Anda di halaman 1dari 2

Nama : Yessania Anindhita

NIM : 2101421128
Contoh Teks Editorial

Celebrating or Empowered? Melihat Seksisme Tubuh Perempuan dalam Kontes Kecantikan


Salah satu stereotip yang biasa muncul untuk mengidentifikasi kata cantik adalah whiteness.
Perempuan dianggap cantik apabila memiliki wajah yang putih, mulus dan kencang. Selain itu
perempuan juga akan dinilai cantik bila memiliki lekuk tubuh dan garis bibir sensual yang
dianggap sempurna dengan standar kecantikan yang ada.
Secara singkat, konsep ini cukup menggambarkan standar kecantikan dan penilaian cantik dalam
konstruksi sosial. Termasuk dalam media hiburan. Salah satunya kontes kecantikan.
Kita cukup mengenal kontes kecantikan biasa menampilkan sosok perempuan yang dirancang
“ideal” dengan penilaian Brain, beauty and behavior.
Lalu apakah kontes kecantikan yang selama ini ada menjadi ajang untuk celebrating bagi
perempuan? Atau hanya mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis?
Feminis cukup vokal untuk mengkritik kontes yang sukses memperkuat standar patriarki bagi
perempuan dan dinilai mengobjektifikasi perempuan. Peserta diminta untuk berjejer lalu dinilai
berdasarkan penampilan fisik mereka.
Ada juga peserta yang diseksualisasi sebagai bentuk hiburan dan kontes-kontes yang
mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis. Perempuan harus berusia di antara 18
dan 25 tahun, memiliki tinggi dan berat badan tertentu. Kontes yang mengukur dan
membandingkan tubuh perempuan seperti swimsuit competition yang diadakan Miss
Universe yang bermasalah ini akan menunjukkan hal yang jelas untuk mengatakan bahwa
kontes ini dirancang untuk melayani pandangan laki-laki.
Sistem sosial patriarki yang berkembang dalam masyarakat umumnya selalu menempatkan
perempuan sebagai subjek dari berbagai aktivitas yang dilakukan pria dan teori ini sudah
dikenalkan oleh Laura Mulvey melalui artikelnya “Visual Pleasure and Narrative Cinema” (1975)
yaitu “Male Gaze”. Perempuan sebagai pihak pasif menjadi objek seksual laki-laki heteroseksual
yang melihatnya dan laki-laki mendapatkan kepuasannya tersendiri.
Namun, kita tidak bisa menepis fakta bahwa kontes kecantikan mampu menyediakan sarana
berskala besar bagi perempuan untuk bisa mengekspresikan diri mereka, menerima pengakuan
dan memamerkan bakat mereka serta mengembangkan diri secara profesional, meningkatkan
harga diri dan kepercayaan diri mereka. Lalu, karena jangkauan kontes ini, kontes kecantikan
juga dapat menjadi sarana yang bagus untuk menyuarakan isu-isu, hak Perempuan dan
kesetaraan gender.
Pada akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa kontes kecantikan bisa luas persepsinya seperti
dapat memberdayakan sekaligus merendahkan Perempuan. Kontes kecantikan tidak memiliki
tujuan lain selain untuk memperkuat gagasan yang usang tentang kecantikan Perempuan dan
mengajarkan orang bahwa ideal atau tidaknya diri seorang Perempuan diatur oleh para panelis.
Para kontestan perempuan yang menjadi sasaran standar yang tidak profesional dan tidak
masuk akal tentang sesuatu yang dianggap cantik dan ideal. Lalu diterima oleh masyarakat
rentan dan menerima model ini sebagai contoh seperti apa gambaran ideal. Ini membuat kita
tidak termotivasi dan tidak puas dengan diri kita yang sebenarnya.

Jadi, mari kita menerima kontes kecantikan ini untuk mendorong perempuan tumbuh positif
terhadap tubuh. Juga menerima penampilan mereka tanpa takut dihakimi. Kita ciptakan
lingkungan yang nyaman di mana perempuan tidak mencari validasi diri dari mereka sendiri.
Tunjukkan kepada dunia bahwa posisi Perempuan dalam masyarakat itu serba bisa, penting,
berharga dan tak tergantikan.
Yessania Anindhita
Cr : https://www.konde.co/2024/01/celebrating-or-empowered-melihat-seksisme-tubuh-
perempuan-dalam-kontes-kecantikan.html/

Anda mungkin juga menyukai