Karakterisik responden akan dianalisis dari 5 hal, yaitu jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran yang mereka gunakan untuk
konsumsi dalam 1 bulan.
Untuk jenis kelamin responden, dari hasil kuesioner didapat bahwa jumlah
responden laki-laki adalah 61 orang atau 50.83% dari total responden, dan jumlah
responden perempuan adalah 59 orang atau 49.17% dari total responden. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden terdistribusi hampir sama rata
antara laki-laki dan perempuan.
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perem puan
48 Universitas Indonesia
Usia
15 – 25 Tahun
26 – 35 Tahun
36 – 45 Tahun
46 – 55 Tahun
Universitas Indonesia
Tingkat Pendidikan
SMA/Sederajat
Akademi/Sederajat
S1/Sederajat
S2
S3
Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa
Ibu Rumah Tangga
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Prof esi (Dokter,
Pengacara, dll)
Pengusaha
Universitas Indonesia
Dan untuk pengeluaran konsumsi dari konsumen setiap bulannya dari hasil
kuesioner didapat bahwa jumlah responden yang pengeluaran konsumsinya
kurang dari Rp. 1.000.000 adalah sebanyak 23 orang atau 19.17% dari total
responden, yang pengeluaran konsumsinya diatas Rp. 1.000.000 sampai dengan
Rp. 1.500.000 adalah sebanyak 37 orang atau 30.83% dari total responden, yang
pengeluaran konsumsinya diatas Rp. 1.500.000 sampai dengan Rp. 2.000.000
adalah sebanyak 22 orang atau 18.33% dari total responden, yang pengeluaran
konsumsinya diatas Rp. 2.000.000 sampai dengan Rp. 2.500.000 adalah sebanyak
11 orang atau 9.17% dari total responden, yang pengeluaran konsumsinya diatas
Rp. 2.500.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 adalah sebanyak 7 orang atau 5.83%
dari total responden, dan yang pengeluaran konsumsinya diatas Rp. 3.000.000
adalah sebanyak 20 orang atau 16.67% dari total responden. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengeluarkan Rp. 1.000.000
sampai dengan Rp. 1.500.000 untuk biaya konsumsi selama 1 bulan.
Universitas Indonesia
Dari data di tabel 5.1, dapat dihitung mean keseluruhan untuk semua
variabel pembangun adalah sebesar 3.44, artinya sebagian besar responden
menyatakan bahwa tingkat information exposure dari televisi terhadap diri mereka
adalah cukup atau cenderung tidak terlalu banyak. Standar deviasi yang rendah
menunjukkan bahwa sebaran data sempit yang artinya kebanyakaan jawaban
responden adalah seragam.
Dari data di tabel 5.2, dapat dihitung mean keseluruhan untuk semua
variabel pembangun adalah sebesar 3.68, artinya sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka tidak cukup faham (tetapi mengarah ke faham) akan
karakteristik produk (misal atribut fisik, manfaat, komposisi, efek samping, dan
lainnya) dari minuman ready to drink (RTD) yang mereka beli. Standar deviasi
Universitas Indonesia
yang rendah juga menunjukkan bahwa sebaran data sempit yang artinya
kebanyakaan jawaban responden adalah seragam.
Dari data di tabel 5.3, dapat dihitung mean keseluruhan untuk semua
variabel pembangun adalah sebesar 3.33, artinya sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka tidak price sensitive ketika membeli minuman ready
to drink (RTD). Standar deviasi yang rendah juga menunjukkan bahwa sebaran
data sempit yang artinya kebanyakaan jawaban responden adalah seragam.
Universitas Indonesia
Dari data di tabel 5.4, dapat dihitung mean keseluruhan untuk semua
variabel pembangun adalah sebesar 3.17, artinya sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka tidak terlalu terpengaruh oleh adanya stimulus
pemasaran berupa undian, hadiah, dan lainnya ketika membeli minuman ready to
drink (RTD). Standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa sebaran data
sempit yang artinya kebanyakaan jawaban responden adalah seragam.
Dari data di tabel 5.5, dapat dihitung mean keseluruhan untuk semua
variabel pembangun adalah sebesar 3.62, artinya sebagian besar responden
menyatakan bahwa mereka tidak terlalu sering (tetapi mengarah ke sering)
melakukan pembelian minuman ready to drink (RTD) secara tidak terencana.
Standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa sebaran data sempit yang
artinya kebanyakaan jawaban responden adalah seragam.
Universitas Indonesia
misalnya di penelitian ini akan digunakan teknik korelasi dan regresi yang
berguna untuk mencari pengaruh antara satu konstruk terhadap konstruk lainnya.
Namun sebelum data dapat diolah untuk keperluan analisis inferensial, data harus
lolos dari uji validitas dan reliabilitas.
5.2.1.Uji Validitas
● Nilai KMO ≥ 0.5 dengan nilai signifikansi dari Barlett's Test ≤ 0.05
Universitas Indonesia
Dari data pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa konstruk yang tidak lolos uji
validitas adalah konstruk price consciousness dan deal proneness karena ada
variabel pembangun konstruk yang nilai komunalitasnya kurang dari 0.5 dan
keseluruhan total variance explain nya kurang dari 60%. Untuk itu perlu diperiksa
variabel mana yang harus dieliminasi agar konstruk tersebut nantinya dapat lolos
uji validitas.
Initial Extraction
price1 1.000 .462
price2 1.000 .655
price3 1.000 .274
price4 1.000 .630
price5 1.000 549
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa variabel yang nilai komunalitasnya
kurang dari 0.5 adalah variabel price1 dan price3. Kedua variabel tersebut harus
dieliminasi agar konstruk price consciousness dapat memenuhi persyaratan uji
validitas. Jika kedua variabel tersebut telah dieliminasi maka diharapkan nilai
total variable explain untuk konstruk price consciousness juga akan berubah
menjadi lebih baik.
Universitas Indonesia
Initial Extraction
deal1 1.000 .657
deal2 1.000 .444
deal3 1.000 .636
deal4 1.000 .560
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa hanya 1 variabel yang nilai
komunalitasnya kurang dari 0.5 yaitu variabel deal2. Berarti, hanya variabel
tersebutlah harus dieliminasi agar konstruk deal proneness dapat memenuhi
persyaratan uji validitas. Jika variabel tersebut telah dieliminasi maka diharapkan
nilai total variable explain untuk konstruk deal proneness juga akan berubah
menjadi lebih baik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.2.2.Uji Reliabilitas
Universitas Indonesia
Dapat dilihat dari tabel 5.10 bahwa hasil uji reliabilitas semua konstruk
menunjukkan cronbach's alpha di atas 0.6. Nilai cronbach's alpha yang tinggi
artinya semua variabel pembangun dari tiap-tiap konstruk mengukur satu dimensi
konstruk (tidak terjadi struktur multidimensional), sehingga variabel pembangun
tersebut reliable untuk digunakan sebagai alat pengukur konstruk tersebut.
5.2.3.Uji Korelasi
Universitas Indonesia
Tabel 5.11 Hasil Uji Korelasi (Exposure & Knowledge terhadap Impulse)
Dari tabel 5.11 dapat dilihat bahwa tidak ada korelasi yang signifikan
antara information exposure, baik terhadap product knowledge maupun impulse
purchasing behavior. Artinya hipotesis 1 dan hipotesis 2 ditolak.
Universitas Indonesia
Tabel 5.12 Hasil Uji Korelasi Price & Deal terhadap Impulse (Korelasi Pearson)
Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi Gender&Age terhadap Impulse (Korelasi Kendall's)
Gender Age
Universitas Indonesia
Dari pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa hasil uji korelasi penelitian
ini berbeda dengan hasil uji korelasi penelitian pada jurnal yang di replika,
dimana pada penelitian ini dinyatakan bahwa:
2. Tidak ada korelasi antara kontrol variabel (deal proneness, gender dan age)
terhadap impulse purchasing behavior
Oleh karena itu kemudian dilakukan analisis lebih lanjut mengapa perbedaan
hasil ini dapat terjadi. Hasil analisis dapat dilihat pada sub bab Pembahasan.
Walaupun dari hasil uji korelasi telah dinyatakan bahwa hipotesis ditolak,
yang artinya tidak ada pengaruh antara variabel-variabel independen dengan
variabel dependennya, namun uji hierarchical multiple regression tetap perlu
dilakukan untuk lebih meyakinkan lagi bahwa hasil yang diperoleh telah diperiksa
secara lebih akurat.
Universitas Indonesia
Model Summary(c)
Universitas Indonesia
ANOVA(c)
Coefficients(a)
Dari tabel 5.14 model summary dapat dilihat bahwa nilai perubahan
koefisien determinasi (R Square Change) pada prediktor b adalah sebesar 0.001
dan dari tabel 5.14 Anova dapat dilihat bahwa keduanya signifikan di 0.05. Nilai
tersebut memiliki arti bahwa consumer information exposure hanya menjelaskan
sekitar 0.1% dari total varian pada impulse purchasing behavior setelah variabel
Universitas Indonesia
Model Summary(c)
ANOVA(c)
Universitas Indonesia
Coefficients(a)
Dari tabel 5.15 model summary dapat dilihat bahwa nilai perubahan
koefisien determinasi (R Square Change) pada prediktor b adalah sebesar 0.001
dan dari tabel 5.15 Anova dapat dilihat bahwa keduanya signifikan di 0.05. Nilai
tersebut memiliki arti bahwa product knowledge hanya menjelaskan sekitar 0.1%
dari total varian pada impulse purchasing behavior setelah variabel price
consciousness, deal proneness, gender, age, dan consumer information exposure
dikontrol. Sedangkan dari tabel 5.15 coefficients seharusnya dapat dilihat nilai B
untuk product knowledge namun karena tidak signifikan sehingga nilai tersebut
tidak dapat digunakan untuk prediksi pengaruh (memperkuat hasil dari uji
korelasi).
Universitas Indonesia
5.3. Pembahasan
Pada sub bab ini akan dianalisis secara lebih lanjut mengapa dapat terjadi
perbedaan antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitian pada jurnal yang
direplika. Beberapa hal yang diduga menjadi penyebab misalnya adalah
karakteristik demografi responden yang berbeda, tipe produk penelitian yang
berbeda, dan faktor lainnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
● Opinion Leader. Dalam hal opinion leader, kesuksesan telah dibuktikan oleh
Pocari Sweat. Sebagai pioneer minuman isotonik yang gencar melakukan
edukasi kepada konsumennya, Pocari tidak hanya berpromosi melalui jalur
above-the-line, tetapi juga melalui jalur below-the-line. Salah satu cara
promosi below-the-line yang dilakukan Pocari adalah dengan membentuk
armada detailer - semacam medical representative pada produk obat-obatan.
Mereka ditugaskan untuk mendekati para opinion leader semisal para dokter
agar mau merekomendasi Pocari kepada pasiennya. Hasilnya adalah ketika
terjadi wabah demam berdarah pada tahun 2004, penjualan Pocari meningkat
drastis dan sejak itu sedikit demi sedikit mulai terbangun gambaran bahwa
Pocari adalah minuman kesehatan. Walaupun jika sebenarnya masyarakat
ditanya mengenai bagaimana minuman isotonik dapat menyehatkan, mereka
belum tentu mengetahui jawabannya.
Hal ini sesuai dengan teori yang telah dijelaskan pada bab 2 (landasan
teori) bahwa sebagai produk low-involvement, minuman ready to drink (RTD)
harus berjuang keras agar tetap bisa mempertahankan konsumennya. Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan minuman ready to drink (RTD)
antara lain adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
● Beralih dari product knowledge ke arah self knowledge. Seperti yang telah
dijelaskan pada sub bab 2.2.3 (pemilihan alat komunikasi pemasaran), dalam
diagram FCB grid dapat dipetakan bahwa minuman ready to drink (RTD)
dimasukkan kedalam kuadran 4 yaitu low-involvement dan feeling. Produk-
produk di kuadran ini kuat sekali kaitannya dengan kepuasan terhadap diri
sendiri dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, maka perkuatkan beralih dari
hanya sekedar product knowledge yang lebih menekankan pada atribut
fungsional produk (thinking) ke arah self knowledge yang lebih menekankan
pada kegunaan psikologisnya dan nilai-nilai tak berwujud dari produk
tersebut (lihat sub bab 2.3.3 “Means-End Involvement”). Sentuhlah sisi
emosional responden sehingga iklan tersebut lebih mengena. Misalnya iklan
Coca Cola yang selalu menekankan kebersamaan, maka kemudian akan
tercipta gambaran bahwa kalau sedang berkumpul enaknya minum Coca
Cola. Selain itu cara yang bisa digunakan juga antara lain dengan media
public relation yaitu melalui reference group dan opinion leader. Kedua cara
tersebut telah terbukti sukses digunakan oleh beberapa minuman ready to
drink (RTD) misalnya Gatorade dan Pocari Sweat untuk masuk atau bertahan
di industri minuman ready to drink (RTD).
Universitas Indonesia
● Perkuat point of purchase. Menurut teori dalam sub bab 2.4.2 (pengambilan
keputusan pembelian impulse buying) keputusan pembelian dalam impulse
buying bisa berjalan tidak sesuai tahapan, artinya bahwa Jika dalam keadaan
normal keputusan pembelian konsumen akan melalui berbagai tahapan proses
(gambar 2.4) maka dalam impulse buying tahapan proses tersebut tidak selalu
berjalan sekuen, ada kalanya konsumen menghindari beberapa proses dan
langsung melakukan pembelian. Seringkali keputusan pembelian dilakukan
langsung di tempat pembelian, tanpa melakukan usaha pencarian informasi
terlebih dahulu, atau melakukan pencarian informasi di tempat pembelian
(menjadikan supermarket tersebut sebagai katalog belanjanya). Dan yang
perlu diperhatikan juga bahwa sifatnya yang rawan terjadi brand switching
jika merek yang dicarinya tidak ada. Oleh karena itu maka strategi point of
purchase harus dikuatkan. Misalnya dengan penggunaan kemasan yang
menarik atau penempatan produk di tempat yang mudah dijangkau dan dilihat
terbukti mampu merangsang konsumen untuk melakukan impulse buying.
Selain itu saluran distribusi juga perlu diperkuat untuk menghindari
terjadinya impulse buying terhadap produk kompetitor jika produk yang
dicari sedang tidak ada. Kalau perlu bisa juga dilakukan trade promotions
berupa pemberian insentif kepada dealer agar mau menjual secara lebih aktif
atau menyarankan kepada konsumen untuk menggunakan produk kita.
Universitas Indonesia
walupun tanpa responden tersebut perlu untuk sering menonton televisi. Oleh
karena itu perusahaan-perusahaan besar yang menyadari hal ini menekankan
untuk pentingnya terus beriklan, hanya supaya konsumennya tetap selalu merasa
dekat dengan merek mereka.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia