Anda di halaman 1dari 2

KAJIAN STRATEGI KONSERVASI PERMUKIMAN VERNAKULAR

MASYARAKAT SUKU KAJANG DALAM DI SULAWESI SELATAN


Masyarakat suku Kajang juga disebut sebagai Masyarakat Suku Kajang secara unik mengidentifikasi Upaya untuk memahami perubahan pada
masyarakat yang bermukim di sekitar hutan sehingga diri pada dua kategori yaitu berdasarkan letak permukiman masyarakat tradisional suku Kajang
dikenal sebagai masyarakat yang melindungi dan permukiman dan tingkat pemahaman aturan adat. Dalam ditelusuri lewat dua faktor dinamika, yaitu
menjaga hutan. Ditinjau dari peran masyarakat Suku Merujuk pada letak permukiman masyarakat suku dinamika faktor internal dan dinamika faktor
Kajang Dalam pelestarian hutan khususnya di Kajang terbagi atas dua kelompok masyarakat yaitu eksternal yang memiliki ciri khusus atau karakter yang
Sulawesi Selatan dan umumnya di Indonesia kelompok “Rilalang Embayya” dan “Ripantarang berbeda. Dari tinjauan hubungan faktor internal dan
konsistensi dalam menjaga dengan baik, nilai-nilai Embayya” sedangkan berdasarkan tingkatan eksternal akan diidentifikasi pula berbagai ancaman
kemasyarakat tradisional teteap terjaga termasuk pemahaman berdasar pada zona pemberlakuan terhadap kelangsungan kebudayaan masyarakat
adanya sanksi-sanksi adat yang berlaku bagi aturan dan hukum adat terbagi dua yaitu “Butta tradisional suku Kajang seperti terjadinya perubahan
masyarakat yang melakukan perusakan hutan. Hutan Kamase-masea” dan “Butta Koasaya”. Istilah budaya, lingkungan hidup, kohesi sosial dan hilangnya
adat menjadi sangat penting dan strategis diseluruh “Rilalang Embayya” diterjemahkan sebagai “Kajang identitas.
Indonesia. Dengan upaya ini hutan adat akan Dalam” sedangkan “Ripantarang Embayya” adalah Dinamika faktor eksternal meliputi aspek yang lebih
merefleksikan kedaulatan rakyat dalam meningkatkan “Kajang Luar”, merujuk pada kata Rilalang artinya di kompleks dan dikaji lewat konseptualisasi tiga aspek
kesejahteraan dan menjaga lingkungan berdasarkan dalam dan Ripantarang artinya di luar sedangkan modernisasi, globalisasi dan program pemerintah.
kearifan budaya lokal setempat. Embayya diartikan sebagai “Tanah Kekuasaan” Ketiga aspek tersebut ditengarai sebagai penyebab
meskipun kelompok masyarakat tersebut masih pada konteks tersebut memiliki peran dalam proses
Suku Kajang adalah salah satu suku yang bermukim di Perubahan yang terjadi dimasa sekarang, ditandai dalam satu wilayah kecamatan yang sama. pelemahan budaya, intervensi dari luar memberi
wilayah Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, dengan masuknya teknologi, transportasi dan industri
dampak tersendiri terkait keberlangsungan hidup
Indonesia yang dipercayai sebagai suku asli dan yang menyentuh sampai kelingkup masyarakatnya.
masyarakat tradisional suku Kajang baik adat, budaya
eksistensinya masih bertahan sampai sekarang, suku Perilaku konsumtif bahan industri dari luar
dan ritual.
yang menjaga tradisi, budaya lokal, keaslian menyebabkan limbah plastik tidak dapat terurai
arsitektur, lingkungan hutan dan permukimannya. dengan baik yang berdampak pada penurunan Menanggapi ancaman dan intervensi dari dalam dan
Dalam perbincangan sehari hari masyarakat suku kualitas lingkungan permukiman dan area sumber air luar masyarakat baik secara sadar maupun tidak,
Kajang menggunakan bahasa konjo, bahasa tersebut bersih. terencana atau tidak berupaya melakukan
menyerupai bahasa Makassar. Suku Kajang dikenal perlingungan keutuhan dan kesatuan sosial-budaya
sebagai masyarakat tradisional yang memiliki nilai- yang berujung pada resistensi dan usaha untuk
nilai kultural yang menjunjung tinggi sikap hidup mengkoservasi lingkungan, budaya dan kelokalan
secara sederhana atau nilai-nilai yang disebut (tau yang melekat dan dijaga dari waktu kewaktu dalam
kamase-masea), tradisi menggunakan pakaian Secara geografis permukiman masyarakat Suku proses yang panjang. Pada proses tersebut terdapat
berwarna gelap (le’leng) dari atas ke bawah yang Kajang Dalam terbagi ke dalam dua dusun yaitu ekses yang menjadi kultus individu dari sosok
terdiri dari ikat kepala (Passapu), baju (baju le’leng), Dusun Sobbu dan Dusun Benteng yang mewakili simbolis regulator siklus kehidupan masyarakat suku
sarung (Tope) dan celana (Saluara). Suku Kajang permukiman masyarakat suku Kajang Dalam dan Kajang yang ditunjuk dari sosok yang dituakan atau
sebagai masyarakat tradisional dikenal juga sebagai Perubahan pada aspek lain yaitu aturan dan hukum masih berada dalam satu rumpun desa yaitu Desa yang dipandang sebagai pemimpin (Ammatoa) dalam
masyarakat yang tidak menerima dan menolak adat mulai melemah dan berdampak pada Tanah Towa. Kedua dusun tersebut merupakan menjaga keseimbangan kehidupan di dalam
teknologi seperti listrik, alat komunikasi seluler alat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, pengambilan permukiman masyarakat suku Kajang secara umum lingkungan masyarakat suku Kajang. Nilai atau norma
transportasi modern dan bahan serta alat hasil video dan foto oleh wisatawan lokal atau yang masih tradisional. Secara khusus Dusun Benteng (Pasang) yang dipegang teguh berdasarkan ajaran
industri yang masuk ke dalam kawasan permukiman, mancanegara, penggunaan sepatu atau alas kaki ke merupakan dusun yang tidak tersentuh dengan yang mereka terima dari Turi’e A’ra’na atau yang
sehingga segala sesuatu yang bersifat modern harus dalam kawasan adat dan penggunaan alat-alat modernisasi sedangkan Dusun Sobbu Sebagian telah maha berkehendak adalah tuntunan yang harus
ditinggalkan di luar kawasan adat. Seperti kendaraan modern dari luar. mengalami perubahan dan modernisasi. ditaati agar bisa selamat dunia dan akhirat.
dan alas kaki sandal atau sepatu.

OKY DEWANTARA
2. Strategi Pembekuan tradisi
1. Strategi Isolasionisme Pada aspek pembekudan tradisi secara prinsip
Isolasionisme secara tema besar merupakan masyarakat berupaya mewacanakan tradisi lewat
kecenderungan masyarakat membatasi dan upaya dan promosi fungsi adat, seperti mewacanakan
mendefinisikan apa yang disebut bukan Kajang pasang sebagai sesuatu pranata adat yang otentik
berdasarkan pembatasan zona adat. Kecenderungan suku Kajang Dalam. Bagi masyarakat Kajang pasang
membatasi keseragaman bentuk hunian sebagai didaulat manjadi sebagai nilai-nilai yang paling baik
pembeda suku Kajang Dalam dan suku Kajang Luar, dan benar sehingga menjadi dasar keyakinan dan
pembatasan tersebut menghasilkan masyarakat multi kepercayaan akan jalan menuju keselamatan dunia
peran, disatu sisi dapat modern dan di sisi lainnya dan hari kemudian.
dapat hidup sederhana.
3. Strategi Sakralisasi
Di lihat dari aspek sakralisasi masyarakat suku Kajang
Dalam membangun gagasan territorial adatnya
dimana di dalamnya berlaku norma atau nilai adat,
dan upaya masyarakat mengsakralkan tempat sebagai
Strategi konservasi budaya dalam pengertian yang upaya proteksi dari luar, misalnya pada daerah
digunakan adalah suatu upaya untuk memproteksi a). Penegasan berdasarkan arsitektur rumah. Secara gerbang adat, sumber air bersih, rumah Ammatoa
segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan suatu fisik rumah suku Kajang Dalam sebagai label rumah dan hutan adat. Upaya pengsakralan di sekitar
kelompok masyarakat, kebudayaan erat dengan nilai- tradisional ditinjau dari material yang alami, bentuk gerbang adat yang dilakukan masyarakat Kajang
nilai atau norma di dalam kehidupannya. Yang dan dimensi sesuai keseragaman aturan adat dan sebagai tindakan untuk menjaga kualitas lingkungan
dimaksud dengan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan orientasi hanya ke arah barat. Sedangkan rumah Suku pada area tersebut. Masyarakat suku Kajang Dalam
tersebut adalah kelompok-kelompok masyarakat Kajang Luar dilabelkan sebagai rumah modern, mensakralkan beberapa bagian dan tempat pada
dengan tradisi yang khas baik dalam budaya menyerap dan mengadopsi modernisasi seperti lingkungan permukiman, upaya tersebut dilakukan
bermukimnya, terutama dalam hal ini yang penggunaan listrik, material bahan bangunan hasil sebagai proteksi dari luar agar nilai yang terkandung
berhubungan dengan arsitektur dan budaya yang industri, ukuran dan bentuk yang bebas, ada unsur pada lingkungan permukiman adat tetap terjaga dan
bersifat menjaga lingkungan hutan. Strategi kemewahan dan orientasinya bebas mengikuti bertahan.
konservasi pada kajian permukiman vernakular orientasi jalan.
4. Strategi Penegasan Status
masyarakat Suku Kajang Dalam dirunutkan sebagai Kesimpulan pada aspek penegasan status pada
Batas adat dan modernisasi
berikut: masyarakat suku Kajang Dalam terkait dengan
1. Pemisahan zonasi permukiman untuk pengukuhan identitas arsitektur Kajang. Masyarakat
membedakan mana yang asli mana yang telah suku Kajang Dalam cenderung melakukan penegasan
berkembang menjadi modern pemisahan tersebut dan penjelas apa yang bukan Kajang Dalam dan
sebagai upaya untuk menahan dan membendung b). Penegasan rumah berdasarkan zona adat. Setiap Kajang Luar. Misalnya dari aspek bangunan ditandai
arus modernisasi yang terjadi. Upaya melabeli rumah masyarakat suku Kajang Dalam yang berada di oleh adanya pembeda dari rumah asli dan rumah
berdasarkan pemisahan zona adat menjadi upaya dalam zona adat Ammatoa disebut sebagai modern.
yang dilakukan sebagai wujud toleransi dan masyarakat ilalang embayya atau wilayah sederhana
Masyarakat Kajang berkembang, hingga kini mereka
partisipasi masyarakat terhadap dunia modern sedangkan yang di luar zona adat Ammatoa disebut
tidak saja membentuk kesatuan dengan
karena hidup berdampingan dengan modenisasi ripantarang embayya atau di luar wilayah sederhana
masyarakatnya sendiri, tapi dengan lingkungan dan
adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. yang sekarang menjadi wilayah modernisasi.
masyarakat sekitarnya dengan saling mendukung baik
2. Penegasan perbedaan Suku Kajang Dalam
di dalam maupun di luar kawasan, adanya ikatan yang
(SKD) dan Suku Kajang Luar (SKL). Penegasan
saling menguntungkan agar roda kehidupan dapat
perbedaan masyarakat SKD dan SKL dapat ditinjau
tetap berjalan, masyarakat berrotasi dari dalam ke
dari:
luar begitu juga sebaliknya dengan upaya untuk
menjaga dan mempertahankan warisan budaya dari
leluhur.

OKY DEWANTARA

Anda mungkin juga menyukai