012). Hamburan cahaya dinamis yang juga dikenal
dengan PCS biasanya dilakukan dengan menggunakan zetasizer Nano
ZS, dan memiliki pengaruh terhadap ukuran partikel rata-rata,
distribusi ukuran, dan potensi zeta dari nanopartikel pada suhu kamar
(Gallego-Urrea et al., 2011).
 Pengukuran potensial zeta
Diketahui bahwa muatan permukaan dari nanosuspensi juga dapat
dikarakterisasi dengan nilai potensial zeta. Potensi zeta dapat diukur
dengan Zetasizer. Air Milli-Q obat mencapai konsentrasi akhir yang
sesuai dan kemudian dimasukkan ke dalam sel elektroforetik.
Selanjutnya kondisi muatan partikel dapat sepenuhnya dikarakterisasi
dalam media dispersi asli (Kumar et al., 2014).
 Karakterisasi keadaan kristal
X-Ray Diffraction (XRD) dan Differential Scanning Calorimetry
(DSC) adalah dua metode yang dapat mengevaluasi kristalinitas
nanopartikel obat. DSC dapat memberikan informasi termodinamika
obat, dan dengan kemampuannya mengidentifikasi perubahan suhu
titik leleh dan entalpi dan X-RD dapat menganalisis pembentukan
kristal atau amorf yang diukur menggunakan sinar X (Ganapathy et al.,
2009).
 Morfologi Permukaan
Mikroskop cahaya adalah sejenis alat optik yang menggunakan
prinsip optik untuk memperbesar gambar objek kecil yang tidak dapat
dibedakan oleh mata manusia. Ini bisa digunakan untuk mengevaluasi
morfologi partikel nanosuspensi. Karakterisasi morfologi juga dapat
digambarkan melalui mikroskop elektron transmisi (TEM) dan
scanning electron microscopy (SEM) (Mauludin et al., 2009).
2. Sifat obat nanosuspensi
Untuk meningkatkan eksposur yang tidak perlu pada organ lain dari
yang ditargetkan dengan biaya pengobatan rendah, metode termudah dari
masalah kelarutan diselesaikan untuk meningkatkan ketersediaan hayati dan
untuk mengurangi dosis (Wei et al., 2014). Nanosuspensi menawarkan solusi
yang mudah, sederhana dan hemat biaya untuk menyelesaikan semua masalah
di atas. Nanosuspensi juga dapat dianggap sebagai pendekatan formulasi yang
relevan secara industri karena kemampuannya mengatasi masalah yang terkait
dengan sistem penghantaran obat lain seperti toksisitas polimer, enkapsulasi
rendah, stabilitas dan masalah biokompatibilitas (Ji et al., 2015).
3. Kelebihan
Keuntungan nanosuspensi telah membawa banyak kemudahan dan
manfaat bagi orang-orang. Seperti, penggunaan obat intravena yang dapat
menurunkan toksisitas dan meningkatkan efek kuratif serta dapat
meningkatkan waktu paruh obat.
Dengan mengurangi ukuran partikel obat mengalami peningkatan dalam
derajat kelarutan. Ukuran partikel yang rendah dapat meningkatkan stabilitas
fisika sedimentasi. Jadi nanosuspensi sama sekali berbeda dari obat pembawa
koloid polimer nanopartikel.
Keunggulan lain dari bentuk sediaan ini adalah menghasilkan adhesi
biologis serta meningkatkan stabilitas kimiawi (Otsuka et al., 2012). Preparasi
nanosuspensi telah dikembangkan oleh peneliti asing untuk meningkatkan
ketersediaan hayati obat yang sulit larut. Salah satu tantangan utama dalam
mencapai tujuan ini adalah menemukan pendekatan preparasi nanosuspensi
yang sesuai dengan input energi rendah dan kontaminasi erosi, seperti metode
bottom-up (Wu et al., 2011)
4. Kekurangan
Metode ini memiliki beberapa kendala, seperti, metode pelarut campur
membutuhkan obat yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu seperti harus
dapat dilarutkan dalam beberapa pelarut organik. Teknologi inklusi
mensyaratkan obat memiliki ukuran molekul yang sesuai dan untuk metode
mikronisasi tidak dapat meningkatkan bioavaibilitas yang berarti (Tran et al.,
2015).

IV. EVALUASI DAN KARAKTERISASI


 Distribusi ukuran partikel
Distribusi ukuran partikel menentukan perilaku fisiokimia formulasi, seperti
kelarutan saturasi, kecepatan disolusi, stabilitas fisik, dll. Distribusi ukuran
partikel dapat ditentukan dengan spektroskopi korelasi foton (PCS), laser
difraksi (LD) dan multisizer pencacah coulter. Metode PCS dapat mengukur
partikel dalam rentang ukuran 3 nm hingga 3 µm dan metode LD memiliki
rentang pengukuran 0,05-80 µm. multisizer penghitung coulter memberikan
jumlah absolut partikel, berbeda dengan metode LD, yang hanya
memberikan distribusi ukuran relatif. untuk penggunaan IV, partikel harus
kurang dari 5 µm, mengingat ukuran kapiler terkecil adalah 5-6 µm dan
karena itu ukuran partikel yang lebih tinggi dapat menyebabkan
penyumbatan kapiler dan emboli.
 Potensi zeta
Potensi zeta merupakan indikasi kestabilan suspensi. Untuk suspensi stabil
yang distabilkan hanya dengan tolakan elektrostatik, diperlukan potensial
zeta minimum ± 30 mV sedangkan dalam kasus gabungan penstabil
elektrostatis dan sterik, potensial zeta ± 20 mV akan cukup.
 Morfologi kristal
Untuk mengkarakterisasi perubahan polimorfik akibat pengaruh
homogenisasi tekanan tinggi dalam struktur kristal obat, teknik seperti
analisis difraksi sinar-X yang dikombinasikan dengan kalorimetri
pemindaian diferensial atau analisis termal diferensial dapat digunakan.
nanosuspensi dapat mengalami perubahan dalam struktur kristal, yang
mungkin menjadi bentuk amorf atau bentuk polimorf lainnya karena
homogenisasi tekanan tinggi.
 Kecepatan disolusi dan kelarutan saturasi
Suspensi nano memiliki keunggulan penting dibandingkan teknik lain, yaitu
dapat meningkatkan kecepatan disolusi serta kelarutan saturasi. Kedua
parameter ini harus ditentukan dalam berbagai larutan fisiologis. Penilaian
kelarutan saturasi dan kecepatan disolusi membantu dalam menentukan
perilaku in vitro dari formulasi. Böhm dkk. melaporkan peningkatan
tekanan disolusi serta kecepatan disolusi dengan pengurangan ukuran
partikel ke kisaran nanometer. Pengurangan ukuran menyebabkan
peningkatan tekanan disolusi. Peningkatan kelarutan yang terjadi dengan
pengurangan ukuran partikel yang relatif rendah mungkin terutama
disebabkan oleh perubahan tegangan permukaan yang mengarah ke
peningkatan kelarutan saturasi. Muller menjelaskan bahwa energi yang
dimasukkan selama proses pengurangan ukuran partikel menyebabkan
peningkatan tegangan permukaan dan peningkatan terkait dalam tekanan
disolusi.
V. APLIKASI DALAM SISTEM DDS
Aplikasi metode Nanosuspensi dalam pembuatan obat berbahan dasar
herbal “Formulation and characterisation of nanosuspension of herbal
extracts for enhanced antiradical potential” “Formulasi dan karakterisasi dari
nanosuspensi berbahan dasar ekstrak untuk meningkatkan efek antiradical”
Nanoteknologi adalah teknik yang menjanjikan untuk meningkatkan
ketersediaan hayati obat-obatan herbal. Makalah ini menyajikan pendekatan
nanosuspension untuk meningkatkan kelarutan terhadap air dan dapat
meningkatkan bioaktivitas dari ekstrak herbal. Nanosuspensi dari ekstrak tiga
tumbuhan (Silybum marianum, Elettaria cardamomum dan Coriandrum sativum)
dibuat dengan menggunakan polivinil alkohol (1,5% b / v) sebagai stabilisator.
Nanopartikel yang telah disiapkan dikarakterisasi dengan mikroskop elektron.
Aktivitas formulasi nanosuspensi dinilai dengan menggunakan empat uji
antioksidan in vitro.
Silybum marianum atau biasa disebut milk thistle adalah anggota dari famili
Asteraceae dan genus Silybum. Silymarin adalah senyawa bioaktif utama yang
diisolasi dari bijinya yang memiliki aplikasi yang tak terhitung banyaknya.
Silymarin digunakan untuk terapi oral untuk gangguan hati kronis tetapi memiliki
kelarutan air yang buruk sehingga ketersediaan hayati yang buruk. Studi
farmakokinetik telah mengungkapkan bahwa setelah pemberian oral hanya 23%-
47% dari silymarin memasuki sirkulasi sistemik. Elettaria cardamomum umumnya
dikenal dengan nama kapulaga memiliki nilai kuliner yang cukup terkenal. Biji
tanaman ini digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan gangguan
jantung dan saluran cerna. Coriandrum sativum yang biasa dikenal dengan
ketumbar memiliki berbagai khasiat farmakologis. Ketumbar digunakan sebagai
anti-inflamasi, antihipertensi, antiedema, antiseptik, antidiabetes, lipolitik dan
myorelaxant. Metode ini telah dirancang untuk mempersiapkan nanosuspensi dari
tiga ekstrak tumbuhan yang memiliki kelarutan dalam air yang buruk untuk
meningkatkan bioaktivitas mereka. Suspensi nano dari S. marianum, E.
cardamomum dan C. sativum dibuat dengan metode nanopresipitasi. Nanosuspensi
yang telah disiapkan dikarakterisasi ukuran partikel dan morfologinya dengan
menggunakan mikroskop elektron (SEM) scanning.
Metode pembuatan nanosuspensi berbahan dasar herbal menggunakan Teknik
Nanopresipitasi.
 Preparasi bahan herbal yang akan digunakan

Biji bubuk (30 g) diekstraksi


Biji S. marianum, E.
dengan pelarut n-heksana
cardamomum dan C.
(300 ml) menggunakan
sativum digiling hingga
Soxhlet selama 6 jam untuk
berbentuk serbuk.
menghilangkan zat lemak.

Kemudian ekstrak Ekstrak dipekatkan


diekstraksi dengan etanol menggunakan rotary
(95%) selama 6 jam dalam evaporator
peralatan Soxhlet.

 Formulasi dari Nanosuspensi (Metode Nanopresipitasi diikuti dengan sedikit


modifikasi untuk pembuatan Nanosuspensi)

Larutan yang dihasilkan


kemudian secara bertahap
disuntikkan (1 ml 𝑚𝑖𝑛−1) dengan
Ekstrak tumbuhan (2,5 g)
jarum suntik yang dihubungkan
dilarutkan dalam 15 ml aseton dan
etanol (3: 1) dengan sonikasi ke tabung teflon tipis, ke dalam
selama 60 detik. 25 ml air yang mengandung PVA
1,5% b / v dengan pengadukan
magnet terus menerus pada
kecepatan 1000 rpm.

Emulsi yang dihasilkan kemudian


diencerkan dalam 50 ml larutan
PVA (0,2% b / v dalam air) untuk Kemudian nanosuspensi
meminimalkan penggabungan dan didinginkan hingga -18 °C dan
campuran diaduk terus menerus diliofilisasi menggunakan
(500 rpm) selama 6 jam pada lyophiliser untuk mendapatkan
suhu kamar untuk memungkinkan bubuk kering.
penguapan pelarut dan
pembentukan nanopartikel.
 Analisis ukuran partikel dan karakterisasi morfologinya

Ukuran partikel dan fitur Bubuk nanosuspensi dilapisi


morfologi dari nanosuspensi dengan sputter coater kemudian
dilihat dengan menggunakan gambar diambil pada SEM dan
SEM pada perbesaran yang bar skala dikalibrasi secara
bervariasi. akurat

 Analisis aktivitas antioksidan

Konsentrasi yang berbeda (0,02-


0,1 mg / ml) dari ekstrak kasar Penurunan absorbansi dengan
tanaman, suspensi nano dan peningkatan konsentrasi
senyawa standar disiapkan dan mencerminkan potensi
diuji dengan metode peredaman terhadap radikal
DPPH,metode oksida nitrat dan bebas dari senyawa tanaman
metode superoksida secara yang tinggi.
spektrofotometri.

Potensi antioksidan terhadap


peroksidasi lipid dievaluasi
dalam sistem asam linoleat
Hasil dilaporkan dalam nilai dengan uji daya antioksidan
konsentrasi hambat 50 (IC50). pereduksi besi setelah interval
waktu yang berbeda dan hasilnya
dilaporkan dalam hal persentase
penghambatan peroksidasi lipid.

Hasil dan Pembahasan


Nanosuspensi dari tiga ekstrak tumbuhan dilakukan dengan metode
nanopresipitasi untuk meningkatkan bioaktivitas karena dikaitkan dengan
penyerapan lambat yang menyebabkan ketersediaan hayati yang tidak mencukupi
dan tidak konsisten. Distribusi ukuran partikel adalah faktor utama yang
mempengaruhi nasib in vivo dari banyak ekstrak herbal. Nanosuspensi yang
disiapkan ini dikarakterisasi untuk ukuran partikel dan fitur morfologi yang diamati
dengan SEM (Gambar 1-3). Gambar SEM dari ketiga ekstrak memperlihatkan
ukuran partikel suspensi dalam kisaran nanopartikel yang diterima (10-1000 nm).
Ukuran partikel rata-rata S. marianum, E. cardamomum dan C. sativum
nanosuspensi ditemukan masing-masing 446,1±112,6 nm (Gambar 1),
456,63±339,2 nm (Gambar 2) dan 432,1±172,8 nm (Gambar 3). Seluruh suspensi
S. marianum, E. cardamomum dan C. sativum memiliki kisaran ukuran partikel
287-614,7, 93,5-775,1 dan 309,8-554,4 nm. Nanonisasi ekstrak herbal dapat
meningkatkan kecepatan disolusi, pembasahan, luas permukaan partikel dan
kelarutan saturasi. Hal ini dapat membawa lebih banyak ketersediaan hayati karena
peningkatan pelepasan in vivo karena hanya partikel terlarut yang dapat diserap
melalui membran sel lipofilik. Sistem berstruktur nano ini mungkin dapat
mempotensiasi tindakan ekstrak herbal yang diperlukan, mengurangi dosis yang
diperlukan, efek samping, dan peningkatan aktivitas. Sistem nano dapat
mendistribusikan komponen bioaktif pada konsentrasi yang memadai selama
seluruh periode perawatan, mengarahkannya ke lokasi tindakan yang menjadi target.
Pengobatan tradisional tidak memenuhi persyaratan ini. Dengan demikian,
nanonisasi ekstrak tumbuhan dapat menjadi bantuan yang berharga untuk
meningkatkan efisiensi ekstrak tumbuhan dan meminimalkan efek sampingnya.
Pemindaian gambar elektron dari morfologi permukaan nanosuspensi yang
disiapkan mengungkapkan tekstur halus ketiga ekstrak tersebut. Dari ketiga ekstrak
menunjukkan gambar bahwa sebagian besar partikel memiliki bentuk bulat dan
topologi halus.

Gambar 1. Gambar SEM dari ukuran partikel (a) dan morfologi (b) dari
nanosuspensi S. marianum
Gambar 2. Gambar SEM dari ukuran partikel (a), (b), (c), (d) dan morfologi (e)
dari nanosuspensi E. cardamomum
Gambar 3. Gambar SEM dari ukuran partikel (a) dan morfologi (b) dari
nanosuspensi C. sativum

Potensi antioksidan
Empat uji antioksidan berbeda digunakan untuk menentukan aktivitas
antioksidan pada formulasi tanaman. Hasil dari tiga uji (DPPH, superoksida dan
oksida nitrat) dilaporkan dalam nilai IC50 (Tabel 1) yang menunjukkan konsentrasi
antioksidan yang diperlukan untuk menetralkan 50% radikal bebas. Nilai IC50
yang lebih rendah dengan demikian menunjukkan efek penghambatan yang tinggi.
DPPH adalah metode yang terkenal untuk mengetahui potensi antioksidan tanaman
obat dalam waktu singkat. Di antara ekstrak tumbuhan, nilai IC50 terendah untuk
uji pembersihan radikal bebas DPPH ditunjukkan oleh E. cardamomum (5,21 ± 0,1
mg / ml). Nanosuspensi C. sativum (0,59 ± 0,01 mg / ml) menunjukkan nilai IC50
minimum. Produksi berlebih radikal oksida nitrat juga dikatakan terkait dengan
berbagai jenis penyakit neurodegeneratif dan otot. Potensi pengambilan radikal
oksida nitrat dari berbagai tanaman dan nanosuspensi ditentukan oleh
pembentukan radikal oksida nitrat secara in vitro oleh natrium nitroprusside.
Radikal bebas ini menyebabkan produksi ion nitrit dengan bereaksi dengan oksigen.
Pengambilan oksida nitrat bersaing dengan oksigen dan dengan demikian
mengurangi pembentukan ion nitrit. S. marianum nanosuspensi menunjukkan nilai
IC50 terendah (0,34 ± 0,02 mg / ml) untuk pengujian ini.
Radikal superoksida dianggap sebagai penyebab biologis yang kuat dari spesies
oksigen reaktif karena menyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang kuat dan
berbahaya. Untuk pengujian ini, nilai IC50 terendah juga ditunjukkan oleh
nanosuspensi C. sativum (0,81 ± 0,11 mg / ml). Hasil yang digambarkan pada Tabel
1 dengan jelas mencerminkan bahwa nanosuspensi tanaman menunjukkan lebih
banyak pengambilan radikal bebas daripada ekstrak tumbuhan mentah.
Nanosuspensi tanaman bahkan menunjukkan hasil yang lebih baik daripada
senyawa standar BHT dan asam askorbat karena ketika ukuran partikel dikurangi
hingga kisaran nano, tidak hanya luas permukaan tetapi gradien konsentrasi juga
meningkat yang menghasilkan peningkatan dramatis kecepatan disolusi
dibandingkan dengan produk yang dimikronisasi. dan aktivitas ekstrak
ditingkatkan dengan merumuskan nanopartikel mereka. Selain itu, penggunaan
surfaktan dan pengadukan terus menerus membantu partikel nanosuspensi untuk
menghindari aglomerasi, sehingga menghindari pematangan Ostwald dan
menyebabkan peningkatan aktivitas obat. Dalam penelitian sebelumnya, hubungan
yang sama antara pengurangan ukuran partikel dan aktivitas obat ditunjukkan oleh
beberapa ilmuwan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengurangan ukuran
partikel dari ekstrak tumbuhan secara signifikan meningkatkan potensi antiradikal
in vitro ekstrak yang mungkin mengarah pada aktivitas in vivo yang lebih baik.
Peroksidasi lipid yang secara umum dikenal sebagai peristiwa toksikologi primer
disebabkan oleh pembentukan radikal bebas dari berbagai sumber. Ini
menyebabkan degradasi oksidatif lipid sehingga merusak membran sel. Metode
amonium tiosianat digunakan untuk mengevaluasi efek peroksidatif anti-lipid dari
ekstrak tumbuhan dan suspensi nano dan hasilnya dilaporkan dalam bentuk
persentase penghambatan (Gambar 4). Suspensi nano dari semua tanaman
menunjukkan lebih banyak persentase penghambatan peroksidasi lipid daripada
ekstrak kasarnya. Persentase penghambatan untuk S. marianum nanosuspension
ditemukan 83,76 ± 1,1% dibandingkan dengan ekstrak kasarnya (39,76 ± 5,01%).
Nanosuspensi C. sativum ditemukan lebih efektif terhadap penghambatan
peroksidasi lipid setelah 72 jam (91,75 ± 2%) di antara semua ekstrak tanaman,
nanosuspensi dan standar. BHT dan asam askorbat menunjukkan sejumlah besar
persentase penghambatan tetapi tidak lebih dari nanosuspensi tanaman.
Penghambatan peroksidasi yang cukup besar mungkin disebabkan oleh adanya
antioksidan yang terkenal, misalnya flavonol, xanthone, di-antrakuinon dan flavan
yang berpotensi bertanggung jawab atas aktivitas ekstrak yang cukup banyak.
Karena ukuran nano, luas permukaan meningkat dan molekul berinteraksi sangat
cepat dengan molekul pelarut yang mengakibatkan peningkatan kelarutan. Oleh
karena itu, hasil penghambatan peroksidasi lipid mungkin didasarkan pada
peningkatan kelarutan sampel. Ekstrak kasar tanaman dan standar karena ukuran
partikel yang lebih besar gagal untuk mengambil radikal bebas dengan cara yang
mirip dengan nanosuspensi.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa nanosuspensi dari tumbuhan terpilih S. marianum, C.
sativum dan E. cardamomum secara signifikan meningkatkan potensi antiradikal
dibandingkan dengan ekstrak kasarnya.

VI. REFERENSI
Arunkumar N, Deecaraman M, Rani C. 2009. Nanosuspension technology and its
applications in drug delivery. Asian Journal of Pharmaceutics. 168-173.
Gallego-Urrea, J.A., Tuoriniemi, J., Hassellöv, M., 2011. Applications of particle-
tracking 30 analysis to the determination of size distributions and
concentrations of nanoparticles in environmental, biological and food
samples. Trac-Trend. Anal. Chem. 30, 473-483.
Ganapathy, H.S., Park, S.Y., Lee, W.-K., Park, J.M., Lim, K.T., 2009. Polymeric
nanoparticles from macroscopic crystalline monomers by facile solid-state
polymerization in supercritical CO2. J. Colloid Interf. Sci. 51, 264-269.
Ji, N., Li, X., Qiu, C., Li, G., Sun, Q., Xiong, L., 2015. Effects of heat moisture
treatment on the physicochemical properties of starch
nanoparticles. Carbohyd. Polym. 117, 605-609.
Menz, W.J., Shekar, S., Brownbridge, G.P.E., Mosbach, S., Körmer, R., Peukert,
W., Kraft, M., 2012. Synthesis of silicon nanoparticles with a narrow size
distribution: A theoretical study. J. Aerosol Sci. 44, 46-61.
Kumar, S., Xu, X., Gokhale, R., Burgess, D.J., 2014c. Formulation parameters of
crystalline nanosuspensions on spray drying processing: a DoE approach.
Int. J. Pharm. 464, 34-45.
Kuntsche, J., Bunjes, H., 2007. Influence of preparation conditions and heat
treatment on the properties of supercooled smectic cholesteryl myristate
nanoparticles. Eur. J. Pharm. Biopharm. 67, 612-620.
Mauludin, R., Müller, R.H., Keck, C.M., 2009. Development of an oral rutin
nanocrystal formulation. Int. J. Pharm. 370, 202-209.
Yao, L., Zhao, X., Li, Q., Zu, Y., Fu, Y., Zu, B., Meng, X., Liu, C., 2012. In vitro
and in vivo evaluation of camptothecin nanosuspension: A novel
formulation with high antitumor 41 efficacy and low toxicity. Int. J. Pharm.
423, 586-588.
Jahan N, et al. 2016. Formulation and characterisation of nanosuspension of herbal
extracts forenhanced antiradical potential. Journal of Experimental
Nanoscience.11(1):72-80.
Tran, T.T.-D., Tran, K.A., Tran, P.H.-L., 2015. Modulation of particle size and
molecular interactions by sonoprecipitation method for enhancing
dissolution rate of poorly water-soluble drug. Ultrason. Sonochem. 24, 256-
263.
Otsuka, H., Nagasaki, Y., Kataoka, K., 2012. PEGylated nanoparticles for
biological and pharmaceutical applications. Adv. Drug Deliver. Rev. 64,
246-255.
Wei, Y., Li, L., Xi, Y., Qian, S., Gao, Y., Zhang, J., 2014. Sustained release and
enhanced bioavailability of injectable scutellarin-loaded bovine serum
albumin nanoparticles. Int. J. Pharm. 476, 142-148.
Wu, L., Zhang, J., Watanabe, W., 2011. Physical and chemical stability of drug
nanoparticles. Adv. Drug Deliver. Rev. 63, 456-469.

Anda mungkin juga menyukai