Anda di halaman 1dari 12

STANDAR OPRERASIONAL

PROSEDUR KEBUTUHAN ELIMINASI

Diajukan Untuk Memenuhu Salah Satu Tugas Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia

Dosen Pengampu Ns. Rina Afrina, S.Kep.,MKM

Disusun Oleh :

Dhea Varessa Aprilia

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
Jl. Harapan No.50 Rt.02 Rw.07 Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa

Kota Jakarta Selatan Daerah Khusus Ibu Kota

Jakarta 1210

2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010)
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh setiap
manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar, menyatakan
bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sistem perkemihan
tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ akhirnya akan terpengaruh.
Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan
masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine,
enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien-
pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010)
Penggunaan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan yang banyak
dilakukan di rumah sakit. Kasus pemasangan kateter di Indonesia lebih banyak pada laki-
laki dibanding perempuan. Pada kasus pemasangan kateter dimana sebanyak 4%
penggunaan kateter dilakukan pada perawatan rumah dan sebanyak 25% pada perawatan
akut. Sebanyak 15% - 25% pasien di rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini
dilakukan untuk mengukur haluan urin dan untuk membantu pengosongan kandung
kemih (Basuki, 2011).
Kandung kemih tidak dapat terisi dan berkontraksi pada saat terpasang kateter, hal ini
menyebabkan kapasitas kandung kemih menurun atau hilang (atonia). Menurunya
rangsangan berkemih terjadi akibat pemasangan kateter tetap dalam waktu yang lama
sehingga mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi dalam waktu
yang lama pula. Ketika hal ini terjadi pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya. Apabila atonia terjadi dan kateterpun di lepas maka akan terjadi komplikasi
gangguan fungsi perkemihan (Smeltzer & Bare, 2010). Efek samping dari pemasangan
kateter tetap adalah terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin adalah keadaan
dimana urin yang keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau pasien tidak mampu
mengendalikan atau menahan urin (Potter & Perry, 2013). Data dari WHO (2012)
menunjukkan 200 juta penduduk dunia mengakami inkontinensia urine. Sedangkan dari
data DEPKES (2012) didapatkan data 5,8 % penduduk Indonesia mengalami
inkontinensia urine.
Inkontinensia urin dapat menimbulkan permasalahan, antara lain : permasalahan
medik, sosial, maupun ekonomi. Permasalahan medik yang terjadi antara lain kerusakan
kulit dan iritasi disekitar kemaluan yang disebabkan oleh urin. Masalah sosial timbul
akibat inkontinensia urin antara lain perasaan malu, mengisolasi diri dari pergaulannya
dan mengurung diri di rumah. Selanjutnya untuk permasalahan atau dampak ekonomi
yang terjadi adalah pemakaian diapers atau perlengkapan lain guna menjaga supaya tidak
selalu basah oleh urin. Pemakaian setiap hari tentunya memerlukan biaya yang tidak
sedikit ( Purnomo, 2012).
Menurut Ni Wayan Oktaviani (2014), teknik bladder training sangat efektif untuk
mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat pemasangan kateter terlalu lama.
Bladder training dilakukan untuk mencegah terjadinya inkontinensia urin. Teknik
bladder training terbukti efektif dalam mengembalikan fungsi otot-otot detrusor akibat
pemasangan kateter terlalu lama. Tindakan bladder training dilakukan dengan indikasi
pada pasien dengan terpasang kateter urin.
Menurut Wibowo (2019) teknik bladder training: delay urination terbukti efektif
dalam mencegah inkontinensia urin pada pasien BPH pasca operasi TVP (p value =
0,091). Bladder training dilakukan untuk mengembalikan pola perkemihan menjadi
normal kembali dan memandirikan pasien untuk dapat merasakan sensasi berkemih
dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dilakukan pada pasien yang terpasang
kateter tetap untuk mencegah maupun mengatasi inkontinensia urin yaitu dengan
dilakukannya bladder training. Bladder training adalah salah satu upaya untuk
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal. Bladder training sangat perlu dilakukan sebelum kateter tetap
dilepas. Tujuannya adalah mengembalikan pola perkemihan menjadi normal kembali dan
memandirikan pasien untuk dapat merasakan sensasi berkemih dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih. Oleh karena itu sebelum dilakukan pelepasan
kateter, sangat diperlukan latihan kandung kemih atau bladder training.
Menurut Agustin (2014) bladder training berpengaruh dalam mencegah inkontinensia
urin dengan P value 0,038 atau nilai P value < 0,05. Bladder training dilakukan untuk
melatih kandung kemih dengan tujuan mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih. Teti Nurhasanah dan Ali Hamzah
(2017) juga menyatakan terdapat pengaruh bladder training terhadap penurunan
inkontinensia urine dengan hasil 63,3% responden mampu berkemih secara normal,
begitu pula ketiga jurnal lain yang menunjukkan ada pengaruh bladder training terhadap
fungsi berkemih. Berdasarkan beberapa pendapat diatas menunjukkan pentingnya
bladder training untuk mencegah inkontinensia urin.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap
dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan bladder training pada pasien yang terpasang kateter
tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
2. Tujuan Khusus.
a. Diketahuinya pengaruh bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap
dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
b. Diketahuinya prosedur penerapan bladder training pada pasien yang terpasang
kateter tetap dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi.
c. Diketahuinya hubungan karateristik umur dan jenis kelamin terhadap penerapan
bladder training pada pasien yang terpasang kateter tetap dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi.
D. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian dalam review literatur ini yaitu semua jenis
penelitian yang menggunakan bladder training untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi.
E. Manfaat
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Rangkuman hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data evidence
untuk dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya tentang bladder training untuk
meningkatkan kemampuan berkemih.
2. Instansi Terkait (Bidang Keperawatan)
Untuk pengembangan tindakan mandiri keperawatan, khususnya perawat yang
berminat di pengembangan sistem urinaria, hasil penelitian ini diharapkan dapat
diterapkan dalam pelaksanaaan tindakan perawat sehari-hari terhadap pasien dengan
asuhan keperawatan gangguan eliminasi.
3. Bagi pasien
Diharapkan dapat membantu pasien mengembalikan fungsi berkemih melalui
penerapan bladder training.
4. Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan bladder training pada
asuhan keperawatan untuk peningkatan fungsi berkemih.

F. Kegunaan
Manfaat Fleet Enema adalah untuk membantu meredakan konstipasi atau sebagai
pencahar sebelum pemeriksaan rektal (dubur). Sementara itu, Fleet Phospho-soda
digunakan untuk membantu membersihkan usus sebelum dilakukan tindakan medis,
seperti operasi, rontgen, dan kolonoskopi.
Dosis dan Aturan Pakai
Fleet Enema termasuk dalam golongan obat bebas terbatas. Namun, Fleet Phospho-soda
termasuk dalam golongan obat keras yang penggunaannya harus melalui resep dokter.
Berikut adalah anjuran pemakaiannya secara umum.
Tujuan : konstipasi, pencahar osmotik ringan
Bentuk : Fleet Enema
Dewasa dan Anak > 12 tahun: 1 botol diberikan sekali sehari
Tujuan : Pembersih usus sebelum tindakan medis
Bentuk : Fleet Phospho-soda
Dewasa : 1 botol sehari sebelum dilakukan tindakan
Cara Menggunakan
Gunakan Fleet Enema sesuai petunjuk dokter. Baca juga petunjuk kemasan yang tertera.
Disarankan, Anda minum air putih sebanyak 1-2 gelas 30 menit sebelum menggunakan
Fleet enema. Obat ini dapat mengakibatkan dehidrasi akibat perangsangan usus untuk
membersihkan isinya.
Berikut adalah cara penggunaannya.
- Pastikan tangan Anda bersih saat pengaplikasian
- Posisikan tubuh dalam keadaan jongkok atau berbaring tengkurap, untuk
mempermudah pengaplikasian obat
- Selanjutnya, tekan tabung perlahan dan alirkan obat masuk ke dalam rectum
- Pertahankan posisi yang sama selama beberapa saat untuk memastikan tidak ada obat
yang keluar
- Lalu keluarkan ujung tabung Fleet Enema dari anus. Tunggu sekitar 5 - 30 menit
hingga reaksi obat muncul
Penggunaan Fleet enema hanya untuk sekali pakai. Buang obat apabila telah selesai
digunakan.
Segera hentikan penggunaan apabila sudah tidak konstipasi lagi, jangan menggunakan
obat lebih dari 1 minggu, kecuali saran dari dokter.
Untuk mencegah konstipasi, Anda disarankan untuk minum air putih yang cukup, rutin
berolahraga, serta konsumsi asupan kaya serat.
Fleet Phospo-soda digunakan sesuai prosedur medis, ikuti saran dokter saat
menggunakan obat ini. Minum air yang banyak selama menggunakan Fleet. Sebaiknya,
Anda menghindari konsumsi makanan berat, minuman bersoda, dan juga produk susu
untuk membantu proses pembersihan usus.
Cara Penyimpanan
Simpan obat Fleet pada suhu di bawah 25 derajat Celsius, di tempat kering, terhindar dari
cahaya matahari langsung, dan jauh dari jangkauan anak-anak.
Artikel lainnya : Cara Mengatasi Konstipasi pada Lansia, Aman dan Efektif
Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi selama pengunaan Fleet adalah:
- Gangguan elektrolit (hipernatremia, hiperfosfatemia, hipofosfatemia, hipokalsemia,
hipokalsemia), dehidrasi, kejang, kehilangan cairan
- Pusing, sakit kepala
- Edema atau pembengkakan
- Mual, muntah, diare, sakit perut/kembung
- Nyeri dada
- Menggigil
- Overdosis
Waspadai kondisi overdosis Fleet. Antara lain gejalanya :
- Dehidrasi
- Hipotensi
- Denyut jantung di atas atau di bawah normal
- Henti jantung
- Syok
- Gagal napas
- Dispnea
- Ileus paralitik
- Nyeri
- Hipernatremia
- Hiperfosfatemia
- Hipokalemia hipokalsemia, asidosis
Jika mengalami gejala overdosis di atas, segera datangi fasilitas kesehatan terdekat.
Kontraindikasi
Hindari penggunaan Fleet pada pasien yang memiliki indikasi :
- Penurunan motilitas usus
- Penyakit radang usus (Kolitis ulseratif aktif berat)
- Penyakit Hirschsprung
- Radang usus buntu, perdarahan rektum, dehidrasi
- Bypass lambung atau operasi staple
- Gangguan ginjal berat
- Interaksi Obat
Berikut adalah beberapa interaksi obat yang umumnya terjadi saat penggunaan Fleet :
- Mengurangi penyerapan dengan kalsium, zat besi, magnesium, sukralfat.
Peningkatan risiko kejang dengan TCA
- Peningkatan risiko hiperfosfatemia dengan vitamin D
- Mengurangi efek terapi dengan litium
- Peningkatan risiko kalsifikasi ektopik dengan suplemen Ca (kalsium) atau antasida
yang mengandung Ca
- Peningkatan risiko hiperkalemia dengan fosfat
Artikel lainnya : Daftar Makanan yang Bisa Menyebabkan dan Memperparah Sembelit
Peringatan dan Perhatian
Hindari konsumsi makanan berat atau minuman bersoda dan produk susu untuk
membantu proses pembersihan usus
Informasikan dokter jika Anda akan menggunakan obat ini bersama dengan obat lain
baik kimiawi ataupun herbal
Beritahu dokter apabila Anda sedang hamil atau menyusui jika akan diresepkan Fleet
Kategori Kehamilan
Obat ini masuk dalam kategori C. Yakni, studi pada hewan telah menunjukkan efek
buruk pada janin (teratogenic, embriosidal, atau lainnya).
Namun, tidak ada studi terkontrol pada wanita atau studi pada wanita dan hewan tidak
tersedia.
Peringatan Kehamilan
Obat ini hanya dapat diberikan jika manfaat yang yang diperoleh lebih besar dari potensi
risiko pada janin.
Peringatan Menyusui
Konsultasikan dengan dokter jika Anda akan mengonsumsi obat ini saat sedang
menyusui.
Penyakit Terkait
- Konstipasi
- Obstruksi Usus
- Radang Usus
Cara penggunaan obat supositoria :

- Cuci tangan dan kuku anda dengan air dan sabun hingga bersih
- Jika suppositoria melunak, masukan ke dalam lemari pendingin atau letakkan di
dalam air dingin selama 30 menit agar mengeras kembali Buka kemasan supositoria
dan basahi sedikit dengan air bersih
- Miringkan tubuh anda, dan tarik kaki kanan anda setinggi perut dan bagian kaki kiri
dengan posisi lurus seperti pada gambar
- Angkat pantat dengan tangan kanan agar area lubang anus terbuka untuk menjangkau
bagian anus
- Masukkan supositoria dengan bagian yang runcing terlebih dahulu, lalu di dorong
dengan jari telunjuk sampai benar-benar masuk ke dalam anus sedalam sekitar 2 cm
dari lubang anus, sampai obat tidak terdorong keluar lagi
- Luruskan kaki anda dengan posisi berbaring miring selama 15 menit agar supositoria
tidak keluar kembali.
Asuhan Keperawatan
Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Gol. Darah :-
Suku : Sunda
Pendidikan : SMK
Alamat : Cianjur Jawa Barat
Diagnosa : BPH (Bening Prostat Hiperplasia)
Tanggal : 22-12-2023
Tanggal Pengkajiam : 23-12-2023
Klasifikasi data
DS:
Data Subyektif : Klien mengatakan sakitsaat berkemih dan keluar darah saat berkemih
Klien mengatakaan tidak dapat mengontrol BAK Klien mengatakan kencingnya keluar
sendiri
data obyektif :
DO:
Klien terlihat menahan sakit Klien terlihat lemas Klien terlihat pucat Haluran urin tidak
terkontrol
Klasifikasi Data
data OBYEKTIF:
DO :
S : 36°C
N : 89x\ Menit R: 25x\ Menit
TD : 130\80 mmHg
problem :
Nyeri akut
Gangguan eliminasi Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri saat berkemih
etiologi :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Kandung kemih tidak kuat menahan urine
Nyeri pada kantung kemih
Infeksi saluran kemih BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hari : Sabtu Tanggal: 23-12-2023
1. Klien mengatakan sakit saat berkemih dan keluar darah saat berkemih.
Keluhan Pertama:
Pasien mengeluh sakit saat berkemih dan keluar darah saat berkemih Diagnosa Medis:
BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia)
Riwayat Kesehatan:
1. Riwayat Penyakit Sekarang
P = Pasien mengatakan nyeri saat berkemih diakibatkan kurangnya nutrisi cairan
Q = Pasien mangatakan nyeri seperti terbakar
R = Pasien mengatakan nyeri dibagaian abdomen
S = Skala nyeri pasien 6 dari (1-10)
T = Pasien mangatakan nyeri dirasakan terus menerus

2. Riwayat Kesehatan yang Lalu


Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini dan kurang lebih lima
tahun yang lalu sudah berhenti untuk merokok.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat keturunan
Riwayat Keperawatan Klien
1. Riwayat Psikolog
a. Status Psikologi
b. Status Mental
c. Pola Tidur
d. Kebutuhan Komunikasi
2. Riwayat Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik, tidak ada masalah.
3. Riwayat Spiritual
Tn.M memeluk agama islam dan percaya dengan tuhannya : Cemas: Koperatif :
Sering terbangun : Normal
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan TTV Tekanan Darah Nadi
Respirasi : 130\80 mmHg. : 89x\menit : 25x\menit : 36°c
Suhu
2. Pemeriksaan Rambut dan Kepala
a. Kepala
Inpeksi : Bentuk Simestris, tidak ada lesi.
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak ada benjolan.
b. Rambut
c. Inpeksi : Warna beberapa sudah berwarna putih,bersih, tersisir rapi. Palpasi :
Tidak ada rontok
Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Inpeksi : Bentuk simetris, warna pupil hitam, konjungtiva, anemis, sklera tidak
ikterik, reaksi pupil terhadap cahaya (+).
Palpasi : Nyeri tekan (-)
b. .Hidung
Inpeksi : Bentuk simestris, bersih tidak ada secret, napas normal. Palpasi : Nyeri tekan
(-)
c. Mulut
Inpeksi : Simestris, mukosa bibir lembab, lidah dan rongga mulut bersih, gigi masih
utuh, beberapa gigi mempunyai karies. d.Telinga
Inpeksi : Lengkap, bentuk simestris, tidak ada serumen, pendengaran menurun pada
telinga sebelah kanan.
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak terdapat benjolan
Pemeriksaan Leher
Inpeksi : Simetris, tidak terdapat benjolan.
Palpasi : Nyeri Tekan (-), tidak terdapat kelenjar tiroid.
Pemeriksaan Dada
Inpeksi : Bentuk kedua dada simestris, tidak ada luka terbuka dan lecet. Palpasi :
Nyeri tekan (-), getaran kiri dan kanan sama.
Auskultasi : Kedua paru bronkovesikuler dan tidak ditemukan BJ abnormal, suara napas
normal.
Pemeriksaan Abdomen
Inpeksi : Abdomen tampak superl, tampak ada distensi pada kandung kemih.
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Auskultasi : Bising usus 8-9x\menit.
Pemeriksaan Extemitas Atas dan Bawah
Inpeksi : Tidak ada gangguan lengkap simetris.
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak terdapat oedem, kuku bersih.

Tindakan dan Terapi


INVD : Nacl 0,9% 1500\ 6 jam Ns 1500\ 6 jam
INJEK : Paracetamol Levoflokasi
Cefuroxime ORAL: Dutasteride
Finasteride

Anda mungkin juga menyukai