Anda di halaman 1dari 10

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SMAN 1 Galis


Mata Pelajaran : Bahasa Madura
Kelas/Semester : X/1
Materi Pokok : Topѐng Ḍhȃlȃng
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit ( 2 x Pertemuan)

A. Kompetensi Inti
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya
diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya.
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat,
membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di
sekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam
karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
NO. KOMPETENSI DASAR INDIKATOR
2.1. Mensyukuri anugerah Tuhan 2.1.1. Berdoa sebelum dan sesudah
akan keberadaan bahasa melakukan kegiatan
daerah dan mengunakannya 2.1.2. Memberi salam pada saat dan
sesuai kaidah dalam konteks akhir pelajaran
kebhinekaan. 2.1.3. Berkomunikasi menggunakan
bahasa daerah
2.2. Menunjukkan perilaku jujur, 2.2.1 Mengungkapkan perasaan apa
tanggung jawab, dan disiplin adanya.
dalam menggunakan bahasa 2.2.2 Menyelesaikan tugas tepat waktu.
daerah untuk menunjukkan
tahapan dan langkah
kegiatan yang telah
ditentukan.
2.3. Mengidentifikasi, memahami, 2.3.1. Menganalisis unsur intrinsik
dan menganalisis unsur cerita wayang/ topѐng ḍhâlâng
intrinsik maupun ekstrinsik 2.3.2.Menganalisis unsur ekstrinsik
teks sastra klasik dan modern cerita wayang/ topѐng ḍhâlâng
secara lisan dan tulis. 2.3.3.Menganalisis relevansi isi cerita
wayang/ topѐng ḍhâlâng dengan
zaman sekarang.
2.4 Menginterpretasi, 4.1.1 Menceritakan isi cerita wayang/
menanggapi dan topѐng ḍhâlâng
mengekspresikan teks sastra 4.1.2 Menanggapi isi cerita wayang/
modern dan klasik (wayang / topѐng ḍhâlâng
topѐng ḍhâlâng) sesuai isi
secara lisan dan tulis. 4.1.3 Membaca indah teks dialog cerita
wayang/ topѐng ḍhâlâng
b. TujuanPembelajaran (Harus ABCD = Audience, Behavior, Condition, Degree)
Sikap
Sikap Spiritual
Dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik/ dinilai pengamat / guru, peserta didik mengagumi keindahan karya kreatif
daerah sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mengggunakan
bahasa daerah untuk berkomunikasi di lingkungan sekolah.

Sikap Sosial
Dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik/ peserta didik memiliki rasa ingin tahu untuk mendapatkan ide berkarya seni,
memiliki kepedulian terhadap karya sastra daerah yang berkembang dimasyarakat, dan
berani bertanya mengenai bentuk karya sastra daerah yang masih berkembang dalam
masyarakat.

Pengetahuan
1. Peserta didik menyimak tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng.
2. Melalui tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng peserta didik dapat mengidentifikasi unsur
intrinsiknya.
3. Melalui tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng peserta didik dapat mengidentifikasi unsur
ekstrinsiknya.
4. Peserta didik mencermati relevansi tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng.

Keterampilan
1. Setelah melihat tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng peserta didik menceritakan kembali
unsur intrinsiknya.
2. Setelah melihat tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng peserta didik menceritakan kembali
unsur ekstrinsiknya.
3. Setelah melihat tayangan Topѐng Ḍhȃlȃng peserta didik dapat membedakan tokoh
yang disukai dan tokoh yang tidak disukai
c. Materi Pembelajaran
Materi pokok pembelajaran sbb (selengkapnya dijabarkan di lampiran):
1. Teks cerita dan video Topѐng Ḍhȃlȃng.
2. Unsur intrinsik cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
3. Unsur ekstrinsik Topѐng Ḍhȃlȃng.
4. Relevansi cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
5. Teknik Membaca indah teks dialog cerita topѐng ḍhâlâng
d. Metode Pembelajaran
 Pendekatan : Saintifik dan Kontekstual
 Model : Model Discovery Learning
 Metode : Demonstrasi, tanya jawab
 Teknik : Inquiri
e. KKM : 67
f. KegiatanPembelajaran
Pertemua pertama
PENGORGANISASIAN
KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN PESERTA
WAKTU
DIDIK
Pendahuluan  Guru memberi salam dan mengabsen 10 menit
 Guru mengondisikan siswa belajar
 Guru melakukan apersepsi dengan KLASIKAL
mengulas materi pelajaran minggu yang
lalu melalui kegiatan bertanya jawab dan
demonstrasi.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran
meliputi aspek sikap (sikap spiritual dan
sikap sosial), pengetahuan, dan
keterampilan.

Mengamati
Kegiatan Inti 70 mnt
 Peserta didik menyimak tayangan
Topѐng Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik menganalisis unsur
intrinsik tayangan cerita Topѐng
Ḍhȃlȃng.
Menanya
 Peserta didik bertanya jawab tentang
unsur intrinsik tayangan cerita Topѐng
Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik bertanya jawab tentang
struktur isi cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik bertanya jawab tentang
kriteria tokoh dalam cerita
Mengumpulkan informasi :
 Peserta didik mencari informasi tentang
unsur intrinsik yang ada dalam cerita
Topѐng Ḍhȃlȃng.
Mengasosiasi:
 Peserta didik membandingkan
penampilan antar tokoh dalam cerita
Topѐng Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik menyimpulkan hasil
temuan terkait dengan unsur intrimsik
dalam cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.

Penutup  Guru bersama peserta didik melakukan 10 menit


refleksi hasil pembelajaran.
 Guru memberi tugas sebagai perbaikan
dan pengayaan.
 Guru menutup pelajaran.
Pertemuan kedua
PENGORGANISASIAN
KEGIATAN DESKRIPSI KEGIATAN PESERTA
WAKTU
DIDIK
Pendahuluan  Guru memberi salam dan mengabsen 10 menit
 Guru mengondisikan siswa belajar
 Guru melakukan apersepsi dengan KLASIKAL
mengulas materi pelajaran minggu yang
lalu melalui kegiatan bertanya jawab dan
demonstrasi.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran
meliputi aspek sikap (sikap spiritual dan
sikap sosial), pengetahuan, dan
keterampilan.

Mengamati
Kegiatan Inti 70 mnt
 Peserta didik menganalisis unsur
ekstrinsik tayangan cerita Topѐng
Ḍhȃlȃng.
Menanya
 Peserta didik bertanya jawab tentang
unsur ekstrinsik tayangan cerita Topѐng
Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik bertanya jawab tentang
latar belakang cerita.

Mengumpulkan informasi :
 Peserta didik mencari informasi tentang
unsur ekstrinsik yang ada dalam cerita
Topѐng Ḍhȃlȃng.
Mengasosiasi:
 Peserta didik menyimpulkan hasil
temuan terkait dengan unsur ekstrimsik
dalam cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
 Peserta didik menyimpulkan unsur
intrinsik dan ekstrisnik dalam cerita.

Penutup  Guru bersama peserta didik melakukan 10 menit


refleksi hasil pembelajaran
 Guru menutup pelajaran

g. Alat dan Sumber Belajar


Alat/ Media
1. Rekaman cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
2. LKS
3. Laptop / LCD
h. Sumber Belajar ( Ditulis model penulisan daftar pustaka )

a. A Abdir dkk. 2013. Bhȃsa Sangkolan (Pangajhȃrȃn Bhȃsa Madhurȃ


Kaangghuy SMA Sareng sѐ Sadhȃrȃjhȃt). Surabaya : Erlangga
b. Muakmam. 2005. Lalonget bȃn Oca’ Kѐyasan. Pamekasan: Perc. Bina Pustaka
Jaya, PM.
c. Syaifudin, Moh dan Moestadji, Moh. 1987. Parebasan Madura. Pamekasan:
Tim Penyusun GBPP Bahasa Madura Bidang Dikmenum Kanwil Dep Dikbud
Propinsi Jawa Timur.
d. Effendy, Moh. Hafid dkk. Malaṭѐ Sataman Buku Kaangghuy Morѐd Kellas X
SMA/MA/SMK. Surabaya: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan
(KDT).
i. Penilaian
1. Sikap spiritual dan sosial
a. Teknik Penilaian : Observasi, Penilaian Diri, Jurnal, Penilaian Antar
Peserta Didik
b. Bentuk Instrumen : Lembar Observasi, Lembar Angket, Catatan
c. Kisi-kisi:
CONTOH: LEMBAR OBSERVASI
No Sikap/Nilai Indikator Rubrik Butir
. Penilaian Pertanyaan
1 1.3 Mengagumi ciri  Mengagumi keindahan 1-5 A1
khas keindahan karya kreatif
cerita 1-5 A2
Mahabarata  Menghargai keindahan
sebagai cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.
anugerah
Tuhan.
2 2.4 Menunjukkan  Memiliki rasa ingin tahu 1-5 A3
rasa ingin tahu  Memiliki kepedulian
dalam terhadap karya sastra daerah 1-5 A4
mengamati  Berani bertanya mengenai
cerita bentuk karya sastra daerah 1-5 A5
Mahabarata

2. Pengetahuan

a. TeknikPenilaian : Tes Tulis,


b. BentukInstrumen : Tes Uraian Terstruktur/ Non Struktur
c. Kisi-kisi:

CONTOH : LEMBAR PENILAIAN PENGETAHUAN

No Indikator Rubrik Butir


Penilaian Instrumen
1 Menjelaskan unsur intrinsik cerita Topѐng Ḍhȃlȃng. 1-5 Soal nomor...
2 Menjelaskan unsur ekstrinsik cerita Topѐng Ḍhȃlȃng. 1-5 Soal
nomor....
3 Menjelaskan relevansi tayangan cerita wayang 1-5 Soal
Mahabarata dengan mayarakat. nomor ...
4. Menjelaskan cerita Topѐng Ḍhȃlȃng secara berurutan. 1-5 Soal nomor...
5. Menjelaskan tokoh protagonis dalam cerita Topѐng 1-5 Soal
Ḍhȃlȃng. nomor....
6. Menyimpulkan cerita Topѐng Ḍhȃlȃng dengan 1-5 Soal
menggunakan bahasa sendiri. nomor ...

3. Keterampilan
a. Teknik Penilaian : P2=Tes Unjuk Kerja/ Praktik
b. Bentuk Instrumen : Lembar Penilaian
c. Kisi-kisi:

CONTOH: LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN

No. Indikator Rubrik Butir


Penilaian Instrumen
1. Bermain peran dari tokoh yang dikagumi dalam 50 - 90 P1
cerita Topѐng Ḍhȃlȃng.

NILAI = (Skor yang didapat/Skor maks) x 100

Pamekasan, 15 Juli 2021

Mengetahui
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Drs. ABDUL AZIZ, M.Pd Moh. Riski Danial, S.Pd


NIP. 196107121987111001
LAMPIRAN MATERI
TOPÈNG ḌHÂLÂNG
Sѐ ѐmaksod topѐng ḍhȃlȃng ѐngghi ka’ḍinto sadhȃjȃ sѐ amaѐn otabȃѐpon
panjhȃk ngaghem totopong sѐ akor sareng bȃgiyȃnnѐpon ѐ ḍȃlem carѐta. Topѐng
ḍhȃlȃng ka’ḍinto ѐtangghȃ’ sareng orѐng sѐ ghȃḍhuwȃn hajhȃt kaangghuy arokat
otabȃѐpon nyalameddhi potra otabȃ potrѐѐpon. Ka’ḍinto aropa’aghi adhȃt otabȃ
kaparcajȃ’ȃn bȃngaseppo ngabidhi ghi’ jhȃman kona kantos samangkѐn.
Biyȃsaѐpon na’-kana’ sѐ mabi ѐrokat otabȃ ѐsalameddhi ka’ḍinto manabi
ѐsambhȃt panḍhȃbȃ. Ca’ѐpon bȃngaseppo, manabi na’-kana’ panḍhȃbȃ ta’ ѐrokat/
ta’ ѐsalameddhi bhȃḍhi ѐganggu/ ѐkakan sareng Bhȃṭarakala. Bhȃṭarakala ka’ḍinto
aropa sѐtan sѐ ampon ѐjhȃrbȃ’ȃghi “Jhȃ’ saongguna sѐtan ka’ḍinto moso sѐ nyata
mongghu manossa”. Mѐla ḍȃri ka’ḍinto rѐng seppowѐpon pas arokat otabȃ
nyalameddhi pottra pottrѐѐpon. Arokat otabȃ nyalameddhi na’-kana’ sѐ ѐsambhȃt
panḍhȃbȃ lumraѐpon kalabȃn mamaca otabȃѐpon kalabȃn topѐng ḍhȃlȃng,
otabȃѐpon cara sѐ laѐn ghumantong ḍȃ’ kaparcajȃ’ȃnnѐpon sѐ arokadhȃ otabȃ sѐ
nyalameddhȃna.
Dhinѐng macemmѐpon panḍhȃbȃ bȃḍȃ 4, ѐngghi ka’ḍinto:
1. Panḍhȃbȃ macan
Panḍhȃbȃ macan ѐngghi ka’ḍinto kana’ lakѐ’ otabȃ kana’ binѐ’ sѐ ta’
ghȃḍhuwȃn tarѐtan polѐ.
2. Panḍhȃbȃ pangantan
Panḍhȃbȃ pangantan ѐngghi ka’ḍinto kana’ sѐ satarѐtan kaḍuwȃ lakѐ’ binѐ’, ta’
ghȃḍhuwȃn tarѐtan polѐ.
3. Panḍhȃbȃ tangantѐng
Panḍhȃbȃ tangantѐng ѐngghi ka’ḍinto kana’ lakѐ’ sѐttong, dhinѐng tarѐtan sѐ
laѐn binѐ’ sadhȃjȃ. Otabaѐpon sabhȃligghȃ, binѐ’ sѐttong, dhinѐng sѐ laѐn
lakѐ’ sadhȃjȃ.
4. Panḍhȃbȃ lѐma’
Panḍhȃbȃ lѐma’ ѐngghi ka’ḍinto kana’ sѐ satarѐtan lalѐma’ lakѐ’ sadhȃjȃ
otabȃѐpon binѐ’ sadhȃjȃ.
Manabi ѐtalѐktѐghi ḍȃri macemmѐpon Panḍhȃbȃ ѐ attas, taḍȃ’ na’-kana’ sѐ ta’
ѐsambhȃt panḍhȃbȃ, sadhȃjȃ na’-kana’ ka’ḍinto Panḍhȃbȃ. Mѐla ḍȃri ka’ḍinto
sadhȃjȃ na’-kana’ parlo ѐrokat otabaѐpon ѐsalameddhi.
Maos patѐtѐ bȃca’an ѐ bȃbȃ panѐka!
Rama Abhuru Kѐddhȃng
Kacatora ghi’ jhȃman ḍhimѐn bȃḍȃ orѐng satarѐtan asmaѐpon Rama sareng
Laksmana. Dhinѐng Rama ngaghungѐ raji sѐ ѐsambhȃt sareng Dewi Sinta. Sѐ
katello samѐ-samѐ orѐng saѐ. Alos panghȃliyȃnnѐpon sarta anḍhȃp asor ḍȃ’
pasѐra’a bisaos. Mѐlaѐpon sѐ katello atong rokon salanjhȃngnga.
È sѐttong bȃkto Dewi Sinta mator ḍȃ’ Rama, “Ka’ Emmas Rama, bhȃdhȃn
kaulȃ ma’ cѐ’ terrona ka atѐna kѐddhȃng Ka’ Emmas. Èstowѐpon ampon abit sѐ
terro, nangѐng ghi’ bhuru samangkѐn bhȃdhȃn kaulȃ sѐ bȃngal mator ka
panjennengngan”.
Mѐreng atorra rajina, Rama lajhu aḍhȃbu:
“Ḍu Lѐ’ Emmas Dewi Sinta, mon pѐra’ atѐna kѐddhȃng lѐ’ dhika jhȃ’ sampѐ’
ѐkaterro-terro madḍhȃ bȃn bulȃ ѐtekka’ana. Poko’ bȃnnѐ bintang bȃn bulȃn lѐ’ sѐ
ѐpѐnta dhika”. Mѐreng ḍhȃbuna Rama saka’ḍinto Dewi Sinta bhungana saghunong
ana’.
Panḍȃ’ѐpon carѐta, Rama sareng Dewi Sinta mѐyos ka alas kaangghuy
abhuru kѐddhȃng. Ta’ loppa jhughȃn Laksmana ѐajhȃk sareng Rama. Rama
abhȃkta pana kaangghuy kaparlowan hal ka’ḍinto. Sѐ katello nѐtѐnѐ karѐta karaton
kaangghuy kaparlowan abhuru.
Saamponna napa’ ḍȃ’ tengnga alas, taḍȃ’ kѐddang sѐttonga sѐ bisa ѐbhuru.
Mѐlaepon Dewi Sinta ta’ ѐparѐngngaghi ngѐrѐng terros ḍȃ’ alas tako’
ambhȃbhȃjanѐ. Serrѐѐpon Dewi Sinta orѐng binѐ’ sѐ ngabdhi ḍȃ’ rakana, ponapa
ḍhȃbuna Rama ѐtoro’. Dewi Sinta ѐpakon ngantos neng attas karѐta sѐ ѐjȃgȃ
sareng Laksmana tako’ bȃḍȃ pan-ponapan.
Rama aḍhȃbu ḍȃ’ Dewi Sinta sopajȃ jȃ’ sampѐ’ toron ḍȃri attas karѐta. Saka’ḍinto
jughȃn Laksmana ѐpakon ajȃgȃ ghu-ongghu Dewi Sinta jhȃ’ sampѐ’
ѐdhingghȃllȃghi.
Saamponna abit Rama sѐ adhingghȃllȃghi Dewi Sinta sareng Laksmana pas
bȃḍȃ sowarana orѐng mѐnta tolong. Sowarana akadhi ka’ḍinto: Tolong, tolong,
tolong…..! Sowara ka’ḍinto cѐ’ terrangnga sowarana Rama sѐ ѐkapѐyarsa sareng
Dewi Sinta.
Mѐreng sowara orѐng sѐ mѐnta tolong ka’ḍinto sowarana Rama, Dewi Sinta lajhu
aḍhȃbu ḍȃ’ Laksmana, “Dik Emmas Laksmana, ghȃrowa sowarana ka’ emmassa
long-tolongan mѐnta tolong, kassa’ dhika dhuli nyosol bhȃi ḍȃ’ ka tengnga alas”.
Laksmana mator, “Bhunten ka’ embhuk bhȃdhȃn kaulȃ ta’ nyosola, sabȃb bhȃdhȃn
kaulȃ ѐpakon ka’ emmas Rama ajȃgȃ panjennengngan ѐ attas karѐta ka’ḍinto”.
Mѐreng atorra Laksmana kadhi ka’ḍinto, Dewi Sinta dhuka ḍhȃbuna, “Mon bȃrinto
dhika ta’ nѐser ḍȃ’ ka’ emmassa, dhina bulȃ bhȃi sѐ nyosola ka tengnga alas”.
Serrѐѐpon kadhi ka’ḍinto ḍhȃbuna Dewi Sinta, Laksmana mator polѐ, “Manabi
ampon kapaksa, dhingghȃl bhȃdhȃn kaulȃ bisaos sѐ Bhȃḍhi nyosol ka’ emmas
Rama ka tengnga alas. Nangѐng sabellunnѐpon mangkat, Laksmana aghȃris tana ѐ
sakobhengnga karѐta sѐ ѐtѐtѐnѐ Dewi Sinta sambi maos dhu’a (bin-salabin)
kaangghuy kasalameddhȃnnѐpon Dewi Sinta.

Ta’ abit saponapa Laksmana sѐ mangkat, bȃḍȃ orѐng ngemmѐs seppo sѐ


nyemma’ ḍȃ’ Dewi Sinta sѐ bȃḍȃ neng attas karѐta. Kalabȃn sowara mellas, orѐng
ngemmѐs ka’ḍinto mator ḍȃ’ Dewi Sinta, ḍhȃbuna: “Ngemmѐs ka’ḍinto, Dhin!” Dewi
Sinta takerjhȃt polana ѐ tengnga alas ma’ bȃḍȃ orѐng ngemmѐs. Dewi Sinta lajhu
aḍhȃbu:
“Aḍu, bulȃ bȃḍȃ ѐ tengnga alas mara nѐko, ta’ anḍi’ pѐ-napѐ sѐ ѐbȃghiyȃ ka dhika,
paman!”
Orѐng ngemmѐs gella’ mator polѐ, “Dhingghȃl sabȃḍȃna ka’ḍinto, Dhin!” Nѐko pѐra’
manglѐ kerrѐng sѐ bḍȃ ѐ ghellung, dhika poron?” ѐngghi dhingghȃl poron ka’ḍinto,
Dhin!”
Dewi Sinta pas ajhuluwȃghi manglѐ kerrѐng ka’ḍinto ka tanangnga orѐng ngemmѐs
ghella’. Nangѐng orѐng ngemmѐs ka’ḍinto tako’ sѐ nampanana, sabȃb tana sѐ
ѐghȃris sareng Laksmana lajhu anganga akadhi sѐ adhȃngghebbhȃ orѐng
ngemmѐs ka’ḍinto. Mѐlaѐpon Dewi Sinta pas ajhȃngngo sopajȃ tanangnga napa’ ka
tanangnga orѐng ngemmѐs ghella’. Bȃkto ka’ḍinto jhughȃn orѐng ngemmѐs negghu’
ghȃrigi’na Dewi Sinta pas ѐkѐbȃ ngabbher otabȃ ѐkѐba buru. Orѐng ngemmѐs
ka’ḍinto ta’ laѐn ѐnggi ka’ḍinto Dasamuka sѐ asalѐn robȃ dhȃddhi orѐng ngemmѐs
po-seppo. Dhinѐng Dasamuka ka’ḍinto pajhȃt amoso ḍȃ’ Rama.

Kacatora ѐ nalѐka Laksmana ampon apangghi sareng Rama, Rama lajhu


dhuka mѐlaѐpon ѐpakon ajȃgȃ Dewi Sinta sѐ bȃḍȃ neng attas karѐta. Bȃkto ka’ḍinto
sѐ kaḍuwa pas abȃli mangghi’i Dewi Sinta. Saamponna ngaghȃli jhȃ’ Dewi Sinta
ampon taḍȃ’ ѐ attas karѐta, Rama nyangka jhȃ’ hal ka’ḍinto lalakonna Dasamuka.
Sѐ kaḍuwȃ ѐnggal nyarѐ Dewi Sinta nangѐng ta’ ѐpangghi.

Para maos Allah Maha Kobȃsa, sadhȃjȃ orѐng sѐ saѐ tor lerres tѐngka
polaѐpon insya Allah mangghi jhȃlȃn. Asareng karsaѐpon Allah sѐ Maha Kobȃsa,
Dewi Sinta ѐtolong sareng Anoman sarta ѐatorraghi ḍȃ’ Rama. Rama sareng
Laksmana bhungana saghunong ana’. Saka’ḍinto jhughȃn Dѐwi Sinta, mѐlaѐpon sѐ
katello ampon apangghi polѐ akadhiyȃ ghi’ asal.

Sanaos sѐ katello samѐ bhunga, nangѐng Rama pagghun ta’ parcajȃ ḍȃ’
Dewi Sinta saabiddhȃ ѐkѐbȃ buru sareng Dasamuka. Kaangghuy abhuktѐyaghi
kalerressannѐpon Dewi Sinta jhȃ’ ta’ onѐng ѐseddhing sareng Dasamuka
salaѐnnѐpon ghȃrigi’na ѐbȃkto ѐkѐbȃ buru, Dewi Sinta nyo’on obbhȃr ḍȃ’ Rama.
Manabi bhȃdhȃnnѐpon Dewi Sinta katonon lѐcѐk ḍhȃbuwѐpon. Nangѐng manabi ta’
katonon, sѐttong bhuktѐ jhȃ’ lerres ḍhȃbuwѐpon Dewi Sinta. Kaangghuy
abhuktѐyaghi ka’ḍinto Rama pas makon makompol kaju sabȃnnya’na.

Saamponna cokop kaju sѐ ѐpakompol, Dewi Sinta pas ѐobbhȃr. Sadhȃjȃ sѐ


ngoladhi samѐ marѐngѐs, mangmang tako’ Dewi Sinta potṭon. Para maos, ponapa
sѐ kadhȃddhiyȃ, saamponna Dewi Sinta ѐobbhȃr? Sakojhur bhȃdhȃnnѐpon ta’
ѐkello’ sareng apoy, kajhȃbhȃna ghȃrighi’na sѐ kennѐng seddhing sareng
Dasamuka ѐ nalѐka ѐkѐbȃ buru. Mѐla ḍȃri ka’ḍinto Rama sajȃn atambȃ asѐ ḍȃ’
Dewi Sinta sarta parcajȃ jhȃ’ Dewi Sinta raji sѐ ѐsto ḍȃ’ rakaѐpon.
Para maos, bhȃdhȃn kaulȃ sareng ajunan malar moghȃ bisa’a metṭѐk
hѐkmaѐpon ḍȃri lalampan ka’ḍinto mѐnangka kaca kebbhȃng sѐ patot ѐtѐro saѐ
orѐng lakѐ’ tor jhughȃn orѐng binѐ’. Malar moghȃ bȃḍȃ’ȃ pѐghunaѐpon ḍȃ’ bhȃdhȃn
kaulȃ sadhȃjȃ. Amin!

Bȃgiyȃn-bȃgiyȃn (unsur) carѐta


1. Bȃgiyȃn-bȃgiyȃn sѐ bȃḍȃ ѐ ḍȃlem carѐta (unsur intrinsik)
 Bhȃb/ parkara sѐ ѐkacarѐta (tѐma)
Bhȃb/ parkara sѐ ѐkacarѐta (tѐma) ѐngghi ka’ḍinto aropa’aghi bȃgiyȃn sѐ
palѐng parlo ѐ ḍȃlem carѐta, sѐ dhȃddhi ḍhȃsarra carѐta.
 Panjhȃk (tokoh)
Panjhȃk (tokoh) ѐngghi ka’ḍinto orѐng / bhȃrȃng sѐ amaѐn otabaѐpon orѐng
sѐ ѐkacarѐta. Panjhȃk-panjhȃk (tokoh-tokoh) ѐ ḍȃlem sѐttong carѐta (topѐng)
aropa’aghi bagiyȃn sѐ poko’ (penting), amarghȃ para panjhȃk (tokoh) ka’ḍinto
sѐ ѐpajhȃlȃn tor ѐsebbhȃrrȃghi (dikembangkan) sareng orѐng sѐ ngangghit
carѐta.
 Jhȃlȃnna carѐta (alur)
Jhȃlȃnna carѐta ngabidhi sѐ kabidhȃn kantos pongkasannѐpon carѐta.
Jhȃlȃnna carѐta (alur) ѐpanṭa dhaddhi 3, ѐngghika’ḍinto:
Majhu / nyandher
Abȃli / nyorot
Nyorot-nyandher
 Katerrangan sѐ ѐghuna’aghi ḍȃlem carѐta (latar)
Latar ka’ḍinto aropa’aghi katerrangan kennengngan (tempat), bȃjȃ/ bakto,
jughȃn kabȃḍȃ’ȃn (suasana) ѐ ḍȃlem carѐta.
 Pamertѐ beccѐ’ / Sen-pessen (amanat / pesan)
Pamertѐ beccѐ’ / Sen-pessen (amanat) ѐngghi ka’ḍinto aropa’aghi sen-
pessen sѐ ѐatorraghi sareng sѐ ngangghit carѐta (pengarang) ḍȃ’ para maos
(pembaca) anglѐbȃdhi carѐta sѐ ѐangghit.
 Orѐng/ bhȃrȃng sѐ ѐkacarѐta (sudut pandang)
Ka’ḍinto aropa’aghi kabȃḍȃ’ȃn/ kennengngan (posisi/ kedudukan) sѐ
ngangghit ѐ ḍȃlem carѐta. Manabi sѐ ngangghit (se ngarang) mѐnangka
panjak (tokoh) ѐ ḍȃlem carѐta, kong-langkong mѐnangka panjhȃk sѐ poko’
(tokoh utama), parkara ka’ḍinto ѐsambhȃt sudut padang orang pertama.
Nangѐng manabi sѐ ngangghit otabaѐpon sѐ ngarang bȃḍȃ ѐ lowar carѐta
otabaѐpon sѐ ngangghit kadhiyȃ notorraghi/ nyarѐta’aghi pa-ponapa sѐ
ѐalamѐ orѐng laѐn, parkara ka’ḍinto ѐsebbut sudut pandang orang ketiga.
2. Bȃgiyȃn-bȃgiyȃn se bȃḍȃ ѐ lowar carѐta (unsur ekstrinsik)
Ḍȃri carѐta kasebbhut ѐ attas, parkara ka’ḍinto ngjhȃrrȃgi ḍȃ’ bhȃdhȃn kaulȃ
sadhȃjȃ nyopprѐ satarѐtan atong rokon ta’ atokaran. Sѐ apangrasa korang, nyo’on
ḍȃ’ sѐ bȃḍȃ, saka’ḍinto jhughȃn sѐ bȃḍȃ masṭѐna aparѐng ḍȃ’ sѐ korang. Saka’ḍinto
kasokannѐpon sadhȃjȃ para seppo.

Caraѐpon maos bȃca’an sѐ saѐ


 Laguwѐpon okara sѐ ѐmaos (intonasi)
Manabi maos bȃca’an, kong-langkong kaangghuy ѐpѐrengngaghi orѐng laѐn,
laguwѐpon okara sѐ ѐmaos kodhu lerres sopajȃ orѐng sѐ mѐrengngaghi ta’
arassa bhusen tor ngaghȃli ḍȃ’ ѐssѐѐpon bȃca’an sѐ ѐmaos. Laguwѐpon tanto
bhidhȃ manabi bȃḍȃ okara pasoro, okara patanya, sareng okara pamojhi.
saka’ḍinto jhughȃn tanto bhidhȃ manabi bȃḍȃ okara sѐ ѐssѐѐpon nanḍhȃ’ȃghi
ḍȃlem kabȃḍȃ’ȃn pѐrak, sossa, takerjhȃt, tor laѐn macemmѐpon.
Èatorѐ maos okara ѐ bȃbȃ panѐka kalabȃn lerres!
Aterraghi alѐ’na ka sakola’an cong!
Sapa’an sѐ bhu-tabbhuwȃn bȃngku?
Asareng pasѐra panjhennengngan sѐ ka Sorbaja, Nom?
Mandhȃr ongghȃ’ȃ kellas kalabȃn nѐlay bhȃghus bȃ’na, bhing!
Wah, cѐ’ pѐnterra bȃ’na aghȃmbhȃr!
Aḍu, sakѐ’na tang tabu’!
La, kan labu ongghu bȃ’na cong!
 Caraѐpon maos ca’-oca’
Mѐlaѐpon manabi sala maos, bisa laѐn artѐ tor jhughȃn bisa taḍȃ’ artѐna,
amarghȃ bȃḍȃ oca’ sѐ ѐsambhȃt:
1) Oca’ amaḍu (homonim)
Sѐ ѐmaksod oca’ amaḍu ѐngghi ka’ḍinto oca’ sѐ ghȃḍhuwȃn artѐ lebbi ḍȃri
sѐttong. Contona:
È bȃkto alѐ’ amaѐn lѐker, kala sapolo mѐgghi’.
Malemma tang kanca tanangnga ѐsengnga’ kala.
2) Homograf
Homograf ѐngghi ka’ḍinto tolѐsanna samѐ, monyѐѐpon bhidhȃ.
Contona:
Alѐ’ mellѐ apel ѐ Pasar Anom.
Bȃ’ȃri’ bȃḍȃ Pa’ Apѐl naghi pajhek.

Anda mungkin juga menyukai