Anda di halaman 1dari 14

Rahmah Ningsih, S.H.I., MA.

Hk

Modul Pembelajaran 12

Pendidikan
Kewarganegaraan

E-Learning
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA TAHUN 2019

1
IDENTITAS NASIONAL
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
A. Pengertian Identitas Nasional

Istilah identitas berasal dari bahasa Inggris “identity” yang menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia berarti keadaan, ciri-ciri khusus suatu benda/orang.
Dalam kamus politik “identitas” berarti ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang
atau jati diri. Sedangkan kata “nasional” dari akar kata “nation” (Inggris), yang
berarti bangsa yang tengah menegara atau kebangsaan. Dalam kamus politik
berasal dari kata “nation” (Latin), artinya kelahiran, suku bangsa. Kata “nasional”
berarti masyarakat yang sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga
mempunyai kesamaan sejarah, tradisi, kebudayaan, bahasa dan wilayah.
Hal tersebut menimbulkan kesadaran dan kesetiaan serta kemauan untuk
hidup bersatu dalam suatu negara yang merdeka. Secara terminologis, identitas
nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatau bangsa yang membedakan
bangsa tersebut dengan bangsa lain. Artinya, setiap bangsa di dunia ini akan
memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta
karakter dari bangsa tersebut. Identitas nasional tidak dapat dipisahkan dengan
jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu
bangsa.
Pengertian identitas nasional pada hakikatnya adalah “manifestasi nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa
(nation) dengan ciri-ciri khas dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa
berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya”. Sedangkan mengupas
identitas sebagai ungkapan nilai-nilai suatu bangsa yang bersifat khas dan
membedakannya dengan bangsa lain. Kekhasan yang melekat pada sebuah
bangsa dikatakan sebagai “identitas nasional”. Namun perlu disadari bahwa
identitas nasional tidak pernah berhenti atau selesai, dan karenanya akan
berlangsung sepanjang masa.
Nilai-nilai budaya yang berada dalam sebagian besar masyarakat dalam
suatu negara dan tercermin di dalam identitas nasional bukanlah barang jadi
yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu
yang terbuka yang cenderung terus-menerus berkembang karena hasrat menuju
kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Implikasinya bahwa
identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru
agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam
masyarakat.

2
Bila dilihat dari proses, menurut Juliardi (2014:35), lahirnya identitas nasional,
maka identitas nasional itu sendiri dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Identitas cultural unity atau identitas kesukubangsaan.
Istilah “cultural unity” merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau
bangsa dalam konteks sosiologis-antropologis. Cultural unity disatukan oleh
adanya kesamaan ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah
asal. Unsur-unsur ini menjadi identitas kelompok bangsa yang bersangkutan
sehingga bisa dibedakan dengan bangsa lain.
2. Identitas political unity atau identitas kebangsaan.
Political unity merujuk pada bangsa dalam arti politik, yaitu bangsa-negara.
Kesamaan primordial dapat saja menciptakan bangsa tersebut untuk bernegara,
namun saat ini negara yang relative homogeny yang hanya terdiri dari satu
bangsa tidak banyak terjadi. Negara baru perlu menciptakan identitas yang baru
pula untuk bangsanya yang disebut dengan identitas nasional.

B. Parameter Identitas Nasional


Parameter identitas nasional adalah suatu ukuran atau patokan yang dapat
digunakan untuk menyatakan sesuatu yang menjadi ciri khas suatu bangsa.
Sesuatu yang diukur adalah unsur suatu identitas seperti kebudayaan yang
menyangkut norma, bahasa, adat istiadat dan teknologi, sesuatu yang alami atau
ciri yang sudah terbentuk seperti ciri geografis.
Sesuatu yang terjadi dalam suatu masyarakat dan mencari ciri atau identitas
nasional biasanya mempunyai normatif sebagai berikut:
1. Identitas nasional menggambarkan pola perilaku yang terwujud melalui
aktivitas masyarakat sehari-harinya. Identitas ini menyangkut adat-istiadat,
tata kelakuan, dan kebiasaan. Ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan

3
gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber
dari adat-istiadat dan tata kelakuan.
2. Lambang-lambang yang merupakan ciri dari bangsa dan secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi bangsa. Lambang-lambang negara ini
biasanya dinyatakan dalam Undang-Undang seperti Garuda Pancasila,
Bendera, Bahasa, dan lagu kebangsaan.
3. Alat-alat pelengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan seperti
bangunan, teknologi, dan peralatan manusia. Identitas yang berasal dari
alat perlengkapan ini seperti bangunan yang merupakan tempat ibadah
(Borobudur, Prambanan, Masjid dan Gereja), peralatan manusia (pakaian
adat, teknologi bercocok tanam), dan teknologi (pesawat terbang, kapal laut,
dan lain-lain).
4. Tujuan yang ingin dicapai suatu bangsa. Identitas yang bersumber dari
tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti budaya unggul, prestasi
dalam bidang tertentu

Bagi bangsa Indonesia, pengertian parameter identitas nasional tidak


merujuk hanya pada individu (adat istiadat dan tata laku), tetapi berlaku pula
pada suatu kelompok Indonesia sebagai suatu bangsa yang majemuk, maka
kemajemukan itu merupakan unsur-unsur atau parameter pembentuk identitas
yang melekat dan diikat oleh kesamaan-kesamaan yang terdapat pada segenap
warganya. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional Indonesia berdasarkan
ukuran parameter sosiologis adalah: suku bangsa, kebudayaan, dan bahasa
maupun fisik seperti kondisi geografis.
1. Suku Bangsa.
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif (ada
sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.
Indonesia dikenal bangsa dengan banyak suku bangsa, dan menurut data
statistik hampir mencapai 300 suku bangsa. Setiap suku mempunyai adat
istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda, namun demikian beragam
suku ini mampu mengintegrasikan dalam suatu negara Indonesia untuk
mencapai tujuan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

4
2. Kebudayaan.
Kebudayaan menurut ilmu sosiologi termasuk kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan adat-istiadat. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional
bukanlah sesuatu yang bersifat individual. Apa yang dilakukan sebagai
kebiasaan pribadi bukanlah suatu kebudayaan.
Kebudayaan harus merupakan milik bersama dalam suatu kelompok, artinya
para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan
yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki
bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan tetap
memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang
sangat variatif.
3. Bahasa.
Bahasa adalah identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang
suatu negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia,
khususnya dalam kaitan dengan hidup bersama dalam masyarakat adalah
adanya bahasa. Bahasa manusia memiliki simbol yang menjadikan suatu
perkataan mampu melambangkan arti apa pun, sekalipun hal atau barang
yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak hadir di situ.
Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya
suku-suku bangsa atau etnis namun bahasa Melayu dahulu dikenal sebagai
bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara.
Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku dinusantara, bahasa
Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional di
kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa
Indonesia dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun tersebut, bahasa
Melayu ditetapkan menjadi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
Bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia ditetapkan
sebagai Bahasa nasional.

4. Kondisi Geografi.
Kondisi geografi merupakan indentitas yang bersifat alamiah. Kedudukan
geografis wilayah negara menunjukkan tentang lokasi negara dalam kerangka
ruang, tempat, dan waktu, sehingga untuk waktu tertentu menjadi jelas batas-
batas wilayahnya di atas bumi.
Letak geografis tersebut menentukan corak dan tata susunan ke dalam dan akan
dapat diketahui pula situasi dan kondisi lingkungannya. Bangsa akan
mendapat pengaruh dari kedudukan geografis wilayah negaranya. Letak
geografis ini menjadi khas dimiliki oleh sebuah negara yang dapat
membedakannya dengan negara lain.

5
C. Unsur-unsur pembentuk identitas Nasional
Identitas nasional Indonesia pada saat ini terbentuk dari enam unsur yaitu
sejarah perkembangan bangsa Indonesia, kebudayaan Bangsa Indonesia, suku
bangsa, agama, dan budaya unggul. Namun demikian, unsur unsur ini tidak
statis dan akan berkembang sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.
1. Unsur Sejarah.
Bangsa Indonesia mengalami kehidupan dalam beberapa situasi dan kondisi
sosial yang berbeda sesuai perubahan jaman. Bangsa Indonesia secara ekonomis
dan politik pernah mencapai era kejayaan di wilayah Asia Tenggara. Kejayaan
dalam bidang ekonomi bangsa Indonesia pada era pemerintahan kerajaan
Majapahit dan Sriwijaya, rakyat mengalami kehidupan ekonomi yang sejahtera,
sedangkan dalam bidang politik, memiliki kekuasaan negara hingga seluruh
wilayah nusantara yang meliputi wiiayah jajahan Belanda (sekarang wilayah NKRI)
hingga wilayah negara Filipina, Singapura, Malaysia, bahkan sebagian wilayah
Thailand.
Namun, kejayaan ini mengalami keruntuhan akibat menghilangnya jiwa
kebersamaan (persatuan dan kesatuan) di antara bangsa dalam pemerintahan
Majapahit dan Sriwijaya tersebut. Keruntuhan pemerintahan Majapahit dan
Sriwijaya ini berimplikasi pada terciptanya pemerintahan kerajaan dimasing-masing
daerah di seluruh wilayah Indonesia. Sistem pemerintahan kerajaan ini
menyebabkan Bangsa lndonesia menjadi makin lemah untuk mengahadapi
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari negara lain yang ingin mencari
sumber energi baru bagi negaranya. Ketidakmampuan bangsa Indonesia ini pada
akhirnya menyebabkan bangsa Indonesia jatuh ketangan negara-negara kolonial
(penjajah).

Sebagaimana kita ketahui negara yang menjajah bangsa Indonesia adalah


Belanda, Portugis, dan Jepang. Ketiganya masing-masing menjajah kita selama
350 tahun, 400 tahun, dan 3,5 tahun. Dampak langsung dari adanya penjajahan
adalah bangsa Indonesia mengalami kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan,
perpecahan dan kehilangan sumber daya alam akibat eksploitasi yang tidak
bertanggung jawab oleh penjajah untuk dibawa kenegaranya Realitas perjalanan
sejarah bangsa tersebut mendorong bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
pejuang yang pantang menyerah dalam melawan penjajah untuk meraih dan
mempertahankan kembali harga diri.
Martabatnya sebagai bangsa, selain itu, dipertahankan semua potensi
sumber daya alam yang ada agar tidak tenis-menerus dieksplorasi dan
dieksploitasi yang akhirnya dapat menghancurkan kehidupan bangsa Indonesia di
masa datang. Perjuangan bangsa Indonesia ini tidak berhenti pada masalah yang
tersebut di atas, melainkan berlanjut pada perjuangan meraih dan
mempertahankan kemerdekaan bangsa dari penjajah.
Perjuangan demi perjuangan Bangsa Indonesia di atas pada akhirnya menjadi
suatu nilai yang mengkristal dalam jiwa Bangsa Indonesia bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa pejuang. Sekaligus semangat juang yang dimiliki oleh
Bangsa Indonesia tersebut menjadi kebanggaan sebagai identitas nasional bagi
bangsa Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain di ASEAN dan dunia
pada umumnya. Sejarah telah memberikan identitas nasional bahwa Bangsa

6
Indonesia adalah bangsa pejuang.
2. Kebudayaan.
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah
meliputi tiga unsur yaitu:
a. Akal Budi
Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
dalam interaksinya antara sesama (horizontal) maupun antara pimpinan
dengan staf, anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk
sikap dan perilaku sebagaimana yang tersebut di atas, adalah hormat-
menghormati antarsesama, sopan santun dalam sikap dan tutur kata, dan
hormat pada orang tua.
b. Peradaban (civility).
Peradaban yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah dapat
dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek yang meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial, dan hankam. Identitas nasional dalam masing-
masing aspek yang dimaksud adalah;
i. Ideologi adalah sila-sila dalam Pancasila.
ii. Politik adalah demokrasi langsung dalam pemilu langsung presiden
dan wakil presiden serta kepala daerah tingkat I dan tingkat II
kabupaten/kota.
iii. Ekonomi adalah usaha kecil dan koperasi,
iv. Sosial adalah semangat gotong royong, sikap ramah-tamah, murah
senyum, dan setia kawan, dan
v. Hankam adalah sistem keamanan lingkungan (siskamling), sistem
perang gerilya, dan teknologi kentongan dalam memberikan informasi
bahaya, dan sebagainya.
c. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi:
a. Prestasi anak bangsa dalam bidang olahraga bulutangkis dunia.
b. Karya anak bangsa dalam bidang teknologi pesawat terbang, yaitu
pembuatan pesawat terbang CN 235, di IPTN Bandung, Jawa Barat.
c. Karya anak bangsa dalam bidang teknologi kapal laut, yaitu pembuatan
kapal laut Phinisi, dan
d. Prestasi anak bangsa dalam menjuarai lomba olimpiade bsika dan
kimia, dan sebagainya.
d. Budaya Unggul
Budaya unggul adalah semangat dan kultur kita untuk mencapai kemajuan
dengan cara “kita harus bisa, kita harus berbuat terbaik, kalau orang lain
bisa, mengapa kita tidak bisa.” Dalam UUD 1945, menyatakan bahwa
bangsa Indonesia berjuang dan mengembangkan dirinya sebagai bangsa
yang merdeka, berdaulat, bersatu, maju, makmur serta adil atau
berkesejahteraan. Untuk mencapai kualitas hidup demikian, nilai
kemanusiaan, demokrasi dan keadilan dijadikan landasan ideologis yang
secara ideal dan normatif di wujudkan secara konsisten, konsekuen,
dinamis, kreatif, dan bukan indoktriner.
e. Suku Bangsa
Identitas nasional dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa

7
yang majemuk (aneka ragam). Majemuk atau aneka ragamnya suku
bangsa dimaksud adalah terlihat dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300
suku bangsa dengan bahasa dan dialek yang berbeda. Populasinya
menurut data BPS tahun 2003 adalah berjumlah 210 juta jiwa.
f. Agama
Identitas Nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan
memiliki hubungan antarumat seagama dan antarumat beragama yang
rukun. Di samping itu, menurut UU No. 16/1969, Negara Indonesia
mengakui multi agama yang dianut oleh bangsanya yaitu Islam, Katholik,
Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Pada Era Orde Baru, agama Kong
Hu Cu tidak diakui sebagai agama resmi Negara Indonesia, tetapi sejak
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi Negara
dihapuskan Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia.
Indonesia merupakan Negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan
negara yang rawan disintegrasi bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno,
salah satu jalan untuk mengurangi risiko konflik antaragama perlu
diciptakan tradisi saling menghormati antara umat agama yang ada.
Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan
kepercayaan orang lain juga mampu belajar satu sama lain.
g. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut bangsa di samping sebagai identitas
nasional. bahasa Indonesia dikenal sebagai bahasa melayu yang
merupakan bahasa penghubung (lingua franca) berbagai etnis yang
mendiami kepulauan nusantara. Bahasa melayu ini pada tahun 1928
ditetapkan oleh pemuda dari berbagai suku bangsa Indonesia dalam
peristiwa Sumpah Pemuda sebagai Bahasa Persatuan Bangsa Indonesia.
Namun di sisi lain, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
memiliki dampak terhadap semakin kurangnya penggunaan bahasa
daerah.
Untuk mengatasi hal tersebut, idealnya setiap daerah memiliki kebijakan
tentang penggunaan bahasa daerah pada waktu-waktu tertentu. Misalnya,
setiap hari Rabu seluruh warga masyarakat Kota Bandung, baik di kantor,
instansi pemerintah dan tempat-tempat lain harus menggunakan bahasa
daerah (Sunda). Eksistensi bahasa daerah harus dipahami sebagai salah
satu kearifan lokal yang perlu terus dijaga guna memperkuat identitas
nasional yang bersumber dari keragaman bahasa dan budaya Indonesia.

D. Identitas Nasional sebagai karakter bangsa


Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membangun dan
mengembangkan karakter bangsa sehingga mampu menjadi benteng dalam
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai
ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam. Suatu bangsa akan tegak
berdiri jika warga negaranya memiliki karakter yang tangguh, ulet, cerdas,
berkepribadian berdasarkan pandangan hidup bangsanya. Karakter berasal dari
bahasa Latin “kharakter, kharassein atau kharax”, sementara dalam bahasa
Prancis disebut dengan “character”, dan dalam Bahasa Inggris adalah
“character”. Dalam arti luas karakter diartikan sebagai sifat kejiwaan, akhlak, budi

8
pekerti, tabiat, watak yang membedakan seseorang dengan orang lain.

Merujuk kepada pengertian tersebut, maka karakter bangsa dapat


diartikan sebagai tabiat atau watak khas Bangsa Indonesia yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Setiap bangsa dimana pun memiliki
identitas yang menjadi dasar dalam memahami jati diri bangsanya sehingga
menumbuhkan kebanggaan sebagai bangsa. Menurut Weber, cara terbaik dalam
memahami suatu masyarakat adalah dengan cara memahami karakter (tingkah
laku) anggotanya. Secara sosiologis, karakter salah satunya terbentuk melalui
identitas nasional yang dimiliki suatu bangsa. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa identitas nasional akan membentuk karakter bangsa tersebut.
Menurut Arwiyah dan Runik Machbroh, identitas nasional Indonesia bila
dilihat dari karakter bangsa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mencintai sesama manusia, keluarga, masyarakat, bangsa dan tanah
airnya.
3. Menghormati sesama warga negara tanpa membedakan latar belakang
sosial dan budaya.
4. Dapat hidup bersama dalam masyarakat majemuk yang terdiri dari
perbedaan budaya, etnik, dan agama.

E. Identitas nasional Indonesia


Identitas nasional Indonesia merujuk kepada identitas-identitas yang
sifatnya nasional. Beberapa identitas nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Bahasa nasional adalah bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
2. Bendera negara adalah Sang Merah Putih.
3. Lagu kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya.
4. Lambang negara yaitu Garuda Pancasila.
5. Semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika.
6. Dasar falsafah negara yaitu Pancasila.
7. Konstitusi ( hukum dasar ) negara yaitu UUD 1945.
8. Bentuk Negara kesatuan Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
9. Konsepsi wawasan nusantara.
10. Kebudayaan daerah yang diterima sebagai kebudayaan lokal.
11. Konsepsi Wawasan Nusantara yang telah diterima sebagai kebudayaan
nasional.

F. Integrasi nasional di Indonesia


Berbicara tentang ideologi pemuda menjadi bahasan menarik di era saat
ini dalam tatanan globalisasi. Keadilan sosial dan kemanusian yang dipikirkan
oleh pramoedya, apakah akan menjadi pemikiran sama terhadap setiap pemuda,
sekelompok pemuda bahkan sebagian besar pemuda?. Pada kesempatan saat
ini, Kita tidak perlu menjawab hal tersebut secara teoritis ataupun empiris karena
butuh kajian secara mendalam. Kita hanya perlu melihat disekeliling kita, melihat
media massa, dan melihat media sosial. Ketimpangan ekonomi, penindasan
berdasarkan perbedaan, saling menghujat, dan banyak lagi problematika yang
terjadi di bangsa ini.

9
Kondisi tersebut selalu menjadi headline disetiap media massa dan
diperparah oleh media sosial hanya sebagai tempat melampiaskan perilaku
hedonis serta ‘pertarungan’ kepentingan politik, sosial dan agama. Hal tersebut
menimbulkan sebuah premis, apakah ini adalah sebuah proses dalam
mewujudkan keadilan sosial dan kemanusian?. Premis berikutnya, apakah ini
adalah kegagalan pemuda dalam mewujudkan keadilan sosial dan kemanusiaan.
Untuk menilai peran pemuda menjadi menarik bila melihat realitas para
agen-agen perubahan bangsa yaitu mahasiswa. Setiap zaman, decade, dan
tahun, mahasiswa berperan memberikan sebuah perubahan bagi bangsanya.
Hal tersebut tersirat dalam sejarah perjuangan bangsa ini hingga era reformasi,
mahasiswa selalu menempatkan diri sebagai ‘jembatan’ atau penyalur suara
rakyat terhadap pemerintah (Negara). Bangsa Indonesia merdeka tidak lepas
dari perjuangan ideologi dari Mahasiswa. Walaupun yang lahir dari dunia
pendidikan feodal tetapi mereka tetap melihat rakyatnya yang semakin timpang
dari segi pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan.
Kondisi tersebut terus ‘mengakar’ dalam pemikiran dan terus
berkembang menjadi sebuah perbuatan untuk menentang ketidakadilan
khususnya kepada masyarakat. Perubahan rezim pemerintahan menjadi sebuah
ujian bagi mahasiswa untuk terus melakukan kritik kepada pemerintah untuk
berpihak kepada rakyatnya. Pembungkaman demokrasi menjadi isu sentral yang
ingin selalu dilawan hingga setelah 32 tahun rezim orde baru, demokrasi yang
didampakan berhasil diwujudkan.
Demokrasi yang berhasil diwujudkan oleh elit-elit politik, mahasiswa dan
sebagian masyarakat adalah sebuah cara mewujudkan keadilan sosial dan
kemanusian! Menjadi sebuah perdebatan menarik dalam menjelaskan hal
tersebut, menurut Nietzche1
“bagi kami demokrasi bukan saja sekedar sebuah bentuk kemerosotan organisasi
politis melainkan suatu bentuk kemerosotan yaitu pengkerdilan manusia, yang
membuat manusia semangat sedang-sedang saja dan merendahkan martabatnya
sendiri”

Sebuah sistem tentunya tidak sempurna termasuk demokrasi, pro dan


kontra menjadi gambaran tentang hal tersebut. Demokrasi yang kita terapkan
hanya sebuah langkah awal bukan menjadi akhir. Butuh sebuah proses untuk
mewujudkan harapan masyarakat, oleh karena itu perlu mengawal demokrasi
sesuai dengan arah tujuan bangsa Indonesia. Mahasiswa yang harus mengawal
hal tersebut, bukan hanya impian dan harapan tetapi menjadi kenyataan bagi
masyarakat secara luas. Dunia mahasiswa telah banyak berubah, dunia yang
seharusnya mereka wujudkan akan menghadapi tantangan globalisasi, teknologi
dan lingkungan sosial yang hedonis. Akibatnya mahasiswa lupa menyadari
perannya sebagai agen perubahan sosial. Tidak ada lagi keinginan untuk
‘blusukan’, berempati atau bahkan berkolaborasi mencipta sebuah gerakan

1Manusia dikerdilkan. Kelaparan dan wabah jadi berita harian. Korupsi menjadi sebuah budaya.
Dunia politik begitu meriah, masyarakat hanya penonton. Perbedaan menjadi sebuah ancaman.
Toleransi hanya sebuah ucapan yang tidak sesuai dengan tindakan (Prasetyo,2007)

10
bersama masyarakat 2 . Bergerak bersama rakyat, berjuang secara pemikiran
(gagasan) dan mengabdikan diri kepada masyarakat adalah nilai-nilai yang harus
diaktualisasikan mahasiswa kepada masyarakat.
Tri dharma perguruan tinggi menjadi sebuah ruang bagi intelektual muda
untuk berinteraksi sosial tetapi tri dharma hanya sebuah formalitas dalam
pendidikan tinggi. Mahasiswa hanya berupaya menenuhi kewajiban yaitu
melaksanakan tri dharma perguruan tinggi tanpa sebuah esensi. Memang tidak
bisa melakukan generalisasi hal tersebut terhadap mahasiswa di Indonesia, tetapi
kecenderung kearah tersebut selalu ada. Mahasiswa berada pada dunia sosial
yang tidak lagi terlihat dalam sebuah realitas tetapi hanya dalam imajinasi (dunia
maya).
Media sosial menjadi sebuah ruang menarik untuk berinteraksi,
beragumentasi dan berperilaku. Akan tetapi kecenderungan bahwa media
sosial’lah yang menjadikan generasi muda termasuk mahasiswa sebagai sebuah
ruang untuk kepentingan pasar (profit). Segala hal dalam memenuhi kebutuhan
mahasiswa secara khusus telah disediakan oleh media sosial (internet). Atas
nama demokrasi memunculkan kebebasaan dan keterbukaan tetapi lemahnya
kontrol dan edukasi khususnya kepada mahasiswa cenderung menyalahgunakan.
Budaya plagiat, copy paste, dan berbagai kecurangan lainnya menciderai
dunia akademik yang semakin diperparah ketika tenaga pengajar juga terlibat
dalam hal tersebut. Hal tersebut yang menjadi realitas sosial mahasiswa dan
dunia pendidikan tinggi saat ini. Menjadi sebuah ancaman dalam mewujudkan
tujuan bangsa Indonesia sehingga perlu sebuah gagasan terutama kepada
mahasiswa sebagai agen perubahan.
Membahas ideologi menjadi sesuatu menarik di tengah perkembangan
globalisasi yang semakin massif khususnya di Indonesia. Tidak ada batas dalam
sebuah kebebasan itu menjadi kalimat yang menggambarkan perkembangan
sosial masyarakat saat ini. Media memberikan bahasan-bahasan yang menarik
menggugah pemikiran masyarakat, walaupun perlu diuji validitas dari
penyampaian media tersebut. Salah satu yang terpenting bahwa munculnya
berbagai pemahaman-pemahaman baru tentang kehidupan sosial dan
masyarakat yang tertuang dalam sebuah ideologi. Bangsa Indonesia sejak
sebelum merdeka, pada saat merdeka hingga saat ini tetap memakai ideologi
yaitu Pancasila.
Runtuh rezim orde baru memberikan sebuah gambaran ketika ideologi
pancasila yang dulu begitu ditaati sebagai penuntun bangsa ini telah berubah
ketika ideologi pancasila mulai dipertanyakan hingga muncul upaya-upaya
merubahnya. Kondisi tersebut dapat terlihat ketika muncul konflik-konflik sosial,
agama, ras dan kepentingan yang mencederai nilai-nilai dalam ideologi pancasila.
Pancasila tidak lagi dipandang mulia, karena stigma yang melekat sebagai alat
kekuasaan oleh Negara. Pancasila mulai dipertanyakan, Pancasila diperdebatkan
bahkan pancasila ‘dihina’. Apa yang salah dengan pancasila?kenapa pancasila
cenderung dilupakan?. Pertanyaan yang menarik untuk dibahas. Secara harfiah,

2 Agen perubahan hanya sebuah kata-kata tanpa makna, realitas kekinian menunjukkan bahwa
mahasiswa terjebak pada obsesi untuk mengejar indeks prestasi kumulatif (IPK). IPK tinggi dan
selesai tepat waktu menjadi hal wajib yang harus dikejar selama proses perkuliahan
(Indoprogress,2014)

11
Pancasila sebagai ideologi dinamis dapat berkembang sesuai dengan konteks
zaman serta terbuka untuk didiskusikan oleh setiap anak bangsa. Namun,
falsafah dasarnya tetap berpedoman sesuai dengan maksud Pembentuk Negara 3.
Ideologi pancasila dapat dipahami harus mengikuti perubahan yang ada dalam
lingkup global tetapi tidak merubah sila-sila dalam pancasila.
Ideologi Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia yang pasti jelas
akan berbeda dengan Negara-negara lain. Pancasila muncul karena untuk
mempersatukan segala perbedaan yang ada dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Walaupun demikian banyak pendapat bahwa
pancasila merupakan gagasan ataupun pemikiran Bung Karno sebagai sebuah
falsafah hidup sebuah bangsa. Selain itu muncul pendapat bahwa pemikiran
Soekarno akan sosialisme dan marxisme – marhaenisme berpengaruh banyak
terhadap lahirnya Pancasila. Hal tersebut memang perlu kajian secara mendalam
terkait paham sosialisme di dalam ideologi Pancasila, tetapi yang terpenting
bahwa kita sebagai generasi penerus bangsa ini telah sepakat dan sependapat
bahwa Pancasila mampu menjadi sebuah ideologi yang mengarahkan bangsa ini
‘benar-benar’ merdeka.
Jika idelogi Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia maka nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila harus mampu menjadi inspirasi dalam
membentuk karaktek-karaktek masyarakatnya. Inilah yang menjadi bagian terpenting
dari setiap kehidupan berbangsa dan bernegara, pancasila bukan hanya simbol,
pancasila bukan hanya kata-kata, dan pancasila bukan hanya sekedar ideologi yang
tidak punya makna terhadap perubahan serta memperkuat karakter masyarakat.
Karakter masyarakat Indonesia saat ini – khususnya karakter pemuda serasa
melupakan nilai-nilai terkandung dalam idelogi pancasila. Dinamika pada level global
secara tidak langsung mendorong perubahan dalam masyarakat. Meningkatkan
peran teknologi-komunikasi berdampak pada hilangnya interaksi sosial menjadi
interaksi dalam dunia maya. Segala macam pemberitaan, ucapan, komentar yang
terus muncul lebih banyak mempengaruhi pemikiran dan masyarakat.
Maka tidak heran berita-berita hoax menjadi sesuatu yang menarik
dibicarakan kemudian saling menghujat antar sesama. Itulah gambaran efek negatif
dari teknologi-informasi yang merusak nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Nilai-nilai pancasila seharusnya mampu menjadi pemahaman kepada jiwa
masyarakat Indonesia untuk berucap, bersikap dan bertindak. Nyatanya pancasila
hanya sebatas ideologi yang multi-tafsir tergantung siapa dan untuk apa. Ibarat
dalam dunia pendidikan tinggi, pancasila adalah grand theory sedangkan UUD 1945
sebagai konseptualnya tetapi bingung cara melaksanakannya. Pancasila hanya
dikorbankan menjadi alat kekuasaan dibandingkan sebuah pedoman bermasyarakat.
Pendidikan Pancasila bukan sekedar teoritik yang miskin aplikatif, oleh sebab
itu menurut penulis salah satu langkah menjadi Pancasila mampu menjadi dasar
membangun karakter bangsa yaitu melalui pola pendidikan Pancasila yang diubah.
Pengajaran tentang Pancasila yang dilakukan dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi memang sebuah keharusan tetapi harus berupa pendidikan
tentang cara mengimplementasikannya melalui sebuah kegiatan.

http://nasional.kompas.com/read/2017/01/15/19274361/tinjauan.historis.dan.yuridis.pancasi
la

12
Hal ini menjadi keharusan karena masyarakat pasti mengerti tentang
pancasila tetapi bagaimana mereka memahami dan melaksanakannya itu yang
menjadi masalah utama. Nilai-nilai dalam pancasila bukan lagi sekedar untuk
dihafalkan dan/ dilafalkan tetapi dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika hal
tersebut diterapkan dalam pendidikan pancasila maka secara langsung karakter dan
moral bangsa ini terwujud sesuai dengan sila-sila Pancasila

13
DAFTAR PUSTAKA

Arrisetyanto Nugroho, Dadan Anugrah, Ghazaly Ama La Nora, “ETIKA BERWARGA


NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI,
Universitas Mercu Buana, 2017.
Arwiyah, Yahya dan Runik Machbroh, 2014. Civic Education di Perguruan Tinggi
Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3. Balai Pustaka. Jakarta.
Dwiyatmi, Sri Harini, 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghazali, A. Muchtar dan Abdul Majid, 2014. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Bandung.
Interes Media Foundation. Herlia Tati. 2004. Fenomena Kultur dan Politik Indonesia.
Jurnal Dephan. Jakarta.
Juliardi, Budi, 2014. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2013. Pendidikan Keawrganegaraan Untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Kansil dan Kansil. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Lemhanas dan Dirjen Dikti. 1984. Kewiraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.
Mansur, Hamdan, dkk. 2002. Pendididikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ngeljaratan, Ishak. 2005. Ideologi Nasional versus Budaya Unggul. Kompas.com, 3
Desember 2005.
Pengabean, Hana. 2005 . Sensitivitas Antarbudaya, Perlukah Kita? Himpsi. Jakarta.
Soekanto Surjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi 4. Jakarta: Raja Grabndo
Persada.
Taniredja, Tukiran, Muhammad Affandi dan El) Miftah Faridli, 2012. Paradigma Baru
Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta.
Wahidin, Samsul. 2010. Pokok-Pokok pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Winarno, 2013. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.

14

Anda mungkin juga menyukai