Anda di halaman 1dari 6

MODEL KELEMBAGAAN KAWASAN METROPOLITAN

DI INDONESIA
Warseno
Peneliti Madya Bidang Kebijakan Publik di PPKPDS – BPPT, Jakarta
E-mail: seno_63@yahoo.co.id

Abstract
Metropolitan area in Indonesia is growing as fast as population’s growth and
economic activities that go along with agglomeration process in all aspects in
existing big cities such as Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Makassar and
others. It is pity that trend of functional urban growth is not anticipated and early
prepared with setting up the metropolitan institution that optimally and effectively
manage the development and growth of the big cities in Indonesia. To anticipate, it
is needed model of the metropolitan institution appropriate with valid law and
regulations.

Kata kunci : model kelembagaan, kawasan metropolitan, Indonesia

1. PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007


Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama
Hingga kini, belum ada aturan khusus yang Daerah, namun untuk membentuk badan kerja
mengharuskan pembentukan lembaga khusus sama kawasan metropolitan belum dapat
yang menangani seluruh aktivitas kegiatan diimplementasikan secara efektif dan efisien.
pengelolaan kawasan metropolitan di Indonesia. Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu
Namun demikian, karena perkembangan dan dikembangkan model kelembagaan metropolitan
kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam berdasarkan kebijakan struktur organisasi yang
pengembangan kawasan metropolitan semakin mengarah pada kompleksitas, formalisasi, dan
besar, maka muncul gagasan untuk membentuk sentralisasi untuk dijadikan sebagai acuan dalam
lembaga khusus yang menangani kawasan pengelolaan dan pengembangan kawasan
metropolitan, baik terhadap kawasan metropolitan metropolitan (Robbins, 1995:6). Model tersebut
yang sudah berkembang maupun kawasan antara lain mencakup penguatan institusi (capacity
metropolitan yang akan direncanakan. building) terkait, penataan dan penetapan fungsi
Berkaitan dengan gagasan di atas, peraturan kelembagaan dalam rangka optimalisasi
yang perlu dijadikan acuan untuk menentukan pengembangan kawasan metropolitan dan
bentuk kelembagaan kawasan metropolitan di pembentukan lembaga baru berupa badan kerja
antaranya adalah Undang-Undang Nomor 32 sama kawasan metropolitan sebagai badan
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan pelaksana di tingkat daerah (provinsi dan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang kabupaten/kota).
Penataan Ruang. Semangat yang terkandung Untuk menjawab konsep di atas, diperlukan
dalam Pasal 195 UU No. 32 Tahun 2004 adalah suatu model kelembagaan kawasan metropolitan
perlunya dikembangkan kerja sama antardaerah di Indonesia. Tulisan ini bermaksud memaparkan
untuk kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada sebuah alternatif model yang bisa dijadikan
pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan masukan dalam perumusan kebijakan
publik, sinergi dan saling menguntungkan. Kerja kelembagaan kawasan metropolitan di Indonesia.
sama antardaerah ini bukanlah menggabungkan
daerah dalam rangka mengelola kawasan 2. BAHAN DAN METODE
metropolitan.
Kerja sama antardaerah merupakan dasar Penyusunan model kelembagaan kawasan
solusi kelembagaan yang paling legitimate untuk metropolitan di dalam tulisan ini menggunakan
menangani masalah pembangunan kawasan metode rekonsilidasi dan refungsionalisasi
metroplitan. Bahkan dalam Pasal 196 UU No. 32 (rekonfu) serta metode analisis deskriptif. Kedua
Tahun 2004 dinyatakan bahwa untuk pengelolaan Metode ini didukung oleh data primer berupa
kerja sama antardaerah, daerah dapat membentuk observasi lapangan dengan melakukan kunjungan
badan kerja sama. Meskipun telah ditetapkan ke beberapa daerah serta berdiskusi dengan

__________________________________________________________________________________________
20 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 1, April 2011 Hlm.20-25
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011
beberapa pejabat instansi terkait di tingkat pusat Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan
dan daerah. Sedangkan pengumpulan data UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan
sekunder dilakukan melalui eksplorasi terhadap Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
beberapa hasil kajian yang telah dilakukan Akan tetapi, dalam perjalanannya kedua undang-
sebelumnya serta telaah peraturan perundang- undang tersebut tadi diganti dengan UU No. 32
undangan yang berhubungan dengan Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Dengan
pengembangan kawasan metropolitan. pergantian ini, pemerintah pusat dan pemerintah
Metode rekonfu difokuskan pada rekonsolidasi provinsi mendapatkan kembali beberapa
dan refungsionalisasi terhadap organisasi yang kewenangan yang sebelumnya dilimpahkan ke
dikaji. Rekonsolidasi berarti mendudukkan kembali pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan itu
organisasi yang ada, terutama lembaga terkait dengan pengendalian anggaran dan
pemerintah daerah menurut struktur dan kepegawaian, dimana penetapan anggaran dan
tupoksinya. Tujuan rekonsilidasi ini untuk kepegawaian kabupaten/kota harus mendapat
mengetahui peran masing-masing institusi daerah persetujuan dari provinsi. Bahkan, batas
yang terkait dengan pengembangan kawasan kewenangan provinsi dan kabupaten/kota
metropolitan. Sedangkan refungsio-nalisasi berarti diperjelas dengan adanya ketetapan bahwa
mengembalikan fungsi kerja sama fungsional provinsi memiliki hak kendali atas kabupaten/kota
antarberbagai organisasi terkait (pemerintah dan dalam hal pengesahan anggaran dan
nonpemerintah). Tujuan dari refungsionalisasi ini kepegawaian.
untuk mempertegas pelaksanaan kerjasama yang Pembagian urusan pemerintahan antara
dilakukan baik antarinstitusi atau antardaerah. pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan
Bahkan, pendekatan rekonfu ini memungkinkan pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana
terbentuknya lembaga kerjasama baru dalam diatur dalam PP No. 38 Tahun 2007 antara lain
pengelolaan kawasan metropolitan di Indonesia menegaskan bahwa pemerintahan daerah provinsi
(Lihat Tabel 1). dan pemerintahan daerah kabupaten/kota
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN yang berdasarkan kriteria pembagian urusan
pemerintahan terdiri dari urusan wajib dan urusan
3.1. Arah Kebijakan Pengembangan Kawasan pilihan. Urusan pemerintahan yang diserahkan
Metropolitan kepada daerah disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana
Arah kebijakan pengembangan kawasan serta kepegawaian.
metropolitan di Indonesia tidak diatur secara Sementara itu, UU No. 26 Tahun 2007 memuat
tersendiri atau khusus oleh peraturan perundang- secara khusus penataan ruang kawasan
undangan, namun dapat ditelusuri melalui perkotaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 41
beberapa peraturan perundang-undangan. Di hingga Pasal 47. Kawasan perkotaan menurut
antaranya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 26 besarannya dapat berbentuk kawasan perkotaan
Tahun 2007 sebagaimana telah dikemukakan di kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan
atas, serta beberapa peraturan terkait lainnya (lihat perkotaan besar, kawasan metropolitan atau
kawasan megapolitan.
Kawasan metropolitan dan/atau kawasan
megapolitan dalam perencanaan tata ruangnya
berisikan :
a. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan
ruang kawasan metropolitan dan/atau
megapolitan.
b. Rencana struktur ruang kawasan metropolitan
yang meliputi sistem pusat kegiatan dan
sistem jaringan prasarana kawasan
metropolitan dan/atau megapolitan.
c. Rencana pola ruang kawasan metropolitan
dan/atau megapolitan yang meliputi kawasan
Gambar 1). lindung dan kawasan budidaya.
Gambar 1. Peraturan Perundang-undangan Terkait d. Arahan pemanfaatan ruang kawasan
Penataan Ruang metropolitan dan/atau megapolitan yang berisi
indikasi program utama yang bersifat
Tahun 2001 merupakan langkah awal interdependen antarwilayah administratif.
pelaksanaan desentralisasi berbasis UU No. 22

__________________________________________________________________________________________
Model Kelembagaan Kawasan Metropolitan...............(Warseno) 21
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011
e. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang b. Adanya administrasi lokal setingkat provinsi,
kawasan metropolitan dan/atau megapolitan seperti Metropolitan Paris, Prefektur
yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan Metropolitan Tokyo dan Metropolitan Manila.
metropolitan dan/atau megapolitan, arahan
c. Tidak ada otoritas lembaga khusus maupun
ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif
administrasi lokal pada skala metropolitan,
dan disinsentif serta arahan sanksi.
misalnya Bandar Raya Kuala Lumpur dan
Pengaturan untuk pelaksanaan, pengendalian
yang ada di Indonesia (Jabodetabekjur,
dan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan
Cekungan Bandung, Gerbangkertosusila,
meliputi :
lainnya).
• Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang
Tipologi ke tiga di atas, seperti yang
merupakan bagian dari dua atau lebih wilayah
dipraktikkan di Indonesia, berimplikasi pada
kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah
diterapkannya keharusan untuk kerja sama
provinsi dilaksanakan melalui penyusunan
antardaerah di kawasan metropolitan. Khusus di
program pembangunan beserta
Indonesia, kerja sama antardaerah ternyata masih
pembiayaannya secara terkoordinasi
belum efektif karena masih adanya berbagai
antarwilayah kabupaten/kota terkait.
kendala berikut :
• Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
perkotaan yang mencakup dua atau lebih • Ketidakjelasan otoritas/kewenangan.
wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih • Rendahnya komitmen.
wilayah provinsi dilaksanakan oleh setiap
kabupaten/kota, namun jika mempunyai • Rendahnya kapasitas lembaga
lembaga pengelolaan tersendiri, maka pembangunan, khususnya penataan ruang.
pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh • Kurang tersedianya pendukung kelembagaan
lembaga dimaksud. yang memadai.
• Penataan ruang kawasan perkotaan yang Kendala-kendala di atas telah memunculkan
mencakup dua atau lebih wilayah berbagai persoalan yang terkait dengan :
kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerja
sama antardaerah. • Pengelolaan pertumbuhan (growth
management) kawasan metropolitan.
Selain ketentuan di atas, secara teknis • Pengelolaan partisipatif (participatory
operasional terdapat beberapa peraturan lainnya management) sebagai pengejawantahan
yang perlu diperhatikan. Di antaranya peraturan
penatakelolaan yang baik (good governance).
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
• Pembangunan berkelanjutan (sustainable
(Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990),
development), baik secara ekonomi, sosial
Perumahan dan Permukiman (Undang-Undang
maupun ekologi.
Nomor 14 Tahun 1992), Penatagunaan Tanah
• Pembentukan dan pengefektifan kelembagaan
(Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004) dan
formal antardaerah.
penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan.
Dari beberapa bentuk lembaga metropolitan di
3.2. Tipologi Kelembagaan Kawasan atas, belum ada kemiripan dengan kelembagaan
Metropolitan metropolitan di Indonesia karena di Indonesia lebih
menekankan pada bentuk-bentuk koordinasi saja.
Lembaga khusus yang berfungsi mengelola Namun, untuk menentukan model
kawasan metropolitan sebenarnya sudah menjadi kelembagaan seharusnya juga memperhatikan
kebijakan nasional di berbagai negara di Amerika, beberapa kriteria umum, yakni (Ari, 2006:45-48) :
Eropa, Australia, maupun Asia. Hingga saat ini,
ada beberapa tipologi kelembagaan kawasan ● Institutional commitment (komitmen lembaga),
metropolitan yang berkembang di berbagai yaitu tanggung jawab lembaga sebagai
negara, di antaranya (Direktorat Jenderal sebuah badan publik untuk menjalankan
Penataan Ruang, 2006:288) : fungsinya dengan baik. Adanya struktur
a. Adanya otoritas khusus pada skala pertanggungjawaban dan sistem akuntabilitas
metropolitan, misalnya Greater Vancouver yang jelas merupakan salah satu indikator
Regional District (GVRD), Greater London untuk menilai kriteria ini dapat berjalan
Authority (GLA), Metro Naga Development dengan baik. Struktur pertanggungjawaban
Council (MNDC), Kolkata Metropolitan yang dimaksud juga dapat mencerminkan
Development Authority (KMDA), Bangkok pembagian tugas yang jelas dan terdistribusi
Metropolitan Authority (BMA) dan lain-lain. dalam porsi yang seimbang.

__________________________________________________________________________________________
22 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 1, April 2011 Hlm.20-25
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011
● Capability (kapabilitas lembaga), yaitu • Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul),
kemampuan lembaga dalam mengatasi yang membentuk Sekretariat Bersama pada
persoalan yang timbul serta kemampuan tahun 2001 untuk memfasilitasi koordinasi
seluruh pihak penyelenggara dalam antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman
memahami dan berusaha menyelesaikan dan Kabupaten Bantul.
persoalan yang dihadapi tersebut. Capability
dapat diukur melalui keefektifan dan • Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,
keefisienan dari setiap pelaksanaan tugas Tangerang, Bekasi) yang membentuk Badan
lembaga. Dalam menyelesaikan persoalan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) yang
publik, terutama yang terkait dengan public melibatkan beberapa unsur wilayah terkait
service, seringkali institusi-institusi mengalami melalui kerja sama antardaerah.
inefisiensi bahkan inefektif dalam melakukan • Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali,
tugasnya. Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen,
● Koordinatif, yaitu lembaga harus bisa Klaten) membentuk Badan Kerja Sama
merumuskan persoalan-persoalan yang ada Antardaerah pada tahun 2001, sekretariatnya
secara baik, menentukan prioritas dan ada di Kota Surakarta, bertujuan untuk
mensinergikan penyelesaiannya, sehingga memelihara persatuan dan kesatuan serta
tidak terjadi tumpang tindih. Koordinasi mengembangkan berbagai potensi daerah.
lembaga ini dapat diukur melalui indikator • Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga,
pembagian tugas dan wewenang yang jelas. Banyumas, Cilacap, Kebumen) yang
● Accessibility (aksesibilitas lembaga), yaitu merupakan Lembaga Kerja Sama Regional
lembaga yang ada harus dapat diakses Management yang diorientasikan pada
dengan mudah oleh semua pihak yang regional marketing di wilayah barat daya Jawa
berkepentingan terhadap persoalan yang Tengah, dibentuk pada tahun 2003. Regional
dihadapi. Dalam hal penyediaan public Marketing dalam hal ini merupakan konsep
service, lembaga tersebut juga harus dapat kerja sama antardaerah dalam memasarkan
mengakomodasi setiap kepentingan potensi-potensi yang dimiliki setiap daerah
masyarakat untuk memperoleh pelayanan guna meningkatkan kapasitas dan daya saing
publik. daerah untuk dapat mengakses pasar
regional, nasional dan internasional.
● Authority (otoritas lembaga), yaitu wewenang
untuk melakukan dan menentukan kebijakan. Kerja sama antardaerah merupakan dasar
Dalam pelaksanaan di lapangan, wewenang solusi kelembagaan untuk menangani masalah
yang diberikan harus jelas. Hal ini pembangunan kawasan metroplitan. Kerja sama
dimaksudkan untuk menghindari antardaerah diperlukan karena adanya faktor
penyelesaian yang sia-sia di dalam internal dan eksternal. Secara internal, faktor-
mewujudkan suatu alternatif yang ternyata faktor pendorong kerja sama meliputi :
tidak dapat diwujudkan. • Tumbuhnya kesadaran akan perlunya
demokratisasi dalam semua aspek
3.3. Alternatif Model Kelembagaan Kawasan kehidupan.
Metropolitan di Indonesia
• Meningkatnya tuntutan akan perbaikan
Pengembangan fungsi kelembagaan kawasan pelayanan umum.
metropolitan yang telah dicoba dilakukan di
• Semakin kompleksnya permasalahan yang
Indonesia lebih didasari pada kerja sama
dihadapi.
antardaerah secara horizontal berlandaskan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Sedangkan faktor-faktor eksternal yang
seperti UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun mendorong dilakukannya kerja sama antardaerah
1999, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 26 antara lain :
Tahun 2007 berikut berbagai aturan pelaksanaan
dan aturan pelengkapnya. Praktik-praktik yang • Proses globalisasi yang dipicu oleh kemajuan
pernah dijalankan dapat dipelajari polanya untuk teknologi informasi yang semakin deras dan
kemungkinan diterapkan di kawasan metropolitan membawa konsekuensi terjadinya kompetisi
di Indonesia. antardaerah.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, ada • Peningkatan kualitas lingkungan hidup.
berbagai pola kerja sama antardaerah tipikal
Indonesia, misalnya : • Tuntutan akan penghormatan terhadap Hak
Azasi Manusia.

__________________________________________________________________________________________
Model Kelembagaan Kawasan Metropolitan...............(Warseno) 23
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011
Merujuk pada berbagai bentuk pola kerja sama bentuk alternatif model kelembagaan kawasan
antardaerah serta faktor-faktor pendorong di atas, metropolitan.
maka pada Tabel 1 dapat dikemukakan beberapa

Tabel 1. Alternatif Model Kelembagaan Kawasan Metropolitan


No. Bentuk Lembaga Ruang Lingkup
1. Badan Pengelola • Organisasi pelaksana kawasan metropolitan.
• Anggota : beberapa pemerintah daerah terkait.
• Anggaran : bersumber dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait.
• Tugas : mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kawasan metropolitan.
• Fungsi : melaksanakan pengelolaan dan koordinasi dalam kerja sama antardaerah.
2. Dewan Kerja Sama • Organisasi perencanaan yang bersifat independen.
Antarpemerintah • Anggota : beberapa pemerintah daerah terkait.
Daerah • Anggaran : pemerintah daerah terkait.
• Tugas : (1) melaksanakan perencanaan metropolitan dan pelaksanaan yang
terkoordinasi hingga suatu tingkatan tertentu, (2) meninjau dan mengevaluasi
penggunaan dana pemerintah daerah di wilayah metropolitan.
• Fungsi : (1) koordinator perencanaan dan peninjauan kebijakan dan program, (2) pusat
informasi dan analisis regional, menyediakan berbagai fasilitas pengumpulan
sumberdaya setempat dan bertindak sebagai penengah terhadap pembahasan dan
pemecahan berbagai permasalahan kegiatan metropolitan.
3. Badan Kerja Sama • Organisasi perencanaan dan pengelolaan.
• Anggota : pemerintah daerah terkait dan profesional.
• Tugas : melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan kegiatan-kegiatan
yang dikerjasamakan serta penyusunan anggaran pembangunan.
• Fungsi : satu-satunya badan yang bertanggung jawab atas koordinasi interregional dan
intersektoral, antara pemerintah pusat dan instansi-instansi lain yang terlibat dalam
pembangunan.
• Badan ini merupakan lembaga kerja sama antardaerah yang melibatkan seluruh
daerah pada kawasan metropolitan dan bertanggung jawab pada pemerintah daerah
masing-masing.
4. Badan Koordinasi • Organisasi perencanaan dan koordinasi.
• Anggota : pemerintah daerah terkait dan profesional.
• Tugas : melakukan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan
metropolitan.
• Fungsi : hanya berwenang melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan kawasan metropolitan.
• Badan koordinasi ini merupakan lembaga ad hoc dalam sistem administrasi
pemerintahan yang ada.
Sumber : Hasil Kajian Rencana Kawasan Metropolitan Manado-Bitung (2007).

Dari beberapa model di atas dapat ditarik daerah setelah mendapat persetujuan Dewan
sebuah benang merah bahwa kelembagaan Perwakilan Rakyat Daerah masing-masing.
kawasan metropolitan harus melibatkan peran Adapun kewenangan dimaksud meliputi (a)
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. penyusunan program dan pemberian izin bagi
Keterlibatan pemerintah pusat dalam pengelolaan kegiatan dan pelayanan lintas daerah dalam
kawasan metropolitan masih dipandang perlu kawasan metropolitan, (b) pemantauan dan
karena terkait dengan kebutuhan kebijakan lintas evaluasi pelaksanaan pembangunan di kawasan
sektor dan lintas wilayah serta bersifat multifungsi. metropolitan. Sedangkan anggaran penerimaan
Bentuk kelembagaan di tingkat pusat setara dan pengeluaran badan metropolitan, bersumber
dengan dewan yang berfungsi sebagai lembaga dari (a) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
koordinasi. dari tiap-tiap pemerintah daerah yang disepakati
Untuk lembaga di tingkat daerah, fungsinya bersama, (b) sumber pendapatan lain yang sah
adalah sebagai pengelola kawasan metropolitan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam hal ini berbentuk badan kerja sama yang berlaku.
metropolitan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Badan ini memperoleh 4. KESIMPULAN
pelimpahan kewenangan dari kepala daerah yang
ditetapkan dengan keputusan bersama kepala Merujuk pada hasil pembahasan di atas, maka
berikut ini dapat ditarik beberapa kesimpulan :

__________________________________________________________________________________________
24 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 1, April 2011 Hlm.20-25
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011
• Kebutuhan terhadap adanya suatu organisasi belajar (learning organization).
lembaga yang dapat mengkoordinasikan Artinya, organisasi belajar adalah tipe
kerja sama pengelolaan kawasan organisasi yang adaptif (mampu
metropolitan di Indonesia sangat menyesuaikan diri) terhadap perubahan
mendesak untuk direalisasikan, mengingat lingkungan.
pengelolaan kawasan metropolitan
mencakup berbagai aspek dan
memunculkan berbagai permasalahan di DAFTAR PUSTAKA
kawasan metropolitan itu sendiri.
• Perlu segera disepakati model lembaga Ari, Muhammad. 2006. “Kajian Penerapan Badan
koordinasi (atau dewan pengembangan Pengelola Kawasan Perkotaan, Studi Kasus
yang berada di tingkat pemerintahan Kawasan Jatinangor.” Tugas Akhir, Jurusan
pusat) dan lembaga pengelolaan (atau Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung,
badan pelaksana yang berada di level Bandung.
pemerintahan daerah) kawasan
metropolitan dengan melibatkan instansi Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006.
terkait. Metropolitan di Indonesia : Kenyataan dan
Tantangan dalam Penataan Ruang. PT Bina
Dari kesimpulan di atas, implikasi kebijakan Pratama Asih, Jakarta.
yang bisa dikemukakan untuk pengembangan
kelembagaan kawasan metropolitan di antaranya Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007.
adalah : “Rencana Kawasan Metropolitan Manado-
Bitung.”, Laporan Akhir, Jakarta.
• Pengembangan kawasan metropolitan di
Indonesia pada prinsipnya bersifat strategis, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
multifungsional dan lintas sektoral. Artinya, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai Nasional.
instansi vertikal, dinas-dinas daerah serta
unit-unit pelaksana daerah lainnya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007
badan kerja sama, diharapkan tidak terjadi Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama
tumpang tindih, duplikasi dan kemacetan- Daerah.
kemacetan dalam operasionalisasi
pembangunan. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009
• Pengelolaan pengembangan kawasan Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
metropolitan dilakukan secara koordinatif Perkotaan.
dengan mempertimbangkan berbagai
kepentingan pemerintah (pusat dan daerah), Robbins, Stephen P., 1995. Teori Organisasi,
swasta dan masyarakat. Struktur, Desain dan Aplikasi. Alih Bahasa
Jusuf Udaya, Lic., EC. Edisi 3, Penerbit Arcan,
• Menuju budaya baru di masa depan dengan Jakarta.
sebuah organisasi yang fleksibel, lincah dan
mampu mengembangkan budaya baru Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
tersebut sesuai tuntutan pengembangan Penataan Ruang.
kawasan metropolitan di masa depan.
• Model badan kerja sama diharapkan mampu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
menciptakan interaksi antara pelaku Pemerintahan Daerah.
pembangunan secara intensif yang
memungkinkan terjadinya proses
pembelajaran di antara pelaku pembangunan,
yang menjadikan organisasi ini sebagai

__________________________________________________________________________________________
Model Kelembagaan Kawasan Metropolitan...............(Warseno) 25
Diterima 2 Februari 2011; terima dalam revisi 21 Maret 2011; layak cetak 8 April 2011

Anda mungkin juga menyukai