Kearifan Lokal
Kearifan Lokal
Dosen Pengampu :
Dr. H. Ainur Rofiq Al Amin, SH, M.Ag
NIP : ADD16DD3
Disusun Oleh :
Ferdy Pratama E05219010
D. Indah Syifana E05219013
Abdul Muiz E05219003
Dari sini, pola pemanfaatan kearifan lokal secara umum dapat dipilah menjadi
dua, yaitu yang berlangsung secara natural, dan yang dikembangkan sebagai
proses kreatif.
1. Proses Natural
Yaitu dialektika kebudayaan yang terjadi dalam sejarah. Di antara proses
yang bersifat natural dapat dicermati dari proses asimilasi budaya Eropa
dalam merespon agama Nasrani merupakan salah satu contoh kearifan
lokal dalam menyerap budaya baru menjadi budaya setempat. Agama
Nasrani pada dasarnya merupakan agama bangsa Semit yang berada di
Timur Tengah, tetapi dalam perkembangannya justru menjadi identitas
Eropa.
2. Proses Kreatif
Yaitu kegiatan-kegiatan yang secara sadar dibangun dengan
memanfaatkan kearifan lokal. Di antara proses yang bersifat kreatif ialah
yang terjadi di Thailand. Sebagaimana di Indonesia, masyarakat
dihadapkan pada peliknya persoalan sosial, ekonomi dan politik yang
berujung diturunkannya Takhsin Sinawatra dari kursi perdana menteri.
Desakan indrustialisasi yang disertai merebaknya konsumerisme telah
banyak menghilangkan khazanah lokal baik yang bersifat kultural, sosial,
ekonomi, hingga politik.
4. Pemanfaatan Kearifan Lokal
a) Otonomi Daerah
Gerakan membangun local wisdom pertama-tama mengemuka berkaitan
dengan kebutuhan desentralisasi tersebut yang diwujudkan melalui
program otonomi daerah. Sekalipun penetapan otonomi daerah juga
menimbulkan dampak berupa pemerataan korupsi dan nepotisme, tetapi
secara perlahan pemerintah daerah tak dapat menghindarkan diri untuk
membangun identitasnya serta menemukan kekayaan daerah yang
potensial diangkat sebagai keunggulan daerah.
b) Pemberdayaan Sosial
Kearifan lokal diperlukan untuk membangun kesadaran diri (self
awareness) pada masyarakat mengenai potensi-potensi diri dan
lingkungannya. Masyarakat dapat diajak untuk belajar memahami
persoalan di sekitarnya yang sebelumnya luput dari perhatian mereka.
Mereka didorong melakukan perubahan yang pada dasarnya berpijak pada
nilai-nilai, norma, keahlian dan sumber daya yang mereka miliki.
Usaha ini bisa dilakukan oleh gerakan pemberdayaan sosial melalui
pemdampingan yang dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya
masyarakat dan perguruan tinggi.
c) Meredakan Konflik
Di Indonesia dan negara-negara dunia ketiga, kearifan lokal sering
digunakan sebagai wahana menyelesaikan konflik. Apalagi di negeri ini
memiliki potensi konflik yang tinggi, akibat keberagaman penduduknya
yang sedemikian besar.
Pendekatan keamanan dan politik tidak berhasil meredakan konflik.
Padahal semakin dalam konflik berlangsung, kesadaran atas nilai-nilai
luhur sendiri semakin jauh dari perikehidupan masyarakat. Masyarakat
baru dapat kembali meredam konflik setelah nilai-nilai adat berupa ikatan
persaudaraan diangkat sebagai redolusi konflik.
d) Merespon Perubahan
Apresiasi terhadap budaya baru tidak dengan sendirinya disertai dengan
ditinggalkannya budaya sendiri secara keseluruhan.
Budaya baru bahkan perlu diolah dan dipadukan dengan nilai-nilai lokal
sehingga menghasilkan lokal genius baru atau biasa disebut lokal genius
sekunder.
e) Membangun Keunggulan Lokal
Keunggulan dalam konteks lokal tidak dimaknai dalam kontek tingkatan,
kelebihan kualitatif ataupun kuantitatif atas yang lain. Keunggulan lokal
lebih dipahami dalam konteks deferensiasi, kekhasan, atau keunikan
sehingga menjadi daya tarik dan tujuan masyarakat daerah lain.
1. Industrialisme
Kepentingan industri raksasa yang disusung oleh globalisasi
membuat negara berkembang kehilangan prakarasanya sendiri karena
keputusan penting cenderung dipaksakan oleh negara-negara kuat.
2. Rezim korup
Pemerintah yang dikendalikan oleh aparat yang korup sering kali
menjadi pembuka jalan bagi tegaknya budaya industrial, yang
menenggelamkan nilai-nilai kearifan lokal.