Angin semilir berhembus sejuk dari arah selatan ke utara dan berada tepat di samping jalan bawah gunung lawu. Suasana dingin dengan raya Pengkok-Masaran Km 0.5. Sepeda motor membawa sebagian rintikan hujan yang supra Anisa telah memasuki gerbang sekolah dan membasahi pepohonan bahkan alam sekitar ia segera mematikan mesin motornya di depan menyeruak ke segala penjuru. Pohon-pohon pun halaman sekolah karena terdapat plang bertuliskan bergoyang-goyang menyahuti suara irama alam ” Turn OFF Machine ” dihadapannya. Dan Anisa nan indah. Senin pagi, matahari tidak tampak pun menuntun sepeda motor supranya menuju menyinari bumi. Dari arah kota Sragen, mentari tempat parkir yang berada di sebelah utara gedung masih belum menampakkan pesona sinarnya dari sekolahan yang bersampingan dengan lapangan arah sebalik gunung lawu karena guyuran hujan futsal sekolahan. yang masih belum reda. “ Eh, Nisa sudah datang...! ”, sapa salah Anisa masih merapikan kerudungnya di seorang temannya yang bernama Arina depan cermin yang berada di dalam kamarnya. Manasikana. Matanya menatap cermin besar yang ada di “ Iya Rin... ”, jawab Anisa depannya dengan memperhatikan seluruh “ Oh ya.. sekarang udah jam berapa ya badannya, apakah ada yang kurang dengan dirinya Nis...? ”, tanya Arina. ataukah tidak. Ia mempersiapkan dirinya sebaik Anisa pun menengok jam tangan warna mungkin, karena hari ini ialah hari pertamanya ke merah jambu dengan merk A.L.I.V.E yang sekolah setelah magang selama 2 bulan di kantor melingkar manis di tangan kirinya. Amanah 7 operation Sragen. Dan tak lupa, ia pun “ Baru jam 06.30 Rin... “, jawab Anisa membawa semua hasil dari tugas magangnya. “ Kenapa Rin..? ”, tanya Anisa balik “ Pak, Bu... Nisa berangkat dulu ya....! ”, “ Gak pa pa sih, ke kelas yuk... ”, ajak Arina Anisa pamit seraya mencium tangan kedua orang “ Ayuk... ”, sahut Anisa tuanya. Arina menggandeng tangan Anisa sambil “ Nggak sarapan dulu Nis...? ”, tanya ibu berjalan menuju kelas. Mereka jalan berdua dari “ Enggak Bu, tadi Anisa juga sudah ngemil arah parkiran dan ketika melewati depan musholla di kamar kok... ”, jawab Anisa sekolahan, Arina tiba-tiba menghentikan “ Ya udah, hati-hati di jalan ya..! ”, kata langkahnya. ibu. “ Kok berhenti... ? ”, tanya Anisa “ Ya Bu... ”, sahut Anisa “ Emm.. gak pa pa Nis, tuh coba lihat di Motor supra 125 TRF dengan plat nomor dalam musholla ada Mbak Aisya lagi shalat.. ! ”, AD 3702 NT sudah terparkir rapi di depan kata Arina. rumahnya. Seluruh body motor tersebut nyaris “ Trus kenapa Rin...? ”, tanya Anisa tanpa debu karena habis dicuci. Entah siapa yang “ Aku kok pengen rasanya seperti Mbak mencuci, tapi mungkin saja bapak yang Aisya. Udah wajahnya cantik, sopan santun, rajin mencucinya karena bapak biasa mencucinya shalat, bacaan ngajinya bagus dan merdu, selalu hampir tiap pagi. menjaga diri dari cowok, pakaiannya juga selalu Anisa segera menaiki dan menstarter motor panjang menutupi seluruh auratnya...”, jawab supranya. Dalam sekejap ia telah keluar dari Arina. rumah dan juga lingkungan desanya. Suasana “ Trus... ?? ”, tanya Anisa. jalan masih lengang, hanya ada beberapa mobil “ Pokoknya So Perfect deh Nis... ”, jawab dan bus tujuan Sragen-Batu Jamus yang Arina menemaninya. Anisa pun agak mempercepat laju “ Trus, kita jadi lanjut jalan ke kelas nggak sepeda motornya sehingga dalam waktu 5 menit ia ni Rin... ? ”, tanya Anisa agak sewot telah sampai di gerbang desa Pengkok tempat “ Emm... kita mampir shalat dulu yuk sekolahnya berada. Nis...! ”, ajak Arina “ Enggak ah Rin, Lagi dapet... ”, tolak “ Eh, Mbak Aisy... nggak ngapa-ngapain Anisa kok Mbak... ”, jawab Anisa simpel. “ Yang bener aja Nis... ? ”, tanya heran “ Yang benar nih... ? ”, tanya Mbak Aisya Arina penasaran. “ Iya, Bener. Mending gini aja, kamu “ Bneran.... suer... ! ”, jawab Anisa sambil cepetan ke musholla nanti aku tunggu di kantin, mengangkat 2 jari yaitu tengah dan telunjuknya gimana ? ”, kata Anisa agak sewot kepada teman demi menguatkan perkataannya... akrabnya itu. “ Ya udah deh, emm.. gimana kabarmu “ Ya udah deh... ”, balas Arina maklum. Nis ? “, tanya akrab dari Mbak Aisya Arina segera mendekati teras musholla dan “ Syukur Mbak, Anisa sehat wal afiat... ”, melepas sepatunya serta menaruhnya ke dalam rak jawab Anisa pendek. sepatu. Lalu ia memasuki tempat wudhu dan Bibir Mbak Aisya menyunggingkan setelah menyelesaikan wudhunya, ia langsung senyuman mendengar jawaban Anisa sehingga menghampiri Mbak Aisya yang dari tadi sudah pipi Mbak Aisya tampak timbul dan mata berada di dalam musholla. Lain lagi dengan lentiknya bagaikan membentuk huruf u terbalik... Anisa, ia melangkahkan kakinya menuju kantin “ Alhamdulillah... ”, sambung Mbak Aisya. yang berada tak jauh dari musholla. Hanya sekitar “ Oh ya... Arina mana ya Mbak... ? ”, tanya 5 meter dari musholla. Anisa. “ Yahh.. masih tutup..”, gumam Anisa “ Itu masih pakai sepatu, bentar lagi juga pelan. nyusul... ”, jawab Mbak Aisya. Anisa pun duduk di kursi depan kantin yang Diam-diam Anisa memperhatikan Mbak memang sudah disediakan disana sejak awal ia Aisya yang berada dihadapannya. Benar kata sekolah disitu. Sebenarnya bukan karena ia sedang Arina bahwasannya kakak kelasnya ini berbeda, datang bulan yang membuatnya tak bisa lain daripada yang lain. Orangnya sangat cantik menemani shalat Arina. Melainkan hanya karena dan menawan. Akan tetapi sebab pakaian yang rasa malas untuk mengerjakannya saja. Anisa serba panjang, polos dan tidak mencolok duduk manis dengan memandang hijaunya sawah menjadikan orang tidak tertarik untuk yang terbentang luas di samping sekolahannya memperhatikan. Padahal kalau mau jujur boleh karena sekolahannya memang terletak diantara dibilang Mbak Aisya paling cantik dikelas sesawahan petani desa Pengkok yang serta merta balatannya. Akan tetapi, semua itu tak membuat menambah keasrian sekolahannya. hati Anisa bergeming. Malahan, ia kurang Tut... tut... ! Hp dalam tasnya berdering. menyukai penampilan Mbak Aisya. Menurut Spontan Anisa membuka hpnya dan mengecek Anisa pakaian yang dipakai Mbak Aisya sangat siapa yang mengiriminya pesan bbm ke nomor ribet, yang tidak mengekspresikan diri seseorang. seluler genggamnya. Senyum manisnya tampak “ Niisssaaaa... ! ”, suara Arina menyadarkan tatkala ia membuka pesan bbm yang telah masuk Anisa dari lamunannya. ke selular yang ia genggam. Tampaknya ia baru “ Eh Rin... kok lama amat sih... ? kasihan dapat pesan dari seseorang yang akrab dengan Anisa udah nungguin dari tadi... ”, tegur Mbak dirinya. Aisya. “ Nis, kok senyum-senyum sendiri sih... ? “ Maaf Mbak... tadi tuh... talinya “, tegur sesosok gadis yang telah berada didekat njerimbet... ”, jawab Arina. Anisa. “ Ya udah, yuk sekarang kita berangkat ke Kontan Anisa kaget melihat didepannya ada kelas... ”, ajak Mbak Aisya. sesosok gadis yang tengah melempar senyum Mbak Aisya melangkahkan kakinya, kepadanya... memijaki anak-anak tangga yang berada “ Hayo ngapain...? ”, tegur gadis itu yang dihadapannya dan disusul oleh Anisa dan Arina ternyata adalah Mbak Aisya dibelakangnya. Mereka pun berpisah selepas sampai di lantai 2. Mereka bertiga bergegas memasuki kelas mereka masing-masing karena sholat dengan mereka ke musholla, maka seakan- bel pertanda masuk kelas sudah dibunyikan oleh akan ia telah membongkar kedoknya secara guru piket yang berada di kantor. terang-terangan. Ibarat nasi telah menjadi bubur **** dan bubur telah membasi karena dibiarkan tak Jam menunjukkan pukul 11.51 siang waktu dimakan seharian hingga berjamur walaupun tak setempat. Adzan pun berkumandang dari speker dikasih ragi. musholla sekolahan. Suaranya menggema ke Siang itu, sekolah pulang awal. Anisa segera seluruh penjuru sekolah, dari pojok utara sampai mengemasi barang-barang yang ia bawa ke pojok selatan. Para guru mulai memberhentikan sekolahan ke dalam tas ranselnya. Teman- pelajaran yang mereka berikan kepada seluruh temannya pun mulai berdatangan dari musholla anak didik yang berada di kelas pengajaran dan mereka segera mengemasi barang-barangnya mereka masing-masing dan mengintruksikan juga. Suasana kelas pun mulai ramai. Akan tetapi, kepada para siswa dan siswi untuk persiapan Anisa tidak melihat keberadaan Arina di kelas. “ sholat dhuhur berjamaah. Suara adzan siang itu Dimana ia ? ”, pikir Anisa. Satu menit, dua menit, sangat merdu bernuansakan khas nada adzan ala ia menunggu Arina. Tetapi batang hidung teman turki. Mirip dengan adzan yang pernah dilantukan akrabnya itu belum juga tampak di dalam kelas. oleh Syaikh Misyari Rasyid. Muadzin siang itu Teman-teman Anisa mulai beranjak pergi dari bernama Dhani yang masih sebalatan dengan kelas, menghengkangkan kaki mereka masing- Anisa. Dhani telah membuat para pendengarnya masing menuju rumah mereka sendiri-sendiri. terhipnotis, baik dari kepala sekolah, para guru, Anisa pun memutuskan untuk langsung pulang para karyawan, para siswa dan siswi, bahkan tanpa menunggu Arina kembali ke dalam kelas. hingga para pedagang pinggiran. Rumah Anisa tampak lengang tak ada Selepas adzan, Mbak Aisya melangkahkan seorangpun yang berada didalamnya kecuali kakinya ke kelas Arina dan Anisa karena ingin dirinya seorang. Bapak ibunya sudah berangkat ke mengajak mereka untuk bareng-bareng shalat sawah lagi selepas mereka pulang untuk sholat dhuhur berjamaah di musholla. Ia tak pernah dhuhur secara berjamaah. Sedangkan adiknya memikirkan jarak antara kelasnya dengan kelas masih bermain dirumah temannya semenjak sholat Anisa dan Arina. Yang Mbak Aisya pikirkan dhuhur berjamaah di masjid dan ia pun hanya ingin mengajak saudari-saudari meninggalkan secarik kertas dimeja makan bahwa muslimahnya. “ Bukankah itu akan menambah ia akan pulang nanti selepas ashar. pahalaku ? ”, gumam Mbak Aisya dalam hati. Anisa pun merebahkan tubuhnya ke tempat “ Nisaa... Arina... ! yuk ke masjid... ”, ajak tidur kamarnya setelah melepas seragam Mbak Aisya kepada mereka. sekolahnya dan menggantinya dengan baju “ Emm... hari ini Anisa lagi dapet Mbak... ”, kesehariannya. Ia merasa gerah sekali siang itu. jawab Arina kontan. Kulitnya bermandikan keringat semuanya. Mbak Aisya kaget karena perkataan Arina. Otaknya pun dirasa penat, badannya terasa pegal- Sontak Mbak Arina meminta maaf kepada Anisa. pegal dan ia ingin cepat tidur tanpa ada yang “ Ooh, maaf ya Nis... Mbak nggak tahu mengganggu. Tiba-tiba dering hpnya nih... ”, terang Mbak Aisya. menyadarkannya dari pikiran yang hendak “ Gak pa pa kok Mbak... ”, balas Anisa. berhijrah ke alam mimpi. “ Ting tong... ting tong... Arina dan Mbak Aisya segera berlalu ”, hpnya terus berdering. Anisa meraba-raba meja meninggalkan Anisa yang termenung sendiri disamping ranjang tidurnya untuk mencari hpnya. didepan kelas. Anisa hanya bisa memerhatikan Ia pun mengambil hpnya dan ia lihat ternyata ada mereka perlahan meninggalkannya. Anisa sadar telpon masuk, tetapi dari nomor yang tak dikenal. bahwasannya dirinya telah berbohong kepada Ia pun mengangkatnya... Arina dan Mbak Aisya bahwa hari ini ia sedang “ Halo, dengan siapa ini ya ? ”, sapa Anisa. datang bulan. Namun, mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur mengatakannya. Jika Anisa ikut “ Oh ya, apa betul ini nomor Bapak “ Oh.. masih anak SMK ya... saya juga Ridhwan ? ”, pertanyaan dari seorang lelaki nun masih kuliah kok... ”, timpal Wisnu. jauh disana. Itulah awal perkenalan Anisa dengan “ Maaf bukan, mungkin salah sambung ”, Wisnu. Kemudian mereka saling berbalas sms dan jawab Anisa saling telfon. Anisa mulai merasa asyik dengan “ Oh, maaf kalau begitu! ”, sahut lelaki teman barunya itu meskipun hubungan mereka tersebut hanya hubungan jarak jauh. Lama-lama Anisa Anisa sedikit kesal karena istirahatnya telah merasa mulai dekat dengan Wisnu dan merasakan terganggu oleh seseorang yang ternyata salah ada perasaan lain dalam hatinya walaupun mereka sambung. Anisa pun mulai terlelap dalam tak pernah bertemu. Hubungan mereka terus tidurnya, merasa melayang bersama bintang- berjalan hingga tak terasa Anisa sudah lulus SMK. bintang yang bertaburan di angkasa raya. Akan tetapi semenjak mengenal Wisnu, ia mulai Hari mulai menunjukkan senja. Anisa baru berubah sedikit demi sedikit. Anisa mulai jarang terbangun dari tidurnya. Ia pun keluar kamar dan bermain dengan teman-teman SMKnya, bahkan mendapati keluarganya tengah ngobrol santai di dengan Arina sekalipun yang telah dianggap ruang tengah. seperti saudaranya sendiri. Anisa lebih sering “ Baru bangun Nis... ? ”, tegur ibunya. mengurung dirinya di dalam kamar hanya untuk “ Eh, iya Bu... ”, jawab Anisa sms atau menelfon Wisnu. Hingga pada suatu pagi “ Tuh cepetan mandi sebelum airnya tatkala ibu Anisa ingin mengajak Anisa sarapan, dingin... ! ”, seru ibunya. ibu Anisa tidak mendapati Anisa di kamarnya, Anisa menuruti kehendak ibunya dan justru hanya mendapati sepucuk surat yang berada setelah mandi, ia segera ikut nimbrung dengan di atas meja belajarnya bertuliskan untuk orang orang tuanya di ruang tengah. “ Ting tong... ting tuaku. Ibu Anisa segera membuka surat itu dan tong..! ”, nada dering hp Anisa berdering kembali. membacanya secara perlahan. Ia pun melihat hpnya dan disitu terdapat satu “ Ayah, Ibu... maafkan Anisa, karena pergi panggilan dari nomor yang tadi siang tidak pamit. Anisa hanya ingin menjemput jodoh menelfonnya. Anisa. Kelak Anisa akan kembali bersama kekasih “ Mohon maaf kalau tadi siang Anisa...” mengganggu anda... “, sapa lelaki yang menelfon “ Pak eeeee.... “, teriak ibu Anisa. sebelumnya Pagi itu keluarga, sanak kerabat dan “ Oh, ga pa pa kok... ”, sahut Anisa tetangga Anisa dikagetkan dengan menghilangnya “ Soalnya tadi ada yang salah pada Anisa dari rumah. Ayah Anisa terdiam taidak nomornya ”, alasan lelaki tersebut. berkata apa-apa. Ibu Anisa menangis tersedu-sedu “ Lain kali cek dulu nomernya Mas.. ! ”, karena anak gadisnya telah pergi dari rumah tanpa saran Anisa pamit. Ayah Anisa segera melapor kepada polisi “ Emm iya.. maaf Mbak, kalau boleh tahu atas kejadian ini. Ia berharap agar mereka dapat siapa namanya Mbak... ? ”, tanya lelaki tersebut. menemukan anak gadisnya yang telah pergi dari “ Saya Anisa Mas. Kalau Mas sendiri..? ”, rumah entah kemana. tanya balik Anisa *** “ Saya wisnu, Emm.. Mbak Anisa dari Dikejauhan sana, Anisa telah sampai di mana ya... ? ”, tanya lelaki yang ternyata bernama Surabaya dan turun di terminal Purabaya, Wisnu tersebut. Bungurasih. Ia segera naik taksi menuju alamat “ Dari Sragen Mas... kalau Masnya sendiri yang akan ia tuju. Hatinya berdebar-debar, dari mana... ? ”, tanya balik Anisa. perasaannya sangat senang karena sebentar lagi “ Saya dari Surabaya, Mbak.... ”, jawab akan bertemu Wisnu, kekasihnya yang telah lama Wisnu. menjalani masa LDR dengannya. “ Emm.. Panggil saya Anisa aja Mas... Anisa pun telah sampai di alamat yang ia saya masih anak SMK kok..”, kata Anisa tuju. Ia sengaja berhenti di depan gerbang perumahan yang ada disitu dan memilih berjalan tangisnya yang tak henti-henti. Ia tak fokus mana kaki untuk mencari alamat rumah yang telah jalan yang ia tuju. Ia hanya lari dan lari, tak peduli Wisnu berikan padanya. Ia terhenti di sebuah dengan keadaan disekitarnya. Hatinya menyesal taman indah di tengah perumahan. Ia mendapati dan sungguh sangat menyesal. Terbayang olehnya ada seorang anak berusia sekitar 10 tahun tengah kedua orang tuanya. Ia ingin kembali meminta bermain dan Anisa pun menghampirinya. maaf kepada mereka. Kenapa ia meninggalkan “ Maaf Dek, tahu alamat ini nggak... ? ”, orang yang telah menyayanginya selama ini demi tanya Anisa sambil ia menyodorkan secarik kertas seseorang yang baru ia kenal dan telah bertuliskan alamat. menipunya. Anisa ingin kembali. “ Emm... Oh, ini alamat rumah saya, itu ada Anisa pun berlari dan terus berlari tanpa di depan sana... ”, jawab anak tersebut seraya henti dan tanpa memperhatikan bahwa dirinya menunjuk ke sebuah rumah. tengah berlari menerobos jalan raya. Tanpa Anisa berfikir, mungkin ini adiknya Wisnu disadarinya ada sebuah mobil sedan hitam dan Anisa pun memintanya untuk mengantarkan bernomor polisi L 5347 NB tengah melaju dirinya ke rumah yang ditunjukkan tadi olehnya. kencang dari arah utara tepat 20 meter mengarah “ Adik ini siapanya Wisnu ya... ? ”, tanya kepada dirinya. Anisa sambil jalan. Bruuuuukkk..... “ Saya anaknya... Itu bapak dengan ibu saya... ”, jawab anak itu polos sambil menunjuk ke arah orang tuanya yang sedang berada di depan rumah. Degh... !!! Bagai petir disiang bolong. Ucapan anak itu membuat Anisa kaget setengah mati. Dunia terasa berputar. Pikirannya kalut. Matanya melotot menatap seseorang yang berada tak jauh dihadapannya. Badannya kaku tak bergerak. Air matanya mulai menetes satu persatu membasahi pipinya bahkan mulai deras dan membanjiri bajunya. Ia membalikkan tubuhnya dan berlari sekencang mungkin menjauhi tempatnya semula padahal jarak antara dia dengan orang yang ia sangka sebagai jodohnya tinggal hanya beberapa langkah lagi saja. Kekecewaan itu membuatnya sakit hati, bahkan sangat sakit sekali. Hatinya terasa disileti berkali-kali. Anisa tak mau melihat Wisnu lagi. Seluruh tenaganya dikerahkan untuk berlari sekencang mungkin. Ia tak memikirkan yang lain- lain. Kini tujuannya hanya satu, pergi sejauh- jauhnya dari kenyataan yang ia hadapi ini. Setelah sekian lama ia menjalani hubungan LDR dengan Wisnu, kini ia sadar bahwa semuanya yang telah Wisnu lontarkan, kata-kata manis yang menyelimuti itu hanyalah kata-kata dusta. “ Kenapa.... ? Kenapaaa... ? tega sekali kamu Wisnuuu...! “, pekik Anisa dalam hati. Mengiringi langkah kakinya yang tengah berlari serta