Anda di halaman 1dari 3

Argumentasi Mengenai “Pelanggaran HAM” Menurut Prof.

Mahfud MD
Pernyataan Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Prof. Mahfud MD mengenai
“setiap perbuatan kejahatan itu tidak semuanya disebut dengan pelanggaran HAM”.
Menurutnya pelanggaran HAM itu adalah Tindakan yang dilakukan secara terstruktur oleh
negara beserta aparat, kemudian rakyat yang menjadi korbannya. Perbedaan pola pelanggaran
HAM saat era Presiden Jokowi berbeda dengan era orde baru. Di era orde baru pelanggaran
memang dilakukan dengan sengaja oleh aparat pada rakyatnya dengan cara terstruktur serta
memiliki target yang jelas. Di akhir Prof Mahfud MD juga menegaskan bahwa pelanggaran
HAM di era ini juga terjadi pelanggaran HAM namun sudah banyak mengalami kemajuan
yakni pelanggaran HAM yan dilakukan secara terencana sudah berkurang banyak.

Berdasarkan pernyataan Prof. Mahfud MD tentang pelanggaran HAM, terdapat


beberapa poin yang dapat saya tarik. Yang pertama mengenai pendefinisian mengenai arti dari
Pelanggaran HAM berdasarkan pasal 1 ayat (6) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Berdasarkan poin pendefinisian dari Prof Mahfud MD, setiap perbuatan itu tidak semuanya
disebut dengan pelanggaran HAM, terdapat pembedaan klasifikasi dari tiap tindak kejahatan
yang dapat di kategorikan itu sebagai pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM dikatakan jika
perbuatan itu secara Vertikal atau pelaku itu berasal dari negara yang dilakukan oleh aparatnya
kepada rakyat. Yang bisa diartikan ada tindakan aktif negara. Perbuatan melawan hukum
seperti pembunuhan, pemukulan, pemerkosaan tidak semua dapat merupakan pelanggaran
HAM melainkan disebut sebagai tindak kejahatan. Kejahatan baru bisa dikatakan sebagai
pelanggaran HAM ketika adanya suatu kekhawatiran tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 1999. Peran negara
terhadap pelanggaran HAM saat penyidikan merupakan suatu hal yang penting, karena pada
proses ini harus mengadili berdasarkan keadilan dan kemanfaatan.
Pendapat Prof Mahfud MD yang dapat saya garis bawahi mengenai adanya
perbedaan pola kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era Jokowi dan era sebelumnya.
Menyatakan bahwa di era Jokowi sudah tidak ada kasus pelanggaran HAM seperti dulu.
Menurut saya pernyataan yang disampaikan oleh Menko Polhukam ini agak kurang tepat jika
ia menyebutkan seperti itu, seolah-olah ini merupakan sebuah prestasi pemerintah yang
mengeyampingkan bahwa pemerintah berhak melindungi dan mencegah dari terjadinya
pelanggaran HAM, bukankah pemerintah dan negara harusnya bertanggung jawab dan
melindungi rakyatnya agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran HAM. Pendifinisian pola
pelanggaran HAM tersebut menurut saya merupakan hal yang kurang baik karena yang suatu
hal yang terkait dengan pelanggaran HAM patutlah pemerintah untuk mencegah dan mengadili
dengan seadil-adilnya tanpa melihat pola-pola yang disampaikan tersebut.

Pada poin kedua yaitu mengenai pernyataan tentang tidak adanya kasus pelanggaran
HAM di era Jokowi dari tahun 2014 sampai 2019, hanya pelanggaran HAM yangterjadi
sebelum era Jokowi yang ada yang belum diunggkap saat ini. Pernyataan ini sebenarnya
menimbulkan kebingungan terhadap masyarakat, karena berdasarkan dari kasus-kasus yang
terjadi ada banyak sekali tindak kekerasan yang bisa dikatan sebagai pelanggaran HAM.
Contoh salah satunya, KontraS menyoroti mengenai tindakan kekerasan yang terjadi di wilayah
Papua. Setidaknya terdapat 64 peristiwa kekerasan terhadap masyarakat yang didominasi oleh
tindakan penembakan, penganiayaan, dan penangkapan, selanjutnya berdasarkan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tercatat ada 30 kasus pelanggaran Hak asasi
manusia yang dialami oleh mahasiswa sepanjang tahun 2018 hingga pertengahan Agustus 2019
di beberapa daerah di Indonesa. Demonstrasi besar-besaran pada Tahun 2019 yang memakan
korban jiwa yang berjatuhan, adanya pemukulan sewenang-wenang dari aparat negara,
penagkapan secara paksa sampai mengkriminalisasi seseorang untuk dijatuhi hukuman. Ada
banyaknya kasus yang terjadi yang dilakukan oleh aparat negara seperti contoh diatas namun
tidak dipandang sebagai pelanggaran HAM namun hanya diadili dengan penjatuhan hukuman
sanksi disiplin, penurunan pangkat, penjatuhan hukuman ringan yang tidak setimpal dengan
apa yang mereka buat dan bahkan ada juga yang bebas dan tidak dijatuhkan hukuman bersalah.
Hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak dilihat atau diabaikan oleh pemerintah. Yang
sebenarnya hal tersebutlah merupakan suatu akar dari permasalahan tindak kejahatan
kemanusiaan.

Poin selanjutnya saya melihat tidak adanya upaya pemerintah dalam mengungkap kasus
HAM, pemerintah harusnya bergerak aktif melakukan upaya-upaya pencegahan dan berusaha
mengungkapkan pelanggaran HAM di masa lalu. Bukankah negara ini dipimpin oleh
pemerintah yang ingin melihat negaranya baik dan rakyatnya sejahtera, bukankah pemerintah
berkewajiban mengusut tuntas kasus-kasus yang terjadi di masa lalu. Namun hal itu yang
sepertinya diabaikan oleh pemerintah. Kita semua mengetahui bahwa ada banyak kasus yang
sampai saat ini masih belum diusut tuntas. Tercatat bahwa ada banyak kasus kejahatan terhadap
kemanusiaan yang telah diselidiki oleh Komnas HAM Republik Indonesia dari peristiwa 1965
sampai sekarang banyak kasusnya itu diberhentikan dan hanya tiga kasus yang sudah diadili
tetapi semua terdakwa kasus terhadap kemanussan divonis bebas. Apakah itu merupakan
sebuah keadilan yang menurut pemerintah adil. Ada banyak pelaku kasus pelanggaran HAM
yang masih belum diadili dan pelaku tersebut masih bisa duduk di dalam lingkaran kekuasaan,
menjadi Dewan Pertimbangan Presiden, mentri, dan menjadi pemimpin di sebuah partai
politik, dan bahkan sampai mencalonkan dirinya untuk maju mengikuti kontestasi pemilihan
kepala negara.

Terdapat banyak gelombang aksi upaya untuk menuntut pemerintah agar dapat
menuntaskan kasus – kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Adanya gerakan aksi kamisan
yang menuntut para pelaku penembakan dan penghilangan paksa Trisakti, Semanggi 1 dan 2,
dan kasus tragedi kemanusiaan di Indonesia dapat diusut tuntas oleh pemerintah. 14 tahun Aksi
Kamisan ini telah digelar di depan istana presiden menanti kepastian terhadap kasus
pelanggaran HAM. Pemerintah seolah mengabaikan tanggung jawabnya. Pengabaian
pengusutan tuntas kasus pelanggaran HAM ini memiliki dampak buruk yang akan terus muncul
dan akan membuat masalah yang terus berulang. Pemikiran untuk berbuat kejahatan akan terus
ada dan tidak akan berhenti sampai kapan pun jika pemerintah tidak melakukan upaya
pencegahan yang konkrit. Penuntasan kasus – kasus sebelumnya diharapkan dapat menjadi
pembelajaran di masa yang akan datang. Pemerintah dan aparat nya harus bersikap adil untuk
mencegah pelanggaran yang terjadi, melakukan pendekatan secara persuasif kepada
masyarakat dan tanpa adanya paksaan apalagi dengan menenteng senjata yang dapat memicu
Tindakan konflik yang berkepanjangan dan jatuhnya korban jiwa seperti kasus – kasus
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai