Anda di halaman 1dari 10

e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PAIRED STORYTELLING


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA
PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

Yoga Hermawan1, Luh Putu Putrini Mahadewi2, Ndara Tanggu

Renda3 1,2,3 Jurusan PGSD, FIP


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: gedeyoga.hermawan@gmail.com1,
lpp-mahadewi@undiksha.ac.id2, ndarta12345@gmail.com

Abstrak
Permasalahan yang terdapat pada kelas V semester II di SD Negeri 4 Tejakula yaitu
masih kurangnya keterampilan berbicara siswa. Oleh karena itu dilaksanakan penelitian
yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa
Indonesia siswa kelas V semester II SD Negeri 4 Tejakula Kabupaten Buleleng setelah
penerapan model pembelajaran paired storytelling tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
V di SD Negeri 4 Tejakula sebanyak 17 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan
teknik observasi. Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus. Hasil penelitian pada
siklus I menunjukkan bahwa rata-rata klasikal keterampilan berbicara siswa mencapai
78,5 serta ketuntasan klasikal mencapai 64,7%. Pada siklus II rata-rata klasikal
keterampilan berbicara mencapai 87,2 serta ketuntasan klasikal mencapai 82,4%. Data
yang telah diperoleh menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara
siswa kelas V di SD Negeri 4 Tejakula setelah diterapkan model pembelajaran paired
storytelling. Berdasarkan data hasil observasi dalam penelitian yang telah dilaksanakan
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran paired storytelling dapat
meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas
V semester II SD Negeri 4 Tejakula Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
Penelitian ini disarankan kepada siswa, guru, sekolah serta peneliti lain.

kata kunci: paired storytelling, keterampilan berbicara

Abstract
In the application of the second semester in class V SD Negeri 4 Tejakula is still a lack of
students' speaking skills. Therefore conducted research that aims to improve speaking
skills on the subjects of Indonesian students second semester class V SD Negeri 4
Tejakula Buleleng after application of learning models paired storytelling in the academic
year 2015/2016. This research is a classroom action research. The subjects were all
students in grade V in SD Negeri 4 Tejakula many as 17 people. Data collection
techniques using observation. This study was conducted over two cycles. The results of
the study in the first cycle showed that the average classical students' speaking skills
reached 78.5 and reached 64.7% classical completeness. In the second cycle the
average reached 87.2 classically speaking skills as well as classical completeness
reached 82.4%. Data have been obtained showing that an increase in students' speaking
skills in primary school class V 4 Tejakula after learning model paired applied storytelling.
Based on data from observations in studies that have been conducted, it can be
concluded that the application of learning models paired storytelling can improve
speaking skills on the subjects of Indonesian students second semester class V SD
Negeri 4 Tejakula Buleleng in the academic year 2015/2016. This study is recommended
to students, teachers, schools and other researchers.

Keywords: paired storytelling, speaking skills

1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

PENDAHULUAN Kegiatan berbicara telah dipelajari


Pada dasarnya manusia tidak akan anak sejak kecil dan selalu diaplikasikan
pernah terlepas dari kegiatan komunikasi. dalam kehidupan sehari-hari. Wendra
Berkomunikasi dapat memudahkan setiap (2005: 17) mengemukakan beberapa jenis
orang untuk melakukan interaksi antar berbicara berdasarkan situasi, salah satu
sesama. Komunikasi dapat dilakukan jenis berbicara tersebut adalah berbicara
dengan berbagai cara. Secara garis besar formal. Oleh karena itu, berbicara menjadi
terdapat dua cara berkomunikasi yaitu salah satu aspek kebahasaan yang
komunikasi verbal dan nonverbal. penting untuk dipelajari selain menyimak,
Komunikasi nonverbal menggunakan membaca dan menulis. Karena siswa
sarana gerak gerik, warna, gambar, akan menghadapi berbagai situasi dalam
bendera, dan bunyi bel. Di antara kedua kehidupannya.
jenis komunikasi itu, komunikasi verbal Dalam kegiatan pembelajaran,
yang dianggap paling sempurna dan keterampilan berbicara tidak harus
efektif (Wendra, 2005). Komunikasi verbal dikuasai oleh guru, tetapi juga harus
dianggap lebih sempurna dan efektif dikuasai oleh siswa sebagai peserta didik.
karena dalam penyampaiannya Hal ini sejalan dengan pengertian
menggunakan sedikit media dan lebih berbicara menurut Tarigan (dalam
jelas maksud yang diinginkan oleh Haryadi, 1996: 54), “berbicara adalah
pembicara. Selain itu, jika pendengar kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
kurang jelas menangkap maksud artikulasi atau kata-kata untuk
pembicara maka bisa meminta pembicara mengekspresikan, menyatakan pendapat
untuk mengulang. serta pikiran, gagasan dan perasaan”.
Alat yang digunakan sebagai Menurut Badan Standar Nasional
media komunikasi adalah bahasa, baik itu Pendidikan (dalam Susanto, 2014)
bahasa lisan maupun bahasa tulis. standar isi Bahasa Indonesia adalah
Bahasa menduduki fungsi penting dalam sebagai berikut: pembelajaran bahasa
kehidupan sebagai alat komunikasi yang Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
digunakan oleh manusia, untuk kemampuan peserta didik untuk
melakukan interaksi dengan sesamanya, berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
baik interaksi antar individu maupun dengan baik dan benar, baik secara lisan
interaksi sosial. Apabila dikaitkan dengan maupun tulis, serta menumbuhkan
pendidikan, fungsi bahasa adalah sebagai apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
alat komunikasi dalam proses belajar- manusia Indonesia. Dengan adanya
mengajar yang melibatkan interaksi guru tuntutan tersebut, sangat penting bagi
dan siswa di lingkungan sekolah.Bahasa guru untuk melakukan pembelajaran yang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dapat melatih siswa menggunakan
bahasa yang digunakan sebagai sarana keterampilan berbahasanya.
komunikasi lisan dan bahasa yang Pembelajaran yang dapat melatih siswa
digunakan sebagai sarana komunikasi berbicara dapat dilaksanakan dengan
tulisan. Apabila melihat kenyataan di model pembelajaran yang langkah-
lapangan, orang lebih banyak langkahnya dapat mengaktifkan siswa
menggunakan ragam bahasa lisan untuk latihan berbahasa. Banyak model
daripada ragam bahasa tulis. Kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan
berbahasa lisan itu sering disebut untuk membuat siswa berbicara, tetapi
berbicara. Hal ini telah dibuktikan oleh T. dalam hal ini dibutuhkan model
Rankin (dalam Wendra, 2005) dalam pembelajaran yang mengutamakan
surveinya terhadap 68 orang dari berbagai keterampilan siswa dalam berbahasa
pekerjaan dan jabatan selama dua bulan. yang salah satunya adalah berbicara.
Hasil survey menunjukkan bahwa Arini, dkk (2006) menyebutkan beberapa
menyimak 45%, berbicara 30%, membaca strategi pembelajaran berbicara yang
16%, menulis 9%. Kegiatan berbicara dapat dilakukan baik di rumah maupun di
menduduki peringkat nomor 2 dalam sekolah antara lain: (1) percakapan; (2)
kegiatan komunikasi sehari-hari. memperlihatkan dan bercerita; (3) diskusi;
(4) bercerita; (5) laporan lisan; (6)

2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

wawancara; (7) pertunjukan drama; (8) sehingga siswa merasa bosan untuk
bermain peran; (9) pertunjukan boneka; mengikuti pelajaran. Cara lain yang
dan (10) berbicara serempak. pernah dilakukan, yakni dengan teknik
Saat dilakukan observasi di SD penugasan melalui contoh yang diberikan
Negeri 4 Tejakula yaitu pada kelas V oleh guru. Cara itu juga tidak dapat
semester I tahun pelajaran 2015/2016, memotivasi siswa untuk aktif dalam
realitas pengajaran bahasa di kelas proses pembelajaran. Disamping itu, guru
khususnya dalam aspek keterampilan hanya memberikan sedikit porsi untuk
berbicara kurang maksimal. Kenyataan praktik langsung yang sifatnya menantang
itu, dapat dilihat ketika pelaksanaan perhatian dan kemampuan siswa.
pembelajaran di kelas tersebut. Guru Jika kondisi pembelajaran seperti
meminta siswa untuk menyampaikan itu dibiarkan, maka keterampilan berbicara
cerita dengan urutan yang baik. Pada saat siswa kelas V semester II SD Negeri 4
bercerita, siswa terlihat sulit memulai Tejakula akan terus berada pada tingkat
cerita, mengurutkan jalan cerita dan rendah. Disinilah peran guru dituntut
mengakhiri cerita yang disampaikan, mampu untuk mencari cara agar kondisi
selain itu siswa tidak fokus dalam pembelajaran bahasa Indonesia menjadi
bercerita sehingga cerita yang lebih aktif, terutama dalam upaya
disampaikan tidak sistematis. Hal lain meningkatkan dan mengembangkan
yang terjadi adalah siswa bosan keterampilan berbicara siswa.
mendengarkan cerita yang disampaikan Model pembelajaran paired
oleh temannya terlebih lagi cerita itu tidak storytelling merupakan model
dapat menarik perhatian mereka. pembelajaran yang tepat untuk mengatasi
Perbendaharaan kata bahasa Indonesia masalah-masalah tersebut apalagi dalam
siswa juga masih sangat minim, sehingga pembelajaran berbahasa. Model
membuat guru harus mengajar dengan pembelajaran paired storytelling
bantuan terjemahan bahasa daerah. merupakan salah satu model
Beberapa istilah bahasa Indonesia, harus pembelajaran kooperatif yang dilandasi
diterjemahkan guru dengan bahasa oleh teori belajar kostruktivisme. Hal ini
daerah. Hal ini membuktikan bahwa tampak dari model pembelajaran paired
banyak siswa yang belum terampil dalam storytelling yang mengutamakan peran
berbicara khususnya menyampaikan individu atau siswa dalam belajar. Siswa
cerita. dituntut untuk belajar dengan
Masih minimnya keterampilan menggunakan semua indera dan juga
berbicara siswa juga sangat berpengaruh siswa diberikan kesempatan untuk
terhadap hasil belajar yang diperoleh mengembangkan pengetahuannya
siswa dalam mata pelajaran bahasa sendiri. Peran guru dalam model
Indonesia. Dari 17 Jumlah siswa, ada 10 pembelajaran ini hanya menyediakan
siswa yang nilainya masih dibawah KKM sumber-sumber belajar, memberi motivasi
dan 7 siswa yang nilainya sudah di atas (support) kepada siswa untuk belajar dan
KKM. KKM pada mata pelajaran bahasa membimbing siswa. Dalam penerapan
Indonesia di kelas V SD Negeri 4 Tejakula model pembelajaran paired storytelling,
sebesar 65. Nilai keterampilan berbicara siswa akan bekerja secara berpasangan
siswa juga mempengaruhi hasil belajar dalam suasana gotong royong dan
bahasa Indonesia secara klasikal yang mempunyai banyak kesempatan untuk
dapat dilihat dari rata-rata kelas sebesar mengolah informasi dan berkomunikasi
63,4. Berdasarkan hal tersebut, dapat sehingga keterampilan berbicara siswa
disimpulkan bahwa nilai keterampilan pun akan meningkat. Dalam
berbicara siswa kelas V di SD Negeri 4 menyelesaikan tugas kelompok, masing-
Tejakula masih rendah. masing siswa memiliki tanggung jawab
Rendahnya nilai keterampilan untuk menyelesaikan bagian dari tugas
berbicara siswa kelas V SD Negeri 4 kelompok yang diberikan. Kemudian
Tejakula disebabkan oleh cara mengajar siswa harus bekerja sama dengan
guru yang kurang inovatif. Guru lebih pasangannya untuk menyatukan bagian
banyak menggunakan metode ceramah tugas yang diberikan dengan cara saling

3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

bercerita satu sama lain. Lie (2010) tidak, masalah itu akan dapat
menyatakan, guru memperhatikan menyurutkan motivasi siswa terhadap
skemata atau latar belakang pengalaman pelajaran yang diajarkan. Misalnya hasil
siswa dan membantu siswa mengaktifkan belajar siswa rendah, dan siswa kurang
skemata ini agar bahan pelajaran menjadi aktif dalam pembelajaran di kelas.
lebih bermakna. Dalam kegiatan ini siswa Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk
dirangsang untuk mengembangkan memperbaiki pembelajaran. Perbaikan
kemampuan berpikir dan berimajinasi. dilakukan secara bertahap dan terus
Dengan diterapkannya model menerus, selama kegiatan penelitian
pembelajaran paired storytelling, maka dilakukan. Oleh karena itu, dalam PTK
permasalahan yang ada pada kelas V dikenal adanya siklus pelaksanaan. Ini
semester II SD Negeri 4 Tejakula, yakni tentu berbeda dengan penelitian biasa,
keterampilan berbicara siswa yang masih yang biasanya tidak disertai dengan
rendah dapat ditingkatkan. Model perlakuan yang berupa siklus. Ciri ini
pembelajaran paired storytelling juga merupakan ciri khas penelitian tindakan,
dapat melatih siswa untuk membiasakan yaitu adanya tindakan yang berulang-
diri menggunakan bahasa Indonesia yang ulang sampai didapat hasil yang terbaik.
baik dan menambah koleksi kata-kata Penelitian ini dilaksanakan di SD
bahasa Indonesia siswa. Semua Negeri 4 Tejakula, kabupaten Buleleng
permasalahan itu dapat diatasi melalui pada rentang waktu semester II tahun
diskusi antar siswa sehingga dapat pelajaran 2015/2016. Subjek dalam
meningkatkan keterampilan berbicara penelitian ini adalah siswa kelas V di SD
siswa. Negeri 4 Tejakula dengan 9 orang siswa
Berdasarkan paparan di atas maka perempuan, 8 orang siswa laki-laki yang
dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) berjumlah 17 orang. Dipilihnya siswa V
dengan judul “Penerapan Model sebagai subjek penelitian karena dasar
Pembelajaran Paired Storytelling Untuk yang berkaitan dengan permasalahan
Meningkatkan Keterampilan Berbicara yang diteliti terdapat di kelas V dan di
Siswa Kelas V Semester II SD Negeri 4 kelas tersebut kemampuan siswa dalam
Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun berbicara belum maksimal. Kemudian
Pelajaran 2015/2016”. objek dalam penelitian ini adalah
Penelitian ini bertujuan untuk keterampilan berbicara siswa.
mengetahui peningkatkan keterampilan Untuk melaksanakan penelitian
berbicara pada mata pelajaran bahasa tindakan kelas (PTK), dibutuhkan
Indonesia siswa kelas V semester II SD beberapa tahapan yang disebut siklus
Negeri 4 Tejakula Kabupaten Buleleng PTK yang dimulai dari merasakan
setelah penerapan model pembelajaran masalah, menyusun perencanaan,
paired storytelling tahun pelajaran melaksanakan tindakan, melakukan
2015/2016. observasi/evaluasi dan melakukan
refleksi. Penelitian ini dilaksanakan
METODE sebanyak dua siklus. Sebelum melakukan
Jenis penelitian yang telah penelitian, dilakukan observasi awal untuk
dilakukan adalah penelitian tindakan kelas mengetahui penyebab permasalahan
(classroom action research). “Penelitian yang dialami oleh siswa dan guru pada
tindakan kelas adalah penelitian yang mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa
dilakukan oleh guru di dalam kelasnya kelas V di SD Negeri 4 Tejakula. Pada
sediri melalui refleksi diri, dengan tujuan saat observasi awal ditemukan
untuk memperbaiki kinerjanya sebagai permasalahan yang terkait dengan
guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi keterampilan berbicara siswa. Sebelum
meningkat” (Wardhani, dkk, 2007: 1.4). peneliti dan guru melakukan tindakan,
Hal ini berarti apabila seorang guru perlu disusun rencana berupa langkah-
dihadapkan pada suatu permasalahan langkah yang akan dilakukan sehingga
dalam pembelajaran, guru harus segera komponen yang diperlukan dapat dikelola
mengambil suatu tindakan untuk dengan baik. Tanpa rencana, kegiatan
memecahkan masalah tersebut. Jika yang kita lakukan tidak akan terarah

4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

dengan baik (Wardhani, dkk, 2007). berjalan lebih lancar daripada yang
Rencana akan menjadi acuan dalam sebelumnya. Dengan demikian refleksi
melaksanakan tindakan. Berdasarkan dapat ditentukan sesudah adanya
refleksi awal yang telah dilakukan, implementasi tindakan dan hasil
beberapa hal yang perlu disiapkan dalam observasi. Berdasarkan refleksi ini pula
penelitian adalah sebagai berikut: peneliti suatu perbaikan tindakan selanjutnya
dan guru menyiapkan fasilitas dan sarana dilakukan. Jika keterampilan berbicara
pendukung pembelajaran, seperti siswa belum dapat memenuhi kriteria
menyiapkan silabus, membuat rencana keberhasilan penelitian yang telah
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang di ditetapkan maka akan dilakukan siklus
dalamnya terdapat prosedur pelaksanaan berikutnya. Dalam penelitian ini,
model pembelajaran paired storytelling; menggunakan dua siklus karena pada
peneliti dan guru menyiapkan alat siklus I kriteria keberhasilan yang telah
evaluasi untuk menilai keterampilan ditentukan belum dapat dipenuhi. Kriteria
berbicara siswa yang berupa kisi-kisi keberhasilan yang telah ditentukan dapat
penilaian keterampilan berbicara, cerita, dicapai pada siklus II. Oleh karena itu,
kolom skor dan nilai keterampilan penelitian tindakan kelas tidak dilanjutkan
berbicara serta rubrik penilaian; peneliti ke siklus berikutnya.
dan guru mendiskusikan jadwal penelitian. Pengumpulan data dalam
Dalam tahap pelaksanaan, pembelajaran penelitian ini dilaksanakan dengan
yang dilakukan sesuai dengan RPP yang metode observasi. Observasi adalah
telah dibuat pada tahap perencanaan. suatu cara untuk mengadakan penilaian
Peneliti sebagai instrument kunci, selalu dengan jalan mengadakan pengamatan
melakukan pencatatan terhadap secara langsung dan sistematis
perubahan belajar yang terjadi pada siswa (Nurkancana dalam Agung, 2014).
saat pembelajaran dengan menggunakan Metode observasi digunakan untuk
model pembelajaran paired storytelling mengumpulkan data tentang
berlangsung. Perubahan belajar yang perkembangan keterampilan berbicara
dimaksud adalah perubahan yang siswa setelah diterapkan model
berpengaruh pada keterampilan berbicara pembelajaran paired storytelling.
siswa. Selain itu, peneliti juga mencatat Analisis data dalam penelitian ini
segala kekurangan, hambatan dan adalah menggunakan analisis data
masalah baru yang terjadi pada saat deskriptif kuantitatif. “Metode analisis data
pembelajaran agar bisa digunakan deskriptif kuantitatif adalah suatu cara
sebagai bahan refleksi. Setelah dilakukan pengolahan data yang dilakukan dengan
observasi/evaluasi, dilanjutkan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam
refleksi. Pada prinsipnya yang dimaksud bentuk angka-angka dan atau presentase,
dengan istilah refleksi adalah perbuatan mengenai suatu objek yang diteliti,
merenung atau memikirkan sesuatu atau sehingga diperoleh kesimpulan umum”
upaya evaluasi yang dilakukan oleh para (Agung, 2014: 110). Metode analisis
kolaborator atau partisipan yang terkait deskriptif kuantitatif digunakan untuk
dengan suatu PTK yang dilaksanakan menentukan keterampilan berbicara siswa
(Kusumah dan Dedi, 2010). Hasil yang dikonversikan ke dalam penilaian
observasi yang telah dilakukan kemudian acuan patokan (PAP) skala lima. Adapun
direfleksikan ketercapaiannya dalam langkah-langkah analisis data
proses maupun hasil tindakan. Refleksi keterampilan berbicara adalah sebagai
bertujuan untuk memformulasikan berikut. Menentukan nilai keterampilan
kekuatan, kelemahan dan hambatan yang berbicara siswa secara individu. Setelah
mengganjal dalam pelaksanaan PTK didapat nilai keterampilan berbicara siswa
tersebut. Dari hasil refleksi ini digunakan maka akan dimasukkan ke dalam tabel
untuk menentukan tindakan siklus nilai keterampilan berbicara siswa.
selanjutnya. Kekuatan-kekuatan dapat Setelah dimasukkan ke dalam tabel nilai
dipertahankan sedangkan kelemahan keterampilan berbicara, maka akan
dapat kemudian direvisi agar pelaksanaan diketahui nilai rata-rata kelas. Setelah itu,
pembelajaran pada siklus kedua dapat menghitung presentase ketuntasan

5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

belajar siswa secara klasikal. Setelah paired storytelling disebut dengan


didapat rata-rata klasikal, maka hasilnya brainstorming. Pada saat apersepsi guru
dikonversikan ke dalam pedoman menggunakan contoh-contoh yang
konversi, seperti pada tabel 1. berikut: berasal dari lingkungan sekitar yang dekat
dengan siswa sehingga contoh yang
Tabel 1. Konversi skor Keterampilan digunakan mudah dipahami oleh siswa.
berbicara dengan PAP skala 5 Setelah itu, guru menyampaikan topik
Rata-rata Kelas Kategori serta tujuan pembelajaran agar siswa
Keterampilan mengetahui apa yang akan mereka
Berbicara pelajari.
90-100 Sangat tinggi Dalam penerapan model
80-89 Tinggi pembelajaran paired storytelling, guru
65-79 Sedang kelas V berkolaborasi dengan peneliti.
55-64 Rendah Saat siswa melakukan proses
0-54 Sangat rendah pembelajaran, guru kelas V yang dibantu
Sumber: Dimodifikasi dari Agung (2014) peneliti membimbing kelompok siswa agar
setiap kelompok mendapat bimbingan
Setelah dilakukan analisis secara merata. Peneliti juga membantu
keterampilan berbicara siswa pada siklus guru kelas V untuk mengamati kesesuaian
I, hasil analisis data keterampilan antara perencanaan yang telah disusun
berbicara siswa disajikan dalam grafik dan pelaksanaan tindakan yang
batang agar lebih mudah untuk diamati dilakukan. Kegiatan ini berguna untuk
dan dipahami mengetahui segala kekurangan yang
Penelitian dapat dikatakan berhasil terdapat pada proses pembelajaran yang
apabila nilai rata-rata kelas keterampilan dilakukan dan bisa dijadikan bahan
berbicara siswa minimal sebesar 80. refleksi untuk pembelajaran selanjutnya.
Ketuntasan klasikal siswa minimal Pelaksanaan tindakan yang
mencapai 75% dari jumlah seluruh siswa dilakukan adalah dengan menerapkan
kelas V di SD Negeri 4 Tejakula (17 model pembelajaran paired storytelling
orang). dalam proses pembelajaran sesuai
dengan RPP yang telah dibuat. Model
HASIL pembelajaran ini pertama kali diterapkan
Penelitian tindakan kelas ini di kelas V SD Negeri 4 Tejakula dalam
dilaksanakan pada semester genap tahun mata pelajaran Bahasa Indonesia.
pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 4 Adapun hasil temuan dalam penelitian
Tejakula. Subjek penelitian adalah siswa siklus I yang dilakukan yaitu penerapan
kelas V yang berjumlah 17 orang. model pembelajaran paired storytelling
Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua dapat meningkatkan keterampilan
siklus. Masing-masing siklus terdiri dari berbicara siswa yang digambarkan pada
empat kali pertemuan dengan tiga kali gambar 1 sebagai berikut.
pembelajaran dan satu kali penilaian
keterampilan berbicara. Data yang 100
dikumpulkan yaitu data mengenai 80
Rata-rata Klasikal
peningkatan keterampilan berbicara 60
Keterampilan Berbicara Siswa
siswa. Selanjutnya data yang diperoleh
dianalisis dengan metode deskriptif
40
kuantitatif.
20 Kentutasan
Model pembelajaran paired
storytelling menekankan siswa untuk Secara Klasikal
0
belajar secara berpasangan. Pada awal
Observasi AwSiakllus I Siklus n
pembelajaran, guru selalu merangsang
pikiran siswa agar dapat mengarahkan Gambar 1. Grafik Perkembangan
pikiran siswa ke dalam materi yang akan Keterampilan Berbicara Pada Siklus I
dipelajari. Kegiatan ini disebut apersepsi
atau dalam sintaks model pembelajaran

6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

Berdasarkan gambar di atas, rata- pada saat menyajikan cerita di depan


rata klasikal siswa yang saat dilakukan kelas. Oleh karena itu, siswa tidak lancar
observasi awal sebesar 63,4 dapat dalam menyajikan cerita di depan kelas
meningkat menjadi 78,5. Nilai rata-rata karena masih terlihat menghafal.
klasikal setelah dilakukan siklus I ada Adapun solusi yang dapat
pada kriteria sedang dalam PAP skala ditawarkan untuk kelanjutan siklus II
lima. Jika dilihat kriteria keberhasilan adalah sebagai berikut; untuk
penelitian yang menyatakan rata-rata membiasakan siswa belajar dengan
klasikal minimal sebesar 80, maka rata- model yang diterapkan, guru perlu
rata klasikal pada siklus I belum dapat membimbing setiap prosedur yang
memenuhi syarat. Begitu juga dengan dilaksanakan dalam pembelajaran; untuk
ketuntasan belajar siswa secara klasikal membiasakan siswa berani tampil di
yang pada saat dilakukan observasi awal depan kelas, guru dapat memberikan
sebesar 41,7% dapat meningkat menjadi motivasi kepada siswa pada saat
64,7% pada siklus I. Jika dibandingkan pembelajaran berlangsung; agar siswa
dengan kriteria keberhasilan penelitian yang berlawan jenis mau berinteraksi
yang menyatakan ketuntasan klasikal dengan pasangannya, guru harus
minimal sebesar 75%, maka ketuntasan meyakinkan siswa bahwa semua siswa itu
klasikal pada siklus I belum memenuhi sama baik laki-laki ataupun perempuan.
syarat. Oleh karena itu, penelitian harus Disamping itu, guru harus memberitahu
dilanjutkan dengan siklus II. siswa lain agar tidak mengejek siswa yang
Hasil observasi atau evaluasi pada mendapat pasangan berlawan jenis; guru
pelaksanaan penelitian tindakan kelas harus sering menekankan agar siswa
siklus I, menunjukkan bahwa dalam bercerita dengan kata-kata sendiri
penerapan model pembelajaran paired sehingga siswa lebih lancar dalam
storytelling terdapat beberapa kendala menyajikan cerita de depan kelas.
atau permasalahan yang harus diperbaiki. Setelah melalui tahap refleksi,
Kendala-kendala tersebut dijadikan bahan penelitian dilakukan dengan siklus II.
refleksi untuk merumuskan tindakan Dimulai dari perencanaan, lalu dilanjutkan
perbaikan pada siklus berikutnya. Adapun dengan pelaksanaan tindakan. Adapun
kendala-kendala yang dihadapi pada hasil temuan yang diperoleh dari siklus II
pelaksanaan tindakan siklus I adalah yaitu terjadi peningkatan keterampilan
sebagai berikut: siswa belum terbiasa berbicara setelah diterapkan model
belajar dengan menggunakan model yang pembelajaran paired storytelling pada
diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari, siswa siswa kelas V di SD Negeri 4 Tejakula
yang belum mampu menceritakan dan yang digambarkan pada gambar 2
menyimak cerita dengan baik. Oleh sebagai berikut.
karena itu, siswa belum bisa
menyampaikan ceritanya dengan baik;
siswa belum terbiasa berbicara di depan 100
80 Rata-rata Klasikal
kelas. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang Keterampilan Berbicara Siswa
volume suaranya sengaja dikecilkan, 60
mungkin agar temannya tidak mendengar 40
apa yang dikatakan. Selain itu, juga dapat 20
dilihat dari ekspresi siswa berada didepan 0
Kentutasan
kelas yang masih terlihat malu-malu; Secara Klasikal
siswa yang berpasangan dengan siswa
yang berlawan jenis, tidak mau
berinteraksi dengan pasangannya. Oleh
karena itu, siswa tidak melakukan diskusi Gambar 2. Grafik Perkembangan
dengan maksimal. Itu akan berimbas Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II
kepada pemerolehan cerita oleh masing-
masing siswa sehingga pada saat Setelah melalui tahap refleksi,
penyajian cerita di depan kelas tidak penelitian dilakukan dengan siklus II.
maksimal; siswa masih terpaku pada buku Dimulai dari perencanaan, lalu dilanjutkan

7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

dengan pelaksanaan tindakan. Adapun akhir pembelajaran, siswa membawakan


hasil temuan yang diperoleh dari siklus II cerita dengan kata-katanya sendiri. Tidak
yaitu terjadi peningkatan keterampilan ada cerita siswa yang sama persis antara
berbicara setelah diterapkan model satu dengan yang lainnya.
pembelajaran paired storytelling pada Akhirnya, pada penilaian
siswa kelas V di SD Negeri 4 Tejakula keterampilan berbicara siklus II, kriteria
yang diuraikan sebagai berikut. Rata-rata keberhasilan penelitian yang telah
kelas pada siklus I sebesar 78,5 dapat ditentukan sebelumnya dapat terpenuhi.
meningkat pada siklus II yaitu menjadi Oleh karena itu, siklus tidak dilanjutkan
87,2 yaitu berada pada kriteria tinggi lagi karena kriteria keberhasilan penelitian
dalam PAP skala 5. Jika dilihat kriteria sudah tercapai.
keberhasilan penelitian yang menyatakan Peningkatan yang telah terjadi
rata-rata klasikal minimal sebesar 80, pada penelitian ini sesuai dengan
maka rata-rata klasikal pada siklus II pendapat Huda (2011) yang menyatakan
sudah dapat memenuhi syarat. Begitu bahwa model ini dapat diterapkan dalam
juga dengan ketuntasan belajar siswa pembelajaran membaca, menulis,
secara klasikal yang pada saat dilakukan mendengarkan ataupun berbicara.
siklus I sebesar 64,7% dapat meningkat Disamping itu, penelitian ini sejalan
menjadi 82,4% pada siklus II. Jika dengan penelitian yang telah dilakukan
dibandingkan dengan kriteria keberhasilan Eva Rosdiana pada tahun 2013 yang
penelitian yang menyatakan ketuntasan berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran
klasikal minimal sebesar 75%, maka Kooperatif Tipe Paired Storytelling
ketuntasan klasikal pada siklus II sudah Berbantuan Media Audio Visual Terhadap
memenuhi syarat. Keterampilan Menyimak Bahasa
Melalui perbaikan proses Indonesia Kelas V SD”. Hasil penelitian
pembelajaran dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan menyatakan bahwa
pada siklus I maka pada pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe paired
siklus II telah tampak adanya peningkatan storytelling mempengaruhi keterampilan
proses pembelajaran yang diperlihatkan menyimak siswa. Kelas eksperimen yang
melalui peningkatan kemampuan menggunakan model pembelajaran
berbicara sisiswa. Secara garis besar, kooperatif tipe paired storytelling
pembelajaran sudah sesuai dengan yang mendapat skor post-test sebesar 7,14
direncanakan sebelumnya. Penguasaan sedangkan kelas kontrol yang
materi serta model pembelajaran oleh menggunakan pembelajaran konvensional
guru, membuat guru dapat menguasai mendapat hasil post-test sebesar 6,26.
kelas dengan baik. Segala permasalahan Selain itu, penelitian yang
yang ada di kelas sudah dapat diatasi dilakukan oleh Afianti Rahmawati pada
dengan baik. Siswa yang sebelumnya tahun 2013 dengan skripsi yang berjudul
belum terbiasa belajar dengan “Peningkatan Keterampilan Menyimak
menggunakan model pembelajaran, Dongeng Melalui Model Paired
menjadi terbiasa belajar dengan model Storytelling Dengan Media Wayang
pembelajaran khususnya model Kartun Pada Siswa Kelas II SDN
pembelajaran paired storytelling, siswa Mangunsari Semarang” juga sejalan
yang mulanya tidak mau berinteraksi dengan penelitian ini. Hasil penelitian
dengan lawan jenisnya juga sudah mau yang telah dilakukan menyatakan bahwa
berinteraksi dengan baik serta siswa penerapan model paired storytelling dapat
sudah mulai bisa menggunakan kata-kata meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
sendiri dalam bercerita di depan kelas. Lie Hal ini dapat dilihat dari perbedaan saat
(2010) menyatakan bahwa dalam model prasiklus ketuntasan belajar siswa hanya
pembelajaran paired storytelling, siswa 40,9%, setelah dilakukan penelitian
dirangsang untuk mengembangkan sampai pada siklus II ketuntasan belajar
kemampuan berpikir dan berimajinasi. siswa mencapai 90,9%.
Siswa dapat menceritakan apa yang
dibaca dan didengar sesuai dengan
imajinasi mereka masing-masing. Pada

8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

SIMPULAN DAN SARAN Arsjad, dan Mukti. 1987. Pembinaan


Berdasarkan hasil penelitian dan Kemampuan Berbicara Bahasa
pembahasan yang telah diuraikan dalam Indonesia. Jakarta: Erlangga
bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan model pembelajaran Haryadi, dan Zamzami. 1996.
paired storytelling dapat meningkatkan Peningkatan Keterampilan
keterampilan berbicara pada mata Berbahasa Indonesia. Jakarta:
pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V Departemen Pendidikan dan
semester II tahun pelajaran 2015/2016 di Kebudayaan Direktorat Jenderal
SD Negeri 4 Tejakula. Ini dapat dilihat dari Pendidikan Tinggi
peningkatan yang telah dicapai yaitu rata-
rata klasikal yang semula sebesar 63,4 Huda, M. 2015. Cooperative Learning
dapat meningkat menjadi 78,5 pada siklus Metode, Teknik, Struktur dan Model
I dan menjadi 87,2 setelah di siklus II. Penerapan. Yogyakarta: Pustaka
Disamping itu, ketuntasan belajar secara Pelajar.
klasikal pada saat dilakukan observasi
awal sebesar 41,7% meningkat menjadi Japa, I.G.N dan Suarjana, I.M. 2012.
64,7% pada dan meningkat menjadi Pembelajaran Matematika SD.
82,4% di siklus II. Singaraja: Universitas Pendidikan
Berdasarkan simpulan di atas, Ganesha
maka dapat disampaikan saran sebagai
berikut. Bagi siswa agar meningkatkan Koyan, I.W. 2012. Statistik Pendidikan
keterampilan berbicaranya melalui Teknik Analisis Data Kuantitatif.
penerapan model pembelajaran paired Singaraja: Universitas Pendidikan
storytelling, karena sudah terbukti bahwa Ganesha Press
model pembelajaran paired storytelling
dapat meningkatkan keterampilan Lie, A. 2010. Mempraktikkan Cooperative
berbicara siswa. Bagi guru, hasil Learning di Ruang-ruang Kelas.
penelitian ini agar dijadikan salah satu Jakarta: Grasindo
pedoman untuk mengembangkan
pembelajaran berbicara secara kreatif dan Musaba, Z. 2012. Berlatih Berbicara Teori
menarik. Bagi sekolah, penelitian ini agar dan Pedoman Penerapannya. CV.
digunakan sebagai informasi dan Aswaja Pressindo: Yogyakarta
masukan bagi kepala sekolah selaku
pengambil kebijakan untuk memilih model Rahmawati, A. 2013. “Peningkatan
pembelajaran yang sekiranya dapat Keterampilan Menyimak Dongeng
meningkatkan kualitas pendidikan di Melalui Model Paired Storytelling
sekolah. Bagi peneliti lain, hasil penelitian Dengan Media Wayang Kartun Pada
ini agar dijadikan sebagai salah satu Siswa Kelas II SDN Mangunsari
acuan kepustakaan dalam melakukan Semarang”. Tersedia pada
penelitian pada variabel yang sama. https://lib.unnes.ac.id/19365/.
(diakses tanggal 16 Desember
DAFTAR PUSTAKA 2015)
Agung, A.A.G. 2014. Buku Ajar
Metodologi Penelitian Pendidikan. Rosdiana, E. 2013. “Pengaruh Model
Yogyakarta: Aditya Media Pembelajaran Kooperatif Tipe
Publishing. Paired Storytelling Berbantuan
Media Audio Visual Terhadap
Arini, N.W, dkk. 2006. Peningkatan Keterampilan Menyimak Bahasa
Keterampilan Berbahasa Indonesia Indonesia Siswa Kelas V SD”.
Berbasis Kompetensi. Singaraja Tersedia pada
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.p
------. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia hp/JJPGSD/article/view/826/699.
I. Singaraja: Universitas Pendidikan (diakses tanggal 20 November
Ganesha 2015)

9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

Susanto, A. 2014. Teori Belajar dan


Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana

Wendra, I.W. 2005. Buku Ajar


Keterampilan Berbicara. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha.

Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis


Multiple Intelligences. Jakarta: Dian
Rakyat

Anda mungkin juga menyukai