1
http://www.ceritakorea.com/2016/05/15/descendants-of-the-sun-drama-review/ (diakses pada 22 maret
2017 pukul 18.42)
2
htpp://detik.com/health/read/2015/10/08/090731/3039048/763/terbukti-ternyata-wanita-emosinya-lebih-
sensitif-dibandingkan-pria (diakses pada 22 maret 2017 pukul 17.27)
37
sudah menonton serial “Descendant of the Sun” karena memiliki pemeran
yang mendukung dan cerita yang bagus. Berbeda dengan pendapat mahasiswa
pria FISKOM yang didapatkan dari hasil pra-surey tentang drama korea. Rata-
rata dari mereka mengatakan bahwa drama Korea selalu didominasi oleh
pemeran laki-laki yang tampan dibanding pemeran perempuannya, karena
menurut mereka drama korea dibuat untuk memuaskan hasrat penonton
perempuan bukan untuk pria. Selain itu menurut mereka pemain pria dalam
drama korea wajahnya tidak kalah cantik dengan pemeran perempuannya dan
kurang macho. Pendapat yang lain menurut mereka adalah menonton drama
Korea bisa mengurangi kemachoan seorang pria dan lebih menyukai film
bergenre action atau laga yang dibintangi oleh aktor ternama daripada
menonton drama Korea yang hampir seluruh judul nya mempunyai genre film
yang romantis yang bercerita tentang dua orang yang jatuh cinta dengan cara
berlebihan dan tidak realitistis bisa terjadi di dunia nyata.
4.2.2 Pendidikan
Berdasarkan pendidikan dari responden sudah jelas bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif fakultas Ilmu Sosial
dan Komunikasi (FISKOM) Universitas Kristen Satya Wacana yang sedang
menempuh pendidikan strata satu (S1) sesuai dengan segmentasi drama Korea
“Descendant of the Sun” yang ditargetkan untuk anak remaja.
38
4.3.1 Analisis Intensitas Menonton
a. Durasi Menonton Serial Drama Korea “Descendant of the Sun”
Dalam teori Kultivasi milik Gerbner yang dipaparkan pada bab
sebelumnya dijelaskan bahwa pada dasarnya terdapat dua karakteristik
penonton yaitu, (1) Heavy Viewer yaitu mereka yang menonton lebih dari
4 jam setiap harinya; (2) Light Viewer yaitu mereka yang menonton
kurang dari 4 jam setiap harinya.
Dari jumlah sampel penelitian ini yaitu 60 responden penonton drama
Korea “Descendant of the Sun”, menurut tingkat frekuensi dalam
menonton drama Korea “DOTS” adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Menonton
39
memiliki kesamaan di dunia nyata dapat menjadi faktor kenapa drama
Korea sangat digemari.3
3
http://www.koreaboo.com/buzz/expert-explains-korean-dramas-addictive/ diakses pada 26 Februari 2017
pukul 17.12
40
Dari hasil pengisian kuisiner terhadap 60 responden, dapat dilihat bahwa
rata-rata penonton dalam tipe Heavy Viewer menonton drama “DOTS” 3 hari
dalam seminggu dengan durasi lebih dari 4 jam dalam seminggu, dan rata-rata
penonton dalam Light Viewer menonton 2-4 hari dengan durasi kurang dari 4
jam dalam seminggu. Jadi dapat disimpulkan bahwa mahasiswi FISKOM rata-
rata menonton drama Korea 2-4 hari dalam seminggu.
4.3.2 Analisis Indikator Isi Pesan dan Daya Tarik
Dalam indikator Isi Tayangan dan Daya Tarik terdiri dari delapan item
pernyataan. Untuk mengetahui tingkat skala perhitungan rata-rata, digunakan
interval sebagai berikut :
= nilai jawaban maximum – nilai jawaban minimum
Jumlah Kategori
= 32 – 8 =6
4
Tabel 4.3
Interval Kategori Jawaban Indikator Likert Variabel X
1 8 - 14 Sangat Tidak 0 0%
Setuju
2 15 - 21 Tidak Setuju 0 0%
3 22 - 28 Setuju 10 16,6%
TOTAL 60 100%
41
Tarik, responden sangat menyetujui bahwa mereka tertarik menonton
tayangan drama “DOTS” karena dimainkan oleh artis yang terkenal dan
memiliki paras yang rupawan serta responden juga mengerti dan menyukai
alur cerita yang ditayangkan dalam serial “DOTS” begitu pula juga adegan-
adegan romantis yang ditayangkan yang mereka anggap bersifat realitis.
TOTAL 60 100%
42
mereka lihat tersebut. Selain itu mereka juga menjadi membayangkan seorang pria
atau kekasih yang melakukan hal-hal yang romantis seperti yang dilakukan aktor
dalam serial drama korea “DOTS” tersebut. Contohnya ketika terdapat adegan saat
aktor dalam “DOTS” mengucapkan kata-kata yang romantis, menonton film berdua,
belanja bersama, menatap sang kekasih dengan tatapan yang romantis, menyandarkan
kepala dipundak kekasih, melindungi kekasih dari bahaya, mengikatkan tali sepatu
kekasih, memelu kekasih dari belakang untuk meminta maaf, mencium kening,
memasangkan kalung dileher perempuan, liburan berdua di tempat yang romantis,
camping berdua, selfie berdua dengan pose yang lucu, mengikat rambut kekasihnya,
dan melihat bintang berdua diatas kapal mereka menjadi beranggapan dan
membayangkan adegan-adegan tersebut dapat terjadi.
43
4.5 Analisis Tabulasi Silang
Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara durasi menonton dengan
ekspektasi berpacaran dengan mengkategorikan tipe penonton menurut teori
Kultivasi milik Gerbner, yaitu Heavy Viewer dan Light Viewer, maka data akan
diolah dengan menggunakan analisis tabulasi silang yaitu metode untuk
mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda ke dalam suatu tabel. Dan hasil
tabulasi silang dengan menggunakan aplikasi SPSS 17 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Tabulasi Silang antara Durasi Menonton Light Viewer dan Heavy Viewer
terhadap Ekspektasi Berpacaran
Ekspektasi
Light Viewer Heavy Viewer
Sangat Rendah 0 0 0
0% 0% 0%
Rendah 2 3 5
13,3% 6,7% 8,3%
Tinggi 4 11 15
26,7% 24,4% 25%
Sangat Tinggi 9 31 40
60%% 68,9% 66,7%
Total 15 45 60
100% 100% 100%
45
4.6 Uji Prasyarat Hipotesis
Sebelum peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi pengolah
data SPSS 17, peneliti membuat hipotesis yang telah dicantumkan dibab
sebelumnya. Hipotesis tersebut adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh dari adegan romantis dalam drama Korea
“DOTS” terhadap ekspektasi mahasiswi FISKOM dalam berpacaran.
H1: Terdapat pengaruh dari adegan romantis dalam drama Korea “DOTS”
terhadap ekspektasi mahasiswi FISKOM dalam berpacaran.
Kemudian untuk mengetahui adanya pengaruh antara adegan romantis dalam drama
Korea “DOTS” dengan ekspektasi berpacaran mahasiswi FISKOM sebelumnya
peneliti akan melakukan uji asumsi klasik terhadap data yang didapat melalui
kuisioner yang meliputi 4 tahap, yaitu (1.) Uji Normalitas; (2.) Uji
Heteroskedastisitas; (3.) Uji multikolineritas, dan (4.) Uji Autokorelasi. Apabila
pengujian tersebut dinyatakan lolos, selanjutnya peneliti akan menganalis data
menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan aplikasi
statistik SPSS 17 untuk mengetahui hasil penelitian ini.
46
4.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Kolmogorov – Smirnov. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas
dengan teknik Kolmogorov – Smirnov adalah jika nilai signifikasi lebih besar
dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai
signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.4
Tabel 4.6
Tabel Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai signifikasi sebesar 0.176 >
0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti
berdistribusi normal dan tidak terkena masalah normalitas.
4
http://www.spssindonesia.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss.html diakses pada 22
Februari 2017 pukul 01.17
47
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual itu tetap, maka disebut
Homoskedastisitas, dan apabila varians dari residual itu berbeda, disebut
Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
Heteroskedastisitas dan dasar pengambilan keputusan pada uji
Heteroskedastisitas yaitu:
1. Jika nilai signigikansi > 0,05 berarti tidak terjadi Heteroskedastisitas.
2. Jika nilai signigikansi < 0,05 berarti terjadi Heteroskedastisitas.
Ut= a +BXt + vt
Tabel 4.7
Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas Glejser
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 34.951 10.521 3.322 .002
DOTS -.922 .368 -.313 -2.507 .015
a. Dependent Variable: RES2
48
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi
Multikolinieritas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-
variabel tidak ortogonal.
Dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
1. Melihat nilai Tolerance
- Jika nilai Tolerance > 0,10 = tidak terjadi Multikolinieritas pada
data yang diuji.
- Jika nilai Tolerance < 0,10 = terjadi Multikolinieritas pada data
yang diuji.
2. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)
- Jika nilai VIF < 10,00 = tidak terjadi Multikolinieritas pada data
yang diuji
- Jika nilai VIF > 10,00 = terjadi Multikolinieritas pada data yang
diuji
Dan setelah melakukan olah data pada SPSS, hasil outputnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Coefficientsa
B
Standardiz
e ed
r Unstandardized Coefficient Collinearity
d Coefficients s Statistics
a Toleran
Model B Std. Error Beta t Sig. ce VIF
s
1 (Constan -16.672 16.236 -1.027 .309
at)
r
DOTS 4.997 .567 .756 8.808 .000 1.000 1.000
k
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
a
n tabel diatas diketahui bahwa nilai tolerance variabel X atau “DOTS” 1,000
lebih besar dari 0,10; dan nilai VIF menunjukkan pada angka 1,000 lebih kecil
49
dari 10,00. Jadi dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak terjadi
Multikolinieritas.
Tabel 4.9
Tabel Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square Square the Estimate Watson
1 .756a .572 .565 12.102 1.798
a. Predictors: (Constant), DOTS
b. Dependent Variable: EKSPEKTASI
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa besarnya angka D-W adalah
sebesar 1,798 dan berada diantara -2 sampai +2. Hal ini berarti menunjukkan
bahwa penelitian ini tidak terjadi adanya autokorelasi.
Dilihat dari uji asumsi klasis yang di analisis, yaitu Uji Normalitas, Uji
Heteroskedastisitas, Uji Multikolinieritas, dan Uji Autokorelasi diketahui bahwa semua tahap
dalam uji asumsi tersebut dikatakan lolos, sehingga setelah melakukan uji asumsi peneliti
dapat melakukan analisis regresi sederhana.
50
4.6.5 Uji Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis regresi linear
sederhana, dan hasil dari SPSS 17 diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.10
Tabel Korelasi Menonton Adegan Romantis “DOTS”
dengan Ekspektasi Berpacaran Mahasiswi FISKOM
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 .756a .572 .565 12.10247
a. Predictors: (Constant), DOTS
b. Dependent Variable: EKSPEKTASI
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dari hasil analisis yang ditampilkan pada tabel diatas (Tabel Model
Summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara menonton adegan romantis
serial “DOTS” dan Ekspektasi Berpacaran Mahasiswi FISKOM dengan
korelasi product moment by pearson didapat nilai r hitung sebesar 0,756 dan
berarti nilai korelasi tersebut tergolong sangat kuat (>0,750) dan memiliki
nilai positif (arah korelasi positif) dan dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi responden menonton adegan romantis dalam drama Korea “DOTS”
maka ekspektasi berpacaran yang terjadi semakin tinggi.
Berdasarkan uji tabel korelasi tersebut, koefisien determinasinya (R
square) yang ditemukan yaitu seberar 0,572 atau sebesar 57,2% (R2 x 100%).
Artinya dalam penelitian ini pengaruh menonton adegan romantis dalam
“DOTS” (Variabel X) terhadap ekspektasi berpacaran mahasiswi FISKOM
(Variabel Y) sebesar 57,2% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain
diluar penelitian ini.
51
Tabel 4.11
Tabel ANOVA
D Sum of
aModel Squares df Mean Square F Sig.
l1 Regression 11362.087 1 11362.087 77.573 .000a
a Residual 8495.247 58 146.470
m Total 19857.333 59
a. Predictors: (Constant), DOTS
H0: Tidak terdapat pengaruh dari adegan romantis dalam drama Korea
“DOTS” terhadap ekspektasi mahasiswi FISKOM dalam
berpacaran.
52
Tabel 4.12
Tabel Model Persamaan Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -16.672 16.236 -1.027 .309
DOTS 4.997 .567 .756 8.808 .000
a. Dependent Variable: EKSPEKTASI
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
53
Jadi kesimpulannya adalah berdasarkan probabilitasnya menunjukkan
bahwa variabel Menonton adegan romantisme “DOTS” secara signifikan
mempengaruhi terhadap Ekspektasi Berpacaran Mahasiswi FISKOM (0,000 <
0,05)
4.7 Pembahasan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara menonton adegan romantis pada
drama korea “DOTS” dengan ekspektasi berpacaran mahasiswi FISKOM.
Variabel Menonton adegan romantis “DOTS” yang dimaksud dalam penelitian ini
di ukur dengan tiga indikator yang meliputi Intensitas tayangan dalam drama
Korea, Isi Tayangan, dan daya tarik. Sedangkan ekspektasi berpacaran mahasiswi
FISKOM dalam penelitian ini diukur menggunakan tiga indikator yaitu Goal,
Agency Thinking, dan Pathway Thinking. Dari kedua variabel tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel (X) menonton adegan
romantis serial “DOTS” dengan variabel (Y) ekspektasi berpacaran mahasiswi
FISKOM. Signifikansi hubungan antara variabel X dengan variabel Y dibuktikan
dengan uji hipotesis yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
menonton adegan romantis “DOTS” dengan ekspektasi berpacaran.
54
rambut kekasihnya. Secara goal karena responden menjadi setuju menjadi sangat
emosional melihat adegan tersebut, mereka menjadi menginginkan sosok kekasih
yang mau melakukan hal seperti adegan romantis tersebut. Lalu dalam Agency
Thinking mereka akan memotivasi diri sendiri bahwa mereka yakin bahwa hal
tersebut dapat terjadi ketika dia mencari cara atau strategi agar mempunyai sosok
pacar yang mau melakukan adegan tersebut (Agency Thinking).
Berdasarkan uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,756 dan nilai korelasi
ini tergolong sangat kuat serta memiliki arah korelasi yang positif dan searah.
Artinya semakin sering mahasiswi FISKOM menonton adegan romantis dalam
serial drama “Descendant of the Sun”, maka akan semakin besar ekspektasi
berpacaran yang terjadi dan begitu pula sebaliknya, semakin jarang orang melihat
adegan romantis dalam “DOTS”, maka ekspektasi berpacarannya akan semakin
kecil. Ini berarti responden yang menonton serial drama korea “DOTS” lebih dari
4 jam dalam sehari (heavy viewer) cenderung mempunyai dampak yang lebih
besar untuk terjadinya ekspektasi berpacaran dibandingkan dengan responden
yang menonton serial drama korea “DOTS” kurang dari empat jam dalam sehari
(Light Viewers) dengan adanya hasil ini, semakin memperkuat dugaan bahwa ada
dampak secara nyata antara menonton adegan romantis dalam “DOTS” terhadap
ekspektasi berpacaran.
55
berpacaran, seperti tayangan talkshow “weekly idol” dari Korea; ketiga,
kematangan usia pasangan yang menunjukkan kedewasaan; keempat, peran orang
tua dalam memberikan saran dalam memilih seorang pacar; dan kelima,
kepercayaan atau janji dari pasangan untuk mempunyai hubungan yang bertahan
terus.
Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Dewi Ayu Ambar Rani yang
berjudul “Pengaruh Terpaan Drama Korea Terhadap Tingkat Pengetahuan
Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tentang Budaya Korea”
(Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) 2013 yang diperoleh hasil terdapat
hubungan yang cukup kuat antara terpaan drama Korea dengan tingkat
pengetahuan mahasiswa tentang budaya Korea dengan nilai korelasi sebesar
54,3% dan tingkat regresi pada pengaruh sebesar 29,5% dan sisanya diperoleh
dari faktor lain.
56
audiovisual, karakter yang menarik, serta adegan-adegan romantis yang membuat
emosi penontonnya menjadi terhanyut dalam romantisme tersebut.
Dalam analisis teori Kultivasi milik Gerbner dinyatakan bahwa teori tersebut
memfokuskan pada proses penanaman nilai media bagi khalayak, seperti halnya
media sebagai alat ukur utama untuk menanamkan pandangan terhadap dunia.
Manusia menjadi percaya bahwa hal tersebut adalah realitas terhadap keseharian
nya dengan memandang realitas yang sudah kita lihat dalam sebuah media.
Dalam peneliti ini peneliti menggolongkan kelas Heavy Viewer dan Light Viewer.
Efek kultivasi ini pun mempunyai pengaruh yang kuat pada responden baik pada
tipe penonton Heavy Viewer. Hal itu ditunjukkan dalam penelitian ini bahwa
heavy viewer mempunyai ekspektasi berpacaran yang lebih besar sebesar 93,3%
daripada light viewer yang memiliki ekspektasi sebesar 49,2%. Hal tersebut sudah
membuktikan bahwa teori kultivasi milik Gerbner yang mengatakan bahwa
khalayak yang menonton televisi lebih dari 4 jam (Heavy Viewer) lebih percaya
terhadap realitas yang dibentuk oleh media, dan light viewer memiliki akses
media yang lebih luas sehingga sumber informasi mereka lebih variatif. Dan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa semakin sering mereka menonton adegan
romantis tersebut, semakin besar pula ekspektasi atau keinginan mereka untuk
mengikuti dan berusaha untuk mewujudkan apa yang mereka lihat didalam media
tersebut menjadi sebuah realitas dalam dunia nyata.
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa terjadi sebuah komunikasi lintas
budaya yang menunjukkan adanya interaksi antar budaya Korea Selatan dengan
budaya Indonesia yang diperlihatkan melalui media audio visual, yaitu drama
Korea “DOTS”. Pengaruh Korean Wave disini memberikan pengaruh yang besar
pada responden dalam penelitian ini pada segi kultural budaya Indonesia. Drama
Korea menunjukkan adanya penyebaran budaya mereka melalui drama Korea
yang kemudian ditonton oleh para responden, sehingga membuat budaya bangsa
sendiri menjadi memudar dan tergeser oleh sebuah trend masa kini yaitu yang
ditunjukkan melalui drama Korea.
57
yang mereka lihat dari drama Korea tersebut. Mereka menilai bahwa adegan
romantis ala Korea yang mereka lihat adalah suatu bentuk yang menarik dan
variatif, yang lalu menjadikan mereka termotivasi untuk bisa mewujudkan adegan
romantis tersebut dalam kesehariannya dan melupakan budaya mereka sendiri.
Meskipun budaya Korea dan budaya Indonesia mempunyai norma estetika
kesopanan yang hampir sama, tapi tidak semua apa yang dilakukan dalam adegan
romantis drama Korea tersebut dianggap sopan di budaya Indonesia sendiri,
seperti adegan ciuman maupun tidur berdua yang di Indonesia sendiri hal itu
masih dianggap tabu dan kurang sopan.
58